Thursday 18 September 2014

STRATEGI PENANGGULANGAN GANGGUAN KAMTIBMAS DI WILAYAH KEPOLISIAN RESORT KLATEN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI




 




I.        PENDAHULUAN.

1.        Latar Belakang.

Tugas Pokok Kepolisian RI sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang, No 2 Tahun 2002 pasal 13 adalah : a) memelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, b) menegakan hukum,  c) memberikan perlindungan , pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.  Tugas polri Polri dilaksanakan guna mewujudkan tujuan Polri yaitu sebagai alat Negara penegak hukum guna menjamin tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentram masyarakat dengan menjunjujung Tinggi Hak Asasi Manusia dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 pasal 4 yang berbunyi :
“ Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia “.[1]

Guna menjamin terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat dan memenuhi tuntutan masyarakat akan Pelayanan Polri dalam bidang Penanggulangan gangguan kamtibmas (Perlindungan, Pengayoman, Pelayanan dan penegakan hukum) maka Polri khususnya organisasi di tingkat KOD secara konsepsional dituntut mampu merumuskan dan melaksanakan berbagai Program penanggulangan gangguan Kamtibmas yang bernilai strategis sesuai kondisi obyektif organisasi dan ancaman yanga dihadapi baik FKK, PH maupun AF.
Implikasi dari hal tersebut diatas, Kepala Satuan Kewilayahan Polri (KOD) dituntut mampu melakukan analisis kesatuan serta analisis potensi wilayah.   Analisis kesatuan terutama dengan mencermati kondisi objektif Kesatuan/Organisasi Polres dan kesehatannya serta memperhatikan Kekuatan, Kelemahan, peluang dan Kendala.    Sedangkan analisis potensi wilayah dilakukan dengan mencermati kondisi obyektif perkembangan lingkungan strategis khususnya berbagai potensi konflik yang rawan terhadap lahirnya gangguan Kamtibmas.   Dengan demikian diperoleh masukan sekaligus landasan dalam merumuskan strategi penanggulangan gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat.
Demikian pula halnya dengan Polres Klaten dengan segenap daya dukungnya, sesuai dengan karakteristik geografis, demografi, Sumber Daya Alam, Ideologi, Politik sosial, Ekonomi, dan budayanya menyimpan berbagai potensi ancaman atau konflik yang rawan terhadap munculnya gangguan Kamtibmas, sehingga secara konsepsional perlu dicari berbagai upaya strategis dalam penanggulangannya.



2.        Permasalahan.
Berkaiatan dengan berbagai uraian tersebut diatas, maka dalam dalam tulisan ini, penulis akan melakukan pengkajian dan pembahasan dengan pokok permasalahan :“ Bagaimana Strategi Penanggulangan gangguan Kamtibmas di Wilayah Kepolisian Resort Klaten dalam rangka Kamdagri “ .

3.        Persoalan.
Dari permasalahan tersebut,maka persoalan-persoalan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah : (1) Bagaimana Potensi Polres Klaten. Dalam bagian ini akan dibahas kondisi kesatuan Polres Klaten dengan memperhatikan, kekuatan, kelemahan, peluang dan kendala, (2) Bagaimana Potensi Keamanan dan Ketertiban masyarakat di wilayah Klaten dengan memperhatikan  Analisa Lingkungan (Environmental Scanning) termasuk didalamnya  Analisa Sosial Mendalam (Social Base Analisys)  dan perkiraan ancaman yang mungkin terjadi (Scenario Profilling), (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi Kendala dan Peluang (Weakness and Opportunity), (4) Strategi Penanggulangan Gangguan Kamtibmas di Wilayah Polres Klaten dalam rangka Kamdagri. 

4.        Ruang Lingkup
a. Metode.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif analitik, yaitu dengan mencermati dan menelusuri terhadap berbagai fenomena, fakta, dan kondisi obyektif yang ada dan terjadi di lapangan kemudian berdasar fakta tersebut dilakukan diskripsi dan analisis secara cermat dan mendalam untuk dicarikan berbagai alternatif pemecahannya.
b. Pendekatan.
  Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif serta manajemen.   Hal ini mengingat permasalahan Kamtibmas merupakan masalah yang sangat kompleks dan terkait dengan berbagai sudut pandang dengan memperhatikan, mengamati, memperlakukan setiap gejala, hubungan antar gejala yang satu dengan gejala yang lainnya.   Dengan demikian diperoleh gambaran yang tajam dan utuh terhadap kondisi obyektif permasalahan yang dihadapi maupun solusinya penanggulangannya guna terwujudnya Kamtibmas.

5. Ruang Lingkup.
Adapun Ruang lingkup penulisan Naskah Karya Perorangan ini meliputi : Analisis Potensi Kesatuan Kepolisian Resort Klaten, Analisis lingkungan dan Perkiraan Ancaman, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan Strategi Penanggulangan Gangguan Kamtibmas di Wilayah Polres Klaten dalam rangka mewujudkan Kamdagri.

6. Sistematika
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah dikemukakan diatas dan dengan memperhatikan Variabel-Variabel yang terdapat dari judul Naskah Karya Perorangan, maka penulisan ini akan membahas beberapa Pokok Bahasan yang disusun dalam Bab-Bab Penulisan yang masing-masing Bab saling keterkaitan dengan menggunakan sistematika penulisan. Adapun Sistematika Penulisan  sebagai berikut : 
Bab I Pendahuluan
Bab II Metodologi Penelitian
Bab III Analisa Potensi Kesatuan Polres Klaten
Bab IV Analisa Lingkungan dan Perkiraan Ancaman
Bab V Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Bab VI Strategi Penanggulangan Gangguan Kamtibmas Polres Klaten

II.      METODOLOGI PENELITIAN.
         1.         Metode Penelitian.
a.         Metode.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik, yaitu dengan melakukan deskripsi terhadap fakta yang ada di lapangan kemudian berdasar fakta tersebut dilakukan analisis secara cermat dan mendalam untuk dicarikan berbagai alternatif pemecahannya.

b. Pendektan.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini pendektan kualitatif maupun kuantitatif.   Pendekatan kuanlitatif dilkukan dengan menganalisis berbagai fenomena yang terjadi di lanpangan dan selanjutnya dideskripsikan secara cermat, rinci, mendalam, dan komprehensif.   Sedangkan pendekatan kuantitatif dilakukan melalui interprestasi hasil pengolahan data yang berupa angka-angka dan digunakan sebagai pendukung analisa data kuantitatif.
c.              Subjek penelitian / Responden.
Dijadikan subjek penelitian atau responden dalam penelitian ini adalah Kapolres Klaten dan seluruh Staf, terutama Kepala satuan Fungsi dan Kepala bagian, serta masyarakat di wilayah hukum Polres Klaten.     Khusus masyarakat, dilibatkan sebanyak 150 orang dan dilakukan melalui pengisian guestioner atau angket yang telah disiapkan.

d.              Teknik Pengumpulan Data.
Agar diperoleh data yang obeyektif, akurat, dan komprehensif tehnik pengumpulan data dilakukan melalui :
1)              Wawancara.
Wawancara dalam penelitian dilakukan secara terbuka dan tidak terbatas serta dalam bentuk dialog semi teratur pada setiap anggota subjek penelitian.
2)             Observasi.
Dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap berbagai aktivitas, kegiatan, pertistiwa yagn dianggap menarik dan terkait dengan obyek penelitian untuk selanjutnya dilakukan pencatatan.
3)             Studi Pustaka.
Studi pustaka dilakukan untuk memperkaya data penelitian yang telah diperoleh melalui teknik lain (wawancara dan observasi).   Pustaka yang dianalisis terutama yang berkaitan dengan catatan atau dokumen-dokumen laporan kegiatan yang dilkukan Polres Klaten.
4)             Kuestioner.
Kuestioner atau angket dipergunakan bagi masyarakat untuk memperoleh data tentang potensi wilayah guna melengkapi data yang diperoleh dari teknik yang lain, sehingga diperoleh informasi yang lebih lengkap sesuai persoalan yang diajukan.

e.              Instrumen Penelitian.
1)              Pedoman Wawancara.
Pedoman wawancara digunakan sebagai alat bantu agar kegiatan penelitian dapat lebih terarah sesuai ruang lingkup data/ informasi yang akan diungkap.   Dalam pelaksanaannya, pedoman wawancara digunakan secara fleksibel sesuai kondisi lapangan, terutama untuk menelusuri lebih lanjut berbagai data yang telah ditemukan melalui obeservasi maupun studi pustaka atau studi dokumentasi.  

2)             Kuestioner atau Angket.
Digunakan khusus untuk mengungkap tentang potensi wilayah berdasar atas pandangan atau pendapat masyarakat.   Angket dalam penelitian ini terdiri atas 72 pertanyaan yang berkaitan dengan astagatra.    

f.              Teknik Analisa Data.
1)              Data hasil wawancara, observasi dan studi pustaka.
Untuk kepentingan analisa data hasil wawancara observasi dan studi pustaka dilkukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a)                  Pencatatan Data.
Yaitu melakukan pencatatan terhadap seluruh hasil wawancara, obsercasi dan studi pustka yang prosesnya dilkukan secara terus menerus selam proses penelitian berlangsung, sampai data yang terhimpun dianggap lengkap dan akurat.
b)             Mengorganisasikan Data.
Data yang sudah dicatat, selanjutnya dilakukan pongorganisasian melalui pengelompokan data sesuai dengan tujuan dan pokok persolan yang diajukan.
c)         Menginterprestasikan Data.
Data yang sudah di kelompokan selanjutnya diiterprestasikan sesuai tujuan penelitian.   Pada proses ini data yang dianggap tidak penting atau tidak relevan dikeluarkan atau didrop.
d)         Mendeskripsikan Data.
Dilakukan dengan menguraikan data secara lengkap dan detail dengan ppkok persoalan yang diajukan, sehingga gambaran yang lebih jelas, rinci, tajam dan komperhensif.

2)             Data Hasil Angket.
Analisa data hasil angket dilakukan melalui analisa statistik sederhana dengan tehnik persentasi, dan selanjutnya diiterprestasikan berdasar atas kriteria tertentu.   Untuk soal-soal tertentu diajukan dengan ranking.   Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

HASIL
INTERPRESTASI
< 35 %
36 % - 49 %
50 %
51 % 0 64 %
65 % - 90 %
> 90 %
Sebagian kecil responden
Kurang dari setengah responden
Setengah Responden
Lebih dari setengah responden
Sebagain besar responden
Hampir seluruh responden

g. Tahapan-tahapan Penelitian.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari penelitian, maka penulis melakukan penelitian lapangan (Field Research) dengan cara langsung turun ke lapangan.   Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan selama penelitian dengan tahap-tahap sebagai berikut :


1) Tahap Persiapan.
a)             Mempelajari dan mencari referensi ataupun bahan bacaan lain yang berkaitan dengan materi penelitian.
b)             Menghubungi pejabat pemerintah setempat yaitu Kapolres, Bupati/Walikota, Kajari, Ketua DPRD untuk memperoleh informasi dan dukungan untuk melakukan penelitian diwilayahnya.   Hal tersebut dilakukan karena pejabat-pejabat tersebut merupakan gate keeper atau penjaga pintu untuk bisa masuk di lapangan penelitian.   Dari mereka akan diperoleh informasi gambaran umum dan ciri menonjol mengenai daerah penelitian, Pengelompokan dan Tipologi Masyarakat, Budaya masyarakat, Tokoh Kharismatik yang menjadi panutan dan siapa-siapa yang bisa dijadikan key informan.  Karena key informan sangat penting untuk menentukan keberhasilan penelitian tersebut.
c)             Key informan yang penulis pilih adalah seseorang yang mengetahui dan memiliki pengetahuan tentang  Organisasi Polres Klaten, Lingkungan wilayah Polres Klaten, Masyarakatnya, dan Persoalan-persoalan kamtibmas yang sering timbul.

2) Tahap Pelaksanaan.
a)             Penulis berangkat ke Polres Klaten dan Menghadap Kapolres serta diterima Wakapolres dan selanjutnya mengikuti acara penyambutan dan mendengar paparan Wakapolres tentang Situasi Wilayah Polres Klaten.

b)             Setelah mendengar paparan,selanjutnya penulis mencari key informan, maka tahap pertama penulis menjelaskan maksud dan tujuan penelitian dan sekaligus memperkenalkan diri kepada seluruh anggota Polres Klaten dan masyarakat yang penulis teliti (sasaran Penelitian) setempat tentang maksud dan keberadaan saya.

c)             Setelah itu penulis melakukan penelitian untuk mencari dan mendapatkan kondisi kesatuan yang selanjutnya dianalisis guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan kendala.   Selanjutnya peneliti melakukan penelitian lingkungan untuk mengetahui Peta Social Base wilayah Polres Klaten, karakteristik wilayah berdasarkan typology yang dianalisis dari Aspek Geografi, Demografi, Sumber daya alam, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Hankam.   Selanjutnya akan didapatkan titik rawan konflik atau Daerah konflik (Hot Spot)
d)             untuk mendapatkan data dan informasi baik yang berkaitan dengan kondisi Kesatuan dan lingkungan, penulis melakukan wawancara dengan Kasat Reskrim, Kasat Intelkam, Kabag Bina Mitra, Penyidik dan Penyidik Pembantu, Babinkamtibmas dan masyarakat dengan melakukan wawancara serta menyebarkan kuesioner.

e)             Menganalisa hasil wawancara dan Kuesioner yang telah diterima.

3. Tahap Akhir.
a)             Mengumpulkan semua hasil penelitian untuk dilakukan analisis , kemudian disusun menjadi laporan penelitian guna penyusunan Naskah Karya Perorangan (NKP) .
b)             Penyelesaian Naskah Karya Perorangan.











III.    ANALISA POTENSI KESATUAN POLRES KLATEN.
1. Kondisi Kesatuan.
a. Personil.
1)              Pangkat dan Lokasi domisili.


NO

PANGKAT

JUMLAH
LOKASI DOMISILI

PROSESNTASE
ASRAMA
P. UMUM
1.
PAMEN
5
3
2

87. 94 %
berdomisili dipemukiman umum
2.
PAMA
63
11
52
3.
BAINTARA
737
88
649
4.
TAMTAMA
49
1
48
TOTAL
854
103
751

2)             Berdasarkan Pendidikan dan Kejuruan/ Kursus.
a)             Pendikan Polri.

NO
JENIS
SESPIM
PTIK
AKPOL
CAPA
CABA
CATA
JMLH
1.
PAMEN
1
2
2
1
1
-
7
2.
PAMA
-
-
8
45
34
13
70
3.
BINTARA
-
-
-
-
412
297
709
4.
TAMTAMA
-
-
-
-
-
52
52

JUMLAH
1
2
10
46
447
362
836

b)             Pendidikan Kejuruan / Latkatpuan :
NO
JENIS DIKJUR
JMLH
NO
JENIS DIKJUR
JLMH
1.
RESERSE

6
BRIMOB
1

DAS Pa Serse
3

Das Pa Brimob
8

Das Ba Serse
36

Ta Brimob
2

Pa Labkrim
1

Pawang Satwa


Ba Labkrim
1
7
LAIN-LAIN
2

BaIdent
1

Sus Bhs Inggris
2
2.
IPP


Babuk Hankam
1

Das Pa IPP
1

Ba Loghistik
1

Das Ba IPP
36

Ba SPK
1
3.
BIMMAS


Sus Prog. Kmptr
6

Das Pa Bimmas
2

Ba Komlek
2

Das Ba Bimmas/
Babinkamtibmas
23

Beladiri
1

Ba Pampar
4

Pa Lanjutan analisis
1
4.
LANTAS


Provoost
2

Das Pa Lantas
2

Pemildas
1

Lan Pa Idik Laka
1

Ba Nantika
1

Das Ba Lantas
28

Pa Min Pers
1

Ba Reg Ident
3

Pa Gadik
1

Ba Gakkum
2

Ba Puskodal
1

Ba Lantik
1

Das KU
1
5.
SABHARA


Lat kat Komptr
1

Das Ba Sabhara
42




PJR
1



JUMLAH
224
                                  (Sumber Lapsat : 2003)
Tahun 2004.
Berdasarkan data-data diatas diketahui bahwa:
(1) Sebagian besar personil polres Klaten bertempat tinggal di pemukiman umum bersama-sama masyarakat dan hanya sebagian kecil (103 atau 0,12 % ) yang bertempat tinggal di asrama.
(2) Sebagian besar personil yang tinggal di asrama maupun di pemukiman adala personil dengan pangkat Brigadir.
(3) Personil Polres Klaten peling banyak tinggal di pemukiman penduduk (84,97%) dan bahkan ada anggota yang tinggal di luar wilayah Polres Klaten (10% ).
(4) Secara Psikologis atau potensial yang dapat berpengaruh terhadap menurunya gairah dan kedisiplinan kerja anggota.

b.         Materiil.
1)              Kendaraan Bermotor.

NO

JENIS
KONDISI

JMLH
BB
RR
RB
1.
TRUK
-
36
36
72
2.
RODA 4
22
136
159
317
3.
RODA 2
22
172
195
389
JUMLAH
44
344
390
778

2)             Senjata Api dan Amunisi.

NO


JENIS
KONDISI

JML
BB
RR
RB
RES
SEK
RES
SEK
RES
SEK
1.
S. Batu
-
-
97
119
-
-
216
2.
S. Genggam
-
-
193
103
-
-
296
JUMLAH
-
-
290
222
-
-
512

3)             Peralatan Dalmas.

NO

JENIS
KONDISI

JMLH
BB
RR
RB
1.
Tongkat Polri
-
66
-
66
2.
Tameng
-
66
-
66
3.
Helm
-
66
-
66
4.
Rompi
-
66
-
66
JUMLAH

264
-
264
c. Markas Komando Polres dan Polsek.
1) Mapolres Klaten,
2) Mapolsek Ketandan
3) Mapolsek Kebonarum
4) Mapolsek Wedi
5) Mapolsek Jogonalan
6) Mapolsek Gantiwarno
7) Mapolsek Prambanan
8) Mapolsek Manisrenggo
9) Mapolsek Kemalang
10) Mapolsek Karang Nongko
11) Mapolsek Jatinom
12) Mapolsek Karang Anom
13) Mapolsek Tulung
14) Mapolsek Polanhardjo
15) Mapolsek Delanggu
16) Mapolsek Wonosari
17) Mapolsek Juwiring
18) Mapolsek Ceper
19) Mapolsek Pedan
20) Mapolsek Trucuk
21) Mapolsek Karang Dowo
22) Mapolsek Cawas
23) Mapolsek Bayat

d. Anggaran.
Anggaran Rutin yang mendukung Program Kerja dan Anggaran Polres Klaten T.A. 2004 sesuai DIK 2003 sebagai berikut :
1) Dukungan Anggaran yang diterima Triwulan 1 Januari – Maret 2004 adalah sebagai berikut :

1000
BELANJA PEGAWAI
Rp
4.881.807.421,-
1100
GAJI
Rp
3.209.2O5.141,0
1101
Gaji Polri
Rp
2.806.660.302,-
1102
Gaji PNS
Rp
260.285.262,-
1103
Tunjangan jabatan Polri
Rp
23.680.00,-
1104
Tunjangan jabatan PNS
Rp
600.00,-
1110
Tunjangan khusus Polri
Rp
80.556.047,-
1111
Tunjangan khusus PNS
Rp
7.373.530,-
1116
-
Rp
-0,-
1117
-
Rp
-0,-
1118
Tunjangan Polwan
Rp
3.950.000,-
1121
Tunjangan Babinkamtibnas
Rp

2401
ULP POlri


8201
Tunjangan Beras Polri


8202
Tunjangan Beras PNS


8202
Tunjangan Beras PNS



POTONGAN DIPUSATKAN


8101
Tabungan wajib Polri


8102
Tabungan wajib PNS


2000
BELANJA BARANG


2100
BELANJA BARANG


2101
Alat tulis kantor


2201
Inventaris kantor


2400
UANG LAUK PAUK


2402
ULP non organik


2404
ULP operasi


2500
TINDAKAN KEPOLISIAN


2559
Belanja barang lainnya


3000
BELANJA PEMELIHARAAN


3100
BELANJA PEMELIHARAAN


2101
Pemeliharaan gedung kantor


3500
Pemeliharaan alat pendukung


3516
Pemeliharaan mesin stasioner


3523
Pemeliharaan komlek/ alhub


3524
Pemeliharaan alat kesehatan


3526
Pemeliharaan alat komputer


4000
BELANJA PERJALANAN


4101
Perjalanan dinas rutin


5000
ANGGARAN RUTIN


5500
DANA CADANGAN UMUM


5565
DANA CADANGAN UMUM


e. Manajemen
1) Perencanaan
Pembuatan perencanaan belum berjalan dengan baik dan benar.   Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Kabag Min Polres Klaten dan hasil observasi dalam bidang administrasi operasional, khususnya tentang pembuatan Rencana Strategi Program Kerja dan rencana kegiatan, ditemukan bahwa perencanaan tidak dilaksanakadn dengan benar dan terkesan asal-asalan.   Hal ini ada anggapan bahwa Perencanaan (Renstra, Proja, Progiat dan Rengiat) belum merupakan perangkat kendali pencapaian sasaran.   Keadaan demikian akan menimbulkan suatu persoalan khususnya pertanggungjawaban atau akuntabilitas kinerja instansi (Polres), sesuai dengan Instruksi Presiden N0. 7 Tahun 1999 tentang laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan.   Disamping itu akan timbul suatu hambatan khususnya untuk mendapatkan anggaran dengan menggunakan keuangan negara dengan sistem anggaran yang berorientasi program (Program oriented).   Untuk itu setiap organisasi harus membuat renstra dan rencana kerja tahunan guna mendapat dukungan anggaran sesuai dengan UU No. 17/2003 tanggal 17 April tahun 2003 tentang Pengelolaan Keuangan Negara.
2) Pengorganisasian.
Pengorganisasian di Polres Klaten masih terkesan belum berjalan dengan baik, hal ini dijelaskan oleh Kabag Ops Polres Klaten yang menjelaskan bahwa pelaksanaan tugas masih terkesan sektoral.   Pernyataan ini juga diakui oleh Kapolres Drs. Arief darmawan yang menyatakan bahwa Masih banyak tugas-tugas dilakukan secara Sektoral dan Fungsional contohnya : Pengamanan VVIP atau VIP maka yang sibuk Fungsi lalu lintas, begitu juga bila ada unjuk rasa maka yang sibuk hanya Samapta.   Berdasarkan hasil observasi ke Pos Polisi Kalikotes diperoleh data bahwa struktur organisasi tidak sesuai dengan ketentuan, meningat Pos Polisi tersebut mengacu kepada satuan Samapta Polres Klaten.   Sementara daerah Kalikotes saat ini sudah menjadi daerah kecamatan yang seharusnya sudah memiliki kantor Polsek sendiri.   Pembangunan Pos Polisi Kalikotes dilaksanakan sejak tahun 2000 dimaksudkan sebagai tahap persiapan Polsek di Kecamatan Kalikotes.

3) Pelaksanaan.
Sekalipun secara organisasi telah dirancang secara sistimatis, namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan beberapa hal yang kurang kondusif, terutama pelaksanaan HTCK Polres setelah Keputusan Kapolri No. Pol Kep 54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 Lampiran „C“ tentang organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Kewilayahan Polri tingkat Kepolisian Resort.
4) Pengawasan dan Pengendalian
Fungsi pengawasan dan pengendalian telah berjalan sesuai dengan ketentuan.   Pengawasan dan Pengendalian dilakukan tidak saja untuk melihat hasil yang dicapai, tetapi juga diperlukan untuk mengetahui adakah penyimpangan dalam menjalankan suatu rencana.   Kegiatan Pengawasan dan Pengendalian secara umum sudah dilakukan dengan baik dan dilakukan melaluiwaskat, wasrik, baik oleh atasan langsung, Polwil maupun Polda.   Pengawasan dan pengendalian terakhir dilaksanakan oleh Itwasun Polri pada bulan April 2004 pengendalian.




2. Analisis Potensi Kesatuan Polres Klaten.
Setelah mengetahui kondisi Kesatuan Polres Klaten, selanjutnya Penulis melakukan analisis terhadap Potensi Kesatuan Polres Klaten.   Analisis dilakukan untuk mengetahui kekuatan, kelemahadn, Peluang dan Kendala yang dihadapi guna dapat dimanfaatkan dalam menyusun strategi penanggulangan Gangguan kamtibmas.   Adapun analisis yang digunakan adalah analisis SWOT.   Berdasarkan hasil analisis Kesatuan, maka ditemukan kekuatan, kelemahan, peluang dan kendala.   Adapun kekuatan, kelemahan, Peluang dan Kendala sebagai berikut :
a. Kekuatan.
1) Jumlah personil Polri Klaten sebesar 854 personil merupakan kekuatan yang besar dan memiliki potensi yang besar dalam menanggulangi gangguan Kamtibmas, mengingat sebagaian besar (87,94) personil Polres Klaten berdomisili di lingkungan pemukiman penduduk.

2) Dengan jumlah personil yang sedemikian besar, maka rasio jumlah personel Polri dengan penduduk 1 : 1.481 Angka ratio Polisi dengan penduduk memang sangat jauh dari ideal, tetapi bilamana dilihat dari perbandingan personil Polri luas wilayah maka diperoleh angka yang ideal yaitu : 1 : 0,765 M2 artinya satu orang anggota Polri memiliki daerah pengawasan kurang dari 1 KM 2 .
3) Ketersediaan dukungan sarana dan prasarana yang secara umum cukup memadai untuk pelaksanaan tugas sehari-hari.   Termasuk ketersediaan Metal Detector dam Mirror Detector.
4) Suasana dan iklim kerja yang cukup kondusif dapat meningkatkan kinerja anggota dalam mewujudkan prestasi kerja.
5) Terdapatnya sebagaian besar personel Polres Klaten bertempat tinggal di pemukiman umum bersama-sama dengan masyarakat, sehingga potensial untuk dijadikan sebagai personil pengemban fungsi binkamtibmas di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing dan juga pemberi informasi bagi kepentingan operasional Polres Klaten dalam rangka Deteksi dini.
b. Kelemahan.
1) Belum dipahaminya secara utuh Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Kep/54/XI/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang organisasi dan Tata Kerja (OTK) Polri oleh personel.   Akibatnya dalam beberapa hal terjadi ketimpangan, seperti : ketidakjelasan prosedur penanganan tahanan yang sakit, KSPK yang tidak mampu mengendalikan piket fungsi, personel Sat lantas yang melebihi DSPP, di lain pihak bagian Pam Oit baru terisi setengah dari DSPP, sehingga pelaksanaannya juga dilakukan Sat Samapta dan pembinaannya oleh Binamitra, bukan oleh Sat Pam OrVit.

2) Terbatasnya pemahaman anggota tentang HTCK Polres dan belum dijabarkannya Job Discription sesuai aturan yang berlaku, serta banyak anggota yang kurang memahami tugas pokoknya.

3) Masih terjadinya penempatan personel yang tidak sesuai dengan keterampilan ataupun keahliannya (banyak personel yang bertugas tidak sesuai dengan pendidikan kejuruan yang dimiliki) bahkan masih kental dengan nuansa KKN.
4) Rencana Strategi Polres dan Proja tidak dibuat dengan sebenarnya.   Dengan demikian maka akan menimbulkan suatu persoalan khususnya pertanggungjawaban atau akuntabilitas kinerja instansi (Polres), sesuai dengan Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.   Disamping itu akan timbul suatu hambatan khsusnya untuk mendapatkan anggaran dengan menggunakan keuangan negara dengan sistem anggaran yang berorientasi program (Budget oriented) sesuai dengan UU N0. 17/2003 tanggal 17 April tahun 2003 tantang Pengelolaan Keuangan Negara.

5) Terdapat kurang lebih 10 % anggota yang bertempat tinggal di luar wilayah hukum Polres Klaten dengan jarak rata-rata kurang lebih 45 Km dan 87,94 % berdomisili di luar asrama.   Keadaan ini akan menyebabkan sulitnya untuk melakukan konsolidasi personil dan pergeseran pasukan ketika dibutuhkan khususnya dalam situasi darurat serta secara psikologis dapat berdampak pada menurunnya gairah dan kedisiplinan kerja anggota.

6) Material dan Logistik terutama senjata api serta peluru yang  tersedia belum terpenuhi secara maksimal.   Begitu juga dengan Senjata yang digunakan untuk penanganan aksi massa anarkis, tidak tersedianya peluru hampa ataupun karet.

7) Belum adanya Rencana Kontijensi Polres dalam rangka mengantisipasi berbagai konflik, terutama berkaitan dengan keberadaan „Pakorba“ sebagai organisasi sosial Kelompok Eks Tapol yang sewaktu-waktu dapat mengancam ideologi Pancasila.   Begitu pula dengan Sistem Pengamanan Kota Klaten guna menghadapi kemungkinan terjadinya amuk massa/kerusuhan yang dilakukan massa pendukung Megawati Soekarno Putri seperti yang terjadi pada tahun 1999 sebagai reaksi kekecewaan masyarakat atas tidak terpilihnya Megawati menjadi Presiden.

8) Tidak tersedia anggota Pembangunan kekuatan dan operasional yang memadai khususnya kegiatan Rutin dan Operasi Kepolisian.

c. Peluang
1) Partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Kamtibmas cukup tinggi dalam wujud siskamling atau ronda kampong.
2) Kerjasama dengan Toga, Tomas, maupun Toda sudah terjalin dengan baik, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung dalam rangka penanggulangan Gangguan Kamtibmas.
3) Adanya Kesepahaman antara Kapolri dan Mendagri dalam hal penyelenggaraan Keamanan dan ketertiban masyarakat dan ketentraman masyarakat.
4) Masyarakat Klaten masih menjungjung tinggi Tokoh adapt atau tokoh masyarakat, sehingga hal ini merupakan peluang untuk menanggulangi gangguan Kamtibmas baik yang akan, sedang atau telah terjadi.
5) Perhatian dan Bantuan Pemda Klaten dalam rangka membantu penegakkan keamanan di wilayah Klaten, dengan wujud penyiapan lahan pembangunan Mako Polres Klaten.
6) Partisipasi masyarakat penguasa, kelompok pengusaha, khususnya Paguyuban pengusaha Rokok di Jawa tengah terhadap Polri untuk membantu dukungan operasional Polres dengan cara pengadaan sebanyak 30 kendaraan roda dua untuk Polres Klaten.

d. Kendala
1) Rasio jumlah personel dan jumlah penduduk 1 : 1481 yang berarti masih jauh dari rasio ideal.
2) Terbatasnya Sumber Daya Manusia Polri baik kuantitas maupun kualitas terutama Personil Polres klaten yang telah mengikuti kejuruan.
3) Sistem Pembinaan Karier Personil belum berjalan sebagaimana mestinya.   Hal ini dibuktikan masih ditemui personel yang bekerja menetap di satu tempat selama lebih dari 20 tahun.
4) Budaya anggota yang cenderung arogan, apatis, dan egocentris, sehingga dapat menghambat upaya profesionalisasi dan partisipasi masyarakat serta mempengaruhi kepercayaan masyarakat kepada Polri.
5) pandangan masyarakat tentang budaya militerisme sebagai budaya TNI Polri yang digambarkan selaku penguasa dan jauh dari budaya pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat.
3. Potensi Konflik Internal
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan metode pengamatan dan wawancara diperoleh hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai konplik internal baik yang merupakan konplik potensial (potensial conflict) maupun konflik yang telah nyata/terjadi (manifes conflict) antara lain :
a. Konflik antara Bag Ops, Kasubbag Wattah, fungsi Samapta dengan Sat Reskrim dan Sat Narkoba.   Adapun konflik terjadi berawal dari masalah penanganan Tahanan terutama administrasi Perawatan tahanan dan administrasi Penyidikan.   Konflik menjadi besar apabila terdapat tahanan yang sakit, luka parah (akibat amuk massa atau tertembak) atau meninggal dunia.   Sebagai contoh : administrasi Penahanan berupa Surat Perintah Penahanan tidak diserahkan kepada terdangka atau ditempatkan di ruangan Tahan, sementara bilamana ada pengecekan maka anggota Samapta yang salah.   Padahal sesungguhnya Sprin Han tidak diserahkan Sat Reskrim/Sat Narkoba.   Begitu juga dengan makan tahanan dan perawatan tahanan yang sakit biayanya dibebankan kepada Sat Reskrim/Sat narkoba, tetapi bilamana anggaran perawatan tahanan sudah turun diterimakan kepada Subbag Perawatan Tahanan Bag Ops.
b. Nuansa KKN dalam penempatan personil masih sangat kental, bahkan hampir semua personil yang bertugas di SAMSAT merupakan titipan (tanaman keras).   Di kalangan anggota Polres Klaten istilah SAMSAT merupakan singkatan dari Sopir, Ajudan, Mantan Sopir, Mantan Ajudan dan Anggota titipan.

c. Kurangnya sosialisasi pemahaman tugas pokok (Job Discription) pada anggota, terutama sosialisasi organisasi tingkat Polres dan Polsek, merupakan potensi timbulnya konflik onternal karena akan terjadi ketidakjelasan masalah tugas pokok, siapa melakukan apa dan bertanggung jawab pada siapa.   Hal ini akan mengakibatkan tumpang tindih pelaksanaan tugas pokok.

d. Masih ditemuinya sikap arogansi antar anggota satuan fungsi yang satu dengan anggota satuan funsi lain yang dapat merusak atau berpengaruh negatif terhadap terciptanya iklim kerja yang kondusif.

IV.      ANALISA LINGKUNGAN DAN PERKIRAAN ANCAMAN
1. Perkembangan linstra dan perkiraan ancaman gangguan kamtibmas
Perkembangan lingkungan Strategis Baik Internasional maupun Regional dipastikan akan mempengaruhi segenap aspek kehidupan masyarakat,bangsa dan Negara. Pada tataran  Lingkungan Nasional juga dirasakan pengaruhnya. Di bidang Politik, kehidupan perpolitikan masih diwarnai oleh kepentingan para elit politik hal ini dapat dilihat dari kurang harmonisnya hubungan antara eksekutif dan legislative, partai politik baru mampu mengakomodir kepentingan elit politik tapi belum mampu menjadi wadah penyalur aspirasi kepentingan masyarakat dan sekaligus wadah dalam menjaring / pengkaderan pimpinan nasional, sebagai dampak dari tidak / belum berjalannya pendidikan politik kepada masyarakat yang harus dilakukan oleh partai politik secara terus menerus dan berkelanjutan bukan hanya menjelang Pemilu legislative, tetapi juga sangat dirasakan selama proses Pemilu Pilpres dan PilWapres.    Keadaan ini akan terus berkelanjutan dan akan semakin tidak konduship terutama selama perhitungan suara dan lebih-lebih setelah perhitungan suara dan diketahui pemenangnya. Hal ini akan berdampak pada masih banyaknya aksi-aksi unjuk rasa, bahkan bias saja berkembang pada kerusuhan massa.
Dibidang Ekonomi, Stabilitas perekonomian makro relative terjaga dengan laju inflasi dapat ditekan dan dikendalikan, nilai tukar rupiah stabil, akan tetapi laju pertumbuhan perekonomian mikro belum berjalan dengan baik, tingkat kemiskinan dan pengangguran masih relative tinggi, sementara itu kesenjangan social antara sikaya dan simiskin cukup tinggi sehingga dapat mendorong terjadinya kecemburuan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan konflik.
Dibidang Sosial Budaya, menipisnya kesadan berbangsa dan lemahnya kesadaran hukum masyarakat, hal ini berdampak pada mudah terusiknya kerukunan hidup antar etnik dan antar agama oleh issu SARA yang mengakibatkan konflik horizontal dan cenderung masyarakat main hakim sendiri.
Dibidang Hankam, masih diwarnai oleh konflik vertikal dan horizontal di beberapa wilayah, meningkatnya kejahatan konvensional, kejahatan terhadap keamanan Negara, kejahatan terhadap kekayaan Negara, dan kejahatan trans nasional (Narkoba, Terorisme, illegal Fishing, Illegal logging, money loudring) dan masih terjadinya konflik antar aparat TNI dan Polri.
Dari perkembangan lingkungan strategis saat ini dan kecenderungan di masa datang, maka ancaman dan gangguan keamanan dalam negeri masih akan diwarnai dengan berbagai bentuk gangguan kamtibams antara lain : Kejahatan konvensional (Misalnya Pencurian dengan Kekerasan,Pencurian dengan Pemberatan,Penganiayaan Berat), Kejahatan atas kekayaan Negara (Illegal Logging,Illegal Fishing,Peti), Kejahatan Trans Nasional (Teroris, aksi terror, Bom,Money Laundring ), Kejahatan yang berimplikasi Kontijensi (Kerusuhan massa dengan sentimen SARA), dan Gangguan Keamanan lain yang terjadi di berbagai daerah dengan issu Disintegrasi (NAD dan Papua).

2. Analisis Potensi Wilayah Polres Klaten
a. Peta Sosial Base
Wilayah Polres Klaten Mengikuti administrasi Pemerintah daerah Kabupaten Klaten.
Secara Geografi Kabupaten Klaten diantara 110.50 s/d 110.45 derajat Bujur Timur dan 75,45 derajat Lintang Selatan.
Luas daerah Kabupaten Klaten 655,56 Km2, Wilayah hukum Polres Klaten berbatasan langsung dengan Kab Boyolali di sebelah utara, Kab Sleman di sebelah barat, Kab Sukaharja di sebelah Timur, dan Kab Gunung Kidul di sebelah selatan.   Wilayah Kabupateaan Klaten terletak pada ketinggian kurang lebih 150-600 meter dari permukaan air laut.   Dengan posisi tersebut maka Kabupaten Klaten beriklim tropis dengan suhu rata-rata 30 derajat celcius.  
Wilayah Polres Klaten yang merupakan wilayah Kabupaten Klaten terdiri atas 26 Kecamatan dan 401 Desa, dengan jumlah penduduk sebanyak 1.271.530 jiwa yang terdiri dari laki-laki 619.155 jiwa dan perempuan 652.375 jiwa. Dengan kepadatan penduduk rata-rata 1.854 jiwa/Km2.   Jumlah penduduk terpadat terdapat di Kecamatan Trucuk dengan 77.907 jiwa/Km2 dan terjarang di Kecamatan Kebon Arum dengan 21.807 jiwa/Km2.
Adapun penduduk Kabupaten Klaten terdiri dari Pribumi dan Non Pribumi (etnis china).   Penduduk Pribumi berdomisili di Pinggiran kota dan pedesaan dengan profesi sebgai petani 184.536 jiwa, Pertambangan 5.233 jiwa, buruh industri 150.050 jiwa, karyawan PLN dan PDAM 355 jiwa, jasa konstruksi 38.927 jiwa, dagang 144.919 jiwa, Angkutan 22.939 jiwa, jasa 90.432 jiwa.   Namun seiring dengan kehidupan petani yang semakin sulit, banyak para pemudanya yang mengadu nasib merantau ke kota-kota besar terutama ke Jakarta, tanpa dukungan keterampilan yang memadai akibat rendahnya pendidikan.
Sedangkan penduduk pendatang di wilayah Klaten terutama Etnis Cina dan menempati wilayah perkotaan dengan profesi dagang dan pengusaha-pengusaha.   Keberadaan Penduduk Non Pribumi (Etnis China) menguasai perekonomian.   Disamping WNI Pribumi dan WNI keturunan Etnis cina di wilayah Polres Klaten juga terdapat WNA terdapat sebanyak 25 orang, terdiri dari Cina 20 orang, Jepang 2 orang, dan Amerika, Philipina, dan Korea masing-masing 1 orang.
Adapun berdasarkan tingkat pendidikan, maka penduduk wilayah Klaten secara umum atau sebagaian besar penduduk Klaten berpendidikan rendah dengan perincian sebagai berikut : SD 123.829 orang atau 10,13 %, SLTP 64.403 orang atau 5,06 %, SLTA 32.835 orang atau 2,58 %, Perguruan Tinggi 8.756 orang atau 0,6 %, Pendidikan Keterampilan 10.114 orang atau 0,7 %, Belum Sekolah 195.147 orang atau 15,34 %.   Sedangkan sisanya sebesar 831.246 atau 65,37 % tidak memiliki pendidikan.
Adapun perkembangan ideology dan politik di wilayah Klaten, Seiring dengan situasi era reformasi banyak bermunculan organisasi sosial maupun massa, dengan visi dan misi yang beragam.   Beberapa diantaranya termasuk ekstrim kiri, terutama paguyuban korban Orde Baru (PAKORBA), Padepokan Putra Merapi, dan yayasan Peduli korban kebijakan Pemerintah (YPKP) yang merupakan tempat berhimpunnya eks anggota G.30 S. PKI untuk menuntut hak-haknya yang menurutnya telah dirampas oleh pemerintah Orde Baru.   Perlu diketahui bahwa di wilayah Klaten terdapat lebih dari 15.000 eks Tapol dengan Gol A = 58 orang, Gol B = 592 orang, dan Gol C = 14.844 orang.
­Selain dari perkembangan Ideologi dan politik tersebut diatas, diwilayah Polres Klaten jga tumbuh subur ekstrim kanan (EKA) dengan misi penegakan syariat Islam dengan memberantas penyakit masyarakat terutama Front Umat Islam (FUI), Solidaritas masyarakat Klaten (SAMAK), USROH, Front Pemuda Islam Al Farouk, dan Front Pemuda Islam Prambanan Raya.   Sedangkan lembaga sosial yang bergerak di bidang demokratisasi antara lain Tim masyarakat Reformasi Klaten (TRMK) dan Gerakan Rakyat Klaten (GERAK).

b. Karakteristik Wilayah Berdasarkan Typologi
Wilayah Polres yang diantara Kota Jogjakarta dan Solo memiliki nilai strategis.   Dikatakan strategis mengingat Klaten merupakan kota penghubung dan sekaligus penyangga Kota Jogjakarta dan Solo.   Berdasarkan typologinya secara umum dapat dikelompokkan menjadi 6 bagian wilayah yaitu wilayah Perkotaan dengan jalan membelah di tenah kota, wilayah Utara, Wilayah Selatan, wilayah Perbatasan, wilayah pinggiran kota, Daerah Pertanian dan pertambangan).   Masing-masing wilayah tersebut memiliki karakteristik tersendiri dan menyimpan potensi konflik yang dapat melahirkan gangguan Kamtibmas.   Adapun karakteristik wilayah tersebut antara lain sebagai berikut :

1) Wilayah Perkotaan
Wilayah perkotaan membentang di tenah kota Klaten.   Kota Klaten dibagi dua bagian dengan adanya jalan utama kota Jalan Sudirman yang merupakan jalur utama yang menghubungkan Kota Yogjakarta dan Solo, sehingga merupakan lintasan barang dan orang yang cukup padat, ramai sekaligus rawan terhadap gangguan Kamtibmas, terutama kecelakaan lalu lintas.
Sebagai karakteristik wilayah Perkotaan, maka Klaten terdapat banyak pusat-pusat kegiatan perekonomian.   Kegiatan perekonomian didominasi oleh etnis china.   Sedangkan Penduduk asli kebanyakan memiliki Profesi sebagai karyawan, Buruh, dan Pegawai Negeri.   Disamping itu jalur tengah Kota Klaten merupakan Pusat Perekonomian yang didominasi oleh Pengusaha keturunan cina.

2) Wilayah Pinggiran Kota bagian Utara
Wilayah pinggiran kota Bagian Utara merupakan daerah basis eks ekstrim kiri ?G. 30 S.PKI (terutama Kec. Tulung, Kec Kemalang, Kec Jatinom, Kec. Karang Nongko, Kec manisrenggo), dan saat ini sebagaian besar eks anggotanya berhimpun dalam organisasi Padepokan Putra Merapi.   Sedangkan kelompok ekstrim kanan di wilayah ini terutama Front Umat Islam (FUI), Solidaritas Masyarakat Klaten (SAMAK), dan USROH.

3) Wilayah Pinggiran Kota bagian Selatan
Bagian Selatan merupakan daerah basis ekstrim kiri / G. 30 S. PKI (terutama Kec Wedi) yang eks anggotanya di wilayah ini saat ini berhimpun di PAKORBA.   Sedang ekstrim kanan di wilayah ini terutama Front Pemuda Islam Al Farouk dan Front Pemuda Islam Prambanan Raya.

4) Wilayah Perbatasan Jogjakarta
Disamping ketiga karakteristik wilayah tersebut diatas, wilayah Klaten masih memiliki wilayah perbatasan dengan Jogjakarta terutama kecamatan Prambanan.   Kondisi daerah perbatasan mendapat pengaruh yang cepat dari Jogjakarta, sehingga bilamana terjadi gangguan Kamtibmas di Jogjakarta akan sangat cepat meluas ke daerah perbatsan.   Disamping itu wilayah Prambanan merupakan wilayah kunjungan touris mancanegara yang tentunya kejadian di wilayah perbatasan prambanan akan dengan cepat diketahui oleh negara asing dan menjadi perhatian dunia.

5) Wilayah Perbatasan Solo
Sementara itu Kecamatan Delanggu merupakan wilayah perbatasan dengan Solo, yang tentunya sangat berpengaruh dengan keadaan dan situasi Kamtibmas di wilayah Solo dan sebaliknya.   Dengan demikian posisi wilayah Klaten memiliki arti yang strategis bagi kota Solo dan Jogjakarta.

6) Wilayah Pertanian dan Pertambangan
Daerah Pertanian terdapat di sekitar pinggiran kota Klaten.   Masyarakat Petani Klaten dengan mengandalkan hasil pertanian padi dan Tebu.   Namun dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan maka telah banyak mempengaruhi meningkatnya angka pengangguran.   Disamping pertanian, masyarakat wilayah Klaten pinggiran kota bekerja sebagai Penambang Pasir khususnya di Kecamatan Manisrenggo Jimbung dan Kalikotes.

c. Potensi terjadinya gangguan kamtibmas.
1) Berdasarkan letak geografis.
Kota Klaten terletak diantara dua kota besar, yaitu kota Solo di sebelah Timur dan Kota Yogyakarta di sebelah Barat dan merupakan bagian dari jalur lintas selatan Jakarta/Bandung-Surabaya. Letak Geografi kota Klaten diatas menjadikan Koata Klaten relatif rawan terhadap munculnya berbagai konflik, terutama :
a) Imbas dari perkembangan suhu politik yang terjadi di
Solo maupun Yogyakarta, serta permanfaatan wilayah perbatasan.
b) Banyaknya pendatang dari berbagai latar belakang ekonomi, suku dan agama yang memilih tinggal di wilayah perbatasan.
c) Kemungkinan dijadikannya tempat persembunyian atau pelarian penjahat dari luar kota.
Berdasarkan posisi geografis wilayah Polres Klaten yang terletak dan berbatasan langsung dengan kota Jogjakarta dan Solo, maka wilayah Klaten sangat berpotensi terjadi konflik baik konflik yang ditimbulkan sebagai akibat situasi yang terjadi di Jogjakarat maupun Solo, maupun konflik yang terjadi di Klaten yang cepat menyebar ke Jogjakarta dan Solo.

2) Berdasarkan aspek Demografi.
Melihat Profesi yang ditekuni oleh penduduk Klaten yang sebagaian besar petani, pedagang dan buruh dengan tingkat pendidikan yang rendah yaitu SD 128.829 (10,13 %), SLTP 64.403 (5,06 ), SLTA 32.835 orang 92,58 %), Perguruan Tinggi 8.756 orang (0,6 %), Pendidikan Keterampilan 10.114 orang (0,7 %), Belum sekolah 195.147 orang (15,34 %).   Sedangkan sisanya sebesar 831.246 orang (65,37 %) tidak memiliki pendidikan.   Maka masyarakat Klaten sangat mudah untuk diprovokasi untuk melakukan dan menciptakan gangguan Kamtibmas.   Apalagi dengan melihat bahwa sektor Perekonomian dikuasai oleh Etnis china dengan dominasi pusat-pusat niaga, sehingga keadaan ini menambah kesenjangan sosial antara penduduk asli dan pendatang.   Apalagi dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan banyak perusahaan yang menghentikan kegiatannya, sedangkan tuntutan akan pemenuhan kebutuhan hidup, gaya hidup konsumtif dan keterbatasan lapangan pekerjaan disertai ketatnya persaiangan dapat menumbuhkan perasaan frustasi yang berakhir pada upaya menempuh jalan pintas yaitu dengan cara melakukan kejahatan.   Hal ini sangat mungkin terjadi bahkan kerusuhan massa dengan sasaran pusat-pusat perdagangan.   Mengingat kejadian serupa pernah terjadi pada tahun 1998 dan 1999.
Adapun penyebaran penduduk di wilayah Hukum Polres Klaten 56 % bermukim di Pedesaan, sedangkan diperkotaan (44 %) dengan 38 % yang didominasi etnis china.   Keadaan demikian merupakan potensi terjadi konflik etnis.   Mengingat mudahnya masyarakat terpancing oleh situasi yang terjadi di kota terdekat dan ditambah lagi dengan adanya kebencian terhadap etnis tertentu.

3)             Sumber Daya Alam.
Sumber daya alam yang utama di Kab. Klaten adalah pertanian dan sudah diupayakan pemberdayaannya untuk kesejahteraan masyarakat, namun diakui oleh lebih dari setengah responden bahwa SDM yang dimiliki masih masih terbatas dan dalam pnadangan masyarakat hanya kelompok pengusaha yang paling diuntungkan.   Deangan demikian bila da investor masuk dan tidak memanfaatkan te4naga kerja local, dapat menjadi masalah.   Sehingga mereka juga menyatakan bahwa pemanfaatan sumber daya alam dapat berpotensi sebagai gangguan kamtibmas di wilayah antara lain :

a)             Penambangan pasir di aliran sungai Gunung Merapi antara penambang tradisional yang menggunakan alat-alat sederhana dengan pengusaha yang menggunakan alat berat.   Disamping konflik antara penambang Tradisional dan Pengusaha yang menggunakan alat, konflik juga dapat terjadi antara masyarakat penambang Tradisional dengan Pemerintah Daerah, mengungat pengusaha yang menggunakan alat berat melakukan kegiatan penambangan pasir karena memperoleh ijin dari Pemda.   Dengan hadirnya Penguasa besar, maka rakyat kecil dirugikan bahkan kehilangan pekerjaannya.
b)            Disamping konflik tersebut diatas, maka potensi terjadinya gangguan kamtibnas dapat juga berupa Bencana alam dengan adanya Penambangan pasir liar di sungai pandan Simping yang dilakukan dengan mengeruk tanggul-tanggul sungai sehingga dapat mengancam datangnya bahaya banjir di musim hujan dan kerusakan lingkungan.
c)             Pemberdayaan sumber air di Cokro Tulung oleh perusahaan pengemasan air minum, yang dalam jangka panjang atau dalam musim tertentu dapat menghambat pmenuhan kebutuhan air untuk kepentingan sehari-hari maupun untuk pengairan lahan pertanian.   Konflik akan terjadi, manakala Kebutuhan air masyarakat merasa terganggu dengan keberadaan Perusahaan pengemasan air minum.
Keadaan ini mungkin saja akan timbul sebagai akibat dari kelangkaan sumber daya alam sesuai denga Teori yang dikrmukakan oleh : Thomas F. Homer Dixon dengan teorinya yang sangat terkenal „Environmental Scarecities and Violent Conflicts“.   Dijelaskannya bahwa Keberingasan sosial sangat dipengaruhi oleh faktor tajamnya penurunan mutu sumber daya baik kuantitas maupun kualitas yang tersedia, yang tidak seirama dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolofi.   Kelangkaan sumber daya yang tersedia sangat tajam, sementara dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan meningkatnya mutu hidup dan harapan hidup manusia menjadi meningkat yang akhirnya pertumbuhan penduduk meningkat dengan tajam.   Hal demikian menyebabkan persaingan dan perebutan untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas tidak merata tadi.   Sehingga terjadi konflik antara individu-individu, individu dengan kelompok, antara kelompok, bahkan konflik antar negara dan akhirnya menyebabkan keberingasan sosial dan kerusuhan massa.

4)             Berdasarkan Aspek Idiologi.
Idiologi Pancasila  merupakan Dasar Negara dan sebagian pandangan hidup masyarakat, berbangsa dan bernegara.  Sehingga dalam pelaksanaannya, pancasila telah diterima sebagai bangsa Indonesia umumnya dan telah diterima sebagai asas tunggal.   Namun demikian masih didapati masyarakat yang belum menerima pancasila dan memerlukan  perhatian serius oleh Polri.  Adapun kelompok masyarakat yang perlu mendapat perhatian antara lain :
a) Eks Tapol dan Napol G 30 S /PKI yang ada di Kabupaten Klaten sebanyak 15.494 orang terdiri dari Gol A 58 orang, Gol B 592 orang, Gol C 14.844 orang dan bertempat tinggal tersebut di wilayah kabupaten Klaten.
b) Kelompok Islam FUI (Front Umat Islam) yang mulai menyebar ke wilayah Klaten, LDII yang memanfaatkan Pokdarkamtibmas mengingat keanggotaaannya semakin besar kurang lebih 500.00 jemaah.   Kelompok LDII telah membuat suatu kelompok dengan organisasi yang lebih solid dan tersebar di wilayah Kabupaten Klaten.
c) Kelompok yang menamakan dirinya Paguyuban Korban Orde Baru (Parkoba) dan Kelompok yang setia dengan Kepemimpinan Kharismatik Soekarno.   Kelompok tersebut melakukan tuntutan kepada pemerintah agar dibebaskan dari dugaan keterlibatan PKI, bahkan menurut dilakukan penggalian kuburan/makam korban untuk pembuktian apakah terlibat atau tidak terlibat.  Perlu diketahui bahwa jumlah eks tapol di wilayah ini sebanyak 15.494 orang.
Berdasarkan kondisi sebagaimana tersebut diatas, maka ancaman dan bahaya dari kelompok-kelompok tersebut diatas sangat dimungkinkan deangan memanfaatkan pola kegiatannya disesuaikan dengan situasi dan kondaisi yang sedang berkembang di dalam masyarakat, serta memanfaatkan gejolak dan krisis yang terjadi di dalam masyarakat.   Apalagi dengan adanya Kebijaksanaan Pemerintah membebaskan para tapol dan Napol G 30 S/PKI.  Sehingga hal ini mengundang resiko ancaman bagi idiologi Pancasila.   Potensi gangguan Kamtibmas dengan bangkitnya kembali ajaran PKI di Klaten sangat mungkin terjadi, mengingat para Ex Tapol meleburkan diri dalam dua LSM dengan nama PAKORBA yaitu Paguyuban Korban Orde Baru dan YPKP yaitu Yayasan Peduli Korban Pemerintah.   Kedua LSM tersebut tersebar di seluruh wilayah Klaten lengkap dengan pengurusnya, bahkan berdasarkan pengakuan ketuanya bahwa PAKORBA dan YPKP tersebar di seluruh Jawa Tengah dan Indonesia.

5)             Berdasarkan Aspek Sosial Politik
Berdasarkan data Pemilu 2004, terdapat 24 Konstan peserta Pemilu.  Adapun perolehan suara hasil Pemilu Legeslatif 2004 sebagai berikut :

NO
PARPOL
DPR RI
DPRD I
DPRD KAB
PERINGKAT
1.
PDIP
224.715
301.941
311.355
I
2.
PAN
97.742
118.008
121.884
II
3.
KOLKAR
93.664
123.568
141.216
III
4.
DEMOKRAT
25.675
29.788
24.589
IV
5.
PPP
24.375
29.627
31.897
V
Adapun peroleh kusri di DPRD Kabupaten Klaten sebagai berikut : PDI P 18 KURSI, GOLKAR 7 KURSI, PAN 7 KURSI DAN PARTAI DEMOKRAT 1 KURSI.
Kemengan partai demokrasi Indonesia Perjuangan tidak mengerarnakn mengingat wilayah Klaten merupakan basis pendukung Megawati Soekarno Putri, bahwa pada Pemilu 1999 PDI P pun keluara sebagai paratai pemenang bahkan masyarakat Klaten berharap Megawati menjadi Presiden 1999.    Namun kenyataannya adalah Abdurahman Wahid.    Dengan kejadian tersebut PDI P Klaten kecewa dan banyak turun kejalan serta amuk massa.
Menghadapi pelaksanaan pemilihan Presiden 5 Juli 2004, mengingat kejadian-kejadian 1999. tidak menutup kemungkinan konflik antar massa pendukung dan kerusuhan massa sebagai akibat rasa tidak puas pendukung PDI P terutama apabila Megawati Soekarno Putri gagal terpilih sebagai Presiden.   Hal ini juga didukung dengan temuan hasil angket yang meramalkan bahwa konflik yang kemungkinan besar terjadi dalam Pemilu Capres dan Cawapres adalah bentrok antar pendukung.
Berdasarkan hasil penyebaran  Quwsioner, terhadap responden tentang bagaimana hasil Pemilu Legislatif 5 April 2004 dan bagaimana respon masyarakat.   Diperoleh jawaban bahwa Pemilu Legislatif, masih didominasi oleh 3 partai besar sebanyak 70 % dan menerima hasil Pemilu 75 %.   Namun demikian masih juga ada responden yang menganggap bahwa masalah yang tidak terselesaikan dalam Pemilu Legislatif dapat menjadi konflik potensial sebesar 80 %.
Sedangkan jawaban para responden dengan pertanyaan bagaimana dengan Pemilu Presiden diperoleh jawaban sebanyak 38 % menjawab dapat menimbulkan konflik terutama konflik yang mungkin terjadi adalah perlawanan dari kelompok yang kalah.

6) Berdasarkan Aspek Sosial Ekonomi.
a)             Terjadinya krisis multidimensional sebagai dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan terutama akibat banyaknya perusahaan yang kolaps dan diikuti terjadinya PHK.
b)             Rendahnya daya tarik insvestor asing yang ingin menanamkan modalnya di wilayah Klaten, dikerenakan keterbatasan sumber daya alam yang ada serta pertimbangan stabilitas politik dan keamanan makro.
c)             Akibat kebijaksanaan pemerintah mencabut subsidi barang kebutuhan pokok, seperti tepung terigu, gula, pupuk dan lain-lain, pengendalian harga dipasaran semakin sulit.   Sementara itu daya beli masyarakat semkin lemah akibat di PHK serta gagal panen yang dialami oleh masyarakat.
d)             Kebijaksanaan pemerintah dengan menaikan harga BBM, tarip ristrik, air minum dan pulsa telepon akan menambah beban masyarakat kelas bawah.
e)             Pengangguran di Kabupaten Klaten meningkat, disebabkan karena masyarakat Klaten yang bekerja di kota-kota besar banyak yang terkena PHK, sehingga mereka kembali kekampung halaman tanpa pekerjaan.
f)             Kekurang tertarikan generasi muda pedesaan untuk tetap tinggal di daerahnya menekuni bidang pertanian, sementara untuk memperoleh pekerjaan lain di tempat  lain kurang didukung dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai.    Akibat sulit menemukan perkerjaan dan menyebabkan pengangguran meningkat.
g)             Terjadinya kegagalan panen yang dialami oleh para petani akan akibat faktor alam, serta harga jual padi rendah, berdampak pada menurunnya kesejahteraan petani.
Kondisi perekonomian yang tidak menentu, telah banyak mempengaruhi terjadinya gangguan Kamtibmas terutama Kejahatan konvensional.   Terutama tindak pidana penipuan , pencurian dan perampokan.   Berdasarkan hasil penyebaran Kuesioner tentang pertanyaan gangguan Kamtibmas apa saja yang paling banyak terjadi di wilayah Klaten, diperoleh jawaban  (86%) penyimpangan yang paling sering terjadi adalah kasus penipuan, pencurian dan perampokan.    Sedangkan tanggapan responden dengan pertanyaan bagaimana Respon Polres Klaten dalam menangani gangguan Kamtibmas tersebut diperoleh jawaban sebesar lebih dari setengah responden  (62%) sudah seusai prosedur hukum, namun demikian masih juga didapati tindakan main hakim sendiri.   Dari hasil penyebaran angket diperoleh jawaban masih terjadi tindakan main hakim sendiri sebagaian kecil responden (30 %).

7) Berdasarkan Aspek Sosial Budaya
Berkaitan dengan aspek sosial budaya, beberapa potensi konflik yang ditemukan adalah :
a) Adanya kesenian masyarakat campur sari yang menggunakan penari-penari perempuan untuk menari bersama dengan diiringi gamelan.  Pada umumnya kegiatan tersebut diselangarakan pada malam hari,  dimana untuk pengunjungnya ada kecenderungan untuk minum-minuman keras sebelum berjoget.  Untuk kasusu yang sering terjadi dalam kegiatan masyarakat tersebut aalah kasus keributan/gaduh, perkelahian, penganiayaan yang melibatkan massa.
b) Banyaknya aliran kepercayaan yang berkembang dan dianut oleh masyarakat Kabupaten Klaten.   Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Klaten dan observasi serta penelitian yang penulis lakukan terdapat 10 (sepuluh) aliran kepercayaan yang tersebar di Sepuluh Kecamatan Klaten antara lain : Aliran Kepercayaan KAWARUH KEPRIBADIAN, PKK SUSILO BUDI, PAGUYUBAN KAWRUH KODRATING PANGERAN, PENGESTU, KWEROHANIAN SAPTO, KAWRUH SUMONO, PAGUYUBAN SUMRAH, PAMBUDI IKLASING BUDI MUKA, SWATMOYO, KAWRUH NYOTO.   Aliran-aliran kepercayaan ini menyebarkan ajarannya dan mengajak masyarakat Klaten untuk bergabung dengan cara penyebaran ajaran dan pemaksaan.   Keadaan yang demikian dapat menjadi konflik antar agama dan suku.

8) Trend Gangguan Kamtibmas/Hankam.
a)             Bidang Kriminalitas.
(1)            Dari hasil wawancara dengan Kasat Reskrim diperoleh informasi bahwa secara umum situasi kriminalitas di wilayah hukum Polres Klaten cukup aman.  Dimana dari data tahun 2004 diperoleh data bahwa kasus curat dan Curanmor cukup menonjol bila dibandingkan dengan kasus kriminalitas yang lain,  adapun rata-rata perbulannya untuk kasus curat adalah 5 kasus, sedangkan untuk kasus Curamnor aalah 2 kasus.   Bila dibandingkan pada tahun 2003 untuk rata-rata perbulannya kasus Curat adalah 4 kasus atau turun 1 kasus (20 %),, sedangkan untuk kasus Curanmor aalah 4 kasus atau turun 2 kasus 50 %.

(2)           Disamping  kasus  curat dan curamnor, di wilayah hukum Polres Klaten sering terjadi kasus penganiayaan dengan pemberatan / pengeroyokan. Adapun kasus tersebut sering terjadi di Kecamatan Pedan dan Delanggu, dengan motif atau latar belakang karena kesalahpahaman.    Kasus penganiayaan atau pengeroyokan banyak terjadi saat berlangsung atau setelah berakhir acara kesenian rakyat yang dilaksanakan malam hari (acara tayuban).
Sedangkan menurut penilaian masyarakat gangguan Kamtibmas yang paling sering terjadi dan meresahkan masyarakat berturut-turut menurut rankingnya adalah narkotika dan miras, curanmor, curas dan curat.   Sedangkan kasus yang perlu mendapat perhatian serius adalah kasus curanmor, disusul dengan narkotika dan miras, penggelapan dan penipuan serta perkelahian antar kelompok.
b) Bidang Lalulintas.
Situasi lalu lintas di wilayah hukum Polres Klaten termasuk cukup padat, karena merupakan jalur lintas selatan Jakarta/Bandung menuju Surabaya dan sebaliknya.  Kondisi yang demikian sangat mempengaruhi meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas dan pelanggaran lalu lintas.

d. Hot Spot/PH.
Berdasarkan karakteristik wilayah dan berbagai potensi konflik yang ada, maka penulis dapat memperkirakan potensi konflik yang patut dijadikan titik utama perhatian (hot spot) dengan pertimbangan FKK yang telah berubah menjadi Police Hazard (PH) sehingga perlu dilakukan antisipasi dini agar tidak berkembang menjadi  ancaman factual (AF) adalah :
1) Bahaya Laten oleh PAKORBA
Daerah-daerah yang merupakan pusat-pusat atau basis Pakorba terdapat di lima Kecamatan antara lain Kec Wedi, Kecamatan Ceper, Kecamatan Delanggu, Kecamatan Trucuk dan Kecamatan Kalikotes.   Daerah tersebut diperkirakan menjadi Hot Spot dan diperkirakan akan terjadi gangguan Kamtibmas dengan provokasi yang dilakukan pengurus atau partisan PAKORBA.   Di wilayah Wedi Pakorba telah menyebar dan meluas sampai ke desa-desa yang meliputi antara lain : Desa Canan, Desa Brangkal, Desa Tanjungan, Desa Sembung, Desa Pacing, Desa Kaligayam, Desa Pasung, Desa Dengkeng.   Sedangkan di Kecamatan Ceper terpusat di wilayah desa Pasungan.   Sama seperti Kecamatan lainnya di Kecamatan Trucuk Pakorba berkonsentrasi di Desa Kacar.   Secara Umum LSM Pakorba pada awalnya bergerak di desa-desa pinggiran kota Klaten, namun pada perkembangannya Pakorba tidak hanya berkonsentrasi di pinggiran kota, tetapi telah memasuki wilayah Perkotaan diantaranya di Kecamatan Kalikotes meliputi Desa Jimbung, Desa JOgosetran, Desa Kalikuning Desa Jogo Dayoh.   Kelima Kecamatan tersebut memiliki posisi strategis meningat letaknya berada dalam kota dan pinggiran kota Klaten.
2) Bahaya YPKP
Bahaya yayasan Peduli Korban Kebijakan Pemerintah (YPKP) sesungguhnya perjuangannya tidak jauh berbeda dengan PAKORBA.   Namun berbeda nama, hal ini hanya semata untuk mengkelabui perhatiadn aparat Keamanan.   Sedangkadn bahaya yang akan ditimbulkannya tidak kalah mengkhawatirkan dibanding dengan PAKORBA, mengingat YPKP tersebar di wilayah Klaten.   Daerah-daerah yang merupakan basis YPKP terdapat di Desa Sumber Kulon Kecamatan Sumber, Desa Delanggu Kecamatan Delanggu, Desa Somopuro Kecamatan Jogonalan, Desa Manisrenggi Kecamatan Manisrenggo, Desa Sumber Wetan Kecamatan Trucuk, Desa kiringan Kecamatan Tulung, Desa Jetis Wetan Kecamatan Pedan, Desa Jiwan Kecamatan Karangnongko dan Desa Keputran Kecamatan Kemalang.
3) Aksi Massa Pendukung PDIP
Kemungkinan terjadinya amuk massa dari massa pendukung PDIP dan simpatisan Megawati, apabila dalam Pemilu capres 2004 ternyata kalah.   Adapun wilayah yang merupakan Hot Spot dan diperkirakan akan terkadi Gangguan Kamtibmas Kantor KPUD Klaten, Rumah Pejabat KPU, Pusat Pertokoan Klaten, Pemukiman Etnis China, Jalan Raya Jogjakarta Klaten dan Jalan Raya Klaten Solo.   Kemungkinan terjadinya amuk massa sangat berdasar, mengingat pada tahun 1999 kejadian serupa pernah terjadi ketika ketua umum PDI Perjuangan kalah dalam pemungutan suara voting di MPR RI saat berlangsungnya Pemilihan Presiden yang dimenangkan oleh KH abdurahman Wahid.   Kejadian ini sangat mungkin bila memperhatikan Teory Empirical Probability.

4) Konflik Horisontal di Penambangan Pasir
Konflik antar penambang pasir tradisional dengan pengusaha galian pasir yang menggunakan peralatan berat khususnya di aliran sungai Gunung Merapi sebagai respon atas pemberdayaan sumber alam yang tidak berkeadilan.   Yiatu antara penambang tradisional yang masih menggunakan alat-alat konvensional dengan para pengusaha besar yang sudah menggunakan peralatan modern.   Disamping itu konflik juga dapat terjadi antara penambang pasir tradisional dengan pihak pemerintah daerah.

e. Potensi untuk mencegah, menangkal dan membantu Polri dalam rangka pemeliharaan Kamtibmas
1) Penerimaan Ideologi Pancasila oleh sebagaian besar masyarakat, sehingga menganggap hal ini tidak perlu dipersoalkan lagi.
2) Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam memelihara Kamtibmas dan adanya pandangan dari sebagaian anggota masyarakat bahwa aktivitas eks Tapol potensial terhadap munculnya konflik, artinya masyarakat cukup memiliki pertahanan untuk mencegah berkembang atau munculnya G 30 S/PKI baru sehingga perlu dilakukan pengawasan dan pembinaan labih lanjut.

3) Meningkatnya partisipasi masyarakat terhadap upaya mencegah gangguan Kamtibmas dan kepercayaan masyarakat mulai berkmabangd baik terhadap keberhasiladn Polri dalam menangani berbagai gangguan Kamtibmas.   Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dengan cara penyebaran kuesioner kepada masyarakat dengan : sedangkan berdasarkadn hasil penyebaran kuesioner, diperoleh hasil bahwa sebagaian besar responden menilai bahwad kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga Kamtibmas termasuk cukup (75 %), dan merupakan tanggung jawab bersama antara Polri dan masyarakat (76 %), serta menyatakan kesiapannya untuk berpartisipasi (90%).
4) Toleransi kehidupan beragama dan berbudaya yang cukup baik, kecerdasan dalam menanggapi berbagai isu agama, ras, maupun suku kepatuhan masyarakat terhadap adat istiadat, dan dihormatinya Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat (Patriachat).
5) Kuatnya harapan masyarakat terhadap Polri untuk menindak berbagai kasus gangguan Kamtibmas, terutama penyalahgunaan narkotika dan miras, curanmor, curat, curas, penggelapan dan penipuan, serta perkelahian antar kelompok.
6) Keyakinan sebagaian besar masyarakat bahwa Polri sudah melakukan berbagai program antisipasi dini terhadap kemungkinan terjadinya konflik di wilayahnya.
7) Tumbuh dan berkembangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya rasa aman, tertib.   Hal ini diwujudkan dalam bentuk Siskamling dan Pengamanan secara Swakarsa di lingkungannya masing-masing.

V.        FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANGGULANGAN GANGGUAN KAMTIBMAS POLRES KLATEN.
1.        Internal.
a.        Peluang.
(1)            Ketetapan MPR No VI Tahun 2002 Pasal 2 ayat 2 tentang tanggung jawab kepolisian Negara RI dalam bidang memeliharaan keamanan dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.
(2)           Undang-Undang no 2 tahun 2002 pasal 13 tentang tugas pokok Polri adalah : memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan Hukum, memberikan perlindungan,pengayoman dan pelayanan masyarakat.
(3)           Kualitas Sumber Daya Manusia Polri yang semakin baik dengan memanfaatkan Lembaga Pendidikan Dalam Negeri dan Bantuan Kerja sama Pendidikan dengan Negara Lain dan Lembaga Kepolisian Asing.  Terutama Pelatihan Ke Kepolisian Jepang yang khususnya mempelajari Koban dan Patrolman (ATAP USA, JICA JAPAN, BKA JERMAN dan AFP).

b. Kendala
(1) Keterbatasan sumber Daya Polri belum mampu memberikan pelayanan dalam bidang penegakkan hukum yang memuaskan karena berbagai faktor yang boleh saja kita sebut antara lain : Sumber Daya Manusia yang kurang memadai baik kuantitas maupun kualitas, sarana dan prasarana, anggaran dan keuangan.
(2) Faktor cultural insane Polri yang terbiasa dengan perilaku penguasa atau majikan serta belum dipahami dan terinternalisasikannya Budaya Pelayanan serta masih adanya individu Polri yang mempersulit pelayanan guna mencari tambahan.
(3) Anggota Polri belum sepenuhnya memiliki pemahaman tentang perilaku selaku pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dan masih belum dipahami sepenuhnya Kode Etik Profesi Polri sebagaimanad Keputusan Kapolri No Pol : Kep/32/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003.
(4) ­Budaya organisasi Polri selama 32 tahun yang terintegrasi dengan TNI, mengakibatkan Budaya dan perilaku anggota Polri sangat kental dengan militeristik, sedangkan doktrin Polri dan TNI sangat jauh berbeda.   Doktrin TNI adalah membunuh atau dibunuh “To kill or To Be Killed” sementara Doktrin Polri adalah melayani bukan dilayani “To Serve, Not To Be Served”.
(5) Terbatasnya kemampuan petugas yang mengemban fungsi Patroli, penjagaan dan Pengawalan untuk melakukan pencegahan timbulnya kejahatan sesuai dengan kerawanan Kejahatan (Waktu, Tempat, pelaku) serta kurangnya kemampuan untuk melakukan analisa FKK, PH dan AF, bahkan petugas yang mengemban fungsi Samapta tidak komunikatif dengan masyarakat yang ditemui.
(6) ­Terbatasnya sarana, Prasarana pendukung petugas Samapta (Kaporlap, Alkom dan Persenjataan).   Hal ini sangat berpengaruh pada fungsi dan hakekat serta Sarana Binkamtibmas terutama dalam penanggulangan Gangguan Kamtibmas.

2. Eksternal
a. Peluang.
(1) Pemahaman tentang tugas pokok Polri telah tersosialisasikan kepada lembaga Negara,Intansi pemerintah dan masyarakat sehingga berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan tugas Polri.
(2) Kerjasama dan koordinasi antar aparat penegak Hukum ( criminal justice system) dan lintas instansi terkait.
(3) Pemberlakuan Otonomi daerah dan perimbangan Keuangan pusat dan daerah, maka sangat dimungkinkan Polri meminta bantuan dana Operasional kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dijelaskan dalam pasal 10 ayat 2 e Undang-Undang no 22 Tahun 1999 tentang Kewajiban daerah Otonom terhadap bantuan Penegakan Keamanan.
(4) Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi mewujudkan rasa aman dengan cara aktif melakukan Siskamling.
b. Kendala.
(1) Kepercayaaan masyakat (public trust) terhadap kinerja dan profesionalisme Polri dalam pelaksanaan tugas.   Semakin tidak percaya terhadap Polri, maka semakin tidak percayad terhadap Polri, maka semakin besar peluang bagi masyarakat untuk menjauhi, tidak melibatkan, tidak minta bantuan, atau untuk untuk bekerja sama dan berpartisipasi terhadap Polri.   Serta cenderung mencari alternative lain atau cara tersendiri dalam mengatasi persoalan Kamtibmas yang dihadapi.
(2) Opini masyarakat terhadap Aparat Penegak Hukum bahwa penegak hukum kurang dapat dipercaya oleh masyarakat, aparat penegak hukum tidak dapat memberikan rasa keadilan, lembaga peradilan berpihak pada orang-orang yang berduit, bahkan untuk satu ini KUHP mendapat kenajangan baru karena uang Hbis Perkara.
(3) Persepsi masyarakat terhadap aparat Penagak Hukum khususnya dalam hal Recruitment, Training, Placement and Promotion aparat penegak hukum (polisi, jaksa, dan Hakim).   Keempat hal ini ditenggarai oleh masyarakat masih sarat dengan nuansa kolusi, korupsi dan nepotisme.   Bilamana mau menempati jabatan basah maka pejabat yang bersangkutan harus rela merogah koceknya demi jabatan tersebut.   Kalau demikian halnya maka diyakini Hukum hanya akan dijadikan alat penguasa baik untuk menarik keuntungan maupun untuk mempertahankan jabatannya.
(4) Budaya Hukum Masyarakat
Adanya budaya kekerasan (budaya hukum masyarakat) yang terus mengikuti sejarah kebudayaan bangsa Indonesia, karena ada sebagaian masyarakat yang berpendapat bahwa penggunaan kekerasan adalah jalan yang termurah penyelasian masalah karena menganggap bahwa bilamana harus menampuh jalan proses peradilan sangat banyak mengeluarkan biaya dan cukup dianggap menyulitkan bahkan berbelit-belit.   Karena pranata hukum (baik hukum negara maupun hukum adat setempat), dan lembaga penegak keadilan (pengadilan) tidak dapat dipercaya untuk memberinya rasa keadilan dan rasa aman.
(4) Tidak berfungsinya Pranata Hukum.
Tidak berfungsinya pranata hukum sebagai „perangkat aturan“ yang disepakati untuk menjadi pedoman menyelesaikan konflik-konflik (perkara perdata maupun pidana), telah menghapuskan „Wibawa hukum“.   Apalagi badan penegak keadilan (pengadilan), yang dapat memberikan „rasa aman“ terhadap ketidakadilan yang dihadapinya warga, tidak dapat dipercaya.   Hakim (Pengadilan) tidak (lagi) mencerminkan „Kekuasaan kehakiman yang merdeka (independen)“.   KKN di pengadilan telah „menggerogoti“ pula asas-asas proses pengadilan yang baik.   Tidak saja sistem pemerintahan kita dituduh menginap KKN, tetapi juga sistem peradilan (perdata dan pidana) ternyata tidak bebas pula dari KKN.   Rasa frustasi dan ketidakberdayaan ini yang “dapat meletus” menjadi kerusuhan-kerusuhan sosial.   Mengapa harus dengan “Kkerasan” karena mereka tidak melihat alternative lain lagi untuk meyalurkan “kekesalan dan tuntutan” (arievances) mereka.   Siapa yang harus menghadapi mereka pada tahap – tahap awal, untuk menertibkan mereka ? Polisi ! Jadi Polisi dengan sendirinya adalah symbol dari “diskriminasi dalam hukum” (double standar of justice).

VI.      STRATEGI PENANGGULANGAN GANGGUAN KAMTIBMAS DI WILAYAH POLRES KLATEN
a. Kebijakan dan strategi binkamtibmas.
Binkamtibmas adalah sah satu fungsi Polri yang menyelenggarakan kegaitan Kepolisian dalam rangka menciptakan, menjaga dan memelihara situasi aman dan patuh hukum pada masyarakat, yang pada gilirannya dapat mendukung pencapaian tujuan nasional bangsa Indonesia.
Dalam rangka melaksanakan pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri berpijak pada kebijakan dan strategi Bin Kamtibmas guna untuk menentukan dan mengarahkan pencapaian tujuannya, yang secara berjenjang penyelenggaraan Binkamtibmas dilakukan oleh Polri sampai pada tingkat Komado Operasional Dasar (KOD).
Adapun kebijakan dan Strategi Binkamtibmas termuat dalam Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/01/I/2002 tanggal 2 Januari tentang kebijakan dan strategis kapolri tahun 2002-2004, yang meliputi :
1) Visi :
Polri yang mampu menjadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama dengan masyarakat, serta sebagai aparat penegak hukum yang professional dan proporsional yang selalu menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia, pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta mewujdukan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokrasi dan masyarakat yangf sejahtera.

2) Misi :
a) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (meliputi aspek security, surety, safety dan peace) sehingga masyarakat bebas dari gangguan pisik maupun psikis.
b) Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya preemtif dan preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta kepatuhan hukum masyarakat (Law Abiding Citizenship).
c) Menegakan hukum masyarakat secara professional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.
d) Memelihara kamtibmas dengan tetap memperhatikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam bingkai integritas wilayah hukum negara kesatuan Republik Indonesia.
e) Mengelola sumber daya manusia Polri secara Profesional dalam mencapai tujuan Polri yang terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat mendorong meningkatnya gairah kerja guna mencapai kesejahteraan masyarakat.
f) Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari masyarakat yang berbineka tunggal ika.

3) Sasaran Bidang Kamtibmas.
a) Terciptanya situasi kamtibmas yang kondusif bagi penyelenggaraan pembangunan nasional.
b) Terciptanya suatu proses penegakan hukum yang konsisten dan berkeadilan, bebas KKN dan menjunjung tinggi HAM.
c) Terwujudnya aparat penegak hukum yang memiliki integritas dan kemampuan professional yang tinggi serta mampu bertindak tegas dan bereibawa perihal tidak pilih kasih.
d) Kesadaran hukum dan kepatuhan hukum masyarakat yang meningkat, yang terwujud dalam bentuk partisipasi aktif dan dinamis masyarakat terhadap upaya Binkamtibmas yang semkin tinggi.
e) Kinerja Polri yang lebih professional dan proporsional dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi sehingga dengan disegani dan mendapat dukungan kuat dari masyarakat untuk mewujudkan lingkungan kehidupan yang lebih aman dan tertib.

4) Tugas Pokok Polri.
Tugas pokok Polri sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa :
Polri merupakan alat negara yang mempunyai tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberi perlindungan, pengayom dan pelayanan kepada masyarakat.
Berkaitan dengan tugas pokok tersebut, maka Polres Klaten imenyusun dan melaksanakan program-program Polres Klaten T.A. 2004 meliputi :
a) Program pembangunan pemelihara ketertiban masyarakat dengan kegiatan pokok berupa :
1) Peningkatan disiplin, profesionalisme, kesiapan operasional dan pembinaan serta peningkatan pemenuhan kesejahteraan bagi setiap anggota Polri.
2) Melanjutkan profesionalisme dan kesiapan yang handal bagi setiap anggota Polri dalam rangka melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan semua tindak pidana guna mengungkap perkara, kegiatan pencegahan terjadinya pelanggaran dan kejahatan, pengendalian massa, penindakan tegas terhadap demontran/unjuk rasa anarkis, penanggulangan lawan teror dan penjinakan bahan peledak dan tugas-tugas lainnya dibidang pembinaan.
3) Meningkatkan kualitas serta kuantitas Babinkamtibmas minimal 2 orang tiap Desa/ Kelurahan disesuaikan dengan dinamika pemerintah daerah.
4)            Mengajukan/mengusulkan penambahan kekuatan dan kemampuan Polri sesuai kebutuhan yang diselaraskan dengan perbandingan jumlah penduduk dan luas wilayah.
5)            Menjalin koordinasi dan memberikan bimbingan teknis kepada Kepolisian Khusus dan PPNS guna meningkatkan kemampuan dibidang penyidikan.
6) Membangun dan mengembangkan kemampuan yang memadai berupa sarana dan prasarana, materiil alat peralatan, fasilitas dan jasa serta mendayagunakan kekuatan pendukung untuk menyelenggarakan kegiatan rutin dan operasi Kepolisian.

b) Program pembangunan keamanan dalam negeri.
1) Meningkatkan upaya penegakan hukum dan menindak tegas terhadap setiap pelaku tindak pidana terutama yang mengakibatkan timbulnya kerusuhan massal, konflik sosial yang mengarah kepada disintegrasi bangsa dengan tetap memperhatikan ketentuan maupun prosedur hukum serta menjunjung tinggi HAM.
2) Menjalin hubungan dan kerja sama antara Polri dengan TNI maupun instansi pemerintah lainnya, khususnya dalam bidang permintaan/penerimaan bantuan TNI dalam mendukung tugas Polri maupun sebaliknya.
3) Meningkatkan deteksi dan patroli pada daerah rawan gangguan Kamtibmas serta daerah rawan konflik (SARA).

5) Tugas-tugas Polres Klaten TA. 2004.
Dengan mengacu kepada tupok Polri, Polda Jateng dan Repetada Kabupaten Kabupaten Klaten TA 2004, tugas – tugas Polres Klaten dirumuskan sebagai berikut :
a) Meningkatkan deteksi dini terhadap kecenderungan rawan sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya dan kejahatan berdimensi baru (Terorisme).
b) Meningkatkan kegiatan preemtif dalam rangka menangkal gangguan Kamtibmas melalui kegiatan bimbingan masyarakat dan pembinaan potensi masyarakat, untuk meningkatkan kepatuhan hukum masyarakat.
c) Meningkatkan kegiatan preventif dalam rangka mencegah terjadinya kejahatan dan pelanggaran, memberikan bantuan pertolongan dan perlindungan kepada masyarakat serta mengamankan kegiatan masyarakat baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional.
d) Meningkatkan kegiatan represif dalam rangka menegakkan hukum melalui kegiatan penyidikan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi Kepolisian.
e) Mengamankan dengan baik terselenggarannya pesta Demokrasi Pemilu 2004 di Kabupaten Klaten demi suksesnya Pemilu Nasional.
f) Meningkatkan kegiatnan pembinanan kekuatan, baik dibidang pembinaan sistem, perawatan personil, pemeliharaan materiil maupun meningkatkan kegiatan fungsional lainnya guna mendukung tugas-tugas tersebut diatas.
g) Melaksanakan tindkan Kepolisian lainnya yang dapat dipertanggung jawabkan dan untuk kepentingan umum.

b. Strategi Penanggulangan Gangguan Kamtibmas.
Berdasarkan Kebijakan dan Strategi Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat sebagaimana diuraikan diatas,maka Strategi Penanggulangan Gangguan Kamtibmas di Wilayah Polres Klaten dilakukan dengan tahapan-tahapan antara lain sebagai berikut :
1) Jangka Pendek.
a) Bidang Pembinaan Kekuatan.
(1) Personil.
(a) Melakukan Pembinaan Personil dengan cara menyusun kembali penempatan personil ke Polsek-polsek di wilayah tempat tinggal Personil yang bersangkutan (Local Boy For The Local Job).
(b) Memberikan penghargaan (Reward) bagi personil yang memiliki prestasi dan sebaliknya menjatuhkan hukuman (Punishment) penegakan hukum terhadap personil yang melakukan pelanggaran ataupun kejahatan sesuai dengan hokum dan perundang-undang yang berlaku.
(c) Melakukan pelatihan Sistem Pengamanan Kota dengan melibatkan seluruh komponen keamanan yang ada di wilayah Polres Klaten.

(2) Material fasilitas dan jasa.
(a) Melakukan pemeriksaan alut atau alut dalam rangka memperpanjang usia pakai dan sebagai wujud pertanggungjawaban alat inventaris Satuan maupun perorangan.

(b) Mengiventarisasi seluruh material, sarana dan prasarana /fasilitas yang masih dapat dipergunakan untuk kegiatan operasional, diperbaiiki atau dimusnahkan.

(3) Dukungan anggaran
(a)           Dengan memanfaatkan Otonomi Daerah, meminta bantuan ke Pemda Daerah guna mendukung anggaran operasional Polres.
(b)           Melakukan dan membuat Kesepakatan  dengan Pemda sebagai tindak lanjut Kesepakatan Kapolri dengan Mendagri berdasarkan Surat keputusan bersama Nomor 119 /1527/ SJ/ 2002 dan NO POL:B/2300/V/2002 tentang kerjasama penanganan ketentraman dan ketertiban dan pemeliharaan Kamtibmas.
c) Sistem dan Metode.
1) Melakukan revisi terhadap protap yang dianggap tidak relevan lagi dalam era reformasi misalnya Protap Pengamanan Markas, Protap Penanggulangan Unjuk Rasa.

2) Menyusun Prosedur tetap  tentang Penangan laporan masyarakat, Penanganan Perkara, sistem Pengamanan Kota dan Pelayanan Unjuk Rasa,

3) Menyusun Rencana Kontijensi Polres dalam menghadapi setiap perkiraan ancaman yang akan timbul.
b) Bidang Operasional.
1) Melakukan deteksi  guna dengan cara membentuk jaringan informasi melalui jaringan yang telah ada dengan menggunakan tokoh formal maupun informal.
2) Melakukan kegiatan patroli Simpatik dan Dialogis dengan masyarakat yang ditemui.   Patroli Simpatik dilakukan dengan cara melaksanakan kegiatan patroli untuk meraih simpatik masyarakat antara lain dengan cara memberikan bantuan kepada kepada masyarakat yang membutuhkan misalnya membantu penyebrang jalan, memberikan penerangan kepada masyarakat, memberitahu masyarakat agar menutup dan mengunci rumah pada malam hari.   Sedangkan patroli dialogis dilakukan dengan cara melakukan komunikasi dengan masyarakat yang ditemui saat melaksanakan patroli untuk menanyakan keluhan, harapan masyarakat khususnya situasi Kamtibmas.
3) Membuat Sistem Pengamanan wilayah/distrik Polres Klaten dengan sistem Rayonisasi Pengamanan menjadi 5 wilayah Distrik Pengamanan.Masing masing Distrik terdiri dari Polsek yang berdekatan (4 atau 5 Polsek). Hal ini dilakukan untuk mempercepat penanganan setiap masalah kamtibmas, sebelum kekuatan Polres Tiba di TKP. Sedangkan penanggungjawab operasional berada pada Kapolsek dimana peristiwa tersebut terjadi. 

4) Melibatkan seluruh Personil Polres Klaten sebagai Babinkamtibmas Desa atau kelurahan. Setiap anggota dilibatkan dalam rangka melakukan pembinaan Keamanan dan ketertiban dimana dia berdomisili.
5) Melaksanakan penegakan hukum secara profesional dan proforsional guna menjamin kepastian hukum dan keadilan.

2) Jangka Sedang.
a) Bidang Pembinaan Kekuatan.
(1)            Melakukan perlombaan dan Pertandingan Personil yang Berprestasi dan memberikan penghargaan terhadap personil yang berprestasi.
(2)           Mengupayakan sarana dan Prasarana tugas dengan cara swadaya kesatuan.
(3)           Memberikan hak-hak anggota secara penuh (Kenaikan pangkat,Gaji Berkala).
(4)           Menyelesaikan seluruh kasus-kasus yang melibatkan anggota secara tuntas dan Profesional serta Proporsional.
(5)           Membangun Soliditas Kesatuan Polres Klaten.
(6)           Membuat kesepakatan dengan Pemda dan DPRD untuk melakukan pembahasan bantuan dukungan anggaran untuk Polres yang dibiayai atas beban APBD.
(7)           Melakukan Penyusunan Laporan  pertanggung jawaban penggunaan Keuangan dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Polres yang disampaikan kepada DPRD dan PEMDA serta Kapolda dalam rangka Pengawasan dan Inventarisasi Kekayaan Milik Negara.

b) Bidang Operasional.
(1) Melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam memelihara Kamtibmas secara aktif dengan cara menggalakan Siskamling dilingkungan Kerja,Tempat tinggal, Tempat umum dan Pusat Kegiatan masyarakat.

(2) Membangun Jaringan informasi dengan masyarakat dengan program Pemberdayaan Babinkamtibmas.

(3) Membentuk Kelompok-kelompok Sadar Kamtibmas, Forum Silaturahmi Kamtibmas dan mitra Polri.    Kelompok sadar Kamtibmas dibentuk dari lingkungan Keluarga, Rukun Tetangga dan Rukun Warga sampai pada tingkat Desa atau Keluruhan.   Sedangkan FSK dibentuk dengan anggota dari masyarakat dengan melibatkan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat dan Tokoh Pemuda serta LSM peduli Kamtibmas dengan agenda kegiatan melakukan rembuk masalah Kamtibmas yang dihadapi dan mencari alternative pemecahan masalah Kamtibmas yang sedang dihadapi.

(4) Membentuk Satuan Pengamanan Swakarsa di Lingkungan kerja, Instansi Pemerintah, Perusahaan Swasta dengan mengedepankan Peran Bag Binamitra.

3. Jangka Panjang.
a. Bidang Pembinaan Kekuatan.
(1) Melakukan Pembangunan Rumah dinas Para Kapolsek secara selektifikats dan Pioritas dengan memanfaatkan swadaya kesatuan dan dana APBD sebagai wujud kesepakatan dengan Pemda.
(2) Pembangunan pangkalan Anggota atau Barak Bujangan dalam rangka memudahkan konsolidasi dan pergeseran pasukan.
(3) Membangun markas Polsek khususnya di daerah perkotaan dan pusat perekonomian khususnya di 4 kecamatan kota Kalten.
(4) Membangun Koperasi dengan bidang usaha Simpan pinjam,Wartel,Kantin bagi kesejahteraan anggota.
(5) Melakukan kerjasama dan Kesepakatan dengan pihak ansuransi untuk membantu pelayanan ansuransi anggota dengan segala resiko (Total Risk).
(6) Dalam rangka mendapatkan dukungan anggaran yang dialokasi dalam RAPBD,maka Polres Klaten  perlu menyusun Renstra dan Proja yang diselaraskan dengan Pola Umum pembangunan Daerah dan Rencana Strategi Pemda dan Rencana Pembangunan Daerah, selanjutnya diajukan ke Pemda dan DPRD untuk dibahas dan diusulkan menjadi Perda.

b. Bidang Operasional.
1) Membentuk dan membina Satuan Pengamanan Swakarsa dengan pemberdayaan masyarakat dalam Binkamtibmas dengan metode Comuniti Policing.
2) Melakukan Kerjasama dengan Pihak Telekom untuk pemasangan Telepon Umum khusus bantuan Polisi.

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.
1.              Kesimpulan.
a.     Posisi Strategi Wilayah Polres Klaten yang terletak diantara kota Jaogjakarta dan Solo, merupakan penyangga dua kota tersebut.   Dengan letak Geografis yang demikian maka situasi gangguan kamtibmas di wilayah Klaten akan sangat dipengaruhi oleh situasi Kamtibmas di kedua Kota tersebut, sebaliknya situasi Gangguan Kamtibmas di wilayah Klaten akan cepat berpengaruh terhadap situasi Kamtibmas di Solo dan Jogjakarta.
b.     Disadari bahwa Kondisi Kesatuan Polres Klaten masih banyak menghadapi beberapa keterbatasan SDM baik kuantitas maupun kualitas ,sarana dan Prasarana dan dukungan anggaran operasional. Sementara disisi lain secara geografis , demografis , ideologi , sosial , politik , maupun budaya, wilayah Polres Klaten menyimpan berbagai potensi konflik yang rawan terhadap munculnya gangguan kamtibmas.
c.     Berdasarkan hasil analisis Potensi wilayah, Wilayah Polres Klaten memiliki karateristik tersendiri dengan penduduk yang heterogen, pendidikan rendah dengan propesi penduduk petani, Buruh, dan Pedagang serta dengan tingkat pendidika yang rendah, maka memiliki potensi untuk diprovokasi untuk melakukan gangguan kamtibmas.
d.     Terdapat beberapa Potensi gangguan kamtibmas diwilayah Polres Klaten diantaranya : bahaya laten oleh organisasi eks Tapol, dengan meleburnya mereka kedalam LSM PAKORBA dan YPKP. Disamping itu potensi lainnya adalah konflik antara sesama penambang pasir dan Penambang pasir dengan Pemerintah, serta kemungkinan terjadinya kerusuhan oleh pendukung PDIP apabila Megawati kalah dalam Pemili Capres.
e.     Dalam rangka menanggulangi gangguan Kamtibmas diwilayah Polres Klaten, maka Polres Klaten perlu melakukan Strategi penanggulangannya baik jangka pendek, menengah, maupun jangka Panjang.
f.     Pemberdayaan masyarakat perlu dikembangkan melalui program   Pemolisia   masyarakat   dengan   cara   melibatkan   masyarakat   dalam   memecahkan permasalahan kamtibmas melalui Forum Silahturahmi Kamtibmas, dan Partisan Polri yang peduli Kamtibmas.

2.        Rekomendasi.
a.              Dalam rangka mengantispasi keterbatasan Sumber Daya Polri, perlu dikembangkan suatu program Binkamtibmas dengan memanfaatkan OTDA misalnya : Pembentukan Pokdar Kamtibmas, Penerangan Hukum, Peningkatan Kesadaran dan Ketaatan Hukum masyarakat dan pembentukan Pos Kamling sebagai wujud Siskamtibmas swakarsa.

b.              Masalah-masalah gangguan kamtibmas perlu ditangani secara terintegrasi baik antara satuan fungsi Kepolisian maupun bekerjasama dengan lembaga instansi lainnya dalam rangka mewujudkan kamtibmas swakarsa dengan menintensipkan program Community Policing.
c. Lakukan Pelatihan pemahaman dan sosialisasi berbagai perundangan yang erat kaitan dengan tugas pokok Polres dalam penanggulangan Gangguan Kamtibmas terutama Undang Undang No 39 Tahun 1999 dan UU N0 26 tahun 2000 seerta berbagai ketentuan penggunaan Kekerasan dan Senjata api bagi aparat penegak hukum (The use of Force and Fire Arm) dan Kode etik bagi aparat penegak Hukum (Code of Conduct For Law Enforcement Agency).
d. Guna merebut partisipasi masyarakat dalam rangka Binkamtibmas, personil yang melakukan kegiatan operasional perlu mendapat pelatihan Berbicara efektif dan kemampuan membangun Komunikasi dengan masyarakat  (public speaking dan Communication Building) dan kepribadian.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan dalam rangka memenuhi penugasan Kegiatan Khusus Orientasi dan Analisa Potensi Wilayah di Polres Klaten,semoga bermanfaat bagi kita sekalian dan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan bagi Polres Klaten dalam penanggulangan Gangguan Kamtibmas serta sebagai wujud kecintaan terhadap Profesi Kepolisian dan pengabdian kita kepada Masyarakat,Bangsa dan Negara.
Lembang, 2 Mei 2005
PASIS SESPIM POLRI DIKREG KE-41 TP 2005

DAFTAR PUSTAKA

1.          Andi Hamzah, asas-asas Hukum Pidana, Rhineka Cipta,Jakarta, 1994.
2.         A.W,Widjaya, Manusia Indonesia Individu Keluarga dan Masyarakat, Akademia Pressindo,Jakarta,1986.
3.         Creswell,Jhon,Research Design;Qualitative and Quantitative Approach,Thousand Oaks,Sage Publication,London-New Delhi,1994.
4.         James P Spradly,Metode Etnografhi,Pt Tiara Wacana Yogya,1997.
5.         Kartini Kartono,Patologi Sosial,Jilid 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1999.
6.         Moleong, Lexy J,Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Karya,Bandung,1999.
7.         Suparlan, Parsudi,Metode Penelitian Kualitatif,Program Kajian Wilayah Amerika,Program Pasca SUI,Jakarta,1994.
8.         Sutrisno,Hadi,Metologi Research I,Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,Yogyakarta,1987.
9.         Suyabrata,Sumadi,Metodologi Penelitian,Rajawali Pers,Jakarta,1994.
10.      Qadir,C.A(ed), Ilmu Pengetahuan dan Metodologinya,Yayasan Obor,Jakarta,1995.
11.       E.Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia,Sinar Harapan, Jakarta, 1983.
12.      Herlianto,1997 Urbanisasi Pembangunan dan Kerusuhan Kota, Penerbit Alumni Bandung.
13.      Koentjaraningrat,1975 Antropology in Indonesia a Bibliographical Review Gravenhage Martinus Nijhhoff.
14.      Marpaung, Leden,Menggapai tertib hukum di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta,1999.
15.      Nitibaskara, Tb.Ronny,1998 Etnografi Kejahatan di Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Madya pada Fisip UI Jakarta
16.       Rahardjo, Dawam, Masyarakat Madani;Agama,kelas menengah,dan perubahan Sosial,LP3ES,Jakarta,1999.



[1] Undang Undang Kepolisian Republik Indonesia No 2 tahun 2002,Cv Eko Jaya, Jakarta, 2002.

2 comments: