I. PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu Kepolisian di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari aspek historis pembentukan polisi sebagai salah satu bagian dari sistem kenegaraan kita. Seperti kita ketahui, pembentukan polisi di Indonesia sudah dimulai sejak jaman kerajaan dan terus berkembang dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan negara.
Perkembangan ini dapat dimaklumi mengingat sebuah sistem Kepolisian akan senantiasa dipengaruhi oleh sejarah pembentukan negara, sistem ketatanegaraan, serta hukum yang mengaturnya. Demikian pula dengan apa yang terjadi di Indonesia, perkembangan Kepolisian selalu mengikuti tahapan perkembangan sistem ketatanegaraan. Di awali dengan periode pra kemerdekaan yang dipisahkan dalam periode pra penjajahan, peridoe kedatangan / penjajahan Belanda (1596 – 1942), dan periode pendudukan Jepang (1942 – 1945). Periode ini berisikan pembentukan Kepolisian sedari jaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sebagai salah satu kerajaan terbesar yang pernah berdiri di nusantara.
Kemudian pada tahun 1945 – 1949, Indonesia memasuki masa periode revolusi fisik. Periode ini merupakan awal cerita terbentuknya organisasi Kepolisian modern di negara kita dengan ditandai proklamasi Polisi sebagai Kepolisian Negara Republik Indonesia (21 Agustus 1945). Periode ini juga ditandai dengan terbentuknya berbagai sub organisasi dibawah Polri seperti Akademi Polisi, Brigade Mobile, Polisi Wanita, Bhayangkari dan sebagainya.
Periode berikutnya adalah periode Republik Indonesia Serikat (1949 – 1950), dimana sistem Kepolisian saat itu menyesuaikan dengan ketatanegaraan RIS. Hal ini ditandai dengan diangkatnya RS.Soekanto sebagai Kepala Polisi Federal serta munculnya istilah Jawatan Kepolisian.
Memasuki perubahan sistem ketatanegaraan pada medio 1950, sistem Kepolisian di Indonesia memasuki tahapan periode Demokrasi Parlementer (1950 – 1959). Sejarah mencatat pada masa ini lahir panji-panji Polri serta diciptakannya Tri Brata Polri. Masa ini kemudian beralih menjadi periode Demokrasi Terpimpin pada tahun 1959. Pada masa ini, munculah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kepolisian, yang diciptakan oleh pemerintah Indonesia, yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Lahirnya undang-undang ini memberikan warna yang cukup signifikan bagi perkembangan ilmu Kepolisian di Indonesia.
Tahapan perkembangan berlanjut pada periode Orde Baru (1966 – 1998). Periode ini ditandai dengan integritas Polri kedalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sebagai dampak dari terbitnya Keputusan Presiden Nomor 290 tanggal 12 Nopember 1964 yang berisikan kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Angkatan Kepolisian RI sebagai bagian dari ABRI. Pada masa inipula, roda organisasi Polri berjalan dengan teratur melalui alih kepemimpinan Polri dari waktu ke waktu. Selain itu pula, masa ini juga dicatat sebagai periode lahirnya peraturan dalam beracara pidana dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Pasca reformasi 1998 yang ditandai dengan runtuhnya rezim Orde Baru, periode sistem Kepolisian memasuki tahap periode reformasi. Periode ini ditandai dengan pemisahan Polri dari ABRI (TNI) melalui Ketetapan MPR RI Nomor VI Tahun 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan juga Ketetapan MPR RI No.VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Tahapan periode ini membentuk Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi sebuah organisasi yang besar dengan berbagai domain yang mengaturnya. Domain inilah yang menjadi unsur-unsur pembentuk dari ilmu Kepolisian sebagai sebuah profesi. Profesi itu sendiri memerlukan adanya upaya pelembagaan (institusionalisasi) dan pembakuan profesi dalam masyarakat sehingga secara sosiologis mendapat pengakuan dari masyarakat dan keberadaannya dirasakan serta bermanfaat bagi masyarakat luas. Hal ini untuk mewujudkan eksistensi ilmu Kepolisian sebagai salah satu bidang ilmu yang bersifat interdisipliner.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian-Pengertian
Pada bagian ini, penulis mencoba menguraikan mengenai pengertian-pengertian dasar yang terkait dengan Kepolisian sebagai sebuah sistem dan organisasi yang ditinjau dari aspek historisnya.
Dalam berbagai literatur, kata “polisi” memiliki substansi dasar sebagai sebuah usaha/kegiatan/tugas dan badan/organ/lembaga yang menjalankan kegiatan tersebut (Kelana,2007:13). Menurut Chalres Reith (1912), ‘police’ diartikan sebagai tugas. Sedangkan menurut Bill Drews dan Gerhard Wacke (1961:11) mengemukakan bahwa ‘polizei’ dapat dipergunakan baik dalam arti formal maupun dalam arti material. Pengertian ‘polizei’ dalam arti formal mencangkup penjelasan tentang organisasi dan kedudukan dari instansi Kepolisian, sedangkan dalam arti material memberikan jawaban terhadap persoalan tugas dan wewenang dalam rangka menghadapi bahaya gangguan keamanan dan ketertiban, baik dalam rangka kewenangan Kepolisian umum maupun melalui ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan / undang-undang tentang Kepolisian secara khusus.
Pemakaian istilah Polisi sebagai tugas, organ, dan pejabat didapatkan pula pada kamus Kramers dan Poerwadarminta, hanya pada Kramers ada tambahan satu lagi yaitu istilah Polisi dipakai untuk menyebutkan “ Ilmu Pengetahuan Kepolisian “ (Kelana,2007:14).
Istilah tugas ini juga berkaitan erat dengan permasalahan keamanan, dimana pengertian keamanan ini menjadi salah satu bagian dari hal ikhwal mengenai Polisi. Istilah keamanan dalam bahasa Indonesia sendiri merupakan salah satu istilah yang merupakan bentuk semantic confusion, yakni istilah yang menimbulkan kerancuan arti. Istilah ini lebih memiliki makna ketika digabungkan dengan padanan kata lain seperti keamanan negara, pertahanan-keamanan, keamanan dalam negeri, keamanan nasional dan lain sebagainya.
Tidak ubahnya dengan tata bahasa Indonesia, dalam bahasa Inggris penggunaan kata security sendiri lebih sering dipadankan dengan kata lain menjadi sebuah kosa kata sendiri seperti security council, national security, world security, international security dan sebagainya.
Penggunaan kata keamanan di Indonesia khususnya dalam aturan perundangan mengenai Kepolisian bermula ketika periode 60-an dimana saat itu Mabes Polri terdapat Badan Pembinaan Keamanan Rakyat (BABIN KAMRA), yang sekarang dibakukan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi istilah keamanan swakarsa (Djamin,2007:66).
Keamanan itu sendiri sangat erat dengan bidang tugas dari polisi, hal ini dikarenakan secara historis keberadaan polisi memang diperuntukan dalam memberikan jaminan keamanan dan ketentraman bagi masyarakat.
B. Ilmu Kepolisian
Pada awal didirikannya Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), fokus utama yang dijadikan target sewaktu itu adalah terciptanya kader-kader polisi yang mampu berpikir dan bertindak secara zelfstanding. Untuk itu kader-kader polisi ini harus dididik secara akademisi untuk menjadi seorang sarjana-sarjana Kepolisian.
Pada periode Parlementer, status keilmuan dari Ilmu Kepolisian mulai menjadi pokok bahasan bersamaan dengan upaya yang dilakukan dalam rangka pemantapan PTIK. Dalam perkembangannya ilmu kepolisian disimpulkan sebagai kelompok Ilmu Pengetahuan Sosial dan ternyata telah memenuhi syarat-syarat untuk diakui sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang dapat berdiri sendiri serta memiliki program studi yang memberikan gelar sarjana bagi para lulusannya (PTIK,1981:89).
Ilmu Kepolisian tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan profesi dan hal ikhwal Kepolisian, namun disegi lain ilmu bersifat komunal dan universal. Komunal memiliki pengertian ilmu pengetahuan merupakan milik masyarakat (public knowledge), setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya.
Sedangkan bersifat universal berarti bahwa ilmu pengetahuan bebas dari ras, keturunan, warna kulit maupun keyakinan agama. Pendalaman ini juga perlu agar terwujud persamaan persepsi tentang hal ikhwal Kepolisian, khususnya mengenai Ilmu Kepolisian (Kelana,2009:3). Di Indonesia sendiri, pembinaan profesi Kepolisian dapat diamati sejak jaman penjajahan Belanda dengan adanya catatan sejarah adanya asosiasi dan perhimpunan profesional antara lain “Persaudaraan Para Komisaris Polisi Hindia Belanda” (Broederschap van Commissarissen van Politei van Nederlandsch-Indie) dan pada tahun 1917 menerbitkan majalah perhimpunan mereka De Nederlandsch-Indische Politiegids (Bachtiar,1993:42).
Dari berbagai peristiwa sejarah diatas, Kelana (2009) memberikan definisi mengenai ilmu kepolisian yaitu ilmu yang membahas tentang segala hal ikhwal Kepolisian dan memanfaatkannya untuk kepentingan kesejahteraan manusia. Sedangkan menurut Prof.Harsja Bachtiar, ilmu Kepolisian didefinisikan sebagai gabungan dari berbagai unsur-unsur pengetahuan yang berasal dari berbagai ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, ilmu Kepolisian disimpulkan sebagai bidang ilmu yang bersifat mulidisipliner.
Berbeda dengan itu, Prof.Parsudi Suparlan berpendapat bahwa ilmu Kepolisian diartikan sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah-masalah sosial dan isyu-isyu penting serta pengelolaan keteraturan sosial dan moral serta masyarakat, mempelajari upaya-upaya penegakan hukum dan keadilan, dan mempelajari teknik-teknik penyidikan dan penyelidikan berbagai tindak kejahatan serta cara-cara pencegahannya. Keterangan ini memposisikan ilmu Kepolisian lebih bersifat interdisipliner. Pendapat ini selaras dengan pengertian yang disampaikan oleh Prof. Awaloeddin Djamin yang menyatakan bahwa ilmu Kepolisian adalah sama dengan ilmu Administrasi Kepolisian, dimana hal ini dikelompokan menjadi 4 bagian kelompok besar, yaitu :
1. Kelompok Ilmu Sosial
2. Kelompok Ilmu Hukum
3. Kelompok Ilmu Administrasi dan Manajemen
4. Kelompok Ilmu-ilmu pendukung lainnya.
Terkait dengan paradigma interdisipliner ini, Prof.Daud Yusuf (1980) dalam Kelana (2007:138) menyatakan bahwa disiplin Ilmu Kepolisian adalah hasil dari suatu proses yang berkelanjutan dari cara pendekatan dan berpikir interdisipliner, untuk mencapai keterpaduan yang sempurna tentang pengertian ilmiahnya. Pendekatan interdisipliner berlaku 3 (tiga) tahapan , yaitu : (1) Pendekatan Multi-Disipliner; (2) Kros-Disipliner; dan (3) Trans-Disipliner.
Dari pengertian ini akan dapat dirasakan sedemikian luasnya cakupan ilmu Kepolisian ini, hal ini dikarenakan hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi tidak akan mungkin terlepas dari hal ikhwal kepentingan masyarakat, negara, dan penduduk secara individual maupun kelompok.
Hal ini mengandung pengertian bahwa ilmu Kepolisian sangat berkaitan erat dengan berbagai macam disiplin ilmu lainnya atau dengan kata lain, dalam ilmu Kepolisian digunakan berbagai macam teori/pengetahuan dari displin ilmu guna memecahkan masalah publik. Permasalahan inilah yang merupakan wujud keterkaitan hal ikhwal mengenai Polisi baik dilihat dari tugas, wewenang, tanggung jawab, maupun kedudukannya.
Menurut Kelana (2009), terdapat enam lingkup bahasan Ilmu Kepolisian, yaitu :
a. Mempelajari perangkat penata normatif masyarakat dan kepentingan keteraturan norma dan keteraturan sosial dalam masyarakat dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Mempelajari hukum positif dan kepentingan menegakan kewibawaan hukum negara;
c. Mempelajari kepentingan penduduk secara perseorangan, dalam rangka perlindungan hukum, pengayom, dan pelayanan kepada masyarakat; dan
d. Mempelajari konsepsi-konsepsi Kepolisian dan arti fungsional bagi masyarakat, negara, dan penduduk secara perseorangan, yang menghasilkan metoda-metoda pemolisian.
e. Mempelajari tentang sejarah timbulnya Kepolisian, bagaimana perkembangan Kepolisian sejak dahulu sampai sekarang, dan faktor apa saja yang berpengaruh terhadap Kepolisian dari masa ke masa.
f. Mempelajari pendapat dan pemikiran orang diberbagai negara dan masyarakat mengenai Kepolisian sepanjang masa.
g. Mempelajari hubungan Kepolisian dengan fungsi lainnya dalam masyarakat seperti politik dan pemerintahan negara, ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainya.
h. Mempelajari karakteristik Ilmu Kepolisian dan hubungannya dengan ilmu lainnya dalam rangka pengembangan metodologi Ilmu Kepolisian.
C. Administrasi Kepolisian
Berbicara mengenai administrasi Kepolisian maka kita tidak akan dapat lepas dari pengertian administrasi itu sendiri. Istilah administrasi berasal dari bahasa latin yaitu “Ad” dan “ministrate” yang artinya pemberian jasa atau bantuan, yang dalam bahasa Inggris disebut “Administration” artinya “To Serve”, yaitu melayani dengan sebaik-baiknya. Dalam melihat substansi dari administrasi itu sendiri, maka banyak pendapat ahli yang melakukan pengelompokan administrasi kedalam dua bagian. Secara garis besar pengertian administrasi dapat dibedakan menjadi 2 pengertian yaitu :
a. Administrasi dalam arti sempit. Menurut Soewarno Handayaningrat mengatakan “Administrasi secara sempit berasal dari kata Administratie (bahasa Belanda) yaitu meliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, keti-mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan”(1988:2). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan administrasi dalam arti sempit merupakan kegiatan ketatausahaan yang mliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan pengarsipan surat serta hal-hal lainnya yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi serta mempermudah memperoleh informasi kembali jika dibutuhkan.
b. Administrasi dalam arti luas. Menurut The Liang Gie mengatakan “Administrasi secara luas adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu”(1980:9). Administrasi secara luas dapat disimpulkan pada dasarnya semua mengandung unsur pokok yang sama yaitu adanya kegiatan tertentu, adanya manusia yang melakukan kerjasama serta mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Yulianti, 20 April 2011, URL).
Pendapat lain mengenai administrasi dikemukan oleh Sondang P. Siagian mengemukakan “Administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara 2 orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya” (1994:3). Berdasarkan uraian dan definisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa administrasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerjasama dalam suatu organisasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.
Sampai saat ini, memang masih sering terjadi perdebatan mengenai persamaan dan perbedaan mengani administrasi dengan manajemen. Ada beberapa kalangan yang menyamakan pengertian administrasi dan manajemen sebagai satu wadah yang tidak dapat terpisahkan , namun ada pula beberapa pakar yang lebih suka untuk memisahkan pengertian manajemen dengan administrasi ini. Penulis sendiri lebih sependapat untuk melihat pengertian administrasi dan manajemen sebagai sebuah bagian yang memang tidak dapat dipisahkan.
Berkaitan dengan sistem administrasi Kepolisian, terdapat komponen dasar yang menjadi unsur pembentuknya, yaitu Manajemen Operasional, Manajemen Teknologi Kepolisian dan Manajemen Pembinaan.
Unsur pembentuk ini mengacu pada Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayom, dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Pasal ini pada hakekatnya merupakan pokok pikiran yang menggaris bawahi Tujuan Kepolisian dalam kaitannya dengan tujuan negara dan keamanan dalam negeri. Rumusan Tujuan Kepolisian ini sangatlah penting dalam memberikan arah serta menjadi pedoman bagi penyelenggaraan fungsi Kepolisian. Tujuan ini juga menjadi patokan dalam pembentukan visi dan misi Polri sebagai bagian dari negara dalam sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Keberadaan ilmu Kepolisian yang memiliki cakupan luas dalam hal ikhwal polisi, memberikan dampak bagi terciptanya tugas-tugas manajerial yang secara historis sudah dijabarkan pada bagian sebelumnya. Dari cakupan berbagai disiplin ilmu inilah, muncul 3 komponen pokok yang membentuk sistem administrasi Kepolisian tersebut.
III. PENUTUP
Keberadaan ilmu administrasi Kepolisian pada hakikatnya selaras dengan kedudukan ilmu Kepolisian dalam disiplin ilmu yang dikenal di Indonesia. Ilmu Kepolisian sendiri, merupakan disiplin ilmu yang mengambil, menghimpun, dan dirumuskan dari berbagai pengetahuan yang terkait dengan hal ikhwal Kepolisian.
Sifat ilmu Kepolisian yang interdisipliner ini, membuat cakupan administrasi Kepolisian menjadi sedemikian penting. Hal ini mengingat, administrasi Kepolisian sangat erat kaitannya dengan kedudukan, fungsi, tugas dan juga tanggung jawab Polisi baik sebagai sebuah organisasi maupun dalam lingkup kehidupan ketatanegaraan di negara kita.
Penjabaran mengenai administrasi Kepolisian sendiri tentu saja sangat bergantung dari perkembangan sebuah negara. Baik dilihat dari sistem ketatanegaraan, sistem pemerintahan, sistem pembentukan sebuah negara serta sistem peraturan yang mengiringi kelangsungan negara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
PTIK,2010. Modul Mata Kuliah Administrasi Kepolisian
Djamin,Awaloeddin.2007. Kedudukan Kepolisian Negara RI Dalam Sistem Ketatanegaraan : Dulu, Kini, dan Esok, Jakarta:PTIK Press.
Kelana,Momo.2007. Konsep-Konsep Hukum Kepolisian Indonesia. Jakarta: PTIK Press.
Kelana,Momo.2009. Persepsi Seorang Praktisi Tentang Ilmu Kepolisian Di Indonesia.