Saturday, 18 October 2014

SOSIOLOGI KRIMINALITAS


SOSIOLOGI KRIMINALITAS

11.1.    PENDAHULUAN
Sebagian besar penjelasan mengenai kejahatan yang telah dibahas sejauh ini telah memfokuskan pada karakteristik biologis dan psikologis sebagai penyebab kriminalitas. Jelasnya, teori-teori yang mengikuti meminimasi faktor-faktor ini dan sebagai gantinya mengkonsentrasikan pada pengaruh-pengaruh ekstra seperti lingkungan, kemiskinan dan pengangguran. Sejumlah teori yang menghubungkan kriminalitas dengan faktor-faktor sosial ini memfokuskan pada masalah yang berkaitan dengan vagrancy, pengangguran, kontrol sosial, nilai-nilai kultural dan kemiskinan dan keputusasaan umum. Cerita mereka membuka kembali cerita berabad-abad yang lalu, tetapi koleksi yang akurat dan penyimpanan data mengenai kriminalitas dan faktor-faktor sosial yang kaitannya masih diperdebatkan yang berasal dari abad ke-19. Konsekuensinya, hanya pada periode ini minat yang akan kita pelajari. Banyak karya awal pada bidang ini dipublikasikan oleh reformis sosial dan politik, seringnya sebagai bagian kecil dari treatises yang jauh lebih besar. Pada abad ini pandangan mereka sesungguhnya mulai dipublikasikan setelah industrialisasi membuat perubahan yang drastis terhadap penyebaran penduduk, perubahan masyarakat dari suatu kultur yang esensial. Satu aspek dari perubahan ini adalah suatu pergeseran dari kecil, masyarakat yang berhubungan dekat, yang tujuannya untuk menumbuhkan produksi untuk mendukung mereka sendiri melalui konsumsi dan penjualan. Perubahan tersebut menghasilkan masyarakat urban yang besar yang memiliki tujuan yang luas dan bermacam-macam. Banyak, baik waktu maupun sejaknya, telah merasakan bahwa gaya hidup yang bermacam-macam membuat perubahan yang berarti pada praktek kriminal, yang menyebabkan masalah baru tidak adanya hukum. Kejahatan pada masyarakat pra-industri lebih menyebar dan oleh karenanya sekarang cenderung terasakan seperti tidak akut, meskipun sebenarnya demikian. Konsentrasi penduduk pada daerah-daerah urban merupakan permulaan masyarakat modern kita dan merupakan awal penjelasan sosiologi kejahatan modern.
  Masalah utama tercipta oleh fakta bahwa sistem kontrol belum benar-benar berubah, meskipun ada masa transisi dari masyarakat agraris ke suatu masyarakat industri. Kontrol lama membuktikan tidak menjadi efektif pada situasi sosial yang baru. Kesulitan dalam membuat kebijakan membuat banyak penulis, termasuk Chadwick (1839) memperdebatkan angkatan kepolisian yang profesional, khususnya pada konurbasi yang lebih besar dan paling cepat seperti Manchester. Migrasi, pertumbuhan populasi, urbanisasi yang cepat dan emergensi tempat tinggal yang besar membuat para komentator abad ke-19 takut akan formasi sub-kelompok yang berbahaya, yang umumnya dirujuk sebagai ‘residuum’ (Lihat Phillips, 1977); Tobias (1972); dan Jones (1982).
  Ukuran masalah adalah kesulitan untuk memastikan kepastian apapun. Ada banyak masalah dengan statistik tersebut. Meskipun demikian, upaya dilakukan untuk memperkirakan ukuran masalah kejahatan dan menjelaskan alasannya. Pada pembahasan awal yang mengandung pembhasan signifikan mengenai kriminalitas dan masyarakat dipublikasikan oleh Frederick Engles pada tahun 1844. Engles, seorang industrialis kelahiran Jerman yang keluarganya separuh memiliki pabrik tekstil di Manchester, menghabiskan masa dewasanya bekerja di Inggris dan, dengan Karl Max, merupakan bapak ideologi komunis. Konsep materialisme dialektital menjadi filosofi komunis. Engles menggunakan sejumlah angka cerita dari statistik resmi Inggris dan Wales untuk memperlihatkan bahwa jumlah yangditangkap karena kejahatan meningkat secara tetap pada sebagian pertama abad tersebut dari 4,605 pada tahun 1805 menjadi 31.309 pada tahun 1842, lipat tujuh meningkat dalam 37 tahun. Sebagaian besar peningkatan ini terjadi pada daerah industri urban yang sedang tumbuh dengan cepat di Utara. Liverpool dan Manchester sendiri menghitung 14% dari total keseluruhan. London, yang penduduk abad pertengahannya mungkin lebih besar dari semua kota utama lainnya, terhitung 13 persen dari total jumlah yang ditangkap. Daerah industri Scotland memperlihatkan trend yang sama. Pada Lanarshire, populasinya berlipat ganda setiap 30 tahun dimana tingkat kriminal berlipat ganda setiap lima setengah tahun (misalnya, hampir enam kali cepatnya).
  Engles (1971) mengungkapkan hal demikian tidak mengejutkan dan tidak menyulitkan untuk dijelaskan. Dia mendokumentasikan perluasan perbedaan kelas dan eksploitasi yang meningkat kelas yang berbeda dengan bourgeoisie, yang memberikan kemakmuran di bawah persaingan bebas. Dalam pandangannya, para pekerja menjadi lebih brutal, tereksploitasi dan demoralisasi; karena mereka kehilangan kontrol nyata mereka atas kehidupannya sendiri, antipati mereka tumbuh. Dia mengkalim bahwa pertumbuhan konflik kelas yang berjalan sangat kuat dan tak dapat dihindarkan, dan sehingga kriminalitas menjadi hasil yang nyata. Dia mengatakan:
  Jika demoralisasi pekerja melewati titik tertentu, maka hal demikian sebagai hal lumrah sehingga dia akan menjadi kriminal-sebagai hal yang tak terhindarkan seperti air yang berubah menjadi uap pada saat titik didih (Engles (1944), dari 1971 terjemah, hal 145).
Dia memprediksikan bahwa konflik kelas ini akan menjadi perang (misalnya, perang sipil) borjuis telah gagal memahami point utamanya. Hal demikian tidak pernah terjadi di Inggris. Meskipun ada banyak konflik industri yang lebih pahit, peningkatan bersenjata lampau melawan negara, Chartist march di Newport pada tahun 1839, telah terjadi sebelum Engles menulis.
  Gagasan konflik sosial sebagai penjelasan kriminalitas akan tetapi merupakan diambil dan diperhalus oleh proponent “Kriminologi Baru” menjadi teori penuh konflik (lihat Bab 15). Engles berpikir jawaban untuk masalah kriminal terletak pada perubahan politik yang ideal, khususnya perusakan sistem eksploitasi. Hal ini akan melibatkan perubahan masyarakat secara keseluruhan, menggantikan struktur ekonomi dan sosialnya. Hingga saat ini, allokasi pusat kesalahan keseluruhan dan solusi dramatik seperti ini pada umumnya tidak biasa di antara para penulis kriminolog British. Bahkan orang-orang yang melihat alasan masyarakat kriminalitas pada umumnya cenderung menganjurkan bahwa hal demikian disebabkan oleh elemen yang lebih spesifik, dan mengusulkan penyembuhan yang lebih terbatas daripada orang-orang diungkap oleh Engles.
  Salah sdatu kriminal yang paling umum pada abad ke-19 adalah vagrancy. Pada jaman itu ia hampir menjadi sinonim dengan istilah “kelas berbahaya”. Vagrancy menyebabkan sebagian besar alarm pada periode 1815-19, akhir tahun 1840-an, akhir tahun 1860-an dan pertengah tahun 1890-an. Vagrancy terlihat sebagai ancaman struktur masyarakat, karena gaya hidup vagrant tidak mendukung etika kerja Protestant, dan dirasakan menjadi perusak atas penghormatan dan agama. Vagran dianggap sebagai pembawa penyakit, dan kriminal yang sering mengorbankan pedagang yang yang dihormati. Terakhir, tetapi yang paling penting, pada distress ekonomi yang akut pada akhir tahun 1830-an dan awal 1840-an, mereka dianggap membentuk bahaya potensial terhadap kestabilan pada saat ketegangan politik. Chadwick Reportes (1839) penuh dengan ketidakadilan vagran. Penting bagi kita untuk mengingat, meskipun sering kehilangan pandangan pada waktu itu, bahwa tidak semua vagran adalah kriminal; sejumlah diantaranya para pekerja mirgan yang mengikuti pekerjaan musiman; atau mereka adalah pelaut yang berpindah karena pekerjaan mereka, atau showmen dan hawkers; atau seperti kasus dengan banyak wanita vagran, mereka telah kehilangan pekerjaan mereka dan berkelana untuk mencari pekerjaan, atau mereka terlalu terlalu miskin untuk mendapat rumah atau terlalu tua untuk bekerja. Meskipun permukaan vagrancy demikian dapat diterima, vagrancy pada umumnya yang pertama kali dicurigai atas kejahatan apapun yang terjadi pada suatu lokasi: mereka diyajini menjadi kelas kriminal dan diperlakukan seperti hal ini.
             Pandangan mengenai vagran ini tetap begitu meskipun faktanya mereka jarang diyakini atas kejahatan yang benar-benar serius—yang sebagian besar peminum dan tidak karuan, meminta-minta, tidur di luar dan mencuri barang-barang seperti baju dan makanan. Karena vagran dipandang sebagai ancaman sosial mereka dikontrol secara ketat, secara garis besar oleh cara-cara Akta Vagrancy tahun 1824dan 1838, yang diberikan interpretasi luas agar dapat mencakup bidang yang luas atas gaya hidup mereka. Vagrant dengan demikian dikontrol di hadapan kejahatan sebenarnya yang telah dikomitkan. Dengan cara ini, British berusaha mengontrol vagrancy yang terlihat turut andil pada masalah kejahatan, daripada mencari jalan keluar atas pemecahan masalah. Pendekatan pragmatis ini mewakili banyak perubahan hukum waktu ini: pemikiran berbobot untuk hal-hak properti yang bertindak atau memperkuat hukum melawan banyak kegiatan si miskin, seperti mengumpulkan kayu bakar, mengumpulkan batu bara, dan menggunakan tanah pastur secara umum. Tujuannya adalah untuk mengontrol orang-orang yang terlihat kemungkinan besar menyebabkan masalah yang sebenarnya, khususnya kesulitan yang dikaitkan dengan kejahatan, sebelum mereka menjadi terlalu sulit.
            Dengan cara demikian, kriminologi British lebih praktis daripada teoritis, dan bahkan ringan di hadapan Lombroso (lihat 6.3), tetapi tentunya setelah dia, is mengadopsi pandangan positivist yang menentukan faktor-faktor tertentu, yang pada umumnya di luar kontrol individu, menentukan perilaku (misalnyabahwa terdapat kendala besar atas operasi keinginan bebas). Memungkinkan secara per bagian karena pendekatan  karya Lombrosso tidak memiliki pengaruh pada kriminologi British karena ia memiliki kontinent. Di Inggris pendekatan pragmatis masih tetap, dan orang-orang dihukum untuk dua hal untuk dirinya sendiri dan barang kolektifnya. Tradisi kriminologi British telah dipelajari dan kadang-kadang menjelaskan status quo daripada mempertanyakannya (untuk kritik mengenai posisi, lihat Bab 15).
            Contoh pendekatan pragmatis ini dapat dilihat di Studi abad pertengahan Henry Mayhew, London. Mayhew (1861-2) cenderung melihat kejahatan sebagai fenomena ekologi, tetapi seseorang yang terikat dengan  kelas kerja yang berbeda dengan masalah sosial. Dia tidak melihat kriminal secara terpisah, kelas berbahaya berbeda dengan kelas bekerja. Cenderung, dia mengenali bahwa banyak orang didorong menjadi miskin: beberapa karena mereka tidak mampu, tetapi berkeinginan untuk bekerja, yang lainnya karena mereka sakit atau sebaliknya tidak memiliki kapasitas. Apapun posisi ini dapat menyebabkan kriminalitas karena kebutuhan. Dalam mengenali faktor-faktor sosial sebagai penyebab kriminalitas, dia tidak menyalahkan struktur sosial dengan cara yang sama seperti Engles. Dia tidak memperdebatkan pemulihan sosial yang dramatis. Dia melihat perubahan sosial yang luas tertentu, seperti gerakan dari dari desa ke kehidupan kota, merupakan penyebab latent kriminalitas yang diperlukan. Dari perspektif ini, tak ada kesalahan yang dapat dilemparkan baik pada kelas property atau pada kriminalnya itu sendiri. Mereka melihat sebagai perbuatan dengan cara yang menetukan yang mengurangi keinginan bebas. Jika kesalahan tidak dilemparkan pada urbanisasi, maka ia akan dijatuhkan pada penyebab lainnya seperti immigrasi. Pada abad pertengahan 19, imigran Irlandia tiba dalam 20 atau bertahuntahun setelah krisis kentang pada tahun 1846 sehingga terlihat sebagai penyebab masalah (lihat Pike (1876).
            Pentingnya pendekatan deterministik cukup dapat ditekankan. Ia prevalent dalam teori sebagian besar kriminolog British dan Amerika hingga tahun 1970, dan dapat ditemukan di banyak teori sekarang. Hal ini dengan jelas diilustrasikan oleh Hermann Manheim bahwa setiap masyarakat memiliki jenis kejahatan dan kriminal yang cocok dengan kultur, moral, sosial, dan kondisi agama serta ekonominya (Manheim (1965), hal 422). Secara mirip, inersia dimana suatu titik dapat menghasilkan dapat didemonstrasikan oleh sikap di belakan Home Office White Paper tahun 1959. Pada paragrap pembukaan, White Paper mencatat bahwa meskipun ada peningkatan standar sosial di Inggris sejak Perang Dunia Kedua, masih tetap tidak ada penurunan kejahatan, yang telah terus meningkat. Ia terus dikatakan bahwa kejahatan tidak berkaitan dengan penyebab kriminalitas ‘deep-seated’ tetapi lebih pada menetapkan fakta-fakta dan cara pemerintah harus menanganinya atau meresponnya. Pengaruhnya, pendekatan ini memilih untuk menerima masalah kejahatan dan hanya mencoba meminimasi pengaruhnya. Gagasan ini bahwa suatu respon dapat dilakukan untuk melakukan kejahatan tanpa memahami ia salah satu yang telah menunjukkan kriminologi British untuk jangka waktu yang lama.
            Meskipun demikian, sejumlah kriminolog telah berupaya memberikan penjelasan kriminalitas secara sosiologis, meskipun dalam fashion determinan yang berkelajutan dan dengan tujuan yang jelas menjaga suatu pendekatan pragmatis terhadap resolusi masalah.
11.2.    EKOLOGI KEJAHATAN
Dalam konteks ini, ekologi merupakan studi mengenai orang-orang dan institusi dalam kaitannya dengan lingkungan. Sekolah kriminologi ekologi memiliki sejarah yang panjang. Banyak pekerjaannya yang telah dilakukan pada abad lampau mempelajari hubungan antara kriminalitas, kemiskinan dan kepadatan atau tipe penduduk. Studi ini sering menggunakan peta dan bagan untuk menggambarkan distribusi kriminalitas yang kuantitative. Henry Mayhew secara esensial mempelajari ekologi kejahatan di London pada abad pertengahan 19 (Mayhew (1862)). Mungkin karena studi awal ini kekurangan penjelasan teoritis yang jelas untuk distribusi yang mereka temukan, mereka menjadi tertutupi oleh penjelasan secara individu yang lebih banyak.
            Pada abad ke-20 telah ada, dari waktu ke waktu, minat pada teori ekologi, yang mempengaruhi tendensi umum untuk mengikat kriminalitas dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan begitu juga dengan kepdatan kota. Permulaan dari satu period ini diasosiasikan dengan Sekolah Ekologi Manusia Chicago (juga dirujuk sebagai Sekolah Chicago). Sekolah ini memiliki akarnya di departemen sosiologi pada universitas Chicago, dan yang paling berpengatruh pada tahun 1920-an dan tahun 1930-an. Chicago tumbuh dari kota dengan 10.000 penghuni pada tahun 1860 menjadi sebuah kota besar dengan penduduk lebih dari 2 juta jiwa pada tahun 1910. Sebagian besar peningkatan adalah karena imigran, banyak yang berasal dari Eropa. Oleh karena itu, kota ini menjadi kota yang penuh buah bagi pekerjaan sosiologi dan Sekolah Chicago yang mempelajari setiap aspek kehidupan. Semua informasi dicatat dalam catatan rinci, dan digunakan untuk menguji dan memformulasikan teori-teori sosiologi. Banyak pelerjaan ini merupakan kriminologi, tetapi sebelum kembali ke aspek-aspek tersebut, adalah penting untuk menetapkan adegan dengan memperkenalkan sejumlah gagasan-gagasan dasar sosiologi dimana banyak penjelasan kejahatan itu didasarkan.
            Sekolah Chicago merupakan anak otak Robert Park, yang melihat kota bukan sebagai seperangkat bangunan, tetapi sebagai lingkungan ekologi yang hidup atau sebagai sejenis organisme sosial. Dengan cara ini, dia mengartikan bahwa mereka cenderung berinteraksi  secara keseluruhan. Sebagai komunitas ekologi, terdapat daerah dimana penduduknya bertipe khusus atau dengan tipe-tipe: rasial atau masyarakat etnik; masyarakat imigran; income yang serupa dan pengelompokan pekerjaan, dan sebagainya. Di dalam setiap komunitas terdapat hubungan simbiotik: tukang sayur memerlukan pelanggan dan begitu sebaliknya, sedangkan penduduk dengan daerah geografis yang berbeda memerlukan satu sama lainnya untuk melakukan penawaran dan permintaan pekerjaan dan sebagainya. Ada bentuk fisik kota khusus yang penting bagi para penghuninya, yang paling menonjol adalah Lake Michigan. Kota tersebut terlihat sebagai organisme yang saling menumbuhkan yang membuat orang-orang bergerak di dalamnya (Park (1952)).
            Anggota Sekolah Chicago yang lain, Burgess, mengelaborasikan pada model inin. Dia melihat kota sebagai suatu organisme yang tumbuh besar dari pusat suatu lingkaran konsentrik secara berseri. Daerah centralnya dia namakan Zone I atau ‘Loop’. Ia mewadahi daerah business dengan bank-bank utama, departemen store yang besar, toko-toko mahal, dan bangunan administrasi kota utama. Ini merupakan daerah dimana hanya sedikit orang tinggal. Zone II adalah apa yang Burgessmenyebut zona transisional. Zone ini merupakan bagian kota yang paling tua dan merupakan perumahan luas, tetapi perumahannya sudah tua dan tidak mungkin untuk direnovasi dan pasti akan diambil alih atau dirubuhkan untuk bisnis, yang pada gilirannya akan merubah karakter daerah tersebut. Perumahan paling jelek di kota ini terdapat di sektor ini, banyak rumah yang disekat-sekat menjadi kamar agar dapat disewakan. Tempat ini menjadi daerah ghetto kota dan warga paling miskin tinggal di sana. Sangat sering, penghuni ghetto yang paling miskin merupakan imigran terbaru. Zona III terdiri rumah-rumah para pekerja, rumah orang yang berskill atau semi-skill. Banayk dari para penghuninya ini berasalah dari Zona II tetapi sejak mengalami kemajuan menjadi perumahan yang sedikit lebih baik dari Zona III; ini merupakan tempat berikutnya dimana para imigran yang sukses akan selesai. Zona IV memiliki rumah yang lebih menarik dan mahal, dan Zona V merupakan zona komuter atau suburbia. Di Chicago setiap zona dikalkulasi pada saat itu agar mendekati 2 miles keluasannya (Burgess (1928)).
            Jelasnya, tidak ada kota yang dapat dikategorikan secara persis dengan cara seperti ini. Selalu ada kantong-kantong perumahan yang kurang menarik di dekat area industri dan stasiun kereta api, tetapi Burgess mengklaim bahwa pola umum tersebut sangat jelas. Tak ada dari pola ini yang secara langsung bekerja dengan kriminilogi, tetapi ia meletakkan dasar-dasar untuk teori kriminologi.
11.2.2. Shaw dan McKay
Di awal abad ini  Chicago menderita masalah kriminal yang meningkat, dan mencari penjelasan terhadap masalah ini menjadi pra-pekerjaan Sekolah Chicago. Shaw mulai bekerja di daerah ini, tetapi pekerjaannya yang paling terkenal dilakukan dalam kaitannya dengan McKay ketika mereka mempelajari tingkat kejahatan para remaja di Chicago (Shaw dan McKay (1942) dan (1969). Mereka merekam sejumlah remaja (para pemuda berusia 10 hingga 16 tahun) yang muncul di depan pengadilan anak-anak, mempetakan daerah tersebut dari mana mereka berasal dan kemudian mengkalkulasikan daerah yang memiliki tingkat kenakalan remaja paling tinggi, menentukan jumlah kejahatan remaja per seratus kejahatan dalam daerah tersebut.
            Oleh karena itu, mereka mengukur tingkat kejahatan remaja dan mencatat area mana para remaja yang melakukan kejahatan tersebut tinggal,  dan bukan daerah mana kejahatan tersebut dijalankan. Dengan pengukuran ini, ketetanggaan dengan tingkat kejahatan yang paling tinggi adalah orang-orang yang terdapat di pusat kota tersebut, paling dekat dengan konsentrasi industri. Tempat ini jarang dihuni dan maka populasinya berkurang seperti halnya tanah yang diambil alih oleh industri. Tingkat kejahatan menurun seperti halnya ketetanggaan yang jauh dari pusat: pada peta zona, Zona I atau Loop memiliki tingkat kejahatan tertinggi, dan tingkat tersebut menurun sesuai dengan zona yang mengarah ke luar dari pusat.
            Kemudian mereka mengukur jumlah laki-laki dari area khusus yang telah dikirim ke institutusi koreksi dan jumlah laki-laki yang muncnul dalam catatan kepolisian, dan terungkap bahwa mereka mengikuti pola yang sama. Lebih jauh, mereka mengklaim bahwa tingkat kejahatan dari area khusus selama waktu berjalan tetap konstan, meskipun terdapat perubhan pada penghuni dareah tersebut. Zona sentral tetap menjaga tingkat kejahatan tinggi bahkan ketika asal etnik para penghuninya seluruhnya berganti. Implikasinya tampaknya menjadi individual yang tinggal pada zona tingkat kejahatan tinggi menjadi melahirkan hukum lebih banyak seperti halnya mereka menjauh dari pusat. Dari semua ini mereka menyimpulkan bahwa tingkat kejahatan remaja lebih merupakan akibat posisi ekonomi dan lingkungan hidup daripada karakteristik rasial atau etnik. Lebih umum, Shaw dan McKay mengkalim bahwa tingkat resmi kenakalan dan kejahatan remaja tertinggi di pusat kota; menurun dengan gerakan keluar dari pusat; dan tidak tergantung pada orang yang tinggal di daerah tersebut. Dalam membuat klaim tersebut mereka tidak mengatakan bahwa kriminalitas disebabkan oleh lokasi, tetapi cenderung terjadi pada jenis-jenis daerah atau ketetanggaan tertentu. Mereka tentunya tidak mengklaim bahwa semua anggota ketetanggaan akan menjadi kriminal, dan menyadari bahwa faktor-faktor yang lain daripada daerah mempengaruhi keputusan individu tentang partisipasi dalam kejahatan. Teori mereka adalah positivist, sehingga individu terlihat sebagai inert dan perilaku mereka banyak ditentukan oleh lingkungan atau tingkat disorganisasi sosial.
            Mereka juga mencatat bahwa masalah kriminal daerah khusus berkaitan dengan masalah-masalah sosial demikian: tingkat bunuh diri dan penghilangan nyawa tinggi; penurunan populasi yang terkonsentrasi menjadi ruang kehidupan yang kecil; mortalitas bayi, tbc dan kelainan mental. Ini juga dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi seperti: jumlah keluarga yang hidup dalam tanggungan negara  atau orang yang tergantung pada charity (bantuan); tingkat kepemilikan rumah rendah; dan tingkat penyewaan properti yang rendah. Mereka tidak mengaitkan kriminalitas dengan kemiskinan, dengan dasar bahwa tingkat kriminalitas tidak meningkat dengan signifikan selama depresi ketika kemiskinan berada di puncaknya. Mereka menunjuk sebagai ganti disorganisasi sosial, atau apa yang kadang-kadang diistilahkan organisasi sosial yang berbeda (lihat juga teori Sutherland mengenai asosiasi yang erbeda (10.2), dan teori-teori kontrol pada Bab 13). Pada daerah-daerah sentral kota atau daerah-daerah sekitar industri atau bisnis, terdapat perubahan populasi yang sangat cepat, yang berarti bahwa para penghuninya tidak ambil perduli dengan lingkungannya. Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai transien dan tidak dengan cepat mengenal satu sama lainnya. Disorganisasi sosial berarti bahwa kontrol sekolah sosial yang normal, gereja dan keluarga juga dapat kurang berdaya (lihat juga Bab 13). Anak-anak tidak boleh menghabiskan banyak waktu di satu sekolah dan ketidakstabilannya mengganggu belajar dan disiplin mereka. Karena perilaku kriminal lebih umum di daerah-daerah ini, maka nilai kriminal kemungkinan menjadi lebih umum, dan begitu juga setiap individu kemungkinan lebih banyak mengadakan kontak dengan mereka dan kemungkinan lebih banyak lagi mempelajari lebih lanjut dengan cara yang tidak legitimate daripada dengan metoda-metoda yang legitimate (Shaw dan McKay (1969)).
            Shaw menerbitkan sejumlah buku mengenai sejarah kehidupan (misalnya the Jackroller (1930) dan Brother in Crime (1938)yang dia telah klaim mendukung pandangan-pandangan ini. Misalnya, mereka menganjurkan bahwa tidak ada perbedaan fisik atau personal ada kriminal dan non-kriminal; tetapi ada perbedaan sikap dan kesempatan dalam berketetanggaan. Orang-orang di daerah kriminal tampak lebih mentolerir tindakan kriminalitas, dan kontrol sosialnya kurang berdaya. Ada ‘pagar’ dan faktor-faktor lainnya yang memfasilitasi kriminalitas, dan oleh karena itu menyebabkan jenis gaya hidup ini lebih mudah daripada daerah-daerah yang lebih taat hukum.
            Shaw dan McKay mengkalim bahwa semua faktor ini menyebabkan tingkat kriminalitas yang tinggi di daerah-daerah tertentu di kota itu, daerah-daerah di pusat atau dekat dengan pusat-pusat industri lebih buruk lagi.
11.2.3. Evaluasi 
Karya Shaw dan McKay telah dikritisi secara meluas. Salah satu yang paling penting dan dan serangan yang paling sering berkaitan dengan metodologinya. Dakam menggunakan kriminalitas yang terekam secara resmi, diklaim bahwa mereka mendasarkan seluruh thesisinya pada data yang bias dan tidak tepat. Seperti yang terlihat pada Bab 4 statistik kriminal resmi tidak tepat. Lebih banyak kejahatan yang terjadi daripada yang pernah direkam. Tentunya kebnyak studi laporan sendiri (lihat 4.3.1) menganjurkan bahwa kejahatan secxara merata terbagi ke seluruh kelas (lihat Empey (1982)), membuat kalim yang dipertanyakan bahwa masalah ini terpusat pada sektor kecil. Lebih jauh, kejahatan dari sejumlah bagian masyarakat kemungkinan kurang terungkap, atau kemungkinan tidak ditentukan sebagai kriminal yang membuat kriminalitas mereka terdeteksi dan bila terdeteksi, kemungkinan besar menghadapi biaya kriminal. Serangan ini menjadi kurang berdaya jika seseorang membatasi riset pada kriminal yang sebagian besar sampai pada penuntutan, biasanya dikenal sebagai kejahatan jalanan. Apabila dibatasi di sisni, studi laporan sendiri lebih banyak memperlihatkan jenis kriminalitas dalam kelas yang lebih rendah, menghilangkan sejumlah bias (lihat Hindelang, Hisrchi dan Wiss (1981)).
            Banyak dari kerjaan sekarang ini telah terkonsentrasi pada pengaruh kebersihan dan masalah perumahan yang sulit yang sering terletak  di luar kota. Wilson (1963) menemukan bahwa tingkat kejahatan si Bristol  lebih tinggi pada sejumlah perumahan yang di bangun dengan tujuan baru, biasanya perumahan dewan, di luar kota dari pada perumahan yang lebih kumuh di pusat kota. Meskipun tidak menyetujui hal ini baik shaw dan Mckay dan Wilson menunjuk dis organisasi sosial sebagai penyebab kejahatan. Klaim sid organisasi sosial ini sebagai penyebab kriminalitas telah ditentang oleh sains burry (1955) yang mengatakan bahwa di London  di antara yang bunuh diri di kaitkan dengan daerah-daerah di organisasi sosial, kriminalitas dikaitkan dengan daerah-daerah kemiskinan. Jelaslah di sejumlah kota, seperti Cicago  pada awal abad ini, dua hal ini ( kemiskinan dan dis organisasi soaial) memiliki kebetulan yang membuat lebih sulit untuk menolak di mana merupakan faktor yang lebih penting terhadap komit kejahatan.
            Moris (1957) di salah satu bidang yang penuh ekologi atau studi area, menyerang bukasn hanya teori yang melingkar secara memusat tetapi gagasan sentral bahwa saerah menggerakan tingkat kriminalitas yang tinggi bahkan jika memperbaiki perubahan para penghuninya. Dia menemukan bahwa daerah-daerah tertentu Croyden di Surrey, biasanya bagian dari perumahan dewan, mengandung lebih banyak kejahatan, atau dia merujuk kepadanya, kejahatan potensial daripada daerah-daerah lainnya. Tetapi dia percaya bahwa situasi ini secara artifisial dibentuk oleh para penguasa, yang cenderung merumahkan semua “keluarga bermasalah” pada tempat yang sama. Daerah tersebut hampir terikat dengan kriminal yang lebih banyak, orang-orang yang telah memperlihatkan potensi kejahatan atau perilaku yang tidak diinginkan lainnya dipaksakan untuk tinggal bersama. Dalam interpretasinya ini merupakan posisi sosio ekonomi keluarga ini, prosedur administrasi dan perbedaan kelas dan  bukan menyederhanakan daerah ini, yang menyebabkan kriminalitas yang tinggi mengikuti karya ini sejumlah krminolog kritis mempelajari alokasi rumah dewan  dan daerah perumahan terbatas secara umum. Banyak orang menkonfirmasikan temuan Cicago bahwa tingkat kejahatan yang tinggi berada di pusat-pusat kota (lihat Bald win dan Bottons untuk shaeffild (1976) dan Davidson untuk hull (1981)). Susan smith (1986), pada studi Birmingham terakhir yang luas, menemukan konsentrasi kriminal yang menempatkan pada daerah dalam kota. Dia memperdebatkan bahwa akar ini berasal dari distribusi kemakmuran dan kesempatan yang tidak merata, yang memaksakan daerah ini untuk ditinggali, dan pada saat yang sama memberikan tingkat kejahatan yang tinggi kriminalitas, di mengklaim tidak menyeserhanakan refleksi daerah terttentu sejumlah faktor ini akan dibahas di bab ini dan bab kemudia. Shaw dan Mckay mengklaim bahwa semua kelompok rasial dan etnik memiliki tingkat kejahatan yang serupa juga meningkatkan kritik. Mereka sendiri telah menemukan (1942) bahwa daerah dengan jumlah penduduk timur memiliki tingkat kejahatan yang terlihat lebih rendah dari pada yang diharapkan. Sesungguhnya Jonasen (1949) menggunakan data mereka untuk membuktikan perbedaan etnik yang terlihat pada tingklat kejahatan di dalam daerah tersebut. Khususnya tingkat kejahatan yang rendah diantara keluarga timur biasanya telah dijelaskan oleh kontrol keluarga yang kuat dan organisasi sosial yang ditemukan dalam kelompok ini (Chambrisk (1974)). Hal ini tampaknya mendukung sejumlah argumen Shaw dan McKay yang berkaitan dengan kontrol sosial, atau seperti yang mereka istilahkan, disorganisasi sosial.
Dukungan serta kritikan juga berasal dari studi oleh Bursik dan Webb (1982). Mereka berupaya untuk menguji apakah daerah yang tingkat kejahatannya tetap meskipun hampir seluruh penghuninya berubah. Kesimpulan mereka bahwa semua daerah yang mengalami perubahan rasial, apakah sejarah sebelumnya, mengalami tingkat kejahatan yang tinggi. Dalam ketetanggaan ini, suku yang baru secara umum kulit hitam, dan pada saat kedatangan mereka semua orang kulit putih pergi, sehingga perubahan seluruhnya di daerah tersebut dan sangat cepat. Oleh karena itu, disorganisasi sosial menjadi sangat tinggi. Tetapi pada saat daerah ini menjadi lebih stabil dan lebih terorganisir, tingkat kejahatan menurun mendekati angka sebelumny, yang menganjurkan bahwa faktor penting ini adalah bukan etnisitas, tetapi tingkat organisasi sosial.
            Suterlan dan Cressay (1978) menganjurkan bahwa pola kultur yang berbeda menyebakan jenis kejahatan yang berbeda pula. Studi Boston, USA (Euwies (1959)) telah mempelrlihatkan bahwa pada daerah yang tingkat kejahatannya rendah dan tinggi terdapat tingkat kejahatan properti yang lebih tinggi daripada kejahatan terhadap perorangan. Euwies menjelaskan hal demikian sebagai peningkatan karena orang-orang di sana melihat kemiskinan sebagai sumber masalah mereka, jadi kejahatan properti merupakan solusi paling cepat. Sebaliknya, di Kairo, Mesir, dokatakan bahwa posisi ini justru sebaliknya (tingkat kriminal terhadap perorangan dan tingkat kejahatan properti lebih rendah). Anjuran di sini adalah bahwa orang-orang lebih penting daripada properti. Anjuran di sini bahwa baik tingkat maupun jenis kriminalitas dipengaruhi oleh kultur daerah.
Tidak ada satupun dari kritik ini yang final, dan tidak ada satupun yang berakar pada penelitian Shawa and McKay yang, dimana akan dibahas pada Bab 12, memiliki suatu pengaruh penting dalam hal studi kriminologi sekarang ini. Mungkin pertanyaan yang paling penting yang dikemukakan oleh sekolah ini adalah baik kriminal harus dilihat sebagai hal yang berdasarkan secara sosial, daripada hanya berdasarkan secara individual.
11.2.4. Penerapan praktis dari teori ekologi
Penelitian Shaw dan McKay terutama menekankan disorganisasi sosial sebagai alasan utama untuk kriminalitas. Itu mengarahkan mereka untuk meyakini bahwa perlakuan atau hukuman yang berat untuk individu yang jahat akan sedikitnya dapat meringankan masalah. Untuk hal itu, solusinya adalah ditemukan dalam organisasi dan stabilitas sosial. Dalam suatu usaha untuk menangkal masalah yang dihadapi di daerah ini, Shaw mendirikan apa yang ia sebut sebagai Proyek Area Chicago (1932). Ia men-set-up 22 pusat di pemukiman yang pada  dasarnya menjalankan dan berstaf-kan penduduk lokal, dan dirangsang dan dibantu organisasi lain di komunitas tersebut. Tujuannya adalah untuk mengurangi kriminalitas dengan meningkatkan perasaan organisasi dan komunitas sosial. Proyek tersebut telah berjalan selam 25 tahun dan nampaknya untuk membantu penduduk dalam berbagai cara, tetapi pengaruhnya dalam anak muda berandalan/ nakal tidak pernah tercapai. Ketika Miller (!962) mempelajari pengaruh pada kriminalitas dari proyek yang sama di Boston, ia menemukan bahwa itu hampir tidak memiliki pengaruh yang nyata. Proyek Area Chicago tidak berusaha untuk merubah status quo secara politis, tidak juga menyerang pembagian kekuatan. Itu hanya berusaha untuk membantu orang-orang menanganinya, dan menghadapinya, situasi yang sudah ada. Untuk alasan ini beberapa (untuk contoh Heidonsohn (1989)) membantah bahwa itu tidak akan pernah berhasil.
            Di Inggris, proyek lain telah melakukan pendekatan yang sama tetapi dengan cara yang sedikit berbeda dalam memecahkan masalah. Sebagai contoh, Alice Coleman(1985) melakukan pendekatan ekologis dalam mempelajari desain masalah dalam perumahan sektor publik. Colemen menyatakan bahwa desain area dapat menimbulkan tingkah laku buruk yang mungkin dapat melibatkan kriminalitas. Karena itu, sampai pada hal yang lebih jauh dari Shaw dan McKay, ia menyatakan bahwa lingkungan menentukan kriminalitas, dan idenya adalah sangat positif. Ia menerima 3 desain faktof yang memfasilitasi kriminalitas – anonimitas; kekurangan pengawasan; dan pelarian yang mudah (yang telah dikemukakan sebelumnya oleh Newman (1982)). Ia menyatakan bahwa desain, terutama dalam perumahan sektor publk dan perumahan real estate, harus peduli untuk memberikan karakter/ciri area dan memperbolehkan pengawasan yang mudah. Ia dan tim penelitinya dari King’s College London membuat rekomendasi tertentu yang lebih spesifik tentang perumahan sektor publik:
(a)   Tidak ada lagi rumah susun yang harus dibangun.
Ini nampaknya penting karena studi memiliki hubungan dengan berbagai faktor buruk, termasuk tingkah laku yang buruk dan tindak kriminal tertentu, dengan jumlah penduduk per pemukiman, jumlah penduduk per blok, dan jumlah per tingkat.
(b)   Desain harus memiliki penampilan yang jauh lebih stabil.
Ini adalah dianjurkan karena item seperti trotoar diatas dan penggunaan tempat yang tidak berguna memiliki hubungan dengan tingkah laku yang buruk dan tindak kriminal. Setiap penduduk atau setiap blok dari flat/rumah susun harus memiliki kebun/taman tertutup tersendiri daripada membiarkannya sebagai tempat kosong yang terbuka.
(c) Setiap rumah susun dan perumahan real estate yang ada harus diubah untuk menghilangkan penampilan desain yang terburuk dan menghilangkan pengaruh buruk mereka.
Coleman menarik perhatian tertentu pada pengaruh yang kuat dari desain faktof ini dimana terdapat anak-anak yang tinggal di area. Hasil pekerjaannya telah diterima secara luas, dan ia telah menghasilkan sejumlah divisi/distrik (pembagian wilayah) di Inggris dan di kepolisian Metropolitan, merancang area perumahan baru dan mendesain ulang blok dari rumah susun untuk mengurangi pengaruh mereka pada kriminalitas. Ia telah berhasil dengan baik pada sejumlah proyeknya. Di perumahan estate Lisson Green, penghilangan trotoar diikuti dengan penurunan 50% tingkat kriminal, dan penurunan itu tetap dipertahankan sampai minimal satu tahun (Coleman (1988)). Keberhasilan yang paling menonjol terdapat pada Lea View estate, dimana tingkat kriminal turun dari tingkat yang sangat tinggi sampai hampir mencapai nol ketika saran desainnya diterapkan. Mereka tetap bebas kriminal selam 4 tahun. Dalam hal yang sama di Wigan House estate, dimana peningkatan ini tidak ada, tidak terdapat penurunan drastis semacam itu dalam hal tingkat kriminal (Coleman (1988)).
11.2.5. Menilai pendekatan ekologis
Pendekatan ekologis nampaknya memiliki ketertarikan yang populer. Orang-orang yang tinggal di setiap kita biasanya menghubungkan area tertentu dengan kriminalitas. Tempat tinggal di area yang tinggi tingkat kriminalitasnya, terutama rawan atau yang merasa paling rawan (seringkali orang tua dan wanita), memahami kriminal sebagai suatu faktor utama yang mempengaruhi hidup mereka dan menguasai aktivitas mereka. Hampir semua tulisan autobiografi yang ditulis oleh kriminal pria menyebutkan satu bagian tentang area yang mereka jadikan dasar, dan cenderung untuk menghubungkan itu dengan kriminalitas mereka sendiri. Ide ekologis juga memberikan pengakuan ofisial/resmi. Lord Scarman menyebutkan lingkungan, perumahan dan lokasi kota bagian dalam sebagai bagian dari alasan untuk kerusuhan Brixton pada tahun 1981. Fakta ini, bersamaan dengan beberapa bukti statistik, secara kuat menyarankan bahwa terdapat pengetahuan yang dapat diperoleh dengan mempelajari area dengan tingkat kriminal yang tinggi untuk melihat apakah faktor dapat diidentifikasikan yang mempengaruhi tingkat kriminalitas.
            Ini tidak secara langsung untuk menerima bahwa studi ekologi adalah benar dalam pendekatan atau pada hasil mereka. Batas kegunaan dari penelitian ini harus selalu diketahui. Itu hanya benar-benar studi kriminalitas jalanan atau kriminalitas publik, dan tidak pernah dialamatkan pada kriminalitas yang lebih rahasia atau pribadi tentang pelecehan anak atau kejahatan domestik. Tidak juga mengalamatkan kriminal yang dilakukan oleh atau terhadap bisnis komersial dalam area ini. Itu juga hampir secara eksklusif mempelajari kesadaran akan batasan ini: mereka mungkin menerima bahwa mereka sebagian besar hanya berhubungan dengan kriminalitas anak muda, tetapi sedikit yang menyadari bahwa mereka mempelajari kriminalitas pria. Karena itu hal gender (perbedaan jenis kelamin) atau dasar kekuatan mungkin terlibat adalah tidak dialamatkan. Beberapa cara yang berbeda nampak terlihat ketika melihat autobiografi dari kriminal wanita dimana, bukannya atau sama halnya dalam melibatkan lingkungan dan pengaruhnya pada aktivitas mereka, secara umum melibatkan acuan kepada keluarga.
            Studi ekologis adalah kemudian terikat oleh yang mendasari hampir secara eksklusif pada statistik ofisial. Juga, konsekuensi dari ini adalah jarang memberikan penjelasan yang eksplisit/jelas. Ketiadaan usaha apapun untuk menilai tingkat kebenaran dari kriminalitas, karena itu studi ini terbuka akan usulan bahwa mereka hanya mengukur persepsi dan reaksi ofisial untuk aktivitas pada area tertentu; mereka tidak secara langsung mengukur atau menghubungkan pada aktivitas kriminal oleh mereka sendiri (lihat penjudulan pada Bab 14).
            Jika kita berusaha untuk menilai kontribusi pada pemahaman kriminologis yang dibuat oleh pendekatan ini, batasan ini harus diketahui. Dan juga diharuskan pada kemungkinan perubahan dalam kondisi yang lebih luas dimana banyak dari pekerjaan yang telah menjadi dasar. Sebagai contoh, ikatan tertutup pada anak muda di berbagai studi ini mungkin membuat mereka makin dan makin berkurang pentingnya sebagai usaha yang berarti dari peningkatan populasi, tetapi ini dapat dikatakan dari berbagai teori dari buku ini. Juga, pada saat regenerasi kota bagian dalam terjadi, terdapat suatu perubahan pada lokasi area dengan tingkat kriminalitas tinggi, meskipun alasan untuk keberadaan mereka mungkin tetap sama. Teknologi baru, perubahan metoda produksi industrial, dapat mengurangi konsentrasi dari populasi di kota. Perubahan demografik semacam itu telah dimulai, contohnya populasi London telah berkurang sejak tahun-tahun sulit, dan populasi dari area yang paling keras di Inggris dan Wales telah meningkat selama tahun 1980-an, seringkali membalikkan kecenderungan yang telah telah bertahan selama lebih dari satu abad. Meskipun demikian, kota mungkin tetap mempertahankan segala jenis konflik sosial – kerusuhan, kriminal, dan masalah rasial, juga pada sebagian besar konflik dan demonstrasi buruh. Penelitian dalam tingkat kriminal dari area kota adalah karena itu mungkin tetap mempertahankan lingkaran yang penting tentang studi di masa depan.
            Ide yang dijelaskan dalam studi ekologi telah mengarah kepada berbagai perubahan praktis. Bagian terakhir berhubungan dengan sedikit dari hal ini, tetapi itu juga penting untuk menyebutkan skema pengawasan lingkungan perumahan yang digunakan secara luas dan kebijakan komunitas, yang sebagian motif dan rasionalitas mereka telah diambil dari pendekatan ekologis. Mengabaikan beberapa keberhasilan dalam hal perubahan skema atau desain semacam itu memiliki, dalam kasus tertentu, mengurangi tingkat kriminalitas, terlalu banyak menekankan pada tipe faktor ini mungkin memiliki beberapa tampilan yang tidak mengenakkan. Ini terutama adalah dalam kasus dimana itu mengarahkan kepada suatu bentuk penyalahan korban – katakanlah kriminal adalah terjadi karena korban adalah ceroboh (lihat 5.6). Dengan keraguan ini, beberapa perubahan telah menjadi cukup berhasil.
            Mungkin implikasi yang paling penting dari pekerjaan Shaw dan McKay berdasarkan tidak sebagian besar hanya pada area ekologis saja, tetapi cenderung pada fakta bahwa mereka memperkenalkan atau memperkuat dua ide dalam pengetahuan kriminologi yang diterima: dimana yang menghubungkan kontrol sosial dan kriminalitas; dan bahwa dukungan budaya untuk tingkah laku. Hal pertama dari ide ini adalah sebagian diperkenalkan oleh Durkheim, yang pekerjaannya akan dibahas dalam bab berikut, tetapi secara lengkap dijelaskan oleh para teoritis kontrol yang pekerjaannya akan dibahas dalam Bab 13. Ide kedua adalah suatu kombinasi dari teori pembelajaran sosial, yang dibahas dalam Bab 10, dan teori budaya dan sub-budaya, yang akan dibahas dalam bagian berikutnya dan Bab 12.
11.3.    KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN

11.3.1. Kemiskinan dan ketidakseimbagnan ekonomi atau pendapatan
Para teoritis menyebutkan pada bagian terakhir menghubungkan kriminalitas dengan disorganisasi/ketidakteraturan sosial. Secara umum, area dimana mereka menemukan disorganisasi sosial juga adalah yang paling miskin, tetapi mereka gagal untuk membuktikan bahwa itu adalah lebih pada disorganisasi daripada kemiskinan yang menyebabkan kriminalitas. Pada kenyataannya, mereka tidak berusaha untuk memisahkan dua faktor itu. Seperti yang disebutkan diatas, pada saat Saisbury (1955) telah memisahkan elemen ini ia menemukan kriminal berhubungan lebih dekat dengan kemiskinan daripada disorganisasi sosial.
            Hubungan antara kemiskinan dan kriminalitas tidak se-simple penemuan Sainsbury anjurkan. Jelasnya, kemiskinan saja tidak merupakan penyebab kriminalitas, dimana terdapat banyak suku dan orang-orang yang secara materi sangat miskin tetapi tidak memiliki tingkat kriminal yang tinggi. Satu hipotesis yang mungkin adalah bahwa kemiskinan adalah hanya suatu faktor utama dalam kriminalitas jika kemakmuran dianggap status tinggi dalam lingkungan masyarakat, dan/atau jika itu mengarah kepada beberapa kelompok atau individu yang kehilangan kebutuhan hidup. Terikat dengan ini terdapat dua faktor yang behubungan – keseimbangan ekonomi atau pendapatan, dan dalam hal serba kekurangan. Ketidakseimbangan ekonomi atau pendapatan muncul dimana terdapat suatu perbedaan substansial/penting antara tingkat materi atau pendapatan dari orang yang minimal dalam suatu lingkungan dan yang berasal dari kelompok lain. Itu adalah gap/jarak antara yang kaya dan miskin dimana itu adalah penting: itu tidak secara langsung dimana terdapat kemiskinan yang mutlak (jika kita dapat definisikan hal semacam itu) dalam lingkungan masyarakat. Implikasinya adalah bahwa dalam suatu lingkungan dengan distribusi yang relatif seimbang, meskipun jika setiap anggotanya lebih miskin, tingkat kriminal akan lebih rendah. Beberapa penulis (seperti Stack (1984)) berusaha untuk menjelaskan hubungan yang lebih dekat dengan menyatakan bahwa itu tidak hanya ketidakseimbangan itu sendiri yang mempengaruhi tingkat kriminalitas, tetapi perasaan dimana ketidakseimbangan semacam itu adalah tidak adil (contoh, serba kekurangan). Ini terutama adalah mungkin meningkatkan dalam lingkungan masyarakat dimana keberhasilan secara materi adalah dikedepankan sebagai tujuan yang dapat diterima dan masyarakat adalah secara ofisial diberitahukan bahwa individu adalah sama. Kebingungan muncul dimana asumsi kemiskinan adalah dibahas tanpa mempertimbangkan aspek semacam ketidakseimbangan pendapatan dan dalam hal serba kekurangan.
            Sebagian besar dari teori yang dianggap suatu penghubung yang simple antara kriminal dan kemiskinan adalah lebih tua dan telah secara umum di-diskreditkan (diabaikan). Sekarang teori yang mungkin adalah hubungan yang mungkin antara kriminal dan ketidakseimbangan ekonomi atau pendapatan. Box (1987) menyatakan 16 studi yang dilaksanakan antara tahun 1974 dan 1985. 11 dari studi itu menemukan suatu hubungan statistik yang dekat antara ketidakseimbangan pendapatan dan kriminal. 5 lainnya yang tidak semuanya berhubungan dengan bunuh diri. Box menyimpulkan bahwa untuk kriminal selain bunuh diri nampaknya merupakan suatu hubungan yang sangat kuat, yang mungkin bahkan merupakan hubungan sebab-akibat, dengan keseimbangan. Selain itu, ia mengutip pernyataan Carroll dan Jackson:
Ketidakseimbangan memiliki pengaruh sebab-akibat yang kuat pada tingkat kriminal … (meskipun) … pengaruh dari ketidakseimbangan dari kriminal terhadap orang tidak sedekat dengan pengaruh pada perampokan. (Box (1987) h. 88, mengutip Carroll dan Jackson (1983), h.186).
Bahkan pengecualian dari bunuh diri telah dipertanyakan. Vold dan Bernard (1986) mengacu pada 6 studi yang menunjukkan suatu hubungan yang jelas antara ketidakseimbangan sosial dan bunuh diri, tetapi lebih lemah daripada hubungan dalam hal pelanggaran properti (kepemilikan).
            Bukti dari studi ini menyatakan bahwa sebagian besar kriminal adalah berhubungan dengan ketidakseimbangan ekonomi dan pendapatan. Studi tersebut tidak secara umum menyatakan bahwa hubungan statistik yang dekat adalah hasil dari perasaan ketidakadilan atau dalam hal serba kekurangan, tetapi nampaknya mengacu langsung pada kemungkinan ini. Karena itu kondisi serba kekurangan akan dibahwas dalam bab berikut (bagian 12.2) dimana teori pembatas disebutkan.
11.3.2. Pengangguran
Pengangguran juga adalah berhubungan dengan kemakmuran atau kekurangan dari hal itu. Pengangguran adalah suatu indikator dari keberadaan ekonomi umu di suatu Negara, dan juga keseimbangan distribusi dari kemakmuran. Pengangguran biasanya meningkat dalam masa depresi, dan berkurang dalam masa kemakmuran dan pertumbuhan. Jika kriminal meningkat sejalan dengan pengangguran, ini mungkin menunjukkan suatu perasaan perlakuan ketidakadilan (‘mengapa saya harus kehilangan pekerjaan saya?’), tetapi itu juga mungkin menunjukkan bahwa hasil ketidakseimbangan dalam posisi ekonomi, fakta yang benar-benar tentang kemiskinan, atau pembedaan dan waktu luang yang mungkin menjadi faktor dalam penilaian. Apakah terdapat suatu hubungan antara kriminal dan pengangguran?
            Adalah tidak mengejutkan, tidak terdapat jawaban yang simple dari pertanyaan ini. Studi yang mencari data penangkapan atau pengakuan dan hubungan mereka dengan pengangguran seringkali menemukan suatu hubungan yang relatif dekat. Glaser dan Rice (1959), sebagai contoh, menemukan bahwa pada masa tingkat pengangguran yang tinggi yang dicatat dari kriminal dewasa, (antara usia 20 dan 45 tahun), terutama untuk pelanggaran properti, meningkat. Mereka kemudian menemukan bahwa kriminal usia muda dikurangi selama periode ini, suatu penemuan yang mereka hubungkan dengan keberadaan orangtua dirumah untuk mengontrol anak-anak mereka. Studi lain telah menolak kesimpulan terakhir itu, dan tentu saja menunjukkan bahwa itu adalah dalam kelompok anak muda dimana kriminal adalah sangat dekat berhubungan dengan pengangguran. Diantara anak muda dan dewasa yang baik pengangguran dan kriminal adalah nampaknya tidak memiliki pengalaman kerja dan karena itu prospek mereka adalah rendah; tanpa ada kesalahan dari mereka sendiri mereka mungkin merasa tidak berguna dan merasakan kemarahan yang besar pada posisi semacam itu dimana mereka adalah lebih mungkin untuk mengalami penangkapan, penuduhan dan pendakwaan. Beberapa ketidaksetujuan dari ini bahwa hubungan menyebutkan lebih tentang agen/hal kontrol daripada tentang kriminal (lihat Box (1987)); itu menyebutkan lebih mengapa orang-orang ditangkap daripada tentang mengapa orang melakukan kriminal.
            Studi lain adalah tidak konklusif. Beberapa, seperti Danziger dan Wheeler (1975), menemukan bahwa kriminal (mereka mempelajari berbagai penyerangan, perampokan dan pencurian yang mengganggu/membahayakan) tidak berhubungan dengan pengangguran. Lainnya, seperti peneliti Inggris Brenner (1978), melaporkan suatu hubungan yang signifikan antara kriminal dan pengangguran. Meskipun demikian, dalam menganalisa studi ini, Crow dkk., (1989), Box (1987), Vold dan Bernard (1986) dan Long dan Witte (1981) semuanya menyimpulkan bahwa dalam hal kriminal dan pengangguran adalah berhubungan; dimana hubungan ini adalah tidak secara konsisten kuat; dan bahwa itu mungkin yang paling kuat dan paling konsisten dalam kasus pria/anak muda.

11.3.3. Evaluasi dari teori tentang kemiskinan dan pengangguran
Sekarang terdapat penerimaan yang luas dimana terdapat hubungan yang kuat antara kriminalitas dan ketidakseimbangan ekonomi atau pendapatan; dimana terdapat kemungkinan suatu hubungan antara kriminal dan pengangguran; dan dimana hubungan ini adalah yang paling kuat pada kasus pria/anak muda. Semua dari hal ini menuju penjelasan mengapa proyek komunitas yang dilaksanakan oleh Shaw dan McKay di Chicago tidak berhasil dalam mengurangi kriminal (lihat 11.2.4) – itu tidak berusaha untuk merubah kondisi sosial dan ekonomi, tetapi hanya berusaha untuk mengajari orang-orang untuk menghadapi masalah ini. Jika kesimpulan yang disebutkan diatas adalah benar, Proyek Area Chicago adalah menuju kegagalan karena itu tidak berusaha untuk mengalamtakan kebutuhan akan distribusi yang lebih dan lebih adil lagi dalam hal kemakmuran dan kesempatan (dalam pekerjaan tertentu). Beberapa akan mendebat bahwa statistik secara jelas menyatakan bahwa dalam suatu lingkungan masyarakat yang relatif ramah/bersahabat kriminal akan dapat dikurangi, dan bahwa ini tidak berhubungan dengan tingkat mutlak dari kemiskinan atau kemakmuran dari orang-orang dalam suatu lingkungan semacam itu.
11.4   KELAS BUDAYA YANG LEBIH RENDAH
11.4.1. Pendahuluan
Teori psikologis sebelumnya dalam bab ini menjelaskan beberapa pandangan dalam hubungan antara kriminal dan faktor sosial dalam dua sisi yang sangat berbeda – ekologi (terutama disorganisasi sosial), dan distribusi/pemerataan kemakmuran. Bagian ini mengamati beberapa teori dalam hal kriminal adalah berhubungan dengan orang-orang dalam lingkungan masyarakat, tidak sebagai individu tetapi sebagai kelompok kolektif, dan dalam hal kehidupaan dari kelas-kelas tertentu, terutama kelas yang lebih rendah atau pekerja. Pada pendekatan semacam itu, adalah kelas budaya yang lebih rendah saja yang menyebabkan kriminalitas. Alasannya adalah bahwa, dengan membandingkan dengan nilai kelas yang lebih rendah, individu akan melanggar hukum. Hasil kerja tiga kriminolog, satu Amerika, dua Inggris, akaan secara singkat dibahas.
11.4.2. Miller
Walter Miller, seorang penulis Amerika, menunjukkan bahwa ide dimana nilai kelas pekerja melibatkan subbudaya anak muda. Ia menyatakan bahwa terdapat nilai pekerja atau kelas yang lebih rendah yang berbeda, beberapa diantaranya adalah cukup berbeda dari nilai kelas menengah berdasarkan dimana sistem legal kita adalah dijadikan dasar. Hubungan dnegan nilai kelas yang lebih rendah dalam beberapa contoh kurang lebih secara langsung menuju untuk pelanggaran hukum. Siapa saja yang dibesarkan dan tingkahlaku dalam norma kelas yang lebih rendah adalah sangat mungkin untuk mengarah untuk melanggar beberapa aspek dari hukum (Miller (1985)).
            Miller menyebutkan konsep 6 kunci, atau ia sebut sebagai ‘masalah loka’, seperti ringkasan dari kelas yang lebih rendah. Keenam hal ini membutuhkan keterlibatan emosi tingkat tinggi dari kelas yang lebih rendah. Mereka dapat diurutkan sebagai berikut:
  1. Masalah – suatu keinginan untuk mengindari masalah tetapi suatu penghargaan bagi siapa saja yang berani mengambil resiko untuk masuk kedalam masalah.
  2. Maskulitas atau menjadi berani – termasuk konfrontasi atau konflik fisik yang seringkali ilegal.
  3. Menjadi cerdik atau mampu untuk tetap didepan secara mental dari orang lain dalam mendapatkan status tanpa membutuhkan konfrontasi fisik.
  4. Kepuasan – dapat mencakup mengambil resiko dalam melakukan kriminal.
  5. Kekuatan akan nasib – merasakan bahwa mereka kekurangan kontrol terhadap hidup mereka.
  6. Otonomi/wewenang – suatu keingingan untuk mandiri dari kontrol eksternal seperti boss, orangtua dll.
Miller tidak memberikan penjelasan mengenai asal nilai sosial ini. Semua yang dia kerjakan adalah untuk menandai eksistensinya dan menjelaskan bahwa dengan mengkonfirmasikan kepada mereka akan menyebabkan kriminalitas. Dia jugamerujuk pada faktor-faktor lainnya. Dia mencatat, misalnya, hal ini lumrah pada rumah tangga yang berkelas rendah ayahnya tidak ada, sering dia telah melanggar hukum kriminal. Kehidupan di rumah merupakan lingkungan yang didominasi perempuan yang, dia katakan, menuntun anak-anak kelas rendah mencari model peranan laki-laki di luar rumah. Mereka sering menemukannya di geng-geng jalanan yang Miller sebut ‘one sex peer unit’. Geng-geng ini mengambil bagian dalam kegiatan yang  mendukung ‘konsen penting’ kelas rendah dan memberikan pemuda rasa memiliki dan status.
11.4.3. Mays 
Dari sudut pandang yang serupa, Mays (1954, 1968 dan 1975) seoarang analis British di bidang ini, meperdebatkan bahwa pada daerah-daerah tertentu, khususnya daerah urban yang lebih lama, para penghuninya memberikan andil sejumlah sikap dan cara berperilaku yang mempredisposisikan mereka dengan kriminalitas. Oleh karena itu, kultur kelas yang lebih rendah bukan merupakan kriminal yang disengaja; hal ini hanya suatu sosialisasi yang berbeda yang, pada saatnya, terjadi menjadi berlawanan dengan aturan hukum. Dia melihatnya bukan sebagai gejala ketidakteraturan tetapi lebih sebagai subkultur yang sangat sesuai. Masalah ini muncul karena subkultur berada dalam konflik dengan aspek kultur negara secara keseluruhan, khususnya yang dilindungi dalam sistem yang legal. Kriminalitas, khususnya kejahatan anak-anak,oleh karena itu tidak terlihat sebagai pemberontakan kesadaran melawan nilai-nilai kelas menengah. Kejahatan muncul dari subkultur kelas kerja alternatif yang telah diadopsi  dan diganti selama bertahun-tahun dengan cara tertentu kekuatan yang bergerak tidak pernah melanggar aturan kriminal tetapi kadang-kadang hasilnya memang demikian. Dia mengatakan :
Tampaknya bagi saya waktu luang yang berlebihan, tidak adanya model orang tua yang memadai  dan perawatan, adanya   kriminal dewasa yang diketahui didaerah tersebut dengan anak-anak sendiri yang berkeinginan untuk menguji dirinya sendiri dengan tindakan keberanian, keberania bertindak dan berbahaya, merupakan penjelasan yang memadai untuk prilaku kejahatan yang terdapat pada anak-anak setelah meninggalkan sekolah dan hampir pasti terbentuk dalam karakter Meys 1975 hal 63 juga lihat mays 1968 dan 1975.
Seperti Miller. Mays tidak dapat membahas asal nilai sosial kecuali dalam pengertian negatif yang dikatakan bahwa ia bukan merupakan reaksi atas nilai-nilai kelas menengah. Atau secara lebih positif hal ini merupakan seperangkat nilai yang paling cocok dengan kebutuhan sosial dari sektor masyarakat tersebut.
11.4.4. Moris
            Ahli teori yang ketiga adalah Terence moris (1957) yang pada dasarnya adalah seorang ekologi. Dia memeperdebatkan bahwa kejahatan sosial terkait dengan kelas yang lebih rendah, dan hal ini merupakan karakteristik kelas yang kriminalitas. Perilaku anti sosial terdapat di seluruh masyarakat dan terdapat di semua kelas, tetapi dengan cara diekspresikan berbeda dan tergantung pada keanggotaan kelas khusus. Kriminalitas, dia melihat sebagai ekspresi kelas rendah secara umum (Moris 1957)
            Hal ini karena seluruh proses sosialisasi di kelas rendah banyak kemungkinan menghasilkan kriminalitas dari pada proses yang sama pada kelas menengah bawaan rumah pada kelas menengah dikontrol oleh keluarga tersebut sangnat teratur,dan hampir semua aktifitas dipusatkan di seputar rumah dan keluarga. Pada kelas yang lebih rendah bawaan anak dari usia muda, sekitar 3 atau 4 tahun dipisah antara keluarga dan rumah  di satu pihak dan kelompok bermain dan  kenalan jalanan di lain pihak. Anak-anak kelas kerja kemungkinan memiliki  bawaan yang teratur dan diantar keluar untuk bermain di jalan. Oleh karena itu kelompok bermain berpengaruh sangat kuat dari  usia lebih awal. Seperti Miller dan Mays si mengungkapkan kultur kelas yang lebih rendah sebagai pendorong keinginan untuk memperoleh dengan cepat kebutuhan materi dan fisik: kontrol diri dan tujuan menjadi kurang umum. Sepontanitas dan agresi merupakan elemen signifikan dalam hidup ini lebih jauh dia memperdebatkan bahwa kehidupan rumah pada kelas-kelas pekerja kemungkinan lebih berat karena masalah ekonomi. Jika orang-orang tua menyelesaikan kesulitan-kesulitan ini maka masalahnya mereka menyebabkan anak-anak menjadi minimal, tetapi orang tua sering tidak bisa menyesuaikan dengan baik hal ini memberikan peningkatan terhadap peran orang tua yang dapat menjadi berbahaya bagi anak-anak dan akan mendukung mereka  lebih jauh untuk melarikan diri kejalanan di mana kelompok bermain memiliki pengaruh yang lebih besar kontrol atas anak-anak muda ini didalam masyarakat mereka sendiri terabaikan: mereka hanya datang untuk dikontrol ketika mereka melakukan kejahatan dan sistem kontrol resmi masuk  pesan utama Moris adalah  bahwa seluruh etos kelas pekerja lebih berorientasi kearah kriminalitan dan perilaku  anti sosial.
11.4.5. Evaluasi
            Setiap teori dari ketiga teori ini mengalami cacat umum. Mereka memprediksi terlalu banyak kriminalitas dan tidak dapat memperhitungkan perilaku ketaatann hukum  di dalam kelas rendah.   Juga terdapat prediksiimplisit bahwa individu akan terus melakukan tindak kriminal, atau setidak-tidaknya dukungan mereka atas tindakan demikian adalah  diseluruh kehidupan mereka. Hal berkonflik dengan temuan luas bahwa sebagian besar kejahatan orang-orang berkurang pada usia diatas 20 tahun. Pendekatan ini menbawa asumsi implisit bahwa seseorang yang tersosialisasi dan secara firtual tidak mampu berfikir di luar kendala sosialnya: jika kelompok sosial kejahatan menerima kejahatan sebagai normal dan alami  individu berparsitipasi secara pasif. Kritik berlawan dengan argumen ini dan dikatakan bahwa individu biasanya memerlukan alasan atau motifasi untuk bertindak.
            Mays berupaya untuk menjawab kriitik dengan menjelaskan bahwa orang-orang yang hidup di kelas rendah adalah non kriminal, atau orang-orang yang berkeinginan untuk melindungi anak-anaknya mereka dari kejahatan, tidak membiarkan anak mereka memiliki nilai kelas rendah penuh atau setidak –tidaknya tidak menjadi orang-orang yang menjadi kriminal. Ini merupakan konsesi yang meninggalkan penjelasan asal. Mays terus menjelaskan bahwa orang-orang yang memegang nilai- nilai kelas rendah penuh, mungkin melakukan yang paling banyak komit terhadap tindakan kriminal, tetapi hanya terdapat sejumlah kecil. Dia tampaknya mengatakan bahwa jenis pertahanan tertentu merupakan pemikiran yang normal meskipun mereka dapat dengan mudah mendeteksi, mereka tidak menarik perhatian dari sebagian kecil masyarakat  dan begitu pula kemungkinannya seperti yang dilaporkan.
            Jika pertahan yang ditawarkan oleh Mays memberikan sedikit perlindungan pemikiran dasar yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kultur kelas yang rendah, ada sejumlah dukungan terhadap pandangan bahwa kelas pekerja terbentuk atas dua kelompok yang luas, salah satu tetap berada pada nilai kelas menengah sedangkan yang lainnya tidak. Studi britis yang dilalukan oleh Universitas Notingham dan dipublikasikan sesara internal pada tahun 1954 dengan judul The Sosial Background of Delinquency mempelajari kota pertambangan di Midlands di mana para periset menyebutnya Radby. Mereka menemukan bahwa jalanan dan rumah dengan bentuk ekonomi dan sosial memiliki tingkat kejahatan yang sangat berbeda. Mereka mendokunentasikan dua jenis keluarga  yang terdapat pada kelas pekerja di kota ini. Pertama menerima kejahatan dan sering anggota kelompok ini memiliki catatan kriminal; mereka menerima nilai kelas rendah (keluarga ini ditemukan hidup di kedyke ). Ke dua tidak menerima kejahatan dan sacara firtual tidak menjadi anggota kejahatan; mereka tidak menerima nilai-nilai kelas rendah. (Keluarga ini tinggal di jalan gladstone).  Meskipun elemen-elemen ini terdapat pada jalan yang terpisah seperti yang terjadi di radby, Mays beragumen bahwa mereka juga dapat saling berdampingan di jalan yang sama, dan hal ini dia melihat kemungkinan secara khusus terjadi di kota-kota besar.
            Semua pendekatan ini mengalami minimalnya dua keraguan. Pertama terdapat kebingungan antara daerah dan kelas yang sering digunakan sebagai istilah yang dapat dipertukarkan lebih banyak atau lebih sedikit. Kedua secara lebih fundamental terdapat kebingungan yang muncul atas perlakuan implisit kelas pekerja yang membentuk kelompok yang lebih besar atau kurang homogen. Bahkan pada abad kesembilan belas ahli sejarah telah mengenali eksistensi aristrokrasi tenaga kerja,  misalnya keinginan yang kuat adalah untuk penghormatan. Terkini seluruh konsep nilai kelas pekerja sering dipertanyakan. Tapi untuk tujuan kami, kami hanya memerlukan catatan bahwa bahaya memasuki homogenitas merupakan sesuatu yang umum. Untuk memasukannya dengan cara yang lain:
            Tidak setiap orang di negara katolik  adalah religius, bahkan tidak pula religius selalu berada pada masa atau pengakuan, (Heidenson 1989 hal 21).
Tentunya pada kelas kriminal (jika memang terdapat demikian) tidak setiap orang perlu menjadi kriminal, tidak pula  kriminal secara konstan terlibat dalam kejahatan.
11.5.    Kesimpulan 
            Yang pertama dari dua teori dalam bab ini, (ekologi dan kemiskinan dan pengangguran) berkaitan dengan kriminalitas fakta sosial dan ekonomi objektif. Mereka mengklaim untuk membuktikan bahwa kejahatan secara statistik berkaitan dengan kemiskinan atau distribusi kekayaan, atau dengan disorganisani sosial. Insiden mengenai kaitan statistik ini berkaitan dengan tentu saja sangat penting, tetapi  berarti bahwa  terdapat kaitan kausal yang langsung. Satu keberatan muncul kelemahan dasar statistik khususnya yang akan datang mengenai statistik resmi kejahatan. Yang lainnya adalah bahwa kaitan statistik tidak memadai untuk manetapkan apakah kaitan kaosal yang sebenarnya dengan kemiskinan, dengan ketimpangan relatif atau dengan sejumlah faktor lainnya. Bagian dari hubungan kaosal ini dapat diikat dengan perasaan yang tidak fair  yang dapat menetapkan individu pada posisi tertekan kendala akan dibahas pada bab berikutnya ( bagian 12.2 ). Terdapat keberatan yang serupa terhadap penerimaan umum klaim sekolah cicago bahwa terdapat kaitan yang erat antara misorganisasi sosial dan kriminalitas. Perangkat teori final terlatak  pada kaitan antar kriminalitas dan nilai kelas rendah. Klaim disini asalah bahwa sektor-sektor masyarakat uang berbeda hidup dengan aturan yang berbeda pula, dan sejumlah nilai dari sejumlah sektor adalah kriminal. Dimanapun dari aturan-aturan ini didefinisikan dengan tepat atau dibuktikan ada.
            Dari ketiga bidang ini bahkan dimana terdapat koneksi statistik yang kuat, bahwa tidak mungkin membuktikan suatu hubungan kausal. Untuk melakukan demikian, pada permulaannya akan memerlukan sejumlah alasan mengapa pengaruh-pengaruh ini menyebabkan orang ke arah kriminalitas. Teori-teori ini sedang membangun penghalang dari struktur yang lebih elaborasi yang dapat dibentuk.