PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PERKEMBANGAN
KEJAHATAN TRANS NASIONAL DAN UPAYA
PENANGGULANGANNYA OLEH POLRI
I.
POKOK PERMASALAHAN
Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap perkembangan
“Trans National Crime” dan apa upaya yang dilakukan Polri dalam menanggulanginya
?
II.
POKOK-POKOK PERSOALAN
1.
Bagaimana pengaruh negatif globalisasi dan perkembangannya ?
2.
Bagaimana perkembangan “Trans Nastional Crime” yang terjadi di
Indonesia ?
3.
Bagaimana upaya Polri dalam mengantisipasi perkembangan “Trans
National Crime” sebagai akibat pengaruh globalisasi ?
III.
POKOK-POKOK PEMECAHAN PERSOALAN
1.
Pengaruh Negatif Globalisasi dan Perkembangannya
a.
Pengertian umum.
Globalisasi berasal dari kata “Global” yang
berati secara umum dan keseluruhan ; taksiran secara bulat ; secara garis besar
; meliputi seluruh dunia. Globalisasi berarti proses menuju ruang lingkup dunia
atau proses mendunia yang tidak
terbatas oleh batas-batas negara (borderless) maupun oleh waktu (timeless).
Istilah
globalisasi dan pasar bebas sekarang sangat popular. Namun, tampaknya orang
tidak menyadari bahaya yang terkandung dalam gagasan yang sekarang
dikampanyekan oleh kaum neoliberal. Tidak banyak yang memahami bahwa
gagasan globalisasi dan pasar bebas itu pada hakekatnya adalah bentuk baru
dari perkembangan kapitalisme.
Di masa
lalu, untuk menjamin tersedianya bahan baku dan pasar bagi barang-barang yang
yang diproduksinya, maka kapitalisme berubah menjadi imperialisme
dan kolonialisme. Akan tetapi, sama halnya dengan bentuknya yang lama,
imperialisme dan kapitalisme, kolonialisme bentuk baru sekarang ini berwujud globalisasi
dan pasar bebas yang sudah hampir dipastikan akan juga menghasilkan
penghisapan dan penindasan, atau setidak-tidaknya terjadi kesenjangan sosial
ekonomi yang jauh dan dalam antara si kaya dan si miskin.
b.
Perkembangan globalisasi.
Globalisasi sering dikaitkan dengan demokratisasi
politik atau leberalisasi ekonomi, atau semacam glasnots dan perestroika
di Rusia yang dipopulerkan oleh pemimpin Rusia Gorbachev yang memelopori
revolusi damai negeri Beruang Merah.
Pengertian globalisasi yang meliputi demokratisasi politik dan atau
liberalisasi ekonomi adalah benar adanya, dimana hal ini ditandai dengan : (1)
wacana memasuki era ekonomi dunia perdagangan bebas ; (2) kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya yang menyangkut teknologi tinggi
informasi, telekomunikasi, dan transportasi, yang telah menyebabkan dunia
seolah-olah tanpa batas ; (3) kebebasan berkreasi dan mengeluarkan pendapat
dalam proses demokratisasi ; (4) tuntutan keadilan, penegakan hukum dimana
hukum dijadikan sebagai panglima (supremasi hukum), tuntutan pelestarian
lingkungan hidup dan menjunjung tinggi serta menegak-hormati hak asasi manusia.
Perkembangan globalisasi yang menuntut dan berakibat terhadap keterbukaan
dan transparansi serta tuntutan akuntabilitas publik dari
penyelenggara pemerintahan dalam segala aspek kehidupan, disamping telah
memberi dampak positif juga memberikan dampak negatif. Dampak negatif tersebut
menyangkut aspek kehidupan sosial dan budaya serta aspek keamanan, yakni
timbulnya berbagai jenis kejahatan Trans Nasional.
c.
Pengaruh negatif globalisasi.
Kemudahan-kemudahan
dalam segala aspek kehidupan sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya teknologi komputer, internet, informasi dan komunikasi
serta transportasi, telah menyebabkan mudahnya melakukan berbagai interaksi
ekonomi, bisnis dan kegiatan lainnya dengan memanfaatkan media tersebut, yakni
media kumputer yang dihubungkan dengan komputer lain melalui sarana internet
(satelit), dengan menggunakan saluran komunikasi telepon.
Dampak globalisasi
adalah kejahatan yang akan meningkat kualitasnya terutama canggihnya teknologi
yang ada ditambahh dengan sumber daya manusia yang sudah terdidik dan terlatih,
dibarengi dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, beragam variasi kejahatan
memicu timbulnya kejahatan komputer yang semakin hari semakin berkembang.
Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam ketentuan
yang mengatur aksesibilitas berbagai kemajuan Iptek tersebut telah dijadikan
peluang oleh para pelaku kejahatan untuk memanfaatkan celah-celah yang sulit
dijangkau oleh hukum, sementara hasil kejahatan yang diperoleh dapat berjumlah
sangat besar dan hanya memerlukan waktu yang sedemikian singkat, sedangkan
untuk mengungkapnya memerlukan waktu yang sangat panjang dan rumit, karena
menyangkut kendala prinsipil menyangkut kedaulatan negara dan sistem
hukum yang berbeda antara suatau negara dengan negara lainnya.
Begitu hebatnya propaganda kaum neoliberal,
menyebabkan bahaya yang sangat besar dan sudah ada di depan mata tidak tampak
sama sekali. Seperti halnya, bahaya persaingan bebas yang hanya akan
memenangkan pihak yang kuat saja, free fight competition and survival of the
fittest, dan pada tahap berikutnya akan menjadikan jenjang perbedaan antara
yang kaya dan yang miskin menjadi semakin lebar. Sekalipun sebenarnya selalu
dikhawatirkan bahaya kesenjangan tersebut, namun dalam konteks globalisasi dan
pasar bebas, bahaya tersebut seolah-olah hilang sirna denngan sendirinya.
Bahaya proses free fight competition and
survival of the fittest dan berbagai akibat turutannya, seperti proses
akumulasi dan sentralisasi kapital serta proses proletarisasi
kekuatan ekonomi lemah dan menengah, yang merupakan bahaya dasar dari
kapitalisme, sama sekali terlupakan.
Di samping hal tersebut, batas negara dan
yurisdiksi. Kewenangan aparat penegak hukum dalam melakukan kegiatan penegakan
hukum dibatasi oleh suatu wilayah negara yang berdaulat penuh sebagai batas
dari yurisdiksi hukum yang dimilikinya, di sisi lain, para pelaku kejahatan
dapat bergerak bebas melewati batas negara selama dilengkapi dengan dokumen
keimigrasian yang memadai, sehingga sangat sulit bagi suatu negara dalam
mengungkap suatu kasus yang bersifat Trans Nasional.
2.
Perkembangan “Trans National Crime” di Indonesia.
a.
U m u m.
Trans National Crime merupakan salah satu
bentuk kejahatan yang menjadi perhatian internasional dan sangat meresahkan
masyarakat dunia saat ini.
Perkembangan dunia di era globalisasi telah mengubah tata hubungan antar
negara, termasuk kawasan Asia Tenggara. Berbagai perkembangan dan perubahan
yang perlu diamati adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
demikian pesat, terutama perkembangan teknologi informasi / komunikasi dab
transportasi yang telah menyebabkan dunia menjadi transparan.
Segala sesuatu yang terjadi di suatu belahan dunia dapat diketahui
seketika di belahan dunia lainnya. Batas antar negara juga serasa menjadi
kabur, sehingga tak satupun negara yang dapat mengisolasi diri dari pengaruh
negara lainnya dan tidak dapat menutupi apa yang telah dan sedang terjadi di
negerinya.
Kemajuan pesat karena globalisasi. Disamping berdampak positif, juga
mempunyai dampak negatif dalam bidang sosial budaya maupun keamanan,
khususnya kriminalitas. Hal ini ditandai dengan
semakin berkembangnya jenis dan bentuk kejahatan, baik kejahatan konvensional,
berdimensi baru dan kejahatan bentuk baru, dengan berbagai modus operandi.
Kejahatan Trans Nasional sampai saat ini belum ada batasan yang pasti,
namun telah disepakati bahwa yang termasuk kejahatan Trans Nasional
adalah kejahatan-kejahatan yang termasuk dalam konvensi-konvensi internasional.
b.
Aspek kejahatan “Trans Nasional”.
Menurut konvensi PBB, suatu kejahatan dianggap bersifat Trans
Nasional apabila memenuhi kriteria atau prasyarat sebagai berikut :
1)
terjadi di dua negara atau lebih.
2)
terjadi pada suatu negara, tetapi mulai dari persiapan, perencanaan,
pengarahan atau pengawasan berlangsung di negara lain.
3)
terjadi di suatu negara tetapi melibatkan sebuah kelompok kejahatan
terorganisir yang terlibat dalam berbagai kegiatan kriminal di lebih satu
negara.
4)
terjadi di satu negara tetapi memiliki efek penting di negara lain.
c.
Jenis-jenis kejahatan “Trans
Nasional”.
1)
Perdaganagan gelap obat terlarang / Narkoba (Illicit drug trafficking).
2)
Pencucian uang (money laundering)
3)
Terrorisme.
4)
Perdagangan manusia (trafficking in persons : woman, children,
illegal immigrats)
5)
Penyelundupan senjata api (arm smuling)
6)
Pembajakan di laut (sea piracy).
7)
Kejahatan siber (cyber crime).
8)
Pemalsuan uang (counterfeiting).
d.
Perkembangan kejahatan “Trans Nasional” di Indonesia.
Kejahatan “Trans Nasional “ yang terjadi di
Indonesia mencakup kedelapan jenis kejahatan di atas, antara lain :
1)
Perdagangan wanita dan anak-anak (trafficking in person). Bisnis
perbudakan ataupun perdagangan wanita untuk diperdagangkan sebagai pekerja
seksual komersial (PSK) di dalam dan di luar negeri, bermodus operandi
penipuan, dimana kepada para calon dijanjikan akan dipekerjakan di hotel atau
di rumah makan.
Para wanita muda tersebut banyak dipekerjakan di Singapura dan Malaysia
sebagai pembantu rumah tangga ataupun pekerjaan lainnya dan masuk negara
tersebut sebagai tenaga kerja Indonesia illegal (pendatang haram).
Sedangkan yang tidak diberangkatkan ke kedua negara tersebut, dipekerjakan
secara paksa di Batam, Dumai, Tanjung Pinang dan Tanjung Balai Karimun- Riau,
sebagai pramuria yang sekaligus sebagai “pramunikmat” alias WTS.
Penyelundupan TKI secara gelap atau tidak sah ke Singapura dan Malaysia
telah berlangsung sedemikian rupa, melalui berbagai pelabuhan rakyat yang
tersebar di seluruh perairan propinsi Riau, khususnya Batam, Tanjung Pinang,
tanjung Balai Karimun dan Dumai, melalui para tekong. Pengurusan administrasi,
mulai dari pengurusan KTP sampai dengan pembuatan Paspor dikerjakan oleh
kelompok sindikat yang melibatkan oknum RT, RW, Lurah dan Camat sampai dengan
petugas imigrasi, serta sindikat yang berada di negara tujuan.
2)
Pembajakan di laut (sea piracy). Pembajakan di laut juga paling
banyak terjadi di perairan perbatasan antara Indonesia (Riau) dengan
Singapura (Selat Philipe) dan Malaysia (Selat Malaka).
Pembajakan dilakukan tidak hanya mengambil barang-barang berharga milik
penumpang ataubun crew kapal, tetapi yang dibajak adalah kapalnya, yang
dalam waktu singkat telah berganti warna cat, berganti nama lambung kapal dan
berganti surat-surat kepemilikan.
3). Pemalsuan uang (counterfeiting). Pemalsuan di Indonesia sudah
terjadi hampir di seluruh pelosok Indonesia, tidak hanya di kota-kota ibukota
propinsi saja, tetapi juga terjadi di ibukota kabupaten. Pemalsuan dilakukan
mulai dengan cara-cara sederhana dan konvensional, sampai dengan menggunakan
peralatan modern, komputerisasi, mesin cetak dan pewarnaan sistem komputer,
serta menggunakan kertas asli Peruri.
Pelaku pemalsu uang tradisional – konvensional biasanya dilakukan oleh
orang per-orang ataupun kelompok kecil, namun untuk pemalsuan yang dilakukan
secara modern yang menggunakan bahan kertas / plastik Peruri, penggunaan mesin
cetak dan sistem pewarnaan yang komputerisasi, dilakukan oleh sindikat
kejahatan yang terorganisasi secara rapi dan besar, seperti yang terjadi di
Surabaya dan Jakarta yang melibatkan seorang Pamen TNI AD berpangkat Kolonel.
Adapun mata uang Rupiah yang sering dipalsukan adalah pecahan Rp. 10.000,- ,
Rp. 20.000,- dan pecahan Rp 50.000,; serta akhir-akhir ini ditemukan juga
pecahan plastik Rp. 100.000,- palsu.
4)
Terrorisme. Berbagai kejadian yang bernuansa terror, mulai dari ancaman peledakan
sampai dengan peledakan rumah-rumah ibadah, seperti Gereja Santa Anna dan Santa
Maria di Jakarta, peledakan Atrium di Senen, peledakan menjid Istiqlal,
peledakan Gereja HKBP di Batam, percobaan peledakan Gereja di Pangkalan Kerinci
kabupaten Kampar di Riau, peledakan BCA, peledakan bom di depan rumah keduataan
Malaysia dan Filipina dll., merupakan kegiatan aksi terror yang banyak terjadi
pasca kerusuhan Mei 1998.
5)
Penyelundupan senjata api (arm smuggling). Penyelundupan senjata
api, khususnya dari luar negeri ke dalam negeri, maupun antar pulau di Indonesia,
khususnya penyelundupan ke daerah-daerah konflik, seperti Aceh, Ambon / Maluku
dan Papua (Irian Jaya) kerap kali terjadi sebagai bentuk solidaritas kesukuan,
keagamaan ataupun solidaritas ideologi.
Penjualan narkotika jenis ganja dari Aceh yang dijual antar
pulau ataupun dijual ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, hasil
penjualannya dibelikan senjata dan diselundupkan ke Aceh dengan berbagai cara.
Sementara di Ambon lebih banyak dilakukan oleh simpatisan RMS yang berada di
Belanda ataupun di Filipina.
6). Pencucian
uang (money laundring). Para pengusaha judi dan pengedar Narkoba di
Indonesia, khususnya yang membuka usahanya di kota-kota besar, seperti Jakarta,
Surabaya, Medan, Batam dan Bandung, serta kota-kota besar lainnya, dalam mengelola
uang hasil kegiatannya tersebut, disalurkan untuk membuka usaha lainnya,
seperti hotel, diskotik, karaoke, panti pijat, departement store / super
market dan real estat. Para
pengusaha tersebut disamping berada di “belakang layar” dalam menjalankan usahanya,
juga di-backing-i oleh oknum aparat keamanan baik TNI maupun Polri, dan
birokrasi pemerintahan.
7)
Kejahatan komputer (cyber crime). Beberapa permasalahan
penyalahgunaan komputer atau kejahatan komputer yang berakibat terhadap sistem
hukum pidana setidak-tidaknya
dapat digolongkan menjadi dua golongan, antara lain :
a)
Computer-related economic crime, meliputi (1) fraud by computer manipulation, (2)
computer spionage, software piracy and high technology theft, (3) computer
sabotage, (4) theft of services, and (5) unauthorized access to DP-system.
b)
Computer-related infringement of privacy, yaitu penyalah gunaan
komputer yang mengancam hal-hal pribadi atau mengganggu privacy anggota
masyarakat karena adanya expanded possibilities of collecting, storing, accessing,
comparing, selecting, linking, and transmitting data, oleh teknologi
canggih komputer.
8) Perdagangan gelap Narkoba (illicit
drug trafficking). Jaringan peredaran Narkoba meliputi jaringan produksi,
distribusi dan konsumsi. Indonesia tidak hanya sebagai daerah transit dan
pemasaran saja, tetapi sudah sebagai daerah produsen narkotika dan jenis
psikotropika tertentu, seperti ganja, shabu-shabu dan ekstasi.
Beberapa kasus membuktikan bahwa pabrikasi psikotropika jenis shabu-shabu dan
ekstasi telah diproduksi di dalam negeri, dengan distribusi pemasaran tidak
hanya di dalam negeri, tetapi juga diekspor ke luar negeri.
3.
Upaya Polri dalam mengantisipasi perkembangan
kejahatan “Trans Nasional” di Indonesia, sebagai akibat pengaruh negatif
globalisasi.
a.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia Polri.
Untuk menjadikan Polisi yang baik (professional),
setidak-tidaknya harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
1)
Polisi harus direkrut secara baik (well recruitment) melalui
seleksi calon Polri pada umumnya, dan calon-calon penyidik Polri pada
khususnya, test psikologi, penelusuran bakat dan minat (placement test);
2)
Polisi harus dididik secara
baik (well educated) berdasarkan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan
tuntutan dan harapan masyarakat dalam rangka mencegah dan menanggulangi dampak
negatif globalisasi yang berpengaruh terhadap perkembangan kejahatan Trans
Nasional. Spesialisasi pendidikan kejuruan ataupun kekhususan melalui
Dikjur di dalam ataupun di luar negeri;
3)
Polisi juga harus dilatih dengan baik (well trained), menyangkut
penanggulangan kedelapan jenis kejahatan Trans Nasional, sehingga mampu
dan terampil dalam mencegah dan menyidik kasus-kasus tersebut hingga tuntas;
4)
Untuk memperoleh Polisi yang mampu, terampil dan profesional di bidang
tugasnya, diperlukan dukungan sarana dan prasarana alat-alat utama (Alut)
maupun alat-alat khusus (Alsus) kepolisian yang baik dan memadai (well
equipped);
5)
Pengadaan peralatan dan pemberian kesejahteraan terhadap anggota Polisi
dalam pelaksanaan tugasnya memerlukan dukungan anggaran yang baik (well paid),
sehingga peralatan tercukupi dan gairah kerja anggota Polisi termotivasi.
b.
Efektivitas penegakan hukum.
Penegakan hukum akan efektif apabila setidak-tidaknya empat unsur
penegakan hukum dapat terpenuhi secara baik, meliputi :
1)
substansi hukumnya memenuhi aspirasi masyarakat pencari keadilan dan
kepastian hukum;
2)
hukum ditegakkan sesuai dengan cita-cita hukum, dan dijalankan oleh
aparatur penegak hukum yang profesional, proporsional, jujur, bersih dan
berwibawa;
3)
sarana dan prasarana hukum dipenuhi dan memadai untuk mendukung jalannya
proses hukum yang berdasarkan pada scientific investigation of crime;
4)
membangun budaya hukum masyarakat
yang sadar dan taat atas hukum, melalui upaya-upaya pembinaan yang
dilakukan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.
Agar substansi hukum sesuai dengan aspirasi pencari
keadilan dan kepastian hukum, Polri melalui wakil-wakilnya dalam fraksi
TNI-Polri di DPR RI, secara proaktif mengusulkan ratifikasi konvensi-konvensi
internasional yang berkaitan dengan kejahata Trans Nasional, mengusulkan
perubahan dan pembentukan undang-undang yang belum mengatur tentang kedelapan
jenis kejahatan Trans Nasional.
Koordinasi dan kerjasama antar unsur criminal justice system,
sehingga tercapai keterpaduan sistem peradilan pidana (integrated criminal
justice system), serta didukung oleh moralitas dan mentalitas penegak hukum
yang berbudi luhur, jujur, bersih, berwibawa dan berani mengatakan bahwa yang
benar itu benar dan yang salah itu adalah salah.
Pemenuhan sarana dan prasarana yang dapat mendukung jalannya proses
hukum secara baik dan benar, dengan pengalokasian anggaran bidang hukum dalam
GBHN yang memadai, melalui saran dan usul Polri beserta aparat penegak hukum
lainnya yang disalurkan melalui mekanisme wakil-wakil rakyat di DPR RI.
Pembangunan hukum tidak cukup dengan pembuatan berbagai peraturan
perundang-undangan, tetapi juga harus mempersiapkan kesadaran dan ketaatan
hukum masyarakat melalui program pembinaan hukum yang dilakukan secara
menyeluruh dan terpadu sehingga diperoleh suatu sinergi.
c.
Kerjasama internasional.
1)
Kerjasama Bilateral
a)
Government to Government.
Hubungan kerjasama yang dirintis antara pemerintah Indonesia dengan
pemerintah negara lain yang diantaranya menyangkut tugas Kepolisian, baik atas
inisiatif pemerintah Indonesia maupun tawaran negara sponsor.
b)
Polri to Government.
Kerjasama Polri dengan pemerintah negara tertentu dibidang Kepolisian
yang terkait pula dengan tugas lain dari negara tersebut.
c)
Polri to Police
Kerjasama antara Polri dengan Kepolisian negara
tertentu, baik yang bersifat sementara ataupun berkelanjutan.
d)
Polri to UNO
Kerjasama Polri dengan badan PBB dalam rangka tugas Kepolisian, baik di
dalam negeri maupun internasional ataupun tugas-tugas perdamaian internasional
(peace keeping operation), baik di bawah pengawasan PBB ataupun di luar
PBB.
2)
Kerjasama Regional dan Internasional.
Kerjasama antar Polisi negara-negara kawasan Asean (Aseanapol) dan kerjasama Polisi internasional
(ICPO), kerjasamanya dituangkan dalam bentuk :
a)
Memory of Understanding (MOU).
b)
Practical Arrangement (Petunjuk dan Tata Cara Praktis)
c)
Tactical Arrangement (Petunjuk dan Tata Cara taktis).
d)
Technical Arrangement (Petunjuk dan Tata Cara Teknis).
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
a.
Bahaya yang terkandung dalam
globalisasi dan pasar bebas pada hakekatnya adalah bentuk baru dari kapitalisme
dan merupakan neo-kolonialisme. Globalisasi dan pasar bebas dipastikan dapat
menghasilkan penghisapan dan penindasan gaya baru atau setidak-tidaknya akan
menghasilkan kesenjangan sosial-ekonomi yang sangat jauh antara yang kaya
dengan yang miskin. Perkembangan globalisasi di Indonesia diawali oleh
kesadaran intelektual muda / mahasiswa terhadap demokratisasi politik, dan
berkembang ke berbagai dimensi kehidupan, terutama terhadap reaksi krisis
ekonomi, krisis etika dan moral, kris kepemimpinan dan krisis kepercayaan.
b.
Globalisasi menuntut
profesionalisme dan skill, transparansi, kredibilitas dan reputasi,
aksesibilitas dan fleksibilitas, serta akuntabilitas para penyelenggara negara
terhadap rakyat. Globalisasi dalam perkembangannya, disamping membawa dampak
positif, juga berdampak negatif menyangkut aspek social-budaya yang
menghasilkan penyakit masyarakat dan berbagai bentuk kriminalitas, sebagai
dampak free fight competition and survival of the fittest.
c.
Perkembangan kejahatan trans
nasional yang terjadi di Indonesia seiring dengan derasnya pengaruh
globalisasi, melalui kemajuan Iptek, khususnya teknologi informasi, komunikasi,
teknologi komputer dan internet (satelit) serta teknologi transportasi.
Kejahatan trans nasional yang sering terjadi meliputi kejahatan peredaran
narkotika, psikotropika dan obat terlarang lainnya yang dilakukan secara
illegal; kejahatan perdaganagan wanita dan anak ; penyelundupan senjata api dan
bahan peledak ; kejahatan terror ; pembajakan atao perompakan di laut ;
pemalsuan uang kertas ; dan berbagai jenis kejahatan dengan menggunakan media
komputer.
d.
Upaya Polri dalam
mengantisipasi dan menanggulangi kejahatan trans nasional, melalui peningkatan
kualitas sumber daya manusia Polri, dengan well reqruitment, well educated,
well trained, well equipped and well paid, yang dilaksanakan secara
bertahap dan berkelanjutan. Efektivitas penegakan hukum dengan upaya proaktif
Polri mengusulkan ratifikasi konvensi-konvensi internasional, revisi dan usul
pembentukan undang-undang yang berkaitan dengan kejahatan trans nasional,
penegakan dan pembinaan hukum yang terintegrasi dengan unsur criminal
justice system, peningkatan sarana dan prasarana hukum serta membangun
kesadaran dan ketaaatan masuarakat di bidang hukum. Kerjasama regional dan
internasional di bidang kepolisian.
2.
S a r a n
Untuk kejahatan-kejahatan
yang tergolong ke dalam Trans National Crime pada khususnya, dan
kejahatan lain pada umumnya, pertama, agar yang dapat dijadikan alat bukti
(petunjuk) tidak hanya bukti tertulis saja, tetapi juga termasuk bukti rekaman
kaset, video, compact disk (CD), digital vidio disc (DVD), data base,
server, microchips dan perlalatan elektronik lain yang dapat menyimpan
memori suatu peristiwa pidana yang terjadi atau hal yang ada kaitannya dengan
suatu pidana. Kedua, agar dibentuk suatu badan (seperti halnya Labfor Polri)
yang dapat menilai apakah hasil rekaman atau data tersebut orisinal dan dapat
dijadikan alat bukti petunjuk atau hasil suatu rekayasa multi media elektronik.
Ketiga, merumuskan undang-undang Kejahatan Trans Nasional
dalam undang-undang tersendiri, termasuk teknis dan taktis penanggulangannya
serta ketentuan kerjasama internasional.
Lembang, 30 Mei 2002
Drs. MOH. ASEP SYAHRUDIN, MSi.
Kompol. Nrp.
66060435
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan
kemajuan pada era globalisasi ini yang diprediksikan menjadi ancaman global yang akan sangat
berpengaruh bagi pelaksanaan tugas Polri
antara lain sebagai berikut :
1.
Antisipasi dampak
perdagangan bebas;
2.
Masalah demokratisasi;
3.
Pertumbuhan dan penyebaran penduduk;
4.
Masalah lingkungan
hidup;
5.
Masalah hak azasi
manusia;
6.
Perlindungan akan hak kekayaan intelektual (
Intelectual Property Rights );
7.
Peningkatan kejahatan
antar negara ( Trans National Crime ).
Ad.
1. Antisipasi Dampak Perdagangan
Bebas
Pengaruh liberalisasi perdagangan
sebenarnya sudah dimulai
sejak akhir tahun 40 an
yang ditandai
dengan era industrialisasi,
kemudian semakin nyata
setelah pada tahun
1986 ketentuan tentang bea masuk dan perdagangan disepakati di Uruguay.
Penataan
bea masuk ini atau yang
biasa disebut General Eggreement
on Tariff and Trade ( GATT) , atau “kesepakatan perdagangan bebas” berupaya
untuk membangun system tarif yang
adil dengan cakupan yang luas atas
berbagai komoditi tarmasuk
komoditi pertanian. Kesepakatan
ini berupaya untuk menerobos
kebijakan-kebijakan proteksi dan
monopoli yang semula ditrapkan oleh semua negara berkembang
untuk melindungi sektor
industrinya, baik manufaktur maupun jasa
yang relatif masih lemah/ infant
dan belum siap untuk bersaing dengan industri negara-negara maju.
Untuk mengawal pelaksanaan dari kesepakatan tersebut selanjutnya pada tanggal 15 April
1994 di Marakesh draft GATT tadi
disepakati dan selanjutnya dibentuk Dewan Perdagangan Dunia atau WTO .
Dalam perkembangan lanjut negara
–negara maju juga mendesak kesepakatan akan jasa
perdagangan untuk disetujui
atau yang lazim
disebut General Agreement on Trade
in Services ( GATS ). Sektor
jasa ini meliputi sektor keuangan ,
komunikasi (periklanan, kehumasan, dll), transportasi, ansuransi hingga
transportasi.
WTO ini sangat
powerfull didalam mengawal keputusan-keputusan dibidang
GATT dan GATS dan memberikan
sanksi bagi negara-negara yang
tidak mematuhinya. Disatu
sisi ketentuan/
kesepakatan ini memberi peluang
akan tersedianya pasar global atau
pasar raksasa tetapi tentunya hanya akan
dikuasai oleh negara-negara
kaya yang mampu mengikutinya, sebaliknya negara miskin dan lemah hanya akan
menjadi penonton dan pembeli atau pengutang saja. Hal ini dapat kita lihat pada
kenyataan hingga saat ini dimana WTO
gagal merealisir hasil kesepakatan Doha 2005 yang dilanjutkan dengan pertemuan Hongkong (Des-2005)
dan pertemuan Jenewa dan St Petersburg (Juli 2006), guna menyepakati pengurangan subsidi kepada produk
pertanian dan proteksi terbatas terhadap hasil pertanian unggulan dari beberapa
negara berkembang seperti Indonesia . Negara maju dan kaya seperti Amerika , Eropa dan Jepang memberikan subsidi yang
sangat besar terhadap
petaninya didalam segala
hal.( bunga bank yang murah, subsidi pupuk dan bibit murah, penggunaan pupuk dan
peralatan modern, irigasi yang sangat memadai) membuat hasil pertanian dan peternakannnya sangat tinggi kualitasnya dan
biaya produksinya dapat
ditekan. Sudah barang tentu
hasilnya akan menguasai
pasaran dunia jauh lebih murah dibanding
produk serupa yang
dihasilkan oleh negara berkembang
Disisi lain
kesepakatan ini juga memunculkan masalah baru dalam sistem penggajian dan ketentuan syarat kerja bagi produk-produk yang
berorientasi eksport dibanding produk
domestik yang secara tidak
langsung menyulitkan perkembangan industri dalam negeri. Dalam hal lain ketentuan akan utang pun telah ditata sedemikian
rupa melalui badan-badan internasional seperti Bank Dunia dan Dana Monoter
Internasional (IMF) dengan persyaratan
tertentu yang hingga saat ini terbukti tidak manjur untuk mengatasi keterpurukan ditanah
air. Resep yang ditawarkan oleh
IMF dalam formula “ Structural Adjustmen
Program’ yaitu trio privatisasi, deregulasi dan liberalisasi banyak menjebak negara-negara berkembang
yang bermasalah menjadi sangat tergantung kepada IMF. Kita sendiri sudah melihat dampat dari liberalisasi perdagangan
untuk komuditas CPO dan beras ditanah air pada saat akhir-akhir ini. Apabila
sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme
pasar maka harga minyak makan akan melambung
tinggi
dan petani tidak mau kesawah lagi karena pasaran sudah dipenuhi beras import
yang harganya jauh lebih murah dari produk dalam negeri.
Ad.
2. Masalah Demokratisasi
Gelombang demokratisasi
global menurut Samuel Huntington (1995) bermula pada tahun 1974, ketika negara-negara dengan pemerintahan otoriter diseluruh dunia mendapat desakan untuk mendemokrasikan sistem
pemerintahannya/ kekuasaannya. Gerakan ini mendapat dorongan besar pada saat runtuhnya
Uni Soviet gara-gara perestroika dan glasnotnya Mikhael Gorbachev, yang
disusul dengan runtuhnya tembok Berlin
dan naiknya Lech Walensa sebagai presiden Republik Polandia.
Selanjutnya
demokrasi menjadi sesuatu yang
harus diseluruh dunia tetapi tanpa
acuan yang jelas, dimana hampir semuanya berkiblat kearah demokrasi ala
Amerika Serikat , yakni kebebasan
dalam porsi yang maksimal
dan mekanisme pengaturan yang kompleks tetapi efektif
sehingga kebebasan tersebut
dapat berfungsi secara efektif.
Banyak
negara didunia yang belum
menyiapkan diri seperti di negara maju tadi, tetapi masyarakat karena
kemajuan komunikasi dan informasi
sudah menginginkan kondisi serupa itu terjadi ditanah air.
Dibeberapa negara berkembang
demokrasi berjalan menuju kematangan secara bertahap yang menurut
Sorensen 1993 sebagai “
demokrasi terbatas “ yaitu dimana
sistem politiknya mempunyai elemen-elemen demokrasi secara terbatas pada unsur
kompetisi, partisipasi dan kebebasan menuju demokrasi yang lebih liberal . Pada era Suharto hal ini diterapkan dalam koridor yang sempit, dimana
demokrasi dijalankan denga pola
yang tetap misalnya pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun. Lembaga eksekutif, judikatif dan legislatif
dikembangkan. Partai politik berkembang, media massa tumbuh tetapi tetap dalam koridor yang cukup
sempit terutama dalam tiga hal
sebagaimana yang disampaikan oleh Sorensem tadi. Kompetisi terbatas
karena dimonopoli oleh pemerintah , partisipasi masyarakat melalui partai cenderung mobilisasi, dan kebebasan yang terbatas karena hampir satu arah saja dari pemerintah
kemasyarakat. Demokrasi “terbatas
“ akan dapat bertahan selama
pembangunan ekonomi berjalan dengan baik. Sebaliknya demokrasi ini akan menemui jalan buntu ketika pembangunan berhadapan dengan
kegagalan. Riant Nugroho D 2005
menunjuk Singapura, Malaysia dan
RRC sebagai contoh
keberhasilan dari implementasi
demokrasi terbatas.
Dampak dari pemikiran ini juga
terasa ditanah air dimana kekisruhan politik hampir selalu
terjadi pada saat menjelang pilkada dan
pemilu, penentuan caleg
DPR, DPD, DPRD dalam arena persidangan DPR ataupun MPR, menjelang dan
saat munas parpol, pemilihan gubernur, bupati/walikota bahkan hingga
tingkat kepala desa. Kesemuanya
menjadi beban bagi aparat kepolisian didalam upaya mengamakan
pelaksanaann demokrasi secara
lebih tertib, dimana kekurang
matangan masyarakat tadi berimbas
kepada suasana ketidak tertiban
karena keinginan dari
sementara orang untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas tanpa memperhatikan
aturan yang berlaku. Misalnya perbedaan pendapat tentang
disyahkannya Undang-undang anti
Pornografi dan porno aksi, unjuk rasa buruh yang menentang perubahan
undang-undang No 13, tuntutan
masyarakat Papua untuk menutup perusahaan Freeport di Jakarta , Makassar dan
Abepura yang berakhir ricuh, unjuk
rasa para kepala desa yang
menuntut untuk diangkat menjadi
pegawai negeri sipil maupun unjuk rasa guru bantu yang gagal diangkat menjadi CPNS, perusakan kantor perwakilan majalah Play Boy Indonesia di kawasan Cilandak Jakarta Selatan, beberapa bulan yang lalu menjadi
fakta nyata makin lemahnya disiplin dan ketaatan masyarakat akan tatanan hukum dan penyampaian pendapat
secara benar, tertib dan bertanggung jawab. Disisi lain pemilihan
presiden dan wapres yang dipilih
secara langsung serta kedudukan dari DPR yang
juga dipilih secara langsung
menyulitkan presiden
mengendalikan pemerintahan
(kabinet presidentil) dan
mensukseskan
program-programnya apabila presiden yang terpilih bukan berasal
dari partai yang mayoritas menguasai parlemen.
Ad. 3. Pertumbuhan
dan penyebaran penduduk.
Kemajuan sarana transportasi dan komunikasi membuat dunia ini semakin kecil, masyarakat dari belahan barat
dapat berada diwilayah timur dunia dalam waktu yang tidak terlalu lama atau sebaliknya dari belahan timur ke
barat dan utara keselatan .
Kemajuan dunia kesehatan dan pendidikan serta kesejahtraan masyarakat,
mengakibatkan banyak hal yang
positip bagi masyarakat. Dunia
pengobatan memberi terapi penyembuhan bagi berbagai penyakit yang sebelumnya dianggap tidak dapat disembuhkan atau sangat sulit dibrantas, seperti penyakit malaria, tuberclosis maupun
penyakit kusta serta penyakit generatif lainnya.
Perhatian pemerintah dan dunia akan kesehatan warga juga tercermin dalam wujud pembukaan
sarana dan fasilitas kesehatan
diseluruh wilayah bahkan kedaerah-daerah yang dulunya sangat terisolir.
Hal ini sangat membantu masyarakat dalam menangani
masalah-masalah kesehatan sejak dini.
Proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2025 menurut BPS adalah sebagai berikut :
· Jumlah penduduk tahun 2000 adalah 205,8 juta jiwa bertambah menjadi 273,7 juta pada
tahun 2025.
· Percepatan pertambahan
penduduk 1,49 % pertahun menjadi 1,36%
dan 0,98% pada tahun 2020-2025.
· Crude Birth Rate turun dari 21 per 1000 penduduk menjadi 15 per 1000 penduduk
pada akhir tahun proyeksi.
· Crude Date Rate diperkirakan tetap sebesar 7 per 1000 penduduk dalam kurun
waktu yang sama.
· 58, 9 % penduduk tinggal di pulau Jawa pd thn 2000 turun
menjadi 55,4 % pada thn 2025 dimana luas pulau Jawa hanya 7% luas Indonesia.
· Penduduk pSumatera
naik dari 21.0 % menjadi 23,1% dan Kalimantan dari 5,5 % menjadi 6,5 % pada tahun 2025.
· Masa harapan hidup
naik dari 67,8 tahun menjadi 73,6
tahun pada periode 2020-2025 sedang angka harapan hidup terendah adalah 60,9 tahun untuk NTB dan tertinggi 73 tahun untuk DI Jogyakarta pada tahun 2000 menjadi 70,8 tahun dan 75,8 tahun untuk daerah yang sama
pada akhir tahun proyeksi.
Proporsi usia penduduk akan tersusun sebagai berikut:
· Proporsi anak-anak
usia 0-14 tahun turun dari 30,7% menjadi 22.8% pada thn 2025.
· Proporsi usia
kerja 25-64 tahun meningkat dari
64,6% menjadi 68,7%.
· Proporsi usia lanjut
65 tahun keatans akan meningkat
dari 4,7% menjadi 8,5.
· Beban ketergantungan
(dependency ratio) turun dari 54,70 % menjadi45,57% pada thn 2025, berarti beban ekonomi usia produktif untuk menanggung penduduk usia tidak produktif
semakin menurun.
· Persentase penduduk
berusia diatas 65 tahun akan
tersebar lebih banyak dilima
propinsi yaitu: Jawa Tengah, DI Jogyakarta; Jawa Timur; dan Sulawesi Utara dengan jumlah rata-rata diatas 10 persen. Kelima provinsi ini dapat
dikatagorikan sebagai propinsi
penduduk tua (aging population).
· Persentase penduduk
usia muda 0-14 tahun pada kurun
waktu yang sama di lima propinsi
tersebut menjadi terendah ditanah air dengan figur sebagai berikut : Jateng 23%;
DI Jogyakarta 16,5%; Jawa Timur 18,1%; Bali 19,6% dan Sulawesi Utara 20,1 %.
Selain hal-hal sebagaimana
disebut diatas juga perlu
diperhatikan pola atau tingkat urbanisasi yang sangat tinggi untuk tujuan pulau
Jawa dan Bali, bahkan 4 (empat) propinsi besar yaitu Jakarta , Jabar, Yogyakarta dan Banten diperkirakan akan memperoleh kenaikan angka urbanisasi rata-rata diatas 80 % dari kondisi sekarang ini.
Dalam rapat koordinasi
Depnakertrans pada tanggal 8 Maret
200 Menteri Tenaga Kerja Erman Suparno memperkirakan bahwa pada tahun 2050 penduduk Indonesia akan mencapai
jumlah sebesar 308 juta jiwa. Saat
sekarang saja untuk kebutuhan bahan pangan diperlukan
54juta ton /tahun, yang
akan meningkat himgga 101
juta ton/tahun pada tahun 2005. Sedang
penduduk dunia dari 5,5 millyard tahun 1995 diperkirakan
akan meningkat menjadi 8
milyard pada tahun 2025.
Gambaran tentang perkembangan penduduk atau proyeksi penduduk hingga tahun 2025 yang akan datang (bahkan hingga
tahun 2050) menyiratkan banyak
hal, yang harus diwaspadai dan perlu diantisipasi guna keberhasilan tugas Polri
dimasa mendatang , antara lain
menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1.
Besarnya jumlah warga
yang akan dilayani Polri serta komposisi usia yang akan menentukan jenis
pelayanan yang diperlukan,
2.
Penyebaran penduduk sebagai akibat dari mobilitas penduduk yang perlu diperhatikan guna
mendekatkan petugas dengan warga
yang akan dilayani yang ditandai dengan munculnya pemukiman baru, pemekaran wilayah
dll,
3.
Tingkat pendidikan dan
lapangan pekerjaan warga yang akan
menetukan pola fikir, pola tindak
serta pola sikap warga didalam memenuhi kebutuhan hidup, berkomunikasi dan menyelesaikan masalah,
4. Kematangan
berfikir dan bersikap sebagai hasil pemahaman dari nilai-nilai budaya serta ajaran agama
yang dari tiap warga.
5. Kesemua hal ini perlu
diperhatikan karena pada saatnya
nanti akan mendorong perkembangan
ditengan masyarakat dengan
kecepatan yang berbeda disemua kawasan,
yang ditandai dengan munculnya daerah industri baru, kota-kota besar yang berkembang menjadi
metropolitan bahkan megapolitan dan kota-kecil berkembang maju, pulau Jawa akan menjadi kota pulau, Sumatra
dan Nusa Tenggara akan menampung
jumlah penduduk yang bertambah.
Daya dukung kawasan akan menjadi permasalah besar disamping masalah transportasi, pelayanan umum dan
ketertiban masyarakat.
Ad.
4. Masalah Lingkungan Hidup
Sebagai
konsekuensi dari pembangunan
dan pertambahan penduduk
yang demikian pesat maka
kebutuhan untuk lahan bagi keperluaan
pemukiman dan infra struktur
pendukungnya juga turut
meningkat . Disisi lain kebutuhan akan bahan pangan juga turut meningkat
yang memaksa penduduk membuka lahan pertanian baru, yang dalam banyak hal tidak sesuai dengan peruntukannya,
dimana kawasan perkebunan, hutan
lindung maupun lereng gunung turut dirambah . Kegiatan masyarakat yang kurang terkontrol seperti pembangunan pemukiman dikawasan pebukitan rawan longsor atau bantaran
sungai, perambahan tanah
perbukitan atau lahan
perkebunan, pembakaran hutan dan
ladang berpindah-pindah,
pembalakan liar,
pencurian kayu jati atau
penambangan liar dan penggunaan
zat kimia yang tidak terkontrol akan menimbulkan kerusakan lingkungan .
Disamping upaya-upaya yang dilakukan masyarakat
secara umum, para pengusaha maupun pemerintah juga melaksanakan pengelolaan
sumber daya alam baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan untuk
kepentingan pembangunan dan kesejahtraan rakyatnya. Sebagian dari kegiatan
tersebut berjalan dengan benar
tetapi tidak kurang juga kegiatan yang dilaksanakan secara salah atau
berlebihan bahkan tidak memikirkan sama sekali kelestarian
lingkungan.
Kesemua langkah yang salah ini akan menimbulkan
malapetaka dan kerugian bagi negara
maupun masyarakat itu
sendiri disebabkan kecerobohan dan keserakahan manusia yang akhirnya dapat
menimbulkan penggundulan hutan,
kerusakan lingkungan dan
bencana alam berupa tanah
longsor, kebanjiran dan penyakit
yang melanda ternak maupun manusia, disamping masalah kelangkaan air pada masa
yang akan datang,. Sudah banyak upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah masing-masing
negara melalui penentuan standarisasi langkah-langkah penanganan
lingkungan, melalui paket
kebijaksanaan atau melalui
upaya penindakan. Masyarakat juga turut aktif
melaksanakan pengawasan melalui komunitas adat seperti subak
melalui kearifan lokal,
maupun melalui LSM seperti WALHI. Secara internasional
LSM seperti Green Peace, Sierra Club, maupun World Wild Fund (WWF) terus juga
actif untuk memperjuangkan masalah lingkungan hidup diseluruh dunia.
Tetapi dalam
kenyataannya hasil himbauan maupun pelaporan dari LSM ini masih jauh
dari harapan bahkan peranan masyarakat adat juga sudah hampir hilang gaungnya.
Hal ini terbukti banyak laporan masyarakat yang tidak ditindak lanjuti oleh
pemerintah dengan berbagai alasan, antara lain masalah tailing
dari PT Freeport di Papua, kerusakan lingkungan oleh PT Newmont di Sulawesi Utara dan
NTB, kerusakan lingkungan didaerah bekas PT Timah di Pulau Bangka dan Belitung, kerusakan
pada bekas galian
batubara yang dilakukan oleh
penambang resmi maupun yang
illegal didaerah Kalimantan
Selatan dan Timur.
Disamping itu pencemaran akibat buangan bahan kimia dari industri
atau limbah rumahtangga juga masih
cukup tinggi, seperti pencemaran
teluk Jakarta, pencemaran sungai
Indragiri di Riau maupun
sungai-sungai lainnya di Pulau
Jawa maupun Sumatera. Beberapa hal yang telah menjadi concern dunia dalam menghadapi lingkungan ini antara lain
menyangkut kelestarian hutan terutama yang menjadi paru-paru
dunia seperti hutan di Indonesia dan beberapa negara lainnya . Untuk ini
lembaga PBB dan WTO telah mengeluarkan
ketentuan asal kayu untuk perdagangan kayu internasional sesuai ketentuan sertifikasi Eco Labelling yang bertuliskan environment friendly menyulitkan negara berkembang untuk
memamfaatkan kayu dari hutannya sendiri. Sebaliknya Kyoto Protocol juga telah menuntut
semua negara didunia untuk mangurangi industinya yang manghasilkan gas-gas yang
menimbulkan efek rumah kaca.
Diharapkan pada tahun 2012
negara-negara maju sudah harus dapat mengurangi emisi gas dari jumlah tahun
1990 untuk Eropah sebanyak 8%, Amerika sebanyak 7%, Jepang sebesar 6% Hingga saat ini, USA dan Australia belum bersedia memenuhi ketentuan ini dan
hingga kini masih menolak untuk
menandatangani ketentuan diatas.
Selain hal tersebut masalah gas buang sebagai sisa pembakaran bahan bakar yang tidak ramah lingkungan
(berasal dari fossil), yang demikian
pesatnya penggunaanya pada akhir-akhir ini (terutama akibat
permintaan Cina), menyebabkan
kerusakan pada lapisan ozon yang dari tahun ketahun semakin melebar dan menimbulkan efek rumah kaca atau lebih
lazim disebut dengan istilah pemanasan global atau global
warming patut menjadi perhatian
kita. Pemanasan global ini telah menaikkan temperatur bumi naik dan mencairkan lapisan salju di kutub yang
berakibat pada peningkatan permukaan
laut. Disamping hal tersebut
pemanasan ini juga berpengaruh kepada perubahan iklim yang cukup ekstrim seperti munculnya El Nino
yang menimbulkan musim panas
kering yang berkepanjangan dan musin penghujan yang menimbulkan gelombang dan curah hujan yang
sangat tinggi. Perhatian dunia
terhadap bahaya akibat pemanasan
global ini cukup tinggi,
terbukti PBB sudah memasukkannya dalam agenda bahasan pada sidang umum yang lalu dan Desember yang akan datang Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggara Konfrensi
PBB tentang Perubahan Iklim ( Climate Change ) yang akan diselenggarakan di Bali.
Perhatian kepolisian juga harus ditingkatkan dan ditujukan kepada upaya untuk menegakkan peraturan dibidang perlindungan terhadap pencemaran lingkungan hidup,
termasuk upaya pencegahan
penambangan liar tangpa izin (Peti) maupun langkah pelestarian hutan
melalui pencegahan penebangan liar dan pembrantasan illegal loging. Seperti yang terjadi
dikawasan Sumut, Riau, Jambi dan kawasan Indonesia lainnya Kedepan hal ini masih akan tetap dihadapi Polri baik dalam wujud
yang sama maupun wujud yang lebih canggih, karena kebutuhan manusia akan lahan
untuk tinggal dan berusaha, bahan baku industri perkayuan dan kertas atau
tanaman industri serta sumberdaya
alam terbarukan maupun tidak terbarukan
baik untuk keperluan diri
sendiri maupun untuk kepentingan
perdagangan.
Ad.5.
Masalah HAM
Tuntutan
akan penghargaan dan perlindungan
terhadap hak azasi manusia sudah mengemuka diseluruh dunia sejak beberapa dekade yang lalu.
Hal ini terutama ditandai dengan
ditetapkannnya deklarasi
tentang hak azasi manusia, yang dikenal dengan sebutan ”declaration
of human right’, yang
selanjuutnya disusul dengan ketetapan dan ketentuan-ketentuan lainnya sebagai jabaran dari deklarasi tersebut.
Untuk Indonesia upaya untuk menerapkan isi deklarasi tersebut telah dilaksanakan jauh hari, melalui pencantuman beberapa hal yang penting dan asensi dari hak dasar ini kedalam pasal-pasal dari Undang Undang Dasar 1945. Tetapi
didalam implementasinya Masyarakat tanah air maupun dunia internasional belum
melihat praktek nyata dari
pasal-pasal tadi didalam dunia
nyata. Hal ini terjadi baik didalam masa pemerintahan orde lama pada era Soekarno, maupun pada zaman orde baru di era Soeharto
dengan berbagai alasan, kesulitan maupun tantangan didalam perwujudannya
ditanah air.
Pada saat sekarang beberapa kemajuan sudah semakin terasa ditanah air baik dalam kaitannya dengan
masalah kesetaraan gender maupun
penghormatan terhadap hak azasi manusia, yang antara lain ditandai
dengan :
1. Semakin banyaknya
jabatan jabatan dan tanggung
jawab pekerjaan yang
diberikan
kepada pihak wanita,
baik untuk tingkat nasional maupun
daerah dan untuk berbagai bidang
pekerjaan;
2. Telah
dikeluarkannya undang-undang Nomer 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi
Manusia dan Komnas HAM, yang dilengkapi dengan Undang-undang nomer 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM;
3. Disamping
undang-undang tersebut perhatian
terhadap wanita dan anak-anak juga
cukup berkembang dengan dikukuhkannya Organisasi
Kemasyarakatan yang memperhatikan perempuan seperti Komnas Perempuan dan dikukuhkannya
Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Kejahatan dalam rumah tangga.
4. Walaupun produk
pengatur serta institusi y ang mengurusinya telah dibentuk, namum dalam
kenyataan nya masalah pelanggaran
hak azasi manusia serta kekerasan
terhadap anak-anak maupun
kejahatan dalam keluarga masih
cukup tinggi. Kita masih menemukan bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak
mulai penganiayaan ringan hingga
meninggal dunia, penganiayaan perempuan/ istri sampai pembunuhan. Disisi lain masih banyak ditemukan
kasus-kasus yang ditengarai sebagai bentuk pelanggaran HAM berat yang menjadi atensi nasional bahkan
internasional seperti
· Masalah Trisakti ;
· Kasus Semanggi;
·
Kasus pelanggaran HAM pasca jajak
pendapat di Timor Leste;
· Beberapa kasus pelanggaran HAM di Papua (Waimena,
Abefura)
Keseluruhan pelanggaran yang terjadi yang belum
ditangani secara tuntas memberikan
dampak negatif bagi negara
ditengah pergaulan internasional,
disisi lain juga dapat dimamfaatkan oleh
kelompok tertentu untuk mendeskreditkan pemerintah RI seperti
masyarakat Papua untuk mencari suaka ke Australia.
Secara internasional masalah HAM, gender dan perlindungan terhadap anak juga mendapat perhatian yang cukup besar, dimana sebagian
negara maju menempatkan perlakuan terhadap
ketiga hal tadi sebagai dasar dalam kerjasama dan bantuan. Hal
ini bisa kita lihat dalam
masalah penghapusan embargo persenjataan dan kerjasama militer dengan USA yang hingga saat ini belum
sepenuhnya dibebaskan. Tetapi sebaliknya
negara-negara dunia termasuk organisasi amnesti internasional juga mempertanyakan pelaksanaan standard ganda tentang HAM
ini. Penyerangan ke Irak,
penahanan tanpa pengadilan di Guantanamo Kuba serta perlakuan yang tidak pada tempatnya terhadap
tahanan di penjara-penjara Irak seperti di Abu Ghraib,Bagram Afganistan menjadi
tudingan yang tajam dan keraguan dunia akan etikat baik USA sabagai negara yang
mendengungkan dirinya sebagai
kampiun demokrasi dan pembela HAM didunia. Termasuk masalah penyerbuan
tentara Israel kewilayah Libanon Selatan dan Jalur Gaza masih
dipertanyakan keabsahannya bahkan oleh sebagian warga dunia
menudingnya sebagai pelanggaran
dan pelecehan terang-terangan terhadap hakekat Hak Azasi Manusia dengan dalih apapun.
Ad.
6. Perlindungan akan Hak
Paten atau Hak Kekayaan Intelektual
Sejalan dengan kemajuan perdagangan internasional maka tuntutan
akan hak paten semakin menonjol,
dimana negara-negara maju sebagai pemegang terbesar dari hak paten ini ingin
melindungi hak merekla dengan segala cara.. Menurut laporan badan PBB yaitu
UNDP untuk tahun 1999, 97% hak paten yang ada didunia ini berada dibawah kepemilikan
negara-negara maju . Sudah barang tentu jumlah ini akan cenderung meningkat setiap tahunnya karena
R&D yang dilaksanakan oleh
negara maju yang didukung
oleh dana memadai akan menghasilkan temuan-temuan baru dan
dipatenkan.
Yang menarik adalah ternyata sebagian dari yang dipatenkan tersebut bukanlah asli milik negara-negara maju tadi tetapi
berasal dari hutan atau daerah tropis seperti beras Basmati yang berasal dari India yang pematenan oleh perusahaan
Amerika Rice Tec Inc pada tahun
1997 berhasil dibatalkan dan kembali ke India setelah melalui persidangan yang cukup lama dan mahal.
Juga termasuk pematenan obat-obatan yang berasal dari kunyit oleh
Amerika dimana bahan dasarnya
berasal dari Asia yang kemudian dapat digagalkan melalui
persidangan yang panjang dan mahal
pada tahun 1993.
Ironisnya negara-negara
berkembang seperti Indonesia dan
negara lainnya , walaupun mempunyai
kekayaan alam yang berlimpah
dan kekayaan botani yang sangat besar
kurang berupaya untuk
mematenkan temuan-temuan tersebut. Banyak temuan serupa telah dipatenkan oleh negara lain
seperti Thailand untuk temuan dibidang holtikultura, maupun Singapura untuk produk yang berasal dari sumber daya
alanm Indonesia. Bahkan paten untuk makanan khas Indonesia ”tempe” dipegang
oleh Jepang, sedang paten untuk ”batik” dan ”jamu” berada ditangan pengusaha
Malaysia.
Kebijaksanaan akan hak paten
ini (property right) akan
membentuk aliran pembayaran royalti dari negara-negara
berkembang ke negara-negara maju sebagai asal dari
perusahaan – perusahaan raksasa pemegang hak paten tadi.
Termasuk keuntungan yang
dirasakan oleh negara- negara
tetangga kita seperti Thailand,
Malaysia, Singapura dan Jepang
yang dengan sigap memanfaatkan peluang yang tersedia. Kerugiannya sudah jelas terbayang
dan keuntungan bagi pemegang
paten harus dibayarkan
karena negara – negara
didunia dibawah bendera WTO sepakat
tentang hal tersebut.
Langkah-langkah penegakan hukum dibidang property right ini sudah dimulai dan ditata secara sistematis diseluruh dunia, dimana negara-negara
maju (G8) telah membiayai dan
mendorong pembentukan infra
struktur peradilan atas
pelanggaran hak paten termasuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi aparat penegak
hukum diseluruh dunia termasuk Kepolisian RI. Ketentuan untuk memahami hak atas kekayaan intelektual ini juga mendorong sistem peradilan ditanah air untuk memahami setiap
ketentuan hukum yang terkait dengan ketentuan-ketentuan global, seperti perjanjian dagang, perikatan internasional (hibah,
pinjaman, kontrak), ketentuan-ketentuan kerjasama internasional baik secara
bilateral maupun multi lateral, peranan
mahkamah arbitrasi , ekstradisi dll.
Ad.
7. Meningkatnya kejahatan antar
negara ( Trans National Crime )
Sebagaimana dijelaskan pada
uraian terdahulu, kemajuan tehnologi dan
ilmu pengetahuan merambah
kedalan seluruh kehidupan manusia. Transportasi yang sangat maju dan variatif memberi kemudahan bagi
masyarakat maupun barang untuk bergerak, atau berpindah
dari satu tempat ketempat
lain tanpa dapat dibatasi oleh
jarak lagi. Demikian juga halnya dengan masalah komunikasi yang demikian
canggih, memungkinkan manusia dapat
berkomunikasi secara cepat
dan tepat melalui dunia maya dengan bantuan internet dan
lainnya yang dahulu tidak
terbayangkan sebelumnya.
Pemanfaatan
sarana ini untuk tujuan kejahatan akan sangat dipermudah dan semakin susah untuk ditangkal atau
diungkapkan, terutama apabila hanya mengandalkan kemampuan satu negara saja.
Karena bentuk kejahatan dan lingkupnya sudah tidak mengenal
batas negara lagi atau dinamakan trans border maupun borderless crime.
Negara-negara ASEAN pada pertemuan di Myanmar yang dilanjutkan dengan pertemuan Manila melalui
forum SOMTC dan MMTC ( Senior
Official Meeting dan Minestrial Meeting on Trans National Crime) telah menyepakati 7(tujuh ) bentuk kejahatan yang masuk dalam katagori trans nasional crime sebagai berikut :
1.
Terrorism
2.
Sea Piracy
3.
People trafficing
4.
Arm smuggling
5.
Drugs
6.
Money Laundring
7.
Cyber and Economic
crime
Keseluruhan bentuk kejahatan
dimaksud sudah dan masih terjadi ditanah air, dengan
frekwensi dan kapasitas yang
beragam. Beberapa contoh
pengungkapan akhir-akhir ini menjadi bukti dari intensitas kejahatan di maksud
ditanah air. Misalnya pengungkapan kasus teror oleh
Dr Azahari cs dan kasus bom Bali II sebagai contoh kejahatan terrorisme
dimana tersangka Nordin M Top yang diakui sebagai pengikut nya beserta tersangka lainnya masih belum tertangkap. Perkembangan terakhir
dari pengungkapan kasus yg
terjadi di Poso memperkuat perkiraan tentang masih kuatnya potensi konflik dan teror serta kasus
pemilikan dan penyelundupan senjata serta amunisi di wilayah tanah air.
Hingga saat sekarang kawasan Selat Malaka masih dianggap sebagai kawasan pelayaran
yang paling rawan diseluruh dunia disamping kawasan Afrika Timur. Dimana menurut badan keamanan pelayaran internasional yang berkedudukan di Kuala Lumpur
melaporkan bahwa angka pembajakan dikawasan ini
yang menyangkut
perompakan kapal
tanker serata kapal niaga serta nelayan cukup tinggi. Hal ini juga
mengundang keinginan pihak USA
untuk ikut aktif dalam pengamanan route pelayaran tersebut yang ditentang oleh fihak
Indonesia , Malaysia dan
Singapura sebagai pemilik kedaulatan atas Selat Malaka.
Disamping upaya pemerintah untuk meningkatkan usaha pengamanan
dilaut melalui pengaktifan
dan peningkatan peran
Bakorkamla sesuai Keputusan Presiden
no 81 tahun 2005 yang mulai tahun ini akan segera diaktifkan.
Masalah
penyelundupan wanita dan
anak-anak masih terjadi terutama diberapa bagian tanah air seperti daerah Riau, Sumatera Utara dan
Kalimantan Barat. Diakui
pendalaman terhadap hal ini
masih kurang diintensifkan
sehingga angka kejahatan serta
peta dan gambaran jelas kejahatan ini belum terdatakan secara
jelas.
Penyelundupan senjata api dan bahan peledak
telah terungkap dibeberapa
daerah seperti daerah Nunukan di Kalimantan Timur berupa
penyitaan bahan peledak dan kabel pemicunya. Penyelundupan senjata api
sendiri dicurigai cukup banyak beredar didaerah konflik maupun senjata yang digunakan oleh pelaku kriminal dibeberapa kota
besar ditanah air. Senjata ini dicurigai
berasal dari luar negeri seperti Thailand Selatan maupun Phillippina Selatan yang diselundupkan ke Indonesia melalui Tanjung Priok
maupun melalui pantai timur
Sumatera atau malalui jalur
Sulawesi Utara atau Maluku
Utara.
Masalah drug atau narkotika diakui telah
merasuk ketanah air baik dalam bentuk barang selundupan seperti pil xtc, shabu, cocain
maupun narkotik yang disita
sebagai produk dalam negeri.
Penangkapan tean tujuh di Den
Pasar serta penyitaan /
pembongkaran pabrik xtc,
shabu terbesar ketiga
didunia dan lainya didaerah
Tangerang dan Jawa Timur serta penyitaan / pembongkaran
peredaran heroin di Jakarta
baru-baru ini (Media Indonesia, 6 Maret 2002 , hal 12 Polsek Krembangan Jakarta Barat tersangka Frederik Lutta, 32 tahun dengan heroin 1,27 kg)
seolah menguatkan sinyalemen ini.
Kejahatan pencucian uang untuk sementara ini belum dapat mengungkapkan kasus secara signifikan ditanah air, tetapi indikasi tentang adanya kejahatan ini sudah menjadi catatan
pemerintah. Laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Pengawas dan BEJ mengindikasikan
adanya kejahatan ini.
Sebagai kesungguhan dari pemerintah serta antisipasi terhadap kejahatan money
laundering, pemerintah telah
mengeluarkan undang-undang anti money laundring No. 15 tahun 2002 dan Undang-undang No. 25 tahun 2003 tentang perubahan
atas Undang-undang No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang.
Kejahatan
dalam bentuk cyber
crime dan kejahatan ekonomi
lainnya belum banyak diungkapkan walaupun informasi serta kecurigaan tentang kejahatan ini sudah Pernah diterima oleh fihak
kepolisian RI terutama untuk
wilayah Polda Metro Jaya dan Mabes
Polri. Walaupun angka
pengungkapan hingga saat ini masih relatif kecil tetapi dengan memperhatikan
trend kemajuan dibidang teknologi
dan komunikasi seperti penggunaan
internet yang sudah demikian luasnya , maka kemungkinan meningkatnya kejahatan dengan menggunakan teknologi informasi sabagai fasilitas
(pembajakan, pemalsuan, penipuan, pembobolan rekening bank, perjudian on line dll) serta kejahatan yang menjadikan system dan fasilitas teknologi sebagai
sasaran ( hacking, perusakan situs internet dll) akan berkembang diseluruh
dunia termasuk ditanah air.
Dari
seluruh uraian sebagaimana
disebut diatas maka sesuai dengan
karakteristik dari tantangan
global tersebut maka seluruh bentuk tantangan global tadi akan terjadi
diseluruh dunia baik dalam lingkup global, regional
maupun nasional. Kesemuanya akan
mengalami tantangan tadi, tidak terkecuali dinegara-negara
maju, negara industri, negara yang sedang berkembang maupun negara-negara yang
terbelakang diseluruh belahan dunia. Perbedaannya akan terletak pada kapasitas maupun
intensitas dari tantangan
tadi serta kemampuan atau tatacara
dari negara tersebut dalam
menghadapinya Sebagai contoh semua
negara industri maju yang tersebar
dilingkungan global dan regional ( USA, CANADA, PRANCIS, INGGRIS, JERMAN, JEPANG ) sangat setuju
dengan perdagangan bebas
tetapi sebaliknya hampir semua negara diluar negara- negara ini tidak setuju dengan perdagangan
bebas terutama yang menyangkut
bea masuk produk-produk pertanian.
Dalam hal ini patut juga dicatat pemikiran-pemikiran dan sikap
negara-negara yang memandang
dan mendekati masalah globalisasi ini
secara transformasionis tidak secara
skeptis mereka beranggapan
bahwa “globalisasi bukan sebagai pilihan tetapi adalah sesuatu yang harus dihadapi” Lebih jauh muncul pemikiran baru
didalam memandang globalisasi
tersebut dengan berbagai sikap, antara lain sebagai berikut :
1.
Munculnya pemikiran
untuk meningkatkan peran
klasik negara didalam memelihara
ketertiban dan
keamanan nasionalnya.” Maintenance of Order and Security”. Hal ini dipicu oleh peristiwa 11 September 2001 yang menimbulkan kerugian besar dan korban yang sangat
besar di negara USA.
Disamping kesadaran akan pentingnya
kerjasama dan saling
ketergantungan di bidang ekonomi guna menghadapi perekonomian dunia yang belum pulih bahkan cenderung semakin melemah.
2.
Meningkatnya gerakan
anti globalisasi baik yang
dilakukan oleh negara maupun oleh
NGO yang bertujuan untuk
meringankan beban negara-negara miskin serta keinginan untuk mengurangi kemiskinan global dan menjembatani ketidaksamaan.
MODERNISASI POLRI DALAM
RANGKA MENGANTISIPASI PERKEMBANGAN LINGSTRA (GLOBAL; REGIONAL;NASIONAL)
Memperhatikan perkembangan global yang demikian
besar, yang merasuk kedalam seluruh
sendi kehidupan manusia
diseluruh dunia dan kawasan
ditanah air, maka kepolisian Indonesia harus melaksanakan langkah-langkah antisipasi segera. Sehingga perkembangan
sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan technologi tersebut justru dapat dimamfaatkan untuk kemajuan langkah-langkah pemeliharaan
Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, penegakan hukum serta melindungi mengayomi dan melayani masyarakat.
Juga dengan memperhatikan rumusan/ pengertian
modernisasi tersebut maka
kepolisian Republik
Indonesia harus melaksanakan bench marking tehadap satuan-satuan kepolisian negara maju lainnya yang sudah berpengalaman dan berhasil menghadapi tantangan global
yang melanda negara-negara
mereka sesuai intentitasnya
masing-masing. Disamping hal
tersebut juga perlu diperhatikan
kondisi kepolisian RI pada saat
ini serta rencana pembangunan
kedepan sebagaimana diatur dalam
Grand Strategy Polri 2005-2025
dan Rencana Strategis Kepolisian Negara Republik Indonesia
2005-2009 dan Program Kerja Tahunan (DIPA). Disamping
hal sebagaimana disebut diatas juga perlu diperhatikan dokumen/ tuntunan didalam upaya reformasi Polri secara
menyeluruh sebagaimana diatur
dalam buku biru Polri yang meliputi perubahan Instrumental, perubahan
struktural dan perubahan kultural.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka
selain langkah-langkah pembangunan yang sudah diambil sesuai rencana sebagaimana disebut diatas, yang
meliputi seluruh unsur dari Kepolisian RI yang antara lain mencakup unsur sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya material, sumber daya informasi maupun methoda
pemolisian yg dimanage secara tepat sesuai dengan tuntutan tugas dan ketentuan
perundangan yang berlaku. Kesemua unsur atau elemen ini harus ditata,
dibentuk dan dikembangkan secara cermat
secara bertahap dan berlanjut ( sustainable development ) dengan
memperhatikan semua faktor yang berpengaruh terutama factor
pendukung berupa kebijaksanaan pemerintah ( kerangka regulasi) dan dukungan dana (anggaran ). Disamping hal tersebut juga perlu diperhatikan faktor lainnya dalam bentuk kepuasan
masyarakat ( stake holder) terhadap pelayanan pelayanan Polri. Dalam upaya modernisasi
dari unsur- unsur kepolisian tersebut beberapa catatan perlu dicermati yang antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.
Perencanaan
Pembangunan Polri.
Upaya modernisasi Polri memerlukan waktu yang cukup panjang dan kesungguhan dari
seluruh komponen Polri, karenanya perlu disusun satu kerangka perencanaan baku sebagai dasar dan payung dari seluruh rencana pembangunan Polri kedepan yang harus
dipatuhi dan dipedomani. Untuk
itu dokumen perencanaan yang sudah ada seperti Grand Strategy Polri 2005-2025, harus
menata serta menyiapkan strategi pengembangan seluruh unsur Polri dan disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional sebagaimana diatur dalam Undang-undang No 17 tahun 2007
terutama yang menyangkut misi-misi yang terkait dengan tugas Polri ( Misi 1, 3 dan 4) dan tahapan serta skala
prioritasnya. Demikian juga halnya
dengan dokumen perencanaan
jangka menengah dan jangka pendek
agar disesuaikan dengan RPJMN dan RKP untuk tingkat Mabes Polri serta RPJMD dan RKPD untuk tingkat daerah serta disosialisasikan.
Dalam hal ini juga perlu diperhatikan peranan Komisi Kepolisian Nasional untuk
meyakinkan pemerintah tentang pentingnya Modernisasi Polri dilaksanakan
ditinjau dari segi kebijaksanaan dan dukungan anggaran sesuai kedudukan dari masing-masing
anggota Kompolnas tersebut.
2.
Kultur
Kepolisian Republik Indonesia
Sebagai polisi civil atau civilian Police yang harus berwatak
sebagai warga sipil yang
menghidarkan diri dari pendekatan
militeristik, harus sabar ,
tenang dan bersikap positip
santun dan tidak memihak didalam
pelaksanaan tugas ( Sir Robert Peel
). Upaya untuk memelihara dan membentuk sikap dan culture sebagai polisi sipil dan pelayan masyarakat ini harus
diawali pada tingkat pendidikan pembentukan dan pendidikan lanjutan lainnya serta penugasan dilapangan secara terus menerus. Dalam
hal ini sekaligus tersirat keharusan bagi anggota Polri untuk/
harus menghargai hak azasi
manusia.
3.
Sistem
Kepolisian Republik Indonesia
Sebagai kepolisian nasional perlu tetap dipertahankan untuk memudahkan koordinasi dilapangan dan kemudahan didalam pelaksanaan tugas terutama dalam kaitan
back up operasi Hal ini juga sudah
sejalan dengan bentuk negara RI
sebagai negara kesatuan yang menerapkan juga satu sistem hukum yang sama dan perundangan yang sama diseluruh wilayah tanah air.
Dalam hal ini perlu ada ketegasan tentang
otonomi kesatuan daerah terutama dalam kaitan kerjasama dengan
pemda dan otonomi kewenangan dalam pengelolaan
sumberdayanya (Personil, Material, Anggaran). Juga perlu dipertimbangkan
konsistensi sistem kepolisian yang dianut agar tidak menimbulkan kerancuan dalam pola pembinaan maupun format operasional dimasa
mendatang (Fragmanted system, Centralized system , Integrated system ).
4.
Kedudukan Kapolri langsung dibawah presiden
Merupakan kedudukan yang ideal yang
menyiratkan bahwa
kepolisian RI sebagai perangkat
pemerintah pusat dan bukan
perangkat pemerintah daerah. Hal ini menjadi sangat penting terutama
dalam menghadapi wacana kepolisian daerah dan keinginan dari sementara gubernur untuk mengangkat / membentuk kepolisian daerah dengan dukungan biaya dari daerah.
Disamping hal tersebut juga perlu
diantisipasi pemikiran lain untuk mengangkat/ menempatkan kepolisian RI
dibawah satu kementerian identik dengan langkah persiapan
untuk menempatkan TNI dibawah
Departemen Pertahanan serta kontraversi RUU Kamnas yang ingin
menempatkan Polri dibawah Depdagri. Dalam hal ini format kepolisian seperti Kepolisian Jepang (NPA) atau Kepolisian RRC
yang berdiri sendiri perlu
di kemukakan.
5.
Pengembangan sumberdaya manusia yang diarahkan untuk mewujudkan Polri yang professional dalam
arti pandai/trampil dan bermoral/bermental kepribadian
yang baik juga
mencakup kemahiran dan ketrampilan didalam
·
mengawaki peralatan modern Polri,
·
kemampuan
komunikasi dan diplomasi dengan
masyarakat lokal maupun internasional,
·
menguasai
pengetahuan hukum maupun pengetahuan lainnya yang terkait dengan lingkup tugas Polri dalam scope lokal,nasional, regional maupun internasional.
Dalam hal ini
perlu juga dipertimbangkan upaya peningkatan jumlah rekrutmen
baru yang berasal dari sarjana atau D3 terutama pada bidang-bidang yang sangat diperlukan
Polri dengan jumlah yang significant terutama pada bidang teknologi kepolisian (seperti laboratorium
Kepolisian, bidang IT, komunikasi
dll). Masalah
professionalisme dan sikap mental dari anggota Polri
merupakan satu titik lemah dari Polri hingga saat ini. Walaupun dalam buku biru telah melihat dan mengantisipasi
masalah ini secara dini tetapi tindakan nyata untuk mengatasinya belum terlihat dengan secara nyata dan terencana dengan baik.
Kedepan diharapkan hal-hal serupa ini sudah akan berkurang, tidak ada lagi
Polisi yang salah tembak, yang
terlibat kasus narkoba sebagai pemakai dan pengedar, semua pencari keadilan ditangani dengan baik termasuk pengurusan SIM, STNK, BPKB tangpa kena pungli atau calo. Adanya akses mudah yang memungkinkan masyarakat mengetahui perkembangan dan kemajuan dari segala sesuatu yang
telah dilaporkan ke fhak kepolisian. Hal ini perlu diantisipasi sejak dini terutama dalam
menyongsong pemberlakuan standar pelayanan minimal (SMS) yang
saat sedang gencar-gencarnya di
introdusir Men Pan dan RUU nya
sedang dipersiapkan sebagai salah
satu syarat utama reformasi
birokrasi (Tranparansi, Efektivitas,
Efisiensi dan Akuntabilitas).
Disamping
masalah diatas, pemenuhan jumlah
anggota Polri sesuai dengan standart PBB yaitu 1 : 400 perlu
direncanakan secara dini termasuk pemikiran untuk melibatkan masyarakat dalam
tugas kepolisian untuk jangka waktu tertentu sebagai wujud dari bela negara. ( Civilian Police/ Singapura)
Hal ini juga akan diakomodir dalam RUU Kamnas yg akan mewajibkan belanegara pada warga
usia 17 hingga 45 tahun.
6.
Pengembangan
sumber daya material yang meliputi peralatan
dan sarana prasarana
untuk mendukung tupok mutlak diperlukan guna menunjang keberhasilan pelaksanaan
tugas dilapangan yang dari hari kehari berkembang terus sejalan dengan kemajuan
teknologi dan dunia kejahatan. Peralatan ini mencakup spektrum yang luas mulai
sarana prasarana pendidikan, sarana dan prasarana pembinaan, peralatan operasional maupun dukungan
operasionalnya seperti sarana
komunikasi, sarana trasportasi darat, laut dan udara serta peralatan khusus
lainnya. Dalam hal ini termasuk
sarana dan peralatan yang diperlukan guna mendukung metoda pemolisian dan
implementasi dari scientific crime investigation seperti sarana labfor, peralatan inteligen
yang. perlu terus dipenuhi dan ditingkatkan melalui evaluasi terhadap peralatan yang ada.
Pemilihan peralatan harus
benar-benar dilakukan melalui
pengujian yang cermat
terhadap qualitas serta
harga barang dimaksud dan tidak melupakan
pemanfaatan barang-barang
produk dalam negeri.
Pemamfaatan produk dalam
negeri melalui kerjasama dengan
BUMNIS sangat membantu negara dalam penghematan devisa negara dan menambah
volume pekerjaan serta meningkatkan ketrampilan pekerja melalui metode transfer
of technology bagi BUMNIS
terpilih, seperti PINDAD, LEN, DAHANA, PT PAL dan LAPAN.
Hal yang perlu
diperhatikan dari pengadaan
barang/peralatan modern ini
adalah :
· Harganya relatif
tinggi
· Masa berlakunya
relatif singkat (dalam waktu singkat telah diproduk barang baru yang lebih
canggih)
· Biaya operasional dan
pemeliharaan relatif ringgi
7.
Pengembangan sumber
daya anggaran
Agar dapat mendukung kegiatan pembinaan, operasional dan
pengadaan peralatan-peralatan utama Polri. Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah untuk membubarkan CGI maka sumber
pendanaan pembangunan akan lebih mengutamakan dana dalam
negeri. Disamping hal tersebut upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah pinjaman luar negeri (PLN)
hingga batas aman 31,8% dari PDB yg akan dicapai tahun 2009 mendatang
membuat pemerintah lebih berhati-hati didalam mengajukan pinjaman luar
negeri. Secara langsung hal ini kan terpengaruh dalam pengadaan barang melalui
kredit eksport( KE), karenanya Polri agar menyesuaikan diri dalam memenuhi
peralatan yang berasal dari luar negeri dan lebih memanfaatkan pola pinjaman lunak
(soft loan) atau hibah.
Dalam
kondisi seperti ni Polri diharapkan mampu memanfaatkan
kerjasama dengan negara
sahabat seperti kerjasama dengan Jepang (JICA) dalam upaya pengembangan Community
Police, kerjasama dengan lembaga IOM, ICETAP dan ATP maupun forum Patnership dalam mendukung dan
menunjang kegiatan pelatihan,
penyediaan sarana/ prasarana
seoptimal mungkin.
Disisi
lain Polri diharapkan mampu menjalin kerjasama dan mengharapkan dukungan
APBD dari pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan-kegiatan operasional yang
terkait dengan pensuksesan program
daerah, disamping kerjasama dengan departemen terkait guna meringankan
beban operasional Polri. Misalnya didalam pelaksanaan Operasi
Penanggulangan Illegal
Loging, Penertiban pencurian Arus
Listrik , Operasi Peti maupun
upaya pensuksesan program peningkatan
kunjungan wisata ketanah air hingga tujuh juta wisman ditahun mendatang.
Satu hal yang penting untuk dilaksanakan adalah optimalisasi anggaran yang
tersedia dengan berpedoman
kepada peraturan pemerintah
tentang tata cara pengadaan barang
dan jasa sebagaimana diatur dalam
Kepres No 80 tahun 2003
sehingga unsur transparansi, efektifitas dan efisiensi dan akuntabilitas dapat
terpenuhi dan kebutuhan Polri
akan dapat dipenuhi secara
bertahap.
8.
Peningkatan dan
pengembangan kerja sama kepolisian baik dalam lingkup regional maupun internasional
perlu dilaksanakan secara terus menerus melalui pemanfaatan forum kerja sama
yang sudah ada. Dalam hal ini forum Aseanapol, Interpol, JLEC dan Platina serta TNCC agar
tetap dimanfaatkan secara maksimal. Selain forum tersebut forum SLO/ LO agar
dimanfaatkan secara lebih efektif dan lebih luas dimasa mendatang terutama
mengisi pos-pos yang sudah ditetapkan.
Forum-forum ini sangat membantu
dalam upaya pertukaran
informasi dan peningkatan
ketrampilan didalam penanganan kasus-kasus tertentu seperti kasus terorisme dan kejahatan trans national
lainnya
9.
Pemanfaatan model
pemolisian masyarakat (community policing) secara lebih efektif dan
meluas di seluruh wilayah tanah air. Pelibatan masyarakat dan sumber daya
setempat sangat diperlukan sebagai alat deteksi dini guna mencegah timbulnya
kejahatan serta mengurangi dampaknya. Model pemolisian seperti ini terbukti
sudah teruji dalam membantu mengatasi ganguan kamtibmas dibeberapa negara maju
dan direkomendasikan oleh PBB sebagai model pemolisian yang tepat.
10.
Lingkup tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam UU no 2 tahun 2002
perlu ditata lebih jauh pada masa-masa mendatang, guna menjamin
keberhasilan pelaksanaan tugas dan
pemanfaatan sarana
prasana secara efectif. Sebagai
contoh penanganan beberapa bentuk pelanggaran hukum seperti pelanggaran hukum
di laut dan penanganan terorisme dapat ditangani bersama-sama dengan aparat
atau institusi lainnya.. Hal ini perlu dipersiapkan guna mengantisipasi
langkah-langkah pengamanan yang lebih efectif melalui pemanfaatan forum
Bakorkamla dan pembentukan embrio Coast Guard dimasa mendatang. Termasuk tugas pengamanan lainnya yang dapat dilaksanakan secara bersama dengan
instansi lainnya dengan supervisi dan koordinasi yang
ketat dari Polri. Misalnya
pemamfaatan Satpam dalam pengamanan obyek business tertentu, pemberdayaan PPNS dalam penegakan undang-undang tertentu, seperti BPOM,
DLLAJR, JAGA WANA, pemberdayaan
Tibum dalam penegakan Perda dan
kerjasama lintas sektoral dalam tugas penegakan
hukum, pelayanan masyarakat dan memelihara Kamtibmas.
PEMBERDAYAAN
/MODERNISASI KOMPONEN POLRI PADA
LINTAS DEPARTEMEN ATAU NON DEPARTEMEN
Sejalan dengan tuntutan tugas dan dikaitkan pula
dengan tema modernisasi Polri
dalam menghadapi tantangan global, maka sudah barang tentu diperlukan data yang akurat tentang
segala sesuatu yang terkait dengan pensuksesan misi tersebut. Hampir semua departemen dan LPND terkait dengan kegiatan
pensuksesan program pembangunan nasional yang secara tidak langsung akan
terkait pula dengan tantangan global dengan kadar
yang berbeda.
Kerjasama yang baik dengan
departemen terkait sabaiknya
dibangun melalui mekanisme yang baku, sehingga data dan informasi yang
diperlukan oleh Polri dapat
diterima secara tepat dan
cepat sebagai dasar pengambilan keputusan lebih lanjut. Pada saat sekarang beberapa departemen telah menerima dan menempatkan personil
Polri kedalam jajaran
departemen terkait baik sebagai tenaga structural maupun tenaga yang ditugas karyakan. Antara lain
ada pada Departemen Hukum dan Ham
sebagai Dirjen Imigrasi, Kepala
BPKP, Sahli Meneg PPN/Ka Bappenas, Kementerian Perikanan dan Kelautan,
Departemen Kehutanan, BPN dan
lain-lain. Beberapa tanggapan terhadap
keberadaan komponen
Polri pada lintas departemen dan
LPND sebagai berikut :
Ø Keberadaannya perlu dipertahankan;
Ø Perlu diperluas
terutama mencakup bidang-bidang
yang terkait dengan tugas pokok Polri, seperti Dep Dagri, Kejaksaan Agung,
Deplu, Depkeh Ham, Dep Perdagangan, Dep Hub.
Ø Penunjukan sesuai kemampuan dan
urgensi serta senioritasnya
Ø Harus memberikan
laporan /masukan berkala kepada
Polri tentang informasi
yang terkait dengan kebutuhan Polri dalam menghadapi tantangan global dan modernisasi Polri
Ø Penugasan
diupayakan berkelanjutan
Sedang bagi departemen atau LPND yang tidak terlalu urgent dapat diikat melalui kerjasama bersama atau MOU untuk
menangani masalah tertentu dalam jangka waktu yang tertentu pula. Disamping
hal sebagaimana disebut diatas,
perlu juga diperhatikan hubungan
fungsional antara Polri dengan
departemen dan LPND pengemban fungsi kepolisian. Kaitan ini bisa dalam bentuk
forum criminal justice system (cjs)
dan bisa juga diluar forum tersebut ( misalnya dengan departemen atau badan LPND yang mempunyai
kewenangan penyidikan terbatas/PPNS)
Sejalan dengan upaya
pemerintah untuk menegakkan supremasi hukum dan penyiapan serta pemantapan langkah dalam mengahadapi dampak positip maupun
negatif dari
globalisasi maka maka forum kerjasama yang sudah ada hendaknya
lebih ditingkatkan dan di permodern . Hal ini bukan saja mencakup
kerjasama nasional tetapi juga
sudah harus mencakup wilayah yang lebih luas ketingkat regional dan bahkan
internasional.
Jakarta, 23 Oktober 2007