tag:blogger.com,1999:blog-20943741794753086302024-03-05T19:11:05.756-08:00Crime Investigation System Polda Jawa TimurTribratanews Jatim CommunityCrime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.comBlogger203125tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-19092676412108904272016-02-13T12:08:00.003-08:002016-02-13T12:08:56.377-08:00Pakar Hukum : “Legitimasi Penyidikan dan Sirkus Hukum Kasus Novel Baswedan” <h1 style="color: #524c52; font-family: 'Source Sans Pro', sans-serif; font-size: 38px; line-height: 40px; margin: 0px 0px 20px; text-rendering: optimizelegibility;">
<br /></h1>
<div class="featured-panel floated" style="background-color: white; color: #777777; display: inline-block; float: left; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 25px; margin-right: 20px;">
<div class="inner-content" style="border-bottom-color: rgb(238, 238, 238); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 2px; padding: 15px;">
<div class="featured-image-wrapper">
<div class="featured-image-inner">
<img alt="Screen Shot 2016-02-13 at 2.04.45 AM" class="attachment-single-360 size-single-360 wp-post-image" height="225" sizes="(max-width: 360px) 100vw, 360px" src="http://tribratanewsjatim.top/wp-content/uploads/2016/02/Screen-Shot-2016-02-13-at-2.04.45-AM-360x225.png" srcset="http://tribratanewsjatim.top/wp-content/uploads/2016/02/Screen-Shot-2016-02-13-at-2.04.45-AM-300x187.png 300x, http://tribratanewsjatim.top/wp-content/uploads/2016/02/Screen-Shot-2016-02-13-at-2.04.45-AM-360x225.png 360x, http://tribratanewsjatim.top/wp-content/uploads/2016/02/Screen-Shot-2016-02-13-at-2.04.45-AM.png 598x" style="border: 0px; height: auto; max-width: 100%; vertical-align: middle;" title="" width="360" /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="the-content" style="color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px;">
<h1 class="title-page" style="color: #524c52; font-family: 'Source Sans Pro', sans-serif; font-size: 38px; line-height: 40px; margin: 0px 0px 20px; text-rendering: optimizelegibility;">
</h1>
<div class="content-page">
<div class="viewer-wrapper" data-reactid=".3.2">
Ramainya pemberitan tentang rencana mendeponering kasus hukum Novel Baswedan, Mengusik beberapa pakar hukum di daerah untuk mengemukakan pendapat hukum nya, adalah ; Dr. Jawade Hafizh, Dekan Fakultas Hukum Unissula Semarang dan dan Dr. Aulia, SH, Mhum, dosen senior hukum acara pidana Universitas Pekalongan sepakat bahwa<div style="margin-bottom: 15px; margin-top: 15px;">
</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x2 pg-1h3 pg-1y6 pg-1ff2 pg-1fs1 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
“<span class="pg-1ff1 pg-1fs0">…<span class="pg-1ff3">bahwa kita percaya adanya Tuhan, tapi dengan mudah</span></span></div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x2 pg-1h4 pg-1y7 pg-1ff3 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
melupakannya. Kita ini menganggap negara hukum,</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x2 pg-1h5 pg-1y8 pg-1ff3 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
namun tidak konsekuen dalam melaksanakannya<span class="pg-1ff1">….<span class="pg-1fs1">”</span></span></div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1ye pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
berikut pendapat pakar hukum ketika di diwawancari oleh AKP Herie Purwanto. Wawancara dilaksanakan di Kampus Unissula Semarang, Rabu10/02/2016 dan Universitas Pekalongan, Kamis 11/02/2016 dengan tujuan untuk menggali bagaimana pendapat tentang legitimasi proses penyidikan Kasus Novel Baswerdan, yang hingga minggu-minggu ini masih menjadi trending topik.</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x3 pg-1h2 pg-1yf pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
Posisi kasus Novel Baswedan, sudah P-21 dan sekarang dalam kewenangan Jaksa Penuntut</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y10 pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
Umum untuk dilakukan penuntutan. Namun, ada desakan dari beberapa pihak, termasuk dari eksekutif,</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y11 pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
agar perkara tersebut dihentikan. Bahkan, terkini muncul wacana ada barter, Novel Baswedan</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y12 pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
dikeluarkan dari KPK dan kasusnya berhenti.</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x3 pg-1h2 pg-1y13 pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
Bagaimana dua pakar hukum ini berpendapat? Dr. Jawade, pakar hukum administrasi negara,</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y14 pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
lulusan Program Doktor Ilmu Hukum Undip tahun 2014 ini memberikan pendapatnya, bahwa proses</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y15 pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
hukum yang dijalani oleh Novel Baswedan melalui tahap penyelidikan kemudian penyidikan. Penyidik</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y16 pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
Bareskrim melimpahkan Berkas Acara Pemeriksaan ke JPU dan oleh JPU dilakukan penelitian secara</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y17 pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
formil dan materiil.</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x3 pg-1h2 pg-1y18 pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
Berdasar latar belakang keilmuan di bidang administrasi negara, Dekan Fakultas Hukum</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y19 pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
Unissula, yang sering menjadi narasumber di berbagai acara talkshow tentang hukum di radio maupun</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y1a pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
TV lokal ini menekankan sudut pandangnya lebih kepada prosesnya, bukan secara materiil atau</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y1b pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
unsurnya. Sehingga, disebutkan karena proses penyidikan juga sudah diuji melalui pra peradilan yang</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y1c pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
diajukan pihak Novel Baswedan, tahun 2015 yang lalu dan gugatannya ditolak oleh Pengadilan Negeri</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y1d pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
Jakarta Selatan, maka tidak perlu diragukan lagi tentang legitimasi proses penyidikannya.</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x3 pg-1h2 pg-1y1e pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
Legitimasi bagi proses penyidikan tersebut, juga telah mematahkan asumsi atau persepsi</div>
<div class="t pg-1m0 pg-1x0 pg-1h2 pg-1y1f pg-1ff1 pg-1fs0 pg-1fc0 pg-1sc0 pg-1ls0 pg-1ws0">
sementara pihak yang menganggap Bareskrim Mabes Polri telah mengkriminalisasikan Novel</div>
<div class="page-html" data-reactid=".3.2.0.0.$747=11764705882354">
Baswedan</div>
<div class="page-html" data-reactid=".3.2.0.0.$747=11764705882354">
Pada sisi lain, adanya keinginan dari Presiden agar perkara Novel Baswedan dihentikan, menurut Dr. Jawade, perlu dilihat dalam konteks apa keinginan Presiden tersebut. Sebab, di Indonesia Presidenmempunyai dua fungsi, yaitu sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara. Dalam kapasitas sebagai kepala Negara kewenangan kaitannya dengan hukum adalah bisa untuk memberikan amnesti,abolisi dan rehabilitasi. Ketiga hak Presiden ini bisa diberikan ketika seseorang sudah menjalani proseshukum, karena tujuannya adalah untuk memaafkan, mengurangi hukuman dan mengembalikan namabaik seseorang.Sedangkan pada perkara Novel, sidang di pengadilanpun belum dimulai, sehingga pada kontekskewenangan sebagai Kepala Negara ini menjadi tidak relevan. Sedangkan harapan Presiden sebagai Kepala Pemerintah, agar kasus dihentikan, perlu dijelaskan kepada publik apa dan mengapa hal tersebut harus dilakukan, sebab apabila tidak ada kejelasan, maka akan menjadi preseden buruk bagi prosespenegakan hukum di Indonesia.</div>
<div class="page-html" data-reactid=".3.2.0.0.$747=11764705882354">
Demikian halnya apabila kasus dihentikan dengan mendasari kewenangan Kejaksaan, yaitukewenangan deponering, tidak serta merta bisa dilaksanakan. Alasan demi kepentingan umum, ataupundengan menggunakan dasar pasal 144 KUHAP, tetap harus berdasarkan pada logika hukum. Bukan karena atas intervensi dari pihak manapun.</div>
<div class="page-html" data-reactid=".3.2.0.0.$747=11764705882354">
Sementaraitu,Dr, AuliaSH,Mhumberpendapatbahwafenomenamasyarakatsekarangdalammemandang kasus Novel Baswedan ibarat sedang “ sakit rindu”, semacam kerinduan pada pimpinanyang adil dan hukum yang adil pula. Hal ini ditandai dengan gerakan melalui media sosial dalam menyuarakan masalah keadilan ini. Pada titik tertentu, masyarakat mempunyai persepsi atau prasangka tertentu terhadap sebuah permasalahan.Sentilan yang ditujukan bagi Criminal Justice System kita adalah, siapa yang menjadi kapten diantara Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, Hakim, Lembaga Pemasyarakat dan Penasihat Hukum?Masing-masing masih cenderung instansi sentris. Paradigma instansi sentris lebih didasarkan padakerangka parsial, belum secara substansi menggerakan hukum dalam sebuah proses yang komprehensip dan integral.Doktor yang mengajar mata kuliah hukum acara pidana pada Fakultas Hukum Universitas Pekalongan ini, lulus S-3 Universitas Brawijaya. Lebih lanjut, seperti melempar pertanyaan :Sebenarnya yang terjadi saat ini, penggunaan hukum atau penegakan hukum? Penegakan hukum jelas,tujuannya tidak lepas dari 3 aspek, yaitu kemanfaatan, kepastian dan keadilan. Namun, yang dirasa oleh masyarakat, sekarang lebih cenderung pada penggunaan hukum. Artinya, hukum dikaitkan dengan kepentingan, sehingga tujuan hukum itu sendiri menjadi bias.Yang ada justru kepentingan tadi. Hukum seolah digerakkan sesuai dengan political will atau kemauan politik penguasa pada saat tertentu.Dalam praktiknya, hukum acara kita bisa diibaratkan sebagai pemain sirkus. Ketika melihatsirkus, yang terjadi adalah masing-masing pemain berusaha menunjukan keahliannya agar dapatmenarik perhatian penontonnya.Dengan menggunakan bahasa kias, Aulia mengandaikan pula, bahwa kita percaya adanya Tuhan,tapi dengan mudah melupakannya. Kita ini menganggap negara hukum, namun tidak konsekuen dalammelaksanakannya. Sehingga yang terjadi yang seperti sekarang ini, kasus Novel Baswedan sepertibelum ada kejelasan, padahal proses penyidikannya sudah on the track.</div>
<div>
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-31963237578717130852016-02-13T12:08:00.001-08:002016-02-13T12:08:25.947-08:00Korean Penganiaya dan Yang Di lakukan Oleh Novel Baswedan Temui Ketua KPK <h1 style="color: #524c52; font-family: 'Source Sans Pro', sans-serif; font-size: 38px; line-height: 40px; margin: 0px 0px 20px; text-rendering: optimizelegibility;">
<br /></h1>
<br /><div class="the-content" style="color: #333333; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px;">
<h1 class="name post-title entry-title" style="color: #524c52; font-family: 'Source Sans Pro', sans-serif; font-size: 38px; line-height: 40px; margin: 0px 0px 20px; text-rendering: optimizelegibility;">
</h1>
<div class="entry">
<div class="wp-caption aligncenter" id="attachment_93921" style="background-color: white; border: 1px solid rgb(221, 221, 221); color: #999999; font-size: 0.8em; margin: 10px auto; padding: 5px 0px; text-align: center;">
<a href="http://kriminalitas.com/wp-content/uploads/2016/02/4b940d89-a9d8-4971-b706-8151f0ee9b47.jpg" rel="attachment wp-att-93921" style="color: #0088cc; text-decoration: none;"><img alt="Kuasa hukum korban penganiayaan Novel Baswedan, Yuliswan (Dinda Chairina/Kriminalitas.com)" class="size-full wp-image-93921" height="330" sizes="(max-width: 620px) 100vw, 620px" src="http://kriminalitas.com/wp-content/uploads/2016/02/4b940d89-a9d8-4971-b706-8151f0ee9b47.jpg" srcset="http://kriminalitas.com/wp-content/uploads/2016/02/4b940d89-a9d8-4971-b706-8151f0ee9b47-300x160.jpg 300x, http://kriminalitas.com/wp-content/uploads/2016/02/4b940d89-a9d8-4971-b706-8151f0ee9b47.jpg 620x" style="border: none !important; height: auto; max-width: 100%; padding: 0px !important; vertical-align: middle;" width="620" /></a><br />
<div class="wp-caption-text">
Kuasa hukum korban penganiayaan Novel Baswedan, Yuliswan</div>
</div>
<div style="margin-bottom: 15px; margin-top: 15px;">
Erwansyah Siregar dan Dedi Muryadi, korban penganiayaan Novel Baswedan menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya datang dengan didampingi kuasa hukumnya, Yuliswan untuk bertemu Ketua KPK.</div>
<div style="margin-bottom: 15px; margin-top: 15px;">
“Kami ingin menyampaikan kepada pihak KPK bahwa ini tindak pidana murni saat Novel menjalankan tugas (sebagai Kasat Reksrim Polres Bengkulu) bukan dalam rangka tugas di KPK,” ujar Yuliswan saat tiba di Gedung KPK, Jumat (12/2).</div>
<div style="margin-bottom: 15px; margin-top: 15px;">
Jadi, menurut Yuliswan, kliennya ingin bertemu Ketua KPK Agus Rahardjo agar lembaga antirasuah ini tidak hanya mendengarkan keterangan sepihak dari penasihat hukum Novel Baswedan.</div>
<div style="margin-bottom: 15px; margin-top: 15px;">
“Kalau saya selaku kuasa hukum korban ingin menyampaikan permasalahan yang sebenarnya terjadi, jadi jangan sampai KPK hanya menggunakan keterangan sepihak saja,” imbuhnya.</div>
<div style="margin-bottom: 15px; margin-top: 15px;">
Korban, lanjut Yuliswan, akan menyerahkan surat-surat yang ditulis tangan oleh yang bersangkutan untuk menyerahkan bukti kasus yang melibatkan penyidik senior KPK itu.</div>
<div style="margin-bottom: 15px; margin-top: 15px;">
Kendati demikian, Yuliswan enggan merinci surat-surat apa yang dimaksud.</div>
<div style="margin-bottom: 15px; margin-top: 15px;">
“Intinya kami minta penegakan hukum yang benar dan tidak ada campur tangan dari pihak lain, karena negara kita adalah negara hukum (rechtsstaat),” pungkasnya.</div>
<div style="margin-bottom: 15px; margin-top: 15px;">
Kasus ini berawal saat korban yang merupakan tersangka pencuri burung walet diduga dianiaya oleh Novel. Korban sekaligus tersangka ditembak di bagian kakinya.</div>
<div style="margin-bottom: 15px; margin-top: 15px;">
Pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kasus ini sempat dihentikan. Namun, kembali dibuka usai KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka atas dugaan menerima hadiah atau janji saat menjabat sebagai Kabiro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia periode 2003-2006 di Mabes Polri.</div>
</div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-69414759707970901262016-02-13T12:01:00.001-08:002016-02-13T12:01:24.885-08:00Analisis Hukum Kasus Novel Baswedan: Semua Sama di Depan Hukum <br /><span style="background-color: white; font-family: arial, helvetica; font-size: 14px;"></span><span style="background-color: white; font-family: arial, helvetica; font-size: 14px;"></span><br />
<div class="content-page" style="float: left; font-family: arial, helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 20px; width: 686px;">
<div style="text-align: center;">
<img alt="Marwan-Mas" class="alignnone size-full wp-image-114732" height="328" sizes="(max-width: 304px) 100vw, 304px" src="http://www.tribratanews.com/wp-content/uploads/2016/02/Marwan-Mas.jpg" srcset="http://www.tribratanews.com/wp-content/uploads/2016/02/Marwan-Mas-272x294.jpg 272x, http://www.tribratanews.com/wp-content/uploads/2016/02/Marwan-Mas.jpg 304x" style="height: auto;" width="304" /></div>
<br />
<div style="text-align: center;">
<em><strong>Oleh: Marwan Mas</strong></em></div>
<div style="text-align: center;">
<em><strong>Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Bosowa, Makassar</strong></em></div>
<div style="text-align: center;">
<br /><strong>Salah satu perkara tindak pidana yang saat ini mendapat perhatian publik, adalah adanya rencana Kejaksaan Agung men-deponeer perkara dengan tersangka Novel Baswedan (penyidik KPK) karena desakan sejumlah kalangan dalam masyarakat. </strong></div>
Perkara itu sebenarnya sudah tuntas “penyidikannya” oleh Bareskrim Polri dan berkas perkara penyidikan (BAP) sudah dilimpahkan ke Penuntut Umum karena dianggap P21. Bahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah menyerahkan perkara itu untuk diperiksa di Pengadilan Negeri Bengkulu.<br />
<br />Memang, kasus ini mendapat perhatian publik, tetapi setelah JPU menyerahkan perkara ke pengadilan dan jadwal persidang juga sudah ditetapkan, tiba-tiba ada berita di media massa menyebutkan bahwa “Surat Dakwaan” yang telah dibuat JPU ditarik kembali oleh pihak Kejaksaan.<br />
Sebetulnya persoalan penyidikan sudah selesai, sehingga secara hukum (hukum acara atau hukum formil) tugas dan tanggung jawab penyidik kepolisian dalam melakukan penegakan hukum sudah selesai. Semua proses dan tahap penyelidikan dan penyidikan dianggap lengkap oleh JPU.<br />
Jika kemudian ada rencana perkara itu akan dihentikan atau dideponeering oleh kejaksaan, hal itu bukan lagi tanggung jawab penyidik kepolisian. Tetapi perlu melihat dasar hukum penghentian atau deponeering suatu perkara oleh kejaksaan.<br />Deponeering merupakan “kewenangan khusus” bagi Jaksa Agung yang diberikan dalam Pasal 35 huruf-c UU Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan), bahwa: “Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang menyenyampingkan perkara demi kepentingan umum”.<br />
<br />Ukuran suatu perkara dideponir oleh Jaksa Agung sesuai Penjelasan Pasal 35 huruf-c UU Kejaksaan, adalah “untuk kepentingan bangsa dan negara daan/atau kepentingan masyarakat luas”. Artinya, mengenyampingkan perkara merupakan pelaksanaan dari “asas oportunitas’, yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memerhatikan “saran dan pendapat” dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan perkara tersebut.<br />
Badan-badan kekuasaan atau lembaga negara yang terkait dengan perkara itu, antara lain Polri selaku penyidik, Mahkamah Agung, dan DPR selaku representase rakyat.<br />
Namun, yang perlu dipertanyakan, apakah “makna kepentingan umum dan/atau kepentingan masyarakat luas” sudah terpenuhi?<br />Apakah kalau perkara itu diproses di pengadilan akan membuat kepentingan umum atau kepentingan masyarakat luas “akan terganggu” dan penyeleggaraan negara ikut terganggu?<br />
Tentu bisa saja ada yang memprediksi akan menimbulkan gejolak dalam masyarakat kalau dilanjutkan pemeriksaannya di pengadilan. Tetapi pada sisi lain ada yang diabaikan, yaitu “persamaan di depan hukum” sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945, bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.<br />
Kata “tidak ada kecualinya” bisa ditafsirkan bahwa siapapun yang melanggar hukum harus diproses, apalagi sudah melalui penyelidikan dan penyidikan dan sudah dinyatakan lengkap oleh JPU, sehingga seharusnya dilanjutkan pemeriksaannya di pengadilan.<br />
Biar pengadilan yang memutuskan apakah dakwaan JPU terbukti atau tidak terbukti sehingga terdakwa dibebaskan. Ini yang disebut memenuhi “kepastian hukum” sebagai salah satu tujuan hukum, selain “keadilan dan kemanfaatan masyarakat”. Tujuan hukum melalui “kepastian hukum” pada hakikatnya sudah dijalankan oleh penyidik Polri, sehingga idealnya diserahkan ke pengadilan untuk menilai apakah terdakwa bersalah atau tidak.<br />
Men-deeponir perkara tersangka Novel Baswedan secara empiris (realitas) sebetulnya belum sepenuhnya menyentuh pada kerugian “kepentingan umum dan/atau merugikan kepentingan masyarakat”. Apalagi kasus itu terkait dengan individu seseorang yang diduga melakukan tindak pidana.<br />
Namun, karena ada Kewenangan Khusus Jaksa Agung melakukan deponeering, maka biar Jaksa Agung yang menilai dan menentukan “makna kepentingan umum dan/atau kepentingan masyarakat luas” seperi dimaksud dalam Pasal 35 huruf-c UU kejaksaan.<br />
<br />Penyidik Polri tidak bisa lagi disalahkan, apalagi mengaitkannya bahwa penyidik melakukan “kriminalisasi” terhadap Novel Baswedan. Sebab kriminalisasi itu dianggap telah terjadi, jika seseorang diproses hukum “tanpa ada fakta kasus, tidak cukup alat bukti penetapan tersangka, dan BAP tidak diterima JPU”.<br />
Apalagi tersangka Novel Baswedan sudah melakukan “praperadilan” atas penetapannya sebagai tersangka, tetapi pengadilan menolaknya dan menyatakan bahwa penetapan tersangka Novel Baswedan telah menenuhi ketentuan KUHAP.<br />
<br />Untuk menjawab pertanyaan yang berkembang, apakah penanganan kasus tersangka Novel Baswedan yang akan dideponir oleh Jaksa Agung bisa diterima? Jawabnya, memang bisa saja dilakukan Jaksa Agung sebagai kewenangan khusus, tetapi harus tetap mengkaji dan menafsirkan syarat pemberian deponeering dalam Pasal 35 huruf-c UU Kejaksaan bahwa harus “demi kepentingan umum” dan/atau kepentingan masyarakat.<br />
Tetapi yang pasti, penyidik Polri sudah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam melakukan penyidikan. Hal itu dibuktikan dengan “diterimanya BAP oleh JPU karena dinilai sudah lengkap (P21)”.<br />
<br />Begitu pula pertanyaan tentang “persamaan setiap orang di dalam hukum”, yang sebetulnya secara konstitusional sudah ditagaskan dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945. Kita tidak ingin ada sorotan dalam masyarakat bahwa dalam penegakan hukum terjadi diskriminasi, karena hanya orang kecil yang diproses, sedangkan orang yang punya kekusaan diabaikan. Polri telah memaknai sorotan publik selama ini, bahwa “hukum selama ini tumpul ke bawah, tetapi tajam ke atas”.<br />
<br />Penyidik Polri dalam kasus Novel Baswedan selaku salah satu penyidik KPK tidak ingin dikecam oleh publik gara-gara melanggar konstitusional persamaan setiap orang di dalam hukum yang diatur Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945. Biar masyarakat yang menilai bagaimana integritas penyidik Polri, bahkan Polri secara institusi dalam menyikapi persoalan itu.<br />
Apakah Jaksa Agung akan mengeluarkan ketetapan men-deponeer perkara Novel Baswedan, itu sudah bukan lagi tanggung jawab dan wewenang Polri?<br />
Analisis ini dikaji secara netral, dan tidak melihat bagaimana posisi penyidik Polri dan reaksi publik atas perkara itu, melainkan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori hukum. Tentu juga menghormati sikap Presiden Jokowi yang meminta agar setiap proses hukum tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat, sehingga sudah betul sikap Polri menyerahkan persoalan itu kepada Jaksa Agung, apakah akanmengeluarkan diponir terhadap kasus Novel Baswedan.</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-27294037746864717592016-02-13T11:46:00.003-08:002016-02-13T11:46:36.893-08:00Deponering Kasus NB, AS dan BW Mengoyak Kesadaran Hukum <br /><span style="background-color: white; font-family: arial, helvetica; font-size: 14px;"></span><span style="background-color: white; font-family: arial, helvetica; font-size: 14px;"></span><br />
<div class="content-page" style="float: left; font-family: arial, helvetica; font-size: 14px; margin-bottom: 20px; width: 686px;">
<div style="text-align: center;">
<img alt="bb" class="alignnone size-full wp-image-118228" height="338" sizes="(max-width: 294px) 100vw, 294px" src="http://www.tribratanews.com/wp-content/uploads/2016/02/bb-1.jpg" srcset="http://www.tribratanews.com/wp-content/uploads/2016/02/bb-1-256x294.jpg 256x, http://www.tribratanews.com/wp-content/uploads/2016/02/bb-1.jpg 294x" style="height: auto;" width="294" /></div>
<div align="center">
<strong>Oleh: Dr. Bambang Usadi, MM*</strong></div>
<strong>TRIBRATANEWS JATIM</strong><br />
<strong><br /></strong>
<strong>Kasus hukum yang menjerat BW, AS dan NB kembali menjadi sorotan ketika tiba-tiba muncul wacana bahwa kasus yang menjerat mantan komisioner dan penyidik KPK tersebut akan dideponering melalui kewenangan Jaksa Agung. Tidak ketinggalan ICW pun mendesak agar Kejaksaan Agung mendeponering kasus tersebut, meski sebagian komponen masyarakat justru menghendaki agar kasus BW, AS dan NB diteruskan sampai proses peradilan untuk memastikan tercapainya rasa keadilan dan kepastian hukum, termasuk tujuan terciptanya kesadaran hukum. HMI secara tegas menolak deponering, menuntut keadilan dan meminta Kejagung untuk menuntaskan kasus yang menjerat mantan komisioner KPK tersebut. </strong><br />
Persoalannya adalah atas dasar apa beberapa pihak di luar kekuasan criminal justice system mendesak dilakukan deponering terhadap kasus BW, AS dan NB? Apabila alasannya adalah hati nurani, keadilan dan kepastian hukum, maka semestinya hati nurani berdasar kesadaran hukum yang mengkedepankan keadilan dan kepastian hukum, menuntun lahirnya sikap dan perilaku yang menghormati proses hukum sampai tuntas sehingga menjadi jelas duduk perkara hukumnya atau benar salahnya di depan hukum. Pemberian perlakuan khusus terhadap BW, AS dan NB menyalahi ketentuan hak asasi manusia karena telah nyata memberikan perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum sebagaimana ditegaskan konstitusi pasal 28D UUD Tahun 1945 amandemen IV huruf (i) setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. <br />
Sesungguhnya, kewenangan Jaksa Agung dalam melakukan deponering didasarkan Pasal 8 Undang-Undang No. 15 Tahun 1961 jo Pasal 32 huruf e Undang-undang No. 5 Tahun 1991 jo. Pasal 35 huruf c Undang-Undang No 16 Tahun 2004 berbunyi: “Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang menyampingkan perkara demi kepentingan umum”. Penjelasan UU No. 16 Tahun 2004 pasal 35 huruf c menegaskan: “Yang dimaksud dengan ‘kepentingan umum’ adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat. Mengesampingkan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas opportunitas, yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan Negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut”.<br />Demikian juga dengan ketentuan KUHAP yang mengatur kewenangan Jaksa Agung untuk melakukan deponering perkara diatur dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c dan pasal 77 KUHAP. Pasal Pasal 46 ayat (1) huruf c KUHAP menegaskan: “Perkara tersebut dikesampingkan demi kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana”, dan Penjelasan Pasal 77 KUHAP berbunyi: “Yang dimaksud dengan penghentian penuntutan tidak termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum menjadi wewenang Jaksa Agung”.<br />
Hal yang patut menjadi pertanyaan besarnya berdasarkan pada ketentuan deponering tersebut adalah kepentingan umum apa sesungguhnya yang dimaksud? Apakah kepentingan pemberantasan tindak pidana korupsi. Apabila kepentingan ini yang dimaksud, maka justru proses penegakan hukum harus dilanjutkan untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan di KPK dilakukan secara profesional, tidak dilakukan oleh tangan-tangan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pernah bermain kotor dalam penegakan dan ketaatan terhadap hukum. Sebagaimana diharapkan pasal 29 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK, “Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: poin (7) cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik”.<br />Proses penegakan hukum terhadap BW, AS dan NB juga akan menghindarkan terjadinya preseden buruk terhadap pengabaian tujuan hukum yang utama itu sendiri yakni terwujudnya ketertiban dan keadilan, karena setiap orang nantinya tidak akan khawatir melakukan perbuatan atau tindakan dengan mencurangi hukum, karena ada harapan ketika menduduki jabatan publik yang lebih strategis, kasus hukum lamanya akan diabaikan disebabkan adanya opini dan desakan publik atau atas dasar kepentingan politik. Deponering secara substansial sesungguhnya juga merugikan status hukum pihak yang tersangkut kasus pidana. Pilihan deponering menegaskan bahwa perkaranya memang cukup alasan dan bukti untuk diajukan serta diperiksa dalam sidang pengadilan, yang berarti bahwa yang bersangkutan menyandang status sebagai tersangka sepanjang masa.<br />
Pembangunan kesadaran hukum seharusnya mampu memposisikan hukum sebagai panglima dalam setiap penyelesaian perkara hukum. Deponering harus tetap diposisikan menjadi kewenangan independen dari Jaksa Agung yang secara profesional dan dilandasi integritas memandang demi kepentingan hukum mengabaikan perkara dan tidak melanjutkannya perkara hukum ke tingkat pengadilan. Deponering melalui desakan para pihak di luar criminal justice system atau disebabkan adanya deal-deal politik tertentu justru akan semakin memperkeruh dan memperunyam wajah penegakan hukum di Indonesia, karena konsekuensinya justru akan mendorong sebagian orang yang bermasalah dengan hukum nantinya akan memanfaatkan celah pembentukan opini publik untuk mengintervensi proses penegakan hukum, dengan dalih bermacam-macam.<br />
Media, penggiat, tokoh agama dan pengamat hukum termasuk akademisi juga diharapkan berperan membangun budaya hukum yang konstruktif dengan memanfaatkan ruang publik untuk mendidik masyarakat yang sadar hukum dan tidak abai terhadap kewajiban hukum seseorang yang sedang menjalani proses penegakan hukum. Bagaimanapun masyarakat termasuk media, penggiat, tokoh agama, akademisi dan pengamat hukum tidak mengetahui dan memahami keseluruhan konstruksi dan anatomi kasus pidana yang menjerat tersangka, sehingga sudah seharusnya menyerahkan proses penegakan hukum sepenuhnya kepada criminal justice system yang berwenang.<br />
*Penulis: Brigjen Pol. Dr. Bambang Usadi, MM, Karo Bankum DivKum Polri</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-78698387402014304572015-01-14T20:57:00.006-08:002015-01-14T20:57:53.039-08:00Cara Mengurus SKCK <h1 class="w580 ml_5" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 30px; margin: 0px 0px 0px 5px; padding: 0px; width: 580px;">
<br /></h1>
<h1 class="w580 ml_5" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 30px; margin: 0px 0px 0px 5px; padding: 0px; width: 580px;">
Cara Mengurus SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian)</h1>
<br />
<div style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; width: 600px;">
<div id="ct_1778" style="width: 600px;">
Bagi seseorang yang akan melamar pekerjaan atau mendaftar calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), mengurus surat-surat sebagai persyaratan pendaftaran menjadi sangat utama. Salah satunya surat itu adalah Surat Keterangan Catatan Kepolisian atau SKCK. Surat SKCK ini biasanya digunakan sebagai tanda bukti bahwa pihak pelamar kerja atau pendaftar CPNS tidak pernah atau terbebas dari tindakan pidana. SKCK juga biasanya menjadi bukti bahwa seseorang memiliki perilaku yang baik, dalam arti tidak pernah melanggar hukum yang berlaku. Namun, mungkin saja dalam pengurusannya biasanya masih banyak masyarakat yang kurang mengerti alur pembuatan SKCK ini, apalagi kalau pihak yang bersangkutan baru pertama kali mengurus SKCK, tentu bisa-bisa menjadi bahan tertawaan petugas atau orang lain yang biasa sudah pernah mengurus SKCK lantaran ketidaktahuannya atau kebingungannya dalam mengurus SKCK.<br />
Dalam ulasan ini, bagi masyarakat yang baru pertama kali atau tidak mengerti tatacara mengurus SKCK, berikut langkah-langkahnya. Langkah-langkah ini bisa saja berbeda di setiap tempat di Indonesia dan bisa juga berubah sesuai dengan aturan yang diperbarui oleh pihak kepolisian Indonesia, sehingga langkah-langkah ini bersifat relatif terhadap perubahan aturan dan daerah terkait, tetapi setidaknya inilah yang hendaknya dilakukan sebelum mengurus surat SKCK.<br />
(1) Anda siapkan pas foto 4 x 6 berwarna (latar menurut tanggal lahir, genap berwarna merah dan ganjil berwarna biru) sebanyak 12 buah.<br />
(2) Anda buat surat pengantar pembuatan SKCK dari level desa Anda, atau surat pengantar dari level daerah tempat Anda tinggal kepada pihak terkait, misalnya Kelurahan, RT, RW. Tujuang pembuatan SKCK bisa Anda tentukan, misalnya untuk melamar pekerjaan, pindah daerah, pindah sekolah, pengangkatan CPNS, dan tujuan lainnya.<br />
(3) Setelah Anda membuat surat pengantar dari desa, maka pada level berikutnya (Kecamatan), Anda akan dibuatkan surat rekomendasi dari kecamatan untuk pembuatan SKCK, Anda <em>copy</em> dulu surat pengantar Anda sebanyak 1 lembar (bisa lebih tergantung daerah dan aturan perubahan yang berlaku). Lalu, Anda akan dimintai pas foto sebanyak 6 lembar, 2 lembar foto sebagai arsip kecamatan, dan 4 foto dilampirkan pada surat rekomendasi dari kecamatan untuk pengurusan SKCK di tingkat Polsek.<br />
(4) Hati-hati, biasanya hingga saat ini masih saja cenderung ada oknum yang melakukan pungutan liar alias pungli pada tingkat kecamatan saat pengurusan SKCK, jadi kalau Anda menemui, lebih baik Anda bawa kamera dan Anda foto sebagai bukti pelaporan adanya pungli.<br />
(5) Anda selanjutnya datang ke polsek terdekat daerah Anda kemudian datang ke bagian pembuatan surat rekomendasi SKCK dari polsek dengan memenuhi persyaratan berupa KTP (asli dan <em>copy</em>), Kartu Keluarga (KK) <em>copy</em> sebanyak 2 - 3 lembar. (note : di tingkat polsek juga rawan adanya pungli, jadi tetaplah Anda waspada, memang <em>sih</em> dengan adanya uang urusan akan lancar, meskipun ini adalah paradigma yang keliru, tetapi <em>kan</em> kita yang rugi).<br />
(6) Setelah selesai pembuatan surat rekomendasi setingkat polsek, Anda bisa langsung ke Polres untuk pembuatan SKCK Anda. Di Polres, Anda akan mengisi formulir identitas Anda, termasuk keluarga Anda, khusus identitas Anda usahakan sama dengan KTP Anda, jangan lupa membawa 6 - 8 pas foto berwarna Anda ukuran sama 4 x 6. Setelah Anda mengisi formulir biodata, Anda akan diberi sebuah lembar berwarna putih, yakni form rumus sidik jari Anda. Namun, terlebih dahulu, Anda harus mengisi identitas di pada baris titik-titik yang harus diisi, sesuaikan dengan identitas KTP Anda.<br />
(7) Tahap berikutnya adalah tahapan rekam sidik jari oleh petugas kepolisian dengan menempelkan 10 jari Anda ke alat sidik jari dan mencetak sidi jari Anda satu per satu, milai dari jari kelingking, hingga telunjuk, lalu 4 jari kecuali jempol Anda, dan terakhir adalah jempol Anda. Penempelan ini dari tangan kiri ke tangan kanan atau bisa sebaliknya.<br />
(8) Setelah menempel, petugas akan mengamati sidik jari Anda dan kemudian mencetak hasilnya dengan kode tertentu pada area rumus sidik jari pada form Anda. (awas ada pungli)<br />
(9) Setelah selesai, Anda bisa menyerahkan hasilnya ke petugas pemberi form Anda kemudian mencetak SKCK Anda. Pada tahap ini, sesuai UU yang berlaku di kepolisian Anda dimintai biaya sebesar Rp. 10.000,- (saya lihat memang ada Undang-Undangnya, jadi bukan pungutan liar alias SOP).<br />
(10) Bila perlu legalisir, Anda harus meng-<em>copy</em> SKCK Anda sebanyak minimal 10 lembar (untuk CPNS), atau lebih kemudian Anda baru bisa memberikannya ke petugas untuk melegalisirnya.<br />
(11) Selesai.<br />
nb : Jangan lupa dari rumah membawa Kartu Keluarga (KK) untuk memudahkan mengisi keterangan anggota keluarga, dan catat pula pengalaman pendidikan Anda (lulus SD, SMP, SMA/SMK tahun berapa misalnya).</div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-50483879392070997002015-01-14T20:56:00.003-08:002015-01-14T20:56:32.346-08:00Cara Buat SKCK Baru di Kepolisian<h1 class="w580 ml_5" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 30px; margin: 0px 0px 0px 5px; padding: 0px; width: 580px;">
<br /></h1>
<div class="bl_3 mt_5 mb_20" style="border-top-color: rgb(225, 225, 225); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 20px; margin-top: 5px;">
</div>
<div style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; width: 600px;">
<div id="ct_1503" style="width: 600px;">
<br />
<div style="text-align: justify;">
Halo bagi pelamar kerja baik CPNS atau Swasta</div>
<div style="text-align: justify;">
Tentunya ada persyaratan membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian atau biasa disebut SKCK, bagi yang belum atau lupa berikut penjelasanya :</div>
<div style="text-align: justify;">
I. PERSIAPAN</div>
<div style="text-align: justify;">
A. Fotocopy KK + KTP , buat ajah 10 copyan buat rt/rw ke kelurahan-polsek selebihnya simpen dah</div>
<div style="text-align: justify;">
B. Pas Fhoto 4X6 = 5 lembar ada juga yang minta 4lembar siapin ajah yang banyak.</div>
<div style="text-align: justify;">
II. PERSYARATAN AWAL</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Kalian datangin rumah pa RT bawa fotocopy KTP sama fotovop KK (kartu Keluarga) trus bilang dah ke Pak RT buat : - <strong>Surat Pengantar buat SKCK untuk melamar kerja ttd pa RTnya</strong>, nah ente bolehlah ngasih ke pa RT berapa ajah yang penting ikhlas(bukan keharusan)sebagai terima kasih membuat suratnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
durasi : 10 menit sambil ngobrol dikit</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Trus datangin dah ke kantor RW, minta tanda tangan RWnya,paling RW liat ttd RTnya udah dia langsung tanda tangan dan bilang makasih kalau sduah selesai jangan lupa disitu ada kotak amal untuk warga, isi dah seiklasnya.(bukan paksaan)—> durasi waktu 7 menit…</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Nah Paginya bawa dah ke Kelurahan setempat surat tuh, kalau sudah Program Satu Pintu ,pencet tombol biru alias pelayanan Umum / SKCK, tunnggu panggilan setelah dipanggil kasih dah datanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kalau Kelurahanya cepat kita suruh tunggu ngga lama kisaran 10-20 menit tergantung banyaknya surat dah jadi tuh surat Keterangan Kelurahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
4.Nah kalau perlu fotocoy duluh dah buat arsip kita.</div>
<div style="text-align: justify;">
5. Dari sini, rutenya terbelah 2.</div>
<div style="text-align: justify;">
———> Bagi yang ingin mendaftar ke CPNS atau BUMN, lanjutkan rute anda ke kantor Kecamatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
———> Bagi yang ingin mendaftar ke perusahaan Swasta, lanjutkan ke Polsek</div>
<div style="text-align: justify;">
5. nah bagi yang ke Kecamatan tinggal minta ttd pa Camat saja,..Lalu kalian datangin dah Polsek terdekat, tanya dah pelayanan Pembuatan SKCK, TRUS bilang dah mau buat SKCK , lalu dikasih formulir suruh isi sambil menyerahkan, surat dari Kelurahan, Foto 4×6(6 lembar) , sama fotocopy KTP.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di formulir itu ada jg ditanya umur orang tua dan sodara2 kandung (bagi yang lupa supaya dipersiapkan) serta riwayat pendidikan (jadi harus tau pernah sd dimana dan masuk tahun berapa, dst sampe kuliah). Kalo sudah, masukin formnya beserta syarat2 segala macem. Nanti dibilang disuruh tunggu berapa lama. setelah itu anda dipanggil dan diambil sidiq jarinya kesepuluh tangan dan dijelaskan dah selesainya kalau pagi jadinya siang kalau siang jadinya besok..dan untuk ngambil SKCKnya bisa diwakilkan, asal si wakil bawa fotocopy KTPmu. Ga ada yang perlu ditanda tangan pas ngambil, makanya bisa diwakilin.</div>
<div style="text-align: justify;">
catatan anda: sesebel apapun saat itu, jangan lupa utk tetap tersenyum dan berbahasa yang baik. Biar gimanapun kita lagi butuh mereka…betul tidak???</div>
<div style="text-align: justify;">
nah Bagi yang sudah jadi di cek dulu SKCKnya sebelum anda Pulang, siapa tahu jenis kelamin adan tertukar, atau agama anda Ganti…hehhehe</div>
<div style="text-align: justify;">
Berapa Biaya SKCK :Rp. 10.000</div>
<div style="text-align: justify;">
menurut :</div>
<ol>
<li>UU RI No.20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Bukan Pajak (PNBP);</li>
<br />
<li>UU RI No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;</li>
<br />
<li>PP RI No.50 Tahun 2010 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Bukan Pajak yang berlaku pada instansi Polri;</li>
<br />
<li>Surat Telegram Kapolri Nomor : ST/1928/VI/2010 tanggal 23 Juni 2010 tentang Pemberlakuan PP RI No.50 Tahun 2010.</li>
</ol>
ok itu saja semoga bermanfaat…<br />
<img alt="" class="irc_mut" height="393" src="https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRKYLIRAAsC8uQj4q5Jgi7edkNtBVfTfxVyYwtARQzkSsKW6Xv-dw" style="margin-top: 0px; max-width: 600px;" width="259" /></div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-52039074214664963922015-01-14T20:52:00.001-08:002015-01-14T20:52:14.620-08:00Polres Gresik<h1 class="title" style="border: 0px; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 36px; font-weight: 400; line-height: 1; margin: 0px 0px 5px; outline: 0px; padding: 0px; position: relative; vertical-align: baseline;">
<br /></h1>
<div class="post-meta" style="border: 0px; color: #9f9f9f; font-family: Verdana, Geneva, sans-serif; font-size: 10px; line-height: 11px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-transform: uppercase; vertical-align: baseline;">
<span class="comments" style="border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></div>
<div class="entry" style="border: 0px; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<h2 style="border: 0px; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 28px; line-height: 1; margin: 0px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
<a href="http://kangyudhie.blog.com/files/2011/06/polres-gresik.jpg" style="border: 0px; color: #1dc70a; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; vertical-align: baseline;"><img alt="" class="aligncenter size-large wp-image-67" height="335" src="http://kangyudhie.blog.com/files/2011/06/polres-gresik-585x338.jpg" style="border: 1px solid rgb(204, 204, 204); display: block; height: auto; margin: 0px auto 10px; max-width: 98%; outline: 0px; padding: 5px; vertical-align: baseline;" width="580" /></a></h2>
<h2 style="border: 0px; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 28px; line-height: 1; margin: 0px 0px 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
<strong style="border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Polres Gresik</strong><br />Alamat : Jl. Basuki Rahmat No. 22 Gresik 61114<br /><span style="background-color: black; border: 0px; color: white; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Telepon : 031.3974110 – 031.3981381</span></h2>
<div style="border: 0px; margin-bottom: 15px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: black; border: 0px; color: white; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><em style="border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><strong style="border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Daftar Nama Polsek di Polres Gresik</strong> : Polsek Gresik kota (polsekta gresik), Polsek Kebomas (urban), polsek Driyorejo (urban), polsek panceng, polsek ujungpangkah, polsek sidayu, polsek dukun, polsek bungah, polsek manyar, polsek duduk sampeyan, polsek balongpanggang, polsek wringinanom, polsek benjeng, polsek menganti, polsek cerme, Polsek KPPP Gresik (KP3) Kawasan Pelabuhan, polsek kedamean, polsek sangkapura bawean, polsek tambak pulau bawean.</em></span></div>
<div class="sociable" style="border: 0px; clear: both; margin: 0px !important; outline: 0px; overflow: hidden; padding: 0px !important; vertical-align: baseline;">
<ul class="clearfix" style="background-image: none !important; border: none !important; list-style: none; margin: 0px !important; outline: 0px; padding: 0px !important; vertical-align: baseline;">
<li style="background-image: none !important; border: none; color: #333333; display: inline !important; float: left !important; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; list-style-type: none !important; margin: 0px !important; outline: 0px; padding: 3px !important; vertical-align: baseline; width: auto;"><a class="option1_32" href="http://www.facebook.com/share.php?u=http%3A%2F%2Fkangyudhie.blog.com%2F2011%2F06%2F18%2Fpolres-gresik%2F&t=Polres%20Gresik" rel="nofollow" style="background-attachment: scroll; background-image: url(http://kangyudhie.blog.com/wp-content/mu-plugins/sociable/images/sprites/option1_32.png); background-position: -96px 0px; background-repeat: no-repeat no-repeat; border: none; color: #1dc70a; display: block; float: left; height: 32px; margin: 0px !important; outline: 0px; padding: 0px !important; text-decoration: none; vertical-align: baseline; width: 32px;" target="_blank" title="Facebook"></a></li>
<li style="background-image: none !important; border: none; color: #333333; display: inline !important; float: left !important; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; list-style-type: none !important; margin: 0px !important; outline: 0px; padding: 3px !important; vertical-align: baseline; width: auto;"><a class="option1_32" href="http://twitter.com/intent/tweet?text=Polres%20Gresik%20http%3A%2F%2Fkangyudhie.blog.com%2F2011%2F06%2F18%2Fpolres-gresik%2F" rel="nofollow" style="background-attachment: scroll; background-image: url(http://kangyudhie.blog.com/wp-content/mu-plugins/sociable/images/sprites/option1_32.png); background-position: -288px -32px; background-repeat: no-repeat no-repeat; border: none; color: #1dc70a; display: block; float: left; height: 32px; margin: 0px !important; outline: 0px; padding: 0px !important; text-decoration: none; vertical-align: baseline; width: 32px;" target="_blank" title="Twitter"></a></li>
<li style="background-image: none !important; border: none; color: #333333; display: inline !important; float: left !important; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; list-style-type: none !important; margin: 0px !important; outline: 0px; padding: 3px !important; vertical-align: baseline; width: auto;"><a class="option1_32" href="http://digg.com/submit?phase=2&url=http%3A%2F%2Fkangyudhie.blog.com%2F2011%2F06%2F18%2Fpolres-gresik%2F&title=Polres%20Gresik&bodytext=%0D%0APolres%20Gresik%0D%0AAlamat%20%3A%20Jl.%20Basuki%20Rahmat%20No.%2022%20Gresik%2061114%0D%0ATelepon%20%3A%20031.3974110%20-%20031.3981381%0D%0ADaftar%20Nama%20Polsek%20di%20Polres%20Gresik%20%3A%20Polsek%20Gresik%20kota%20%28polsekta%20gresik%29%2C%20Polsek%20Kebomas%20%28urban%29%2C%20polsek%20Driyorejo%20%28urban%29%2C%20polsek%20panceng%2C%20polsek" rel="nofollow" style="background-attachment: scroll; background-image: url(http://kangyudhie.blog.com/wp-content/mu-plugins/sociable/images/sprites/option1_32.png); background-position: -64px 0px; background-repeat: no-repeat no-repeat; border: none; color: #1dc70a; display: block; float: left; height: 32px; margin: 0px !important; outline: 0px; padding: 0px !important; text-decoration: none; vertical-align: baseline; width: 32px;" target="_blank" title="Digg"></a></li>
<li style="background-image: none !important; border: none; color: #333333; display: inline !important; float: left !important; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; list-style-type: none !important; margin: 0px !important; outline: 0px; padding: 3px !important; vertical-align: baseline; width: auto;"><a class="option1_32" href="http://delicious.com/post?url=http%3A%2F%2Fkangyudhie.blog.com%2F2011%2F06%2F18%2Fpolres-gresik%2F&title=Polres%20Gresik&notes=%0D%0APolres%20Gresik%0D%0AAlamat%20%3A%20Jl.%20Basuki%20Rahmat%20No.%2022%20Gresik%2061114%0D%0ATelepon%20%3A%20031.3974110%20-%20031.3981381%0D%0ADaftar%20Nama%20Polsek%20di%20Polres%20Gresik%20%3A%20Polsek%20Gresik%20kota%20%28polsekta%20gresik%29%2C%20Polsek%20Kebomas%20%28urban%29%2C%20polsek%20Driyorejo%20%28urban%29%2C%20polsek%20panceng%2C%20polsek" rel="nofollow" style="background-attachment: scroll; background-image: url(http://kangyudhie.blog.com/wp-content/mu-plugins/sociable/images/sprites/option1_32.png); background-position: -32px 0px; background-repeat: no-repeat no-repeat; border: none; color: #1dc70a; display: block; float: left; height: 32px; margin: 0px !important; outline: 0px; padding: 0px !important; text-decoration: none; vertical-align: baseline; width: 32px;" target="_blank" title="Delicious"></a></li>
<li style="background-image: none !important; border: none; color: #333333; display: inline !important; float: left !important; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; list-style-type: none !important; margin: 0px !important; outline: 0px; padding: 3px !important; vertical-align: baseline; width: auto;"><a class="option1_32" href="https://mail.google.com/mail/?view=cm&fs=1&to&su=Polres%20Gresik&body=http%3A%2F%2Fkangyudhie.blog.com%2F2011%2F06%2F18%2Fpolres-gresik%2F&ui=2&tf=1&shva=1" rel="nofollow" style="background-attachment: scroll; background-image: url(http://kangyudhie.blog.com/wp-content/mu-plugins/sociable/images/sprites/option1_32.png); background-position: -160px 0px; background-repeat: no-repeat no-repeat; border: none; color: #1dc70a; display: block; float: left; height: 32px; margin: 0px !important; outline: 0px; padding: 0px !important; text-decoration: none; vertical-align: baseline; width: 32px;" target="_blank" title="E-mail"></a></li>
</ul>
</div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-89202408174583703682015-01-14T20:43:00.000-08:002015-01-14T20:43:00.022-08:00Kepolisian Daerah Jawa Timur<h1 class="firstHeading" id="firstHeading" lang="id" style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: 'Linux Libertine', Georgia, Times, serif; font-size: 1.8em; font-weight: normal; line-height: 1.3; margin: 0px 0px 0.25em; overflow: visible; padding: 0px;">
<br /></h1>
<div class="mw-body-content" id="bodyContent" style="font-size: 0.875em; line-height: 1.6; position: relative; z-index: 0;">
<div id="contentSub" style="color: #545454; font-size: 12px; line-height: 1.2em; margin: 0px 0px 1.4em 1em; width: auto;">
<div class="flaggedrevs_short plainlinks noprint" id="mw-fr-revisiontag" style="background-color: white; border: 1px solid rgb(204, 204, 204); float: right; font-size: 11px; line-height: 16px; margin: 0px 0px 0px 1em; padding: 2px; position: absolute; right: 80px; top: -3em; z-index: 1;">
<div class="flaggedrevs_short_basic" style="white-space: nowrap;">
<img alt="Ini adalah versi yang telah diperiksa dari halaman ini" class="flaggedrevs-icon" src="http://bits.wikimedia.org/static-1.25wmf13/extensions/FlaggedRevs/frontend/modules/img/2.png" style="border: none; margin-left: 0.2em; margin-right: 0.2em; vertical-align: text-bottom;" title="Ini adalah versi yang telah diperiksa dari halaman ini" /><img alt="tampilkan/sembunyikan detail" class="fr-toggle-arrow" id="mw-fr-revisiontoggle" src="http://bits.wikimedia.org/static-1.25wmf13/extensions/FlaggedRevs/frontend/modules/img/arrow-down.png" style="border: none; cursor: pointer; display: inline; vertical-align: text-bottom;" /></div>
<div id="mw-fr-revisiondetails-wrapper" style="position: relative;">
</div>
</div>
</div>
<div class="mw-jump" id="jump-to-nav" style="-webkit-user-select: none; height: 0px; margin-bottom: 1.4em; margin-top: -1.4em; overflow: hidden; zoom: 1;">
</div>
<div class="mw-content-ltr" dir="ltr" id="mw-content-text" lang="id" style="direction: ltr;">
<table class="infobox" style="background-color: #f9f9f9; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); clear: right; color: black; float: right; font-family: sans-serif; font-size: 13px; line-height: 1.5em; margin: 0.5em 0px 0.5em 1em; padding: 0.2em; width: 300px;"><tbody>
<tr><th colspan="2" style="background-color: silver; font-size: 15px; text-align: center; vertical-align: middle;">Kepolisian Daerah Jawa Timur</th></tr>
<tr><td colspan="2" style="border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-size: 11px; line-height: 1.5em; text-align: center; vertical-align: top;"><span style="color: #0b0080;"><span style="border-bottom-style: none; vertical-align: middle;"><img alt="Lambang Polda Jatim.png" data-file-height="278" data-file-width="196" height="213" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e3/Lambang_Polda_Jatim.png/150px-Lambang_Polda_Jatim.png" srcset="//upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e3/Lambang_Polda_Jatim.png 1.5x, //upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e3/Lambang_Polda_Jatim.png 2x" style="border: none; vertical-align: middle;" width="150" /></span></span><br />Lambang Polda Jatim</td></tr>
<tr><th style="padding-right: 1em; vertical-align: top;">Singkatan</th><td style="vertical-align: top;">Polda Jatim</td></tr>
<tr><th style="padding-right: 1em; vertical-align: top;">Didirikan</th><td style="vertical-align: top;">1945</td></tr>
<tr><th colspan="2" style="background-color: silver; font-size: 15px; text-align: center; vertical-align: middle;">Struktur yurisdiksi</th></tr>
<tr><th style="padding-right: 1em; vertical-align: top;">Wilayah hukum</th><td style="vertical-align: top;"><span style="color: #0b0080;">Provinsi</span> <span style="color: #0b0080;">Jawa Timur</span></td></tr>
<tr><th style="padding-right: 1em; vertical-align: top;">Badan nasional</th><td style="vertical-align: top;"><span style="color: #0b0080;">Pemerintah Indonesia</span></td></tr>
<tr><th style="padding-right: 1em; vertical-align: top;">Tugas utama</th><td style="vertical-align: top;">Memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat</td></tr>
<tr><th colspan="2" style="background-color: silver; font-size: 15px; text-align: center; vertical-align: middle;">Struktur operasional</th></tr>
<tr><th style="padding-right: 1em; vertical-align: top;">Kapolda</th><td style="vertical-align: top;"><span style="color: #0b0080;">Inspektur Jenderal Polisi</span><br /><span style="color: #0b0080;">Drs. Anas Yusuf, Dipl.krim, SH, MM.</span></td></tr>
<tr><th style="padding-right: 1em; vertical-align: top;">Markas Polda</th><td style="vertical-align: top;">Jl. Ahmad Yani 116 <span style="color: #0b0080;">Kota Surabaya</span></td></tr>
<tr><th style="padding-right: 1em; vertical-align: top;">Bagian dari</th><td style="vertical-align: top;"><span style="color: #0b0080;">Kepolisian Negara Republik Indonesia</span></td></tr>
<tr><th style="padding-right: 1em; vertical-align: top;">Bertanggung jawab kepada</th><td style="vertical-align: top;"><span style="color: #0b0080;">Kapolri</span></td></tr>
<tr><th colspan="2" style="background-color: silver; font-size: 15px; text-align: center; vertical-align: middle;">Situs resmi</th></tr>
<tr><th style="padding-right: 1em; vertical-align: top;">Situs</th><td style="vertical-align: top;"><span style="color: #663366;"><span style="background-image: linear-gradient(transparent, transparent), url(data:image/svg+xml,%3C%3Fxml%20version%3D%221.0%22%20encoding%3D%22UTF-8%22%3F%3E%3Csvg%20xmlns%3D%22http%3A%2F%2Fwww.w3.org%2F2000%2Fsvg%22%20width%3D%2210%22%20height%3D%2210%22%3E%3Cg%20transform%3D%22translate%28-826.429%20-698.791%29%22%3E%3Crect%20width%3D%225.982%22%20height%3D%225.982%22%20x%3D%22826.929%22%20y%3D%22702.309%22%20fill%3D%22%23fff%22%20stroke%3D%22%2306c%22%2F%3E%3Cg%3E%3Cpath%20d%3D%22M831.194%20698.791h5.234v5.391l-1.571%201.545-1.31-1.31-2.725%202.725-2.689-2.689%202.808-2.808-1.311-1.311z%22%20fill%3D%22%2306f%22%2F%3E%3Cpath%20d%3D%22M835.424%20699.795l.022%204.885-1.817-1.817-2.881%202.881-1.228-1.228%202.881-2.881-1.851-1.851z%22%20fill%3D%22%23fff%22%2F%3E%3C%2Fg%3E%3C%2Fg%3E%3C%2Fsvg%3E); background-position: 100% 50%, 100% 50%; background-repeat: no-repeat no-repeat; padding-right: 13px;">Polda Jatim</span></span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="color: #252525; font-family: sans-serif; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
<b>Kepolisian Daerah Jawa Timur</b> atau <b>Polda Jawa Timur</b> adalah pelaksana tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di wilayah <span style="color: #0b0080;">Provinsi Jawa Timur</span>. Polda Jawa Timur merupakan polda dengan klasifikasi (tingkat) A, sehingga kepala kepolisian daerah yang menjabat haruslah seorang perwira tinggi berpangkat <span style="color: #0b0080;">Inspektur Jenderal Polisi</span>. Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur (Mapolda Jatim) beralamat di Jalan Ahmad Yani 116, <span style="color: #0b0080;">Surabaya</span>, <span style="color: #0b0080;">Jawa Timur</span>.</div>
<div style="color: #252525; font-family: sans-serif; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
Polda Jatim saat ini dipimpin oleh Irjen Pol Dr. H. Anas Yusuf.</div>
<div style="color: #252525; font-family: sans-serif; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
Wilayah hukum Polda Jawa Timur meliputi 38 kota/kabupaten, dengan rincian, satu Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes Surabaya), 9 Kepolisian Resort Kota, dan 29 Kepolisian Resort, termasuk diantaranya adalah Polres KP3 Tanjung Perak (total membawahi 39 kepolisian resor). Sebelum diberlakukan restrukturisasi Polri pada akhir 2010, Polda Jawa Timur mempunyai 7 kepolisian wilayah (Polwiltabes Surabaya, Polwil Malang, Polwil Besuki, Polwil Madura, Polwil Kediri, Polwil Madiun, dan Polwil Bojonegoro).</div>
<div style="color: #252525; font-family: sans-serif; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
</div>
<div class="toc" id="toc" style="background-color: #f9f9f9; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); color: #252525; display: table; font-family: sans-serif; font-size: 13px; padding: 7px; zoom: 1;">
<div id="toctitle" style="direction: ltr; text-align: center;">
<h2 style="background-image: none; border: none; color: black; display: inline; font-size: 13px; line-height: 1.3; margin: 1em 0px 0.25em; overflow: hidden; padding: 0px;">
Daftar isi</h2>
<span class="toctoggle" style="-webkit-user-select: none;"> [<span style="color: #0b0080;">sembunyikan</span>] </span></div>
<ul style="line-height: 1.5em; list-style-image: none; list-style-type: none; margin: 0.3em 0px; padding: 0px;">
<li class="toclevel-1 tocsection-1" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">1</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Unsur Pimpinan Kepolisian Daerah Jawa Timur</span><ul style="line-height: 1.5em; list-style-image: none; list-style-type: none; margin: 0px 0px 0px 2em; padding: 0px;">
<li class="toclevel-2 tocsection-2" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">1.1</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Unsur Pimpinan</span></li>
<li class="toclevel-2 tocsection-3" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">1.2</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Unsur Pembantu Pimpinan</span></li>
</ul>
</li>
<li class="toclevel-1 tocsection-4" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">2</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Wilayah Hukum Polda Jawa Timur</span><ul style="line-height: 1.5em; list-style-image: none; list-style-type: none; margin: 0px 0px 0px 2em; padding: 0px;">
<li class="toclevel-2 tocsection-5" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">2.1</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Wilayah Surabaya dan Sekitarnya</span></li>
<li class="toclevel-2 tocsection-6" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">2.2</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Wilayah Malang</span></li>
<li class="toclevel-2 tocsection-7" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">2.3</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Wilayah Besuki</span></li>
<li class="toclevel-2 tocsection-8" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">2.4</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Wilayah Kediri</span></li>
<li class="toclevel-2 tocsection-9" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">2.5</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Wilayah Bojonegoro</span></li>
<li class="toclevel-2 tocsection-10" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">2.6</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Wilayah Madiun</span></li>
<li class="toclevel-2 tocsection-11" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">2.7</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Wilayah Madura</span></li>
</ul>
</li>
<li class="toclevel-1 tocsection-12" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">3</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Beberapa Mantan Kapolda Jawa Timur</span></li>
<li class="toclevel-1 tocsection-13" style="margin-bottom: 0.1em;"><span class="tocnumber" style="background-image: none; color: #0b0080; text-decoration: none;">4</span><span style="color: #0b0080;"> </span><span class="toctext">Pranala luar</span></li>
</ul>
</div>
<div style="color: #252525; font-family: sans-serif; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
</div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: 'Linux Libertine', Georgia, Times, serif; font-weight: normal; line-height: 1.3; margin: 1em 0px 0.25em; overflow: hidden; padding: 0px;">
<span class="mw-headline" id="Unsur_Pimpinan_Kepolisian_Daerah_Jawa_Timur">Unsur Pimpinan Kepolisian Daerah Jawa Timur</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-family: sans-serif; font-size: x-small; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h2>
<h3 style="background-image: none; border-bottom-style: none; font-family: sans-serif; line-height: 1.6; margin: 0.3em 0px 0px; overflow: hidden; padding-bottom: 0px; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" id="Unsur_Pimpinan">Unsur Pimpinan</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-size: x-small; font-weight: normal; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h3>
<dl style="color: #252525; font-family: sans-serif; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.2em;">
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Kapolda </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Irjen Pol Dr. H. Anas Yusuf</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Wakapolda </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Brigjen Pol Suprodjo W.S.</dd></dl>
<h3 style="background-image: none; border-bottom-style: none; font-family: sans-serif; line-height: 1.6; margin: 0.3em 0px 0px; overflow: hidden; padding-bottom: 0px; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" id="Unsur_Pembantu_Pimpinan">Unsur Pembantu Pimpinan</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-size: x-small; font-weight: normal; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h3>
<dl style="color: #252525; font-family: sans-serif; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.2em;">
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Irwasda </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Aan Iskandar</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Karo Ops </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Mamboyng</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Karo SDM </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Rachmat Mulyana</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Karo Rena </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol F.X. Djoko Pontjo Murdoko</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Karo Sarpras </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Michael Aris Sudarmono</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Dirbinmas </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Suharno</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Direskrimsus </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol H. Idris Kadir</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Direskrimum </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Bambang Priyambadha</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Dirresnarkoba </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Andi Loedianto</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Dirlantas </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Verdianto I.B.</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Dirintelkam </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Nana Sujana</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Dirsabhara </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Imam Sayuti</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Dirpamobvit </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Kushariyanto</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Dirpolair </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Agoes Duta Supranggono</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Dir Tahti </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">AKBP Yupto</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Kabid Humas </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Awi Setiyono</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Kabidkum </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Hendi Handoko</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Kabiddokkes </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol dr. Budiyono, MARS.</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Kabid Keu </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Ashari Jamaluddin</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Kabid TI </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Yoyok Subagyono</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Kabid Propam </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Agusli Rasyid</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Kasat Brimob </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">Kombes Pol Rudi Kristantyo</dd>
<dt style="font-weight: bold; margin-bottom: 0.1em;">Ka SPKT </dt>
<dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 1.6em; margin-right: 0px;">AKBP Bambang Widiyatmoko</dd></dl>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: 'Linux Libertine', Georgia, Times, serif; font-weight: normal; line-height: 1.3; margin: 1em 0px 0.25em; overflow: hidden; padding: 0px;">
<span class="mw-headline" id="Wilayah_Hukum_Polda_Jawa_Timur">Wilayah Hukum Polda Jawa Timur</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-family: sans-serif; font-size: x-small; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h2>
<h3 style="background-image: none; border-bottom-style: none; font-family: sans-serif; line-height: 1.6; margin: 0.3em 0px 0px; overflow: hidden; padding-bottom: 0px; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" id="Wilayah_Surabaya_dan_Sekitarnya">Wilayah Surabaya dan Sekitarnya</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-size: x-small; font-weight: normal; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h3>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polrestabes Surabaya<br />Kapolrestabes: Kombes Pol Setija Junianta</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Sidoarjo<br />Kapolres: AKBP Anggoro Sukartono</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Gresik<br />Kapolres: AKBP E. Zulpan</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres KPPP Tanjung Perak<br />Kapolres: AKBP Aries Syahbudin</li>
</ul>
<h3 style="background-image: none; border-bottom-style: none; font-family: sans-serif; line-height: 1.6; margin: 0.3em 0px 0px; overflow: hidden; padding-bottom: 0px; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" id="Wilayah_Malang">Wilayah Malang</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-size: x-small; font-weight: normal; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h3>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Batu<br />Kapolresta: AKBP Windiyanto Pratomo</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Malang Kota<br />Kapolresta: AKBP Totok Suharyanto</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Malang<br />Kapolres: AKBP Aris Haryanto</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Pasuruan Kota<br />Kapolresta: AKBP Asep Akbar Hikmana</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Pasuruan<br />Kapolres: AKBP Ricky Purnama</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Probolinggo Kota<br />Kapolresta: AKBP Iwan Setyawan</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Probolinggo<br />Kapolres: AKBP Riky Hanul</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Lumajang<br />Kapolres: AKBP Singgamata</li>
</ul>
<h3 style="background-image: none; border-bottom-style: none; font-family: sans-serif; line-height: 1.6; margin: 0.3em 0px 0px; overflow: hidden; padding-bottom: 0px; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" id="Wilayah_Besuki">Wilayah Besuki</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-size: x-small; font-weight: normal; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h3>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Jember<br />Kapolres: AKBP M. Sabilul Alif</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Banyuwangi<br />Kapolres: AKBP Tri Bisono Soemiharso</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Bondowoso<br />Kapolres: AKBP Djadjuli</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Situbondo<br />Kapolres: AKBP Hadi Utomo</li>
</ul>
<h3 style="background-image: none; border-bottom-style: none; font-family: sans-serif; line-height: 1.6; margin: 0.3em 0px 0px; overflow: hidden; padding-bottom: 0px; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" id="Wilayah_Kediri">Wilayah Kediri</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-size: x-small; font-weight: normal; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h3>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Kediri Kota<br />Kapolresta: AKBP Budhi Herdi Susianto</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Kediri<br />Kapolres: AKBP Erthel Stephan</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Blitar Kota<br />Kapolresta: AKBP Yulia Agustin Selfa Triana</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Blitar<br />Kapolres: AKBP Indarto</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Tulungagung<br />Kapolres: AKBP Bastoni Purnama</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Trenggalek<br />Kapolres: AKBP Sudjarwoko</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Nganjuk<br />Kapolres: AKBP Muh. Anwar Nasir</li>
</ul>
<h3 style="background-image: none; border-bottom-style: none; font-family: sans-serif; line-height: 1.6; margin: 0.3em 0px 0px; overflow: hidden; padding-bottom: 0px; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" id="Wilayah_Bojonegoro">Wilayah Bojonegoro</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-size: x-small; font-weight: normal; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h3>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Lamongan<br />Kapolres : AKBP Solehan</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Bojonegoro<br />Kapolres: AKBP Ady Wibowo</li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Tuban<br />Kapolres: AKBP Ucu Kuspriyadi</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Mojokerto Kota<br />Kapolresta: AKBP Wiji Suwartini</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Mojokerto<br />Kapolres: AKBP Muji Ediyanto</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Jombang<br />Kapolres: AKBP Akhmad Yusep Gunawan</li>
</ul>
<h3 style="background-image: none; border-bottom-style: none; font-family: sans-serif; line-height: 1.6; margin: 0.3em 0px 0px; overflow: hidden; padding-bottom: 0px; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" id="Wilayah_Madiun">Wilayah Madiun</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-size: x-small; font-weight: normal; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h3>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polresta Madiun Kota<br />Kapolresta: AKBP Farman</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Madiun<br />Kapolres: AKBP Denny Setia Nugraha Nasution</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Magetan<br />Kapolres: AKBP Johanson Ronald Simamora</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Pacitan<br />Kapolres: AKBP Taryadi</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Ponorogo<br />Kapolres: AKBP Iwan Kurniawan</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Ngawi<br />Kapolres: AKBP Valentino Alfa Tatareda</li>
</ul>
<h3 style="background-image: none; border-bottom-style: none; font-family: sans-serif; line-height: 1.6; margin: 0.3em 0px 0px; overflow: hidden; padding-bottom: 0px; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" id="Wilayah_Madura">Wilayah Madura</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-size: x-small; font-weight: normal; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h3>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Bangkalan<br />Kapolres: AKBP Soelistijono</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Sampang<br />Kapolres: AKBP Yudo Nugroho Sugianto</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Pamekasan<br />Kapolres: AKBP Nanang Chadarusman</li>
</ul>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Polres Sumenep<br />Kapolres: AKBP Marjoko</li>
</ul>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: 'Linux Libertine', Georgia, Times, serif; font-weight: normal; line-height: 1.3; margin: 1em 0px 0.25em; overflow: hidden; padding: 0px;">
<span class="mw-headline" id="Beberapa_Mantan_Kapolda_Jawa_Timur">Beberapa Mantan Kapolda Jawa Timur</span><span class="mw-editsection" style="-webkit-user-select: none; display: inline-block; font-family: sans-serif; font-size: x-small; line-height: 1em; margin-left: 1em; unicode-bidi: -webkit-isolate; vertical-align: baseline; white-space: nowrap;"><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-right: 0.25em;">[</span><span style="color: #0b0080;">sunting</span><span class="mw-editsection-divider" style="color: #555555;"> | </span><span style="color: #0b0080;">sunting sumber</span><span class="mw-editsection-bracket" style="color: #555555; margin-left: 0.25em;">]</span></span></h2>
<ul style="color: #252525; font-family: sans-serif; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/1/18/Monobook-bullet.png); margin: 0.3em 0px 0px 1.6em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol (Purn) Slamet Sidik Permana</li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol (Purn) Koesparmono Irsan</li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol (Purn) Emon Rivai Arganata</li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol (Purn) Sumarsono</li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol (Purn) Moch. Hidayat</li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Jend. Pol (Purn) <span style="color: #0b0080;">Roesmanhadi</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Jend. Pol (Purn) <span style="color: #0b0080;">Da'i Bachtiar</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Jend. Pol (Purn) <span style="color: #0b0080;">Sutanto</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol (Purn) Heru Susanto</li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol (Purn) <span style="color: #0b0080;">Firman Gani</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol (Purn) Edy Sunarno</li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol (Purn) <span style="color: #0b0080;">Herman Surjadi Sumawiredja</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Komjen Pol (Purn) <span style="color: #0b0080;">Anton Bachrul Alam</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Komjen Pol (Purn) <span style="color: #0b0080;">Pratiknyo</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Komjen Pol <span style="color: #0b0080;">Badrodin Haiti</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol (Purn) <span style="color: #0b0080;">Untung Suharsono Radjab</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol (Purn) <span style="color: #0b0080;">Hadiatmoko</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;">Irjen Pol <span style="color: #0b0080;">Unggung Cahyono</span></li>
<li></li>
</ul>
</div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-46967576043569111222015-01-06T16:33:00.002-08:002015-01-06T16:33:32.728-08:00DVI Polda Jatim Rapat Rekonsiliasi Data Korban<header class="entry-header clearfix" style="background-color: white; border: 0px; color: #666666; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 20px; margin: 20px 0px; padding: 0px 20px; vertical-align: baseline; zoom: 1;"><h1 class="entry-title" style="border: 0px; color: #454545; font-size: 24px; font-variant: inherit; letter-spacing: -0.72pt; line-height: 32px; margin: 0px 0px 5px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></h1>
<div class="entry-meta clearfix" style="border-bottom-color: rgb(238, 238, 238); border-bottom-style: dotted; border-width: 0px 0px 1px; color: #999999; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px 0px 15px; vertical-align: baseline; zoom: 1;">
<span class="entry-author" style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></div>
</header><div class="entry-asset clearfix" style="background-color: white; border: 0px; color: #666666; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 20px; margin: 0px 20px 15px; padding: 0px; position: relative; vertical-align: baseline; zoom: 1;">
<img alt="DVI Jatim" class="attachment-580x333" height="333" src="http://obsessionnews.com/wp-content/uploads/2015/01/DVI-Jatim-580x333.jpg" style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; height: auto; line-height: inherit; margin: 0px; max-width: 100%; opacity: 1; padding: 0px; vertical-align: baseline;" width="580" /></div>
<br />
<footer class="entry-footer" style="background-color: white; border: 0px; color: #666666; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px 20px; vertical-align: baseline;"></footer><br />
<div class="entry-content" style="-webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: white; border: 0px; color: #666666; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; orphans: auto; padding: 0px 20px; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; vertical-align: baseline; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px;">
<div style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Surabaya – Disaster Victim Indentification (DVI) Polda Jawa Timur akan menggelar rapat rekonsiliasi guna mencocokan data antara Ante Mortem dan Post Mortem, setelah pihaknya selesai melakukan pemeriksaan forensik terhadap jenazah.</div>
<div style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Di hadiri dua tim, tim dari Ante Mortem dan tim dari Post Mortem yang bekerja melakukan tindakan. Sehingga diharapkan hasil rekonsiliasi itu bisa didapat hasil,” ujar Kabid Humas Polda Jatim Kombes Awi Setiyono, di RS Bhayangkara, Surabaya, Kamis (1/1/2015).</div>
<div style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Rapat tersebut sudah dimulai pukul 10.00 WIB di posko Ante Mortem Polda Jatim, Jalan Ahmad Yani, Surabaya. Dalam pantauan obsessionnews hingga saat ini rapat dimaksud berlangsung secara tertutup dan tidak diperbolehkan awak media untuk meliput.</div>
<div style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Awi menjelaskan apabila pemeriksaanya dinyatakan positif maka DVI baru akan mempublish ke media massa. Setelah itu baru diserahkan ke pihak AirAsia, selanjutnya serah terima kepada keluarga korban.</div>
<div style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Kita tunggu hasilnya baru kita serahkan, petugas sudah selesai forenksik,” katanya.</div>
<div style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Awi memastikan pemeriksaan forensik terhadap dua jenazah yang dilakukan kemarin sore sudah tuntas pada pukul 21.00 WIB. Pemeriksaan forensik itu terdiri dari visum dan penyebab kematian.</div>
<div style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Kami rilis kegiatan Post Mortem, terhadap dua jenazah yang kami terima dari rekan-rekan di Pangkalan Bun, langsung kata ambil. Tim forensik bekerja smp pk 21.00 WIB, insyallah selesai,” tutur dia. (Has)</div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-75915678895559848942015-01-06T16:30:00.007-08:002015-01-06T16:30:47.126-08:00Tim DVI Polda Jatim Masih Identifikasi Lima Korban<h1 class="title color-1" style="border: 0px rgb(21, 130, 197); color: #1582c5; font-family: Oswald, Arial, Helvetica, Sans-serif; font-size: 24px; font-weight: normal; line-height: 30px; margin: 0px 0px 10px; padding: 0px; position: relative; vertical-align: baseline;">
<br /></h1>
<div class="read-share-fb" style="-webkit-text-stroke-width: 0px; border: 0px; color: black; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: 18px; margin: 10px 0px; orphans: auto; padding: 0px; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; vertical-align: baseline; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px;">
<div class="fb-like" data-href="http://www.aktual.co/hukum/tim-dvi-polda-jatim-masih-identifikasi-lima-korban" data-send="true" data-show-faces="false" data-width="400" style="border: 0px; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
</div>
</div>
<div class="img_content" style="-webkit-text-stroke-width: 0px; border: 0px; color: black; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: 18px; margin: 5px 10px 10px 0px; orphans: auto; padding: 0px; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; vertical-align: baseline; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px;">
<img alt="Tim DVI Polda Jatim Masih Identifikasi Lima Korban : aktual.co" src="http://www.aktual.co/images/content/2015/01/01/59e7dd19b6a7385c2e0554d7582a831a_a.jpg" style="border: 0px; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 18px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" /></div>
<div class="post_content" style="border: 0px; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br />Polda Jatim — Tim Disaster Victim Identification Polda Jawa Timur masih mengidentifikasi lima korban pesawat AirAsia QZ8501 di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya.<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Anas Yusuf mengatakan, proses identifikasi yang dilakukan pihak DVI sesuai standar internasional berdasararkan ISI PO Interpol.</div>
<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
"Dengan demikian hasil dari identifikasi sangat akurat untuk penegakan hukum," ujarnya kepada wartawan di Crisis Centre Mapolda Jatim Jalan Ahmad Yani Surabaya, Kamis (1/1).</div>
<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Dari enam korban yang sekarang sudah di RS Bhayangkara, seorang korban berhasil diidentifikasi atas nama Hayati Lutfiah Hamid, warga Sawotratap Sidoarjo, Jawa Timur.</div>
<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Wanita berusia sekitar 40 tahun tersebut, teridentifikasi setelah Tim DVI Polda Jatim memastikan sesuai metode identifikasi primer maupun sekunder dengan pendukung lainnya.</div>
<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Menurut rencana, korban akan dimakamkan di tempat pemakaman umum di sekitar tempat tinggalnya pada Kamis malam ini. Sementara itu, Kapolda Jatim juga menjelaskan saat ini Tim DVI yang diketuai Kombes Pol Budiyono telah menyiapkan dua kegiatan identifikasi antemortem dan postmortem. Antemortem merupakan kegiatan profiling yakni menyiapkan data orang, seperti rekam medis, sidik jari, DNA, termasuk ciri-ciri fisik seperti tahi lalat, tato dan tanda-tanda khusus di tubuh lainnya.</div>
<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; line-height: 1.5; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
"Berikutnya semua data sekunder itu ditindaklanjuti di 'postmortem'. Setelah teridentifikasi, pasti disampaikan," tutur jenderal polisi dua bintang tersebut.</div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-50446396278826464472015-01-05T13:33:00.001-08:002015-01-05T13:33:05.125-08:00New Indonesian Social Bookmarkposting your article here its free http://jasa-advertising.biz<br />
powered by Xserver Indonesia<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOomJD-3PJnI7mIlLlmIt0iJkoD7ZqiDBKMYJTwlt66Ok3NlYiRRqLL221AKig2tDOPzIcO4im7pq2hvNpVqBPXrVJkAWTJiaRCD6scjIyE8n1NaZ6nuNKl5GU_tOKpcCLPFGPnxNBYtA/s1600/1395150_1385771658328387_1771435428_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOomJD-3PJnI7mIlLlmIt0iJkoD7ZqiDBKMYJTwlt66Ok3NlYiRRqLL221AKig2tDOPzIcO4im7pq2hvNpVqBPXrVJkAWTJiaRCD6scjIyE8n1NaZ6nuNKl5GU_tOKpcCLPFGPnxNBYtA/s1600/1395150_1385771658328387_1771435428_n.jpg" height="320" width="320" /></a></div>
<br />Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-33095234533968797272015-01-05T11:35:00.004-08:002015-01-06T16:31:34.255-08:00Kabaharkam Polri Hadiri Peresmian Sistem Informasi Tahanan dan Gedung Tahti Polda Kalsel<h1 class="w580 ml_5" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 30px; margin: 0px 0px 0px 5px; padding: 0px; width: 580px;">
<br /></h1>
<div style="width: 600px;">
<div id="ct_1802" style="width: 600px;">
<div class="fl pt20 pos_rel" id="article_con">
<div id="artimg">
<div class="pb20 ovh">
<div class="ovh imgfull_div">
<img alt="Kabaharkam Polri Hadiri Peresmian Gedung Tahti Polda Kalsel" class="imgfull" src="http://banjarmasin.tribunnews.com/foto/bank/images/peresmian-gedung-tahti.jpg" height="393" style="max-width: 600px;" width="700" /></div>
</div>
</div>
<div class="side-article txt-article mb20 helvetica" style="font-family: 'Helvetica 65 Medium', arial;">
Gedung Direktorat Tahanan dan Barangbukti, Polda Kalsel, diresmikan, Kamis (18/12/2014).<br />
Peresmian sekaligus pemberian award Polisi Masyarakat (Polmas) dihadiri Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri Komjen Putut Eko Bayuseno SH, serta Dirbinmas Baharkam Polri Irjen Pol Drs Hengky Kaluara.<br />
dalam kesempatan itu kabaharkam juga melihat sistem informasi tahanan dan barang bukti yang di ciptakan oleh Tim IT Polda Kalsel yang dimotori Oleh Dir Krimsus Polda Kalsel Kombespol Nasri S.ik dan Kompol Ade S.ik dalam kesempatan itu juga pencipta Cis Polda Jatim Dan Sispmalu Polda Metro jaya yang juga menciptkan sistem tahti tersebut M. Khoirul Amin SH. S.Kom M.Kom ikut memaparkan secara detail cara penggunaan sistem tersebut secara online se jajaran polda kalimantan selatan.<br />
Tuan rumah Kapolda Kalsel Brigjen Pol Drs, Machfud Arifin sertak jajaran kapolres dan pejabat Kalsel, tokoh media PU BPost group, H Pangeran Rusdi Effendi AR, Wagub Kalsel, Rudy Resnawan.<br />
<img alt="14188974881143215329" class="alignnone size-full wp-image-383752" src="http://assets.kompasiana.com/statics/files/14188974881143215329.png?t=o&v=700" height="561" style="max-width: 600px;" title="14188974881143215329" width="764" /><br />
<div>
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-30715955204479028022015-01-05T11:20:00.002-08:002015-01-05T11:20:54.710-08:00Polri : 78 Teroris Ditangkap Polri Sepanjang 2014<h3 class="post-title entry-title" style="background-color: #111111; color: #2482d6; font-family: Georgia, Times, serif; font-size: 22px; line-height: 1.2em; margin: 0.25em 0px 0px; padding: 0px 0px 4px;">
<br /></h3>
<div class="post-header" style="background-color: #111111; color: #aeaeae; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 12px;">
<div class="post-header-line-1">
</div>
</div>
<h2 class="date-header" style="background-color: #111111; color: #999999; font-family: Arial; font-size: 12px; font-weight: normal; letter-spacing: 0.01em; line-height: 1.2em; margin: 0.1em 0px;">
<br /></h2>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-4292805165525864533" style="background-attachment: scroll; background-color: #111111; background-image: url(https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3mb6niL_Of1Vjp4e-gzRObVa7r8OpgW5XDg_eS3S-G9vCgr8SuXD4OtmYdqPUPYa7DOfJXFAr0oJBUE1EBi8Q0MtOH6B0Km2Qo2RsAWlFrlFTmbQ_CsSs-P_YrvalwoIVQd8kss66B5OC/s1600/batas.gif); background-position: 50% 0%; background-repeat: repeat no-repeat; color: #aeaeae; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 1.4em; margin: 3.3em 0px 0.75em; padding-top: 6px;">
<strong style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="174" id="irc_mi" src="http://media1.s-nbcnews.com/i/newscms/2014_34/526341/140623-iraq-isis-jms-1933_cd093007f0704725e77d091dddbedc3a.jpg" style="border: 0px solid rgb(204, 204, 204); margin-top: 0px; padding-top: 4px;" width="320" /></strong><span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif;"><span style="color: orange;"></span></span><br /><span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif;"><span style="color: orange;"><strong>NTMCPOLRI.INFO</strong></span> - Ancaman terhadap aksi terorisme di Indonesia masih besar di Indonesia. Hal itu terbukti di sepanjang 2014, Polri menangkap 78 tersangka teroris.<br /><br />Kapolri Jenderal Polisi Sutarman, dalam jumpa pers akhir tahun beberapa hari lalu menjelaskan, dari 78 tersangka teroris tersebut delapannnya tewas akibat melakukan perlawanan saat ditangkap.<br /><br />Kapolri juga menjelaskan, selam 2014 tersebut, Polri berhasil melakukan upaya pencegahan 6 aksi teror di berbagai daerah di Indonesia.<br /><br />6 aksi teror yang digagalkan tersebut, tersangka Isnaini Ramdon dan Abdul Majid berhasil dibekuk karena berupaya melakuk pengeboman terhadap pos-pos polisi dan tempat hiburan di Surabaya, tersangka Rodik dam Adi, berhasil dibekuk dengan target polisi yang berada di Poso, tersangka yang sudah pergi dan bergabung dengan ISIS atas nama Afif Abdul Majid dan Abu Fida, mereka berhasil ditangkap karena berupaya mencari dukungan untuk bergabung dengan ISIS.<br /><br />Kemudian, mengungkap jaringan Jamaah Al Islamiyah, untuk menggagalkan Pemilu 2014, menangkap 4 tersangka asal Turki yang ikut bergabung dengan kelompok Santoso unuk membangun terorisme jaringan nasional dengan internasional dan penjembutan 12 WNI yang akan bergabung dengan ISIS.</span></div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-17012848694340384152015-01-05T11:19:00.004-08:002015-01-05T11:19:48.745-08:00Polda Jatim : Sebagian Keluarga Korban QZ8501 Sudah Diambil Sempel DNA <h3 class="post-title entry-title" style="background-color: #111111; color: #2482d6; font-family: Georgia, Times, serif; font-size: 22px; line-height: 1.2em; margin: 0.25em 0px 0px; padding: 0px 0px 4px;">
<br /></h3>
<div class="post-header" style="background-color: #111111; color: #aeaeae; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 12px;">
<div class="post-header-line-1">
</div>
</div>
<h2 class="date-header" style="background-color: #111111; color: #999999; font-family: Arial; font-size: 12px; font-weight: normal; letter-spacing: 0.01em; line-height: 1.2em; margin: 0.1em 0px;">
<strong style="color: #aeaeae; font-size: 14px; line-height: 1.4em;"> </strong><img class="rg_i" data-sz="f" name="IrCzDNEtLVhsyM:" src="data:image/jpeg;base64,/9j/4AAQSkZJRgABAQAAAQABAAD/2wCEAAkGBxQSEhUUEhQUFRUXFRUUFhUUFBQVFBUUFBQXFhQUFBUYHCggGBwlHBQUITEhJSkrLi4uGB8zODMsNygtLisBCgoKDg0OGhAQGiwcHCQsLCwsLCwsLCwsLCwsLCwsLCwsLCwsLCwsLCwsNywsLCwsLCssLCwsLCwsLCwsKyssK//AABEIAKgBLAMBIgACEQEDEQH/xAAcAAABBQEBAQAAAAAAAAAAAAAGAQIDBAUABwj/xABAEAACAQIEAwYDBQUHBAMAAAABAgADEQQFEiEGMUEiUWFxgZETobEjMkJSwQcUctHwJDNigpLh8RUWQ1NjorL/xAAYAQADAQEAAAAAAAAAAAAAAAAAAQMCBP/EACQRAQEAAgIBBQEAAwEAAAAAAAABAhEDITESEzJBUSJxodEU/9oADAMBAAIRAxEAPwDDpX62P1+kHuMB/d+b/QTbYnvmHxb9yn/EfmJu0j+FT9/+L9IY0KkDOFT9/wAx9IXpMG0kqx9pQR7S3Tqx7CQCOVZwaPBgSREkgWNVo9WjB6rJAkRGkoMAiKxVWPM4QI5RJlEjWSrAJAI8LEWSCAKqyRViLJRAOAjgJwjhAOiER8SAMtGESQmMJgaMiIBHExuqIFtOtGlp2uAOIiERNU7VEZQItogMW8A4RYgMW8AeI60Ypj7xh84/9x1f/j9j/OVsdmz1lAfTYG4ttvym7/0VPyj5xRkiflHuYtjSPhVt6n+U/WFtNpi5dgFpX0i1+c1KbxGtM0claVy0VTEF5a8nStMz4oHMiWKNQHkQfKMNAVo9K0o3j1aGyaSVpMtaZyNJkeOUL4qR4aU1aTKZollTJlMroZOpgEymSAyAGPDQJaQyQGV6TSdTAJBHgyMGPjB140mcYxjEHMZGzTmMgqNEZzPGl5C1SN1wCbVO1SMNFiM7VO1RsSATBo4NIQYt4BMGjgZArx4aATAx0iDR4MYePqZKshWSrMGkWSCRrHE2FzA1fMMzSiO1ue4QdxfElRtlso8ufmZUzHE/Fck8unlIDS8Iyc2LqHbUed+d7Hw7pJh8zqUzdWPQeg5SJUEcaHWB6FuR8UByVq2G1w3eb7gwqWeSlO6E3DfEbKwp1iSCdmJvbu27oEOqYkyiQU2k6mATJJkkKGTrNEmSTiV1Mk1RwnYnErTUs7BVHMk2Aglmf7QETajTL/4mOgHyHP6QW4wzs4irYH7NCQo6MRsXP6eEyadZTzitOQdZf+0kX+1o2HejX+R/nCzJuKKGINqbdrqp2b0B5+k8WqYa/wB2Ow7OjCxIbmCDY38D3xeoafQyNH3gHwLxYa16Ncj4i8mNgXHiPzQ11zRJi8jaqJGzyu7wCw1QQa4r4lXCINtVRr6VvblzZj0E0sXi1RWZjYKCSe4DcmeK5zmrYiu1Vup2Hco+6Pb9YrTjWxPE+JrNc1Cg6KhKD5G/zkeG4ir03B+K5sfus7Mp95HleR1cQNQ7C9GPXyE024Q0qT8S7cxttJ3KRWYWzwLMh4rSuLMNDgXK9CO9T3TdpY9TyM8bw9dqFddW2k2PivIw8oVrHnH6mNDFagMdeY2DxN5opUj2ysXi6pBqihowmBjwZXDx4aATgx15CHjtcA8mQyZZWQyyky0lWVc4q6aLnwt77S0omZxE/wBnp66lgNMXJ8HrbfkIUU8uRhYgTNyuhoFu8zdwyH2kc8rt1cWM12yMTwxc9naNXhpgNz7QoWpbnG18RtM+vJv2sQVXykqDbeZCqVYcxY9OcOaxBgpmFICrpH5h8zKYZWocuEnh6Lg3ui/wj6S0plOjsAO4AS2soisU2llDKaGWKbTUZT3lHiDG/Cw9VxzCG3mdh9ZcJgr+0LE2wwX8zgeg3PztGTz615GRJVbf0EdtA0VOsRyhBw3lxxDam+6pv69Jgmnzhlwxikp0Qt+0ST+gk+Tx0rxSXLtNm+XBatKtT2Kuga3UFgLn3no9NrC3t5TzPNM3u2gWtsST4b8u/aejO0OLcx7HNr1dFq1pSrYmLWeUa7TVqcgf46x5GH0j8baT5AE/UCBmT5b8Qh6hC0wfxGwYjp5Qv4qwoakHP4GViCdtN7N9b+kt5Jw8a1BU+z02BAJuR7CZ2phjN9m4LMgOyVUdAykMlre4jsXmtMGxO/cAT9BNKhwW6EFVVrWFg3QeB5zGzHh9tV3V6ZBvY3A/kZjUXl66YXFSKyLUUcjY7EGx5XE28DUvTQ/4F+gmfj8Lal8PUWZmUb7/AIgbfKatOjoUKOQAHsLR/SWc1Wrl5mzSO0ycvpTWpibiVTXnXjYl4yODR4aQ3jgYwmBjryEGOvAnl1OWkEqUWl2nMtJVEzM4Fzby+W81FmNi8Urt2Tex6ctoq1h5Q4jYfe0+MXCZrVS1mV1lmrR1rKQwe2kCwvf185lWyy9N2hm4YdoCRV8/pDbc+koYvBlaYPebTLKENzFvKKYyt5Z5Rtf9QR9lO8o4OiDi11HYdrzP4RK+HVieVvKWMLi1o11Zxsdr/l2tqjk1ek8stzsarLCGZwqX6+0U1yI9paaitJ6ZmZRxF5bp1pqUtLxMCP2g1bhV7rf/AGuT/wDlfeGIqXgDx3VBqKAQT2iQOmy2v7n2mmQynOKz2EjVt4yo20YWKLE+v1hhwzlLObNsAB0623g7w7QDVBfkP94ctiSliikqNjYgb+MnnXRw4fdU14d+3IJvq7HPo23L+uUOQ11BG+0wshxDVj8R1AtUC+iKWO/mR7TTw+IUp2eQ/UA/rJ4ZX1ap8uOOtx1UyjWlt2mNjc1RTp7R8VUsL91xN2oyB7jXG2QUwd23I8Af5j5Tc4drstCgyk3NK/PnYC9/WCOZYCpXqM7bX2UdwHK/9dZtcPY0ogpE70z2Dy1L+JP5eUzbL4Uwmr29Ly/GVFvfU22wKnmeW45yCpjXY9obb3Db28j3TqHEJCgkArb7++3mN7efKQNnNGsrBNJPIlHBt159JTGyxiyyhfMai/vBAw5NhrBS4Xrvfl3yVk5EcjuP5SGpVK1H11dSg2RKfZA8Wbv5i0t0sclRDYEEdGtf5c5K27V1uLOExIGxmojg8oOk2mjgq8pKhY1CY0xgaITNEfeKHkWqdeAWA0W8rB5IHjDxOlUa/wB42mrgMzJYINyTYQdRjHUamkgjmDf2i0NjviXBPQwyuT2qjabDfSukk3PebQYyobMPGbOb8TjEUEpaORBLsd7gclHqYO0amhr+8p6d4iXWQgw7WnVsSAQWvp8OplQYgEXkdXFXFiDt3TnsdMy6a+OzKlUphQbEDa8oIFYAmZpdb/zj3q35RTHR3Pd7XmxIAso8zMXH1g7XHIAD16mWqg2IBsTM2opGxlMcddoZ576aWHzuqiBFIsBYEgE27t4186rn/wAh9Ao+gmZeIWj1E9tAZrWvf4r/AOozYyfiaqGC1B8QHuFnHjtsfWCwaG/BuVLbW4BvyHS3ee/ymc8pjNt4Y3K6bj48qC+y0gmo1Odr8rrzHMQAz2/xN9J2BupJDBt9Rv1no+Py8U3SojFU3DUVC6HLDqP63nnHEFTVWLaWXUAdLCzL00kekWGUym4eePpumaZG3SOeIJRhuZFWCwnwlGtX2TUqcidlUDxPX0glkGF+LVsQSFF7D8XhCrH5u4GgDQoFgBtaTy8r4XUEn7v8JBTpsLKukMbXZqh7Tn5+8E8dxcaX2VOmLqSCzna9+ijwt1mdhKhrOVVm8SvPkeV9idpQznJqtDtN20blUF7Eno19wZnCSXsuS2zcaeBzXGYliFcqvXQqiwPQE/z95p1y6WDBxt2dw17eN7TP4VqAKB3kk+J6fKGxw61aek/8HvEly596U4sJrYMGMZr7gDu6/wC0pUGsxHK5uPBhLmZYcpUKnZuh6MP5zNqqR73B+hmsLGchXw/mJVgvQncdx7xIuMEGHPxKXYZwb6drnbfzN5DwsC9ZT1W9x4x37RX2pjvJj3/R6/lmZFjihsfun9esKst0lWCm9z+ggccA6UadU2s17d9gdm8jv7TW4WrH4wXvBMdZn43nSWcEYzMsQlPeowG3r7QaxnFtjain+Z/0UfqYYW1nkkg41yu2PQGxqJfu1rf2vPMsdnFar9+oxH5QbL/pG0oFpZJ7EtSK1SeX5Jnj4dhuTT/El9rd69xh4MUHUMpurC4PhFejjRNacK0yDXMeMTFs9PJzeRMhjlRjLa4YhbmU1awZRB0369JM55GKy9iRB7iVnTJ9OsVYdx5+Evsykc5m3lythyult9LDUp6WPT0MlyY97V48vojoPOafDWGp1MQEq8rXA5BrdLzMURadS1ZCpsV3v3Sc7rVo24uyMfCFamttHZYD/wBf4W9D8jAitT1Cx59DPU8jzmniaZFQqrBSKgNgCttyL9J5diqoFRlRtSBmCNaxKg7H2l8fypZfrJIjDNPNMKFSk4/8ge4/xU3sfkyzNk6EmGpamC95/wCfleei5KdIECsgo3e/cPmf6MOcFsBOfl/HRwz7WM4cOgDcgyHn1VgR84BZ7WZ6hdl0luQvfYGwPsIYZ04+GfQ/MGBOa12Zl1gKwUCwNxzNv0muLwXNe2eY8CMkiyyIn4BUfFckXsB87y5xjQIRmXbkPc2MqcDNao9+oG/vzm7xRTvh6vgpPtvObK6zdGM3gHOGAQNl2Hb135FGHZt4i8NM3wymmyH7tRWuO5rXuPr5iBHDrtpKi2kggnrqYhVHlDTiLEaaDHqBceYhy/KHx/GgHKsRp0+Qh5kuMuJ5lQqWtC7hzFeMfLiXFl9N/Pcu+Ktxsy7qf0MClDG5O1m0gdbg7/Oej0+0sFs6wRFQFRsxN/4unv8ApI4Za6W5Md9tHhSgAzsOtvkI/PcsXEVqQqMqU1uzam03H5QQCb7HlLmTUPh09+cxs+wTVnLBgBSUFgTYnU1gQOu9h/mEcvbNnRmZI70gzhQGbTTClbfDpi2w7r2APgZl5W5p11P5QSfL+jNRqV0Cg7KDYEna+5t3bzPwqjWwvchd/flf0m8axcdMLMMY1RtTEkklj6yuWiVxY27iR7bfpGEzqjlczRmqK4jQIA5TCThTNNLfBc9lj2Sfwuf0P1tBqPBhZuCPTKlOM0SHhzMP3ilv99LK/j3N6/UGavwJDwtHlVB9JsZZrt2dps8ZZalKotSl91xcgclbuHhMNGuDOyIUiciJTQ2JmhgsI9Q6UVmJ6KCT8pPjcjNFv7Qy0ri+n7z/AOleXrC0SW+GHUveX8LmNWmuhW7O5CkAgX52BEuJRpm3waVWofzVQBT9QOfqZrYzJa5oszphrKpN07DKBvfYdrrzi8tei/4YNBrrfr1ljAZZUdWqqpZbkbc9pFVwD0APiADUutbEHbxhjwrRqU8OroQV0l2U9L7n1k5NVrzArVCfcf4mo2OhF7Te+00aWWtbsYKoQeRqVdO3iNpdWti6zsyUEp6jfWxFwOnykmYYXTZauZE1NuxS2tfpsYXKqY4TXbJ4qwejDYY2CktWOkXsusglbnnYpzgrDb9oVYaMOo2HbIH+FAqL9SYEwSvlvcOpsT4/QQowrWEH+Hk7A8zCCmlpz5d10cfhmcQ4myGCdQ3uTue+EHET3ZVte539B1g8x+srhOkuS9oxOVo0GKs0mJuC2tUb0/WFWapqpOv5kYe4MEuFDZzY7bWhjVNxObl+Tq4/joO8F4QsLkdkHUT3kch+vtO42zLlTB5m58hCTK8OKNCw8T7kzzbP8RrrOe46R6f0Y8P7y2Wf8YaUKbXvNfJ8ZpMx8Ncki3j5S5RpkczL2bc8unqWV4kMoIPSQYrF0wxLuqgd5F7+U8//AHpwLamt3Am0gNSR9jve1/8A0deB5ieKKKiy6n8hYe5g1i85LOXC2uLWv052NpjGpGF5ScWMSvLlW2uesBbSvzB+sXBY4FydluLefP8Ar1mFriq0ft4/Re5ksZwLVn87/wCoA/rKgaSVu1vzNregkAM1Gb5S3jLzlM4xkdedGXjgYBq8P5kaFZW/Cey/8J6+mx9If5hi2RgF5FQfmZ5ZeHeQY1atBNbAMg+Gbnchfun2ImM59t403DYT49AhjcbeY6giQ5bhFUdjA1KxOymoxC+qqIRZFlwFPSe60yczZ8PWvWr1VVf7pafMnvA6+UrTw1vubW6WV4x1+0q08HS6rTspA7iR/OZWaU8FQsKBbFVztdu0L997Wv7y7iMvoWFXHYxqtxcIDb00je/kBH080VkKZfgj3fFZQB53/mZN1ecev+Rj4g4qon2j06FPu/Fb+vGZ7nBimwV65qWIuL6WbpfwkuNwlOk39qZ6tU7/AA1JIHhL2FfFNT00aFOlSIIu/Ox8OntN4oBShdttyTpUXJPM2AHvDbFgikow11qbBw2yKoG5gnkWHL10QbHVfy03P1AmtmmOpV6hNSuy6Ro0IDZitx0G9zNVPBZGGp2Hx8czEkA06Z53O6gC/wBI/LcMr4kpToolJXK6qhvUGnmST6eUD1axBF732tzv0tDnhHLgTrYNe2py/Mny8TF6T9y2K37SKak0nQ7DVSt0sACpHs3ygPPRP2h5e4oUmCGwZqj2/AGAVAfS887JmWKLeHl+zWb/AEg9w+/2Ym7r2nNl5dfH4Dub1CKh3AGk9r8pJ2O8w8Zh9F97na9wRz6joZq5nUX4hVrkHSLWuL36ytiqZF9b3G9gB37Abd286Mfi5s/lWKTHrGspBtE3O/ODIk4cYaiR4QtWrAzh9rXHj+kIzUtObknbq4vDXat9m3gLzyqo2pie8k+5hnjsz006m/4CPU8oFUjuJvhx1tjny3qL42AUcuviY4mR33isZdzkZpGWjmkZgClol4k6MFvHKY0COiB4MZUHWKIsAiikxjbRQYAsWNvOgDrxQxEbeJeMPccNRK+Uo8TUwaWqy61/uyw5MRNKhmVCoAA6g9BeDvHeJ00gFNyW5Dytea3uNeKwsrx+DRQ1Si1fEXNyFJVmvzAJt8oQU6uY4lbIiYWl0J+/bwHT2EwcPWqYRScO1J0ez2b7yG1iLTMzHiDE1f71m0/lXsr7Dn6yd8r+5JP3/a9jqSYY6Uf94xLncnfSf094xsOSv9sxZUf+pD+g5+0pZdm60lbRTTWRbWdyLyxhFo0+2UOIqtub7qCfP/eEL1S3pnYAKtSq1NWqAACmORILC5JPLYGabVa602b93o01CkksVLW8ADzlTHVaj11Wr9iH0C1M2sDqC38bjeJxFlq0EWzVC7Eg6mJAA539SJTyluTbKy6nqqKOg3Pp/vaH2TVtILarWtvewHjAXLMO7XKsF6XIB9od8O8PYd9JxNV6h56W2pj/AC8veNmSfaSm7Y1yo7dE/wB7VbcED8FM9STa5HITznO8sfD1WptfY9lujqeTD+u+e/PQoBRd6dOko2AZbkDle3IeEAP2hJQqrTNBWYoxJYgjskWtY22vY+klcptuzc6gb4eP2Y8JuqpYWUbwXyXEaSQe+EWHxYHWc+e9ujjs0pYjI6o7Vk1E3JuSbd3SZlfL3Q3CNffnci97wuXMR3x5x6HnaKcucGXDhe9vPq9A9FIY7nsm3jzkZok/dDbdLWvPRfi0+oEkTE0+ij2j9+/jPsT9AWT7Ob33N9/Y/SbtbEAbTRzzDJVW69lxyNx6iZuByPWRqrDxA5+QiuUy7rUxuPXlgYyoCSGV7X5ruJWGEU7o17b2npP/AG3h7WCEeIJB9bbTLxvBtM3ZajLbvAPpcWm8ebDwllw5+QQDvJDIyLGPvLoGGNtHGJAEnRYkA6LOnQDo6NiwBlYdZGpk8gYWMAWdeIxjC0Ak1Rt5GWiaoAR4WoRyJEuNUJ5knzM6dEZ6RtSmDOnQNkY3DkG68p2HxRUzp0CX6lQVV358oT4fE0atNVqUy9TQFLAkEsBa86dA4FzjqaMyE/ddl5c7G3SbOX5oGFqaj+J9/ZZ06Gedk6a48Zb218OfzHUe89PIchJcZR1CdOnFld3bvxmpoCZxl3wnuuym9u4HnaZ/72wHZ38os6dXHfVjuuLl/nOyG1cwZf8AmMfNHHhfxvOnTWon6qZ/1OofxGSnEN1dj62nTo9QvVUbV2/O3veXsvd9DOGvpNiOXS/T1nTpnLw1jbsRZTxFUtZ1IHK7bX/hv970hBRxvxQLAi/Qq1j3jltOnSHJjJ26OLO15rjE01GHczD2YxgM6dOmeHLfJCY2dOjJ06LOgCRZ06AJOvFnQBLxlUbRZ0AgLRhM6dAGloq02O4BM6dAP//Z" style="border: 0px solid rgb(204, 204, 204); color: #aeaeae; font-size: 14px; height: 168px; line-height: 1.4em; margin-left: 0px; margin-right: -33px; margin-top: 0px; padding-top: 4px; width: 300px;" /></h2>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-3718802425645537654" style="background-attachment: scroll; background-color: #111111; background-image: url(https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3mb6niL_Of1Vjp4e-gzRObVa7r8OpgW5XDg_eS3S-G9vCgr8SuXD4OtmYdqPUPYa7DOfJXFAr0oJBUE1EBi8Q0MtOH6B0Km2Qo2RsAWlFrlFTmbQ_CsSs-P_YrvalwoIVQd8kss66B5OC/s1600/batas.gif); background-position: 50% 0%; background-repeat: repeat no-repeat; color: #aeaeae; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 1.4em; margin: 3.3em 0px 0.75em; padding-top: 6px;">
<strong>NTMC</strong> - Sejak kabar resmi yang diberitakan Basarnas bahwa ditemukannya serpihan dan jasan korban penumpang AirAsia kemarin, tercata sudah 93 anggota keluarga dari penumpang menyambangi Posko Disaster Victim Identification (DVI) di RS Bhayangkara Polda Jatim.<br /><br />Kabid Dokkes Polda Jatim Kombes Pol Budiyono mengatakan 30 di antaranya sudah diambil sampel DNA.<br /><br />"Jadi Tim DVI Polda Jatim sudah siap mengambil data posko ante mortem, baik keterangan ante mortem keluarga penumpang. Semalam ada 93 keluarga yang sudah sampaikan informasi, masih perlu didalami, karena ada data-data yang belum sempat dibawa, record dari korban. Ada yang janji disampaikan hari ini, ada juga yang diambil sampel DNA. Ada 30 orang yang diambil," ujar Budiyono dalam jumpa pers di Crisis Center di Bandara Intenrasional Juanda, Surabaya, Rabu (31/12/2014).<br /><br />Budiyono menjelaskan, tidak semua yang datang semalam diambil sampel DNA karena DNA harus diambil dari keluarga yang secara keturunan segaris vertikal dengan korban. Dia mencontohkan jika korban adalah anak, maka sampel DNA diambil dari ayah atau ibunya.<br /><br />"Tidak kami harapkan dari saudara atau sepupu dan lain-lain. Karena DNA dinyatakan akurat kalau ada garis keturunan tadi yang vertikal," jelasnya.</div>
<br />Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-20987195561463061942015-01-05T10:49:00.004-08:002015-01-05T10:49:40.799-08:00Penyelesaian Kasus di Polres Situbondo Menurun 39% <h1 class="l_blue2_detik" style="background-color: white; color: #284296; font-family: Georgia, CartoGothic, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 30px; font-weight: normal; margin: 0px; padding: 0px;">
<br /></h1>
<div class="clearfix" style="background-color: white; clear: both; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">
</div>
<div class="artikel2" style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17.549999237060547px; padding-top: 15px; word-wrap: break-word;">
<div class="leftside" style="float: right; padding-bottom: 10px; padding-left: 15px; width: 160px;">
<div class="banner_inside_article" style="float: right; margin-left: 10px; width: 160px;">
<div class="banner_reg cad_skyp" style="margin-bottom: 15px;">
<ins id="aswift_1_expand" style="background-color: transparent; border: none; display: inline-table; height: 600px; margin: 0px; padding: 0px; position: relative; visibility: visible; width: 160px;"><ins id="aswift_1_anchor" style="background-color: transparent; border: none; display: block; height: 600px; margin: 0px; padding: 0px; position: relative; visibility: visible; width: 160px;"><iframe allowfullscreen="true" allowtransparency="true" frameborder="0" height="600" hspace="0" id="aswift_1" marginheight="0" marginwidth="0" name="aswift_1" scrolling="no" style="left: 0px; position: absolute; top: 0px;" vspace="0" width="160"></iframe></ins></ins><div id="beacon_04f88a9240" style="left: 0px; position: absolute; top: 0px; visibility: hidden;">
<img alt="" height="0" src="http://newopenx.detik.com/delivery/lg.php?bannerid=9124&campaignid=3382&zoneid=1124&loc=1&referer=http%3A%2F%2Fnews.detik.com%2Fread%2F2014%2F12%2F29%2F171123%2F2789349%2F475%2Fpenyelesaian-kasus-di-polres-situbondo-menurun-39&cb=04f88a9240" style="border: 0px; height: 0px; width: 0px;" width="0" /></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="pic_artikel" style="color: #666666; font-size: 11px; line-height: normal; margin-bottom: 10px; padding-bottom: 5px; width: 455px;">
<img src="http://images.detik.com/content/2014/12/29/475/wokehd.jpg" style="border: 0px; display: block; padding-bottom: 4px; width: 455px;" /></div>
<strong>Situbondo</strong> - Jumlah perkara kasus menonjol yang ditangani Polres Situbondo selama tahun 2014 mencapai 438 perkara. Dari angka tersebut, hanya 222 perkara dinyatakan selesai. Selebihnya proses penyelidikan dan penyidikan. Penyelesaian kasus menonjol itu menurun 39,83% dibanding tahun 2013 lalu.<br /><br />"Tahun 2013, jumlah kasus menonjol lebih banyak, yakni 570 kasus. Tapi yang berhasil diselesaikan 369 kasus. Tahun ini jumlah kasusnya turun, tapi penyelesaiannya juga menurun. Ini perlu mendapat perhatian dan evaluasi dari institusi kami," kata Kapolres Situbondo AKBP Hadi Utomo di Mapolres, Senin (29/12/2014).<br /><br />Data yang berhasil dihimpun detikcom, jumlah kasus menonjol yang mendominasi tahun 2014 di Situbondo adalah pencurian dengan pemberatan, yakni 167 kasus. Dari jumlah itu, yang berhasil diselesaikan hanya 36 kasus. Jumlah kasus penganiayaan berat juga cukup tinggi, mencapai 126 kasus dan berhasil diselesaikan sebanyak 116 kasus.<br /><br />"Untuk kasus pembunuhan yang di Desa Wringinanom, itu masuk pencurian dengan kekerasan. Karena ada sepeda motor korban yang dibawa kabur. Tidak bisa kami ekspose, karena ini terkait dengan penyelidikan. Tahun 2014, kasus curas sebanyak 18 dan berhasil diselesaikan 2 kasus," papar Hadi Utomo.<br /><br />Sementara untuk kasus korupsi, selama setahun ini Polres Situbondo menangani sebanyak 5 perkara. Salah satunya, dugaan korupsi dana rehabilitasi kelas SDN 2 Trebungan Kecamatan Mlandingan, sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Situbondo. Bahkan, sudah diikuti penahanan tersangka Hasan Busri, yang tak lain mantan Kepala Sekolah SDN 2 Trebungan.<br /><br />Sedangkan empat kasus korupsi lainnya, kini masih dalam pemberkasan. Antara lain, dugaan korupsi dana ADD Desa Wonokoyo Kecamatan Kapongan, korupsi dana bantuan parpol Partai Demokrat, bantuan sosial UPK Kecamatan Besuki, dan dugaan korupsi dana Bansos SDN 2 Sumberpinang Kecamatan Mlandingan.<br /><br />"Selama tahun 2014 kita juga menindak 6 oknum polisi nakal. Rata-rata tidak masuk tanpa izin. Satu oknum polisi lagi masih dalam proses pemeriksaan, karena terkait dengan kasus perselingkuhan," timpal Kasi Propam Polres Situbondo, Iptu H Sugiono.</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-26418955954632397432015-01-04T13:11:00.004-08:002015-01-04T13:11:54.728-08:00Polres situbondo : Pengecer Togel berhasil Ditangkap<div class="postdesc" style="background-color: white; border-bottom-color: rgb(226, 226, 226); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 11px; margin: 0px auto; padding: 6px 0px;">
<div class="thumb" style="float: left; margin: 0px 25px 0px auto; padding: 0px; width: 360px;">
<img class="thumb2" src="http://www.polressitubondo.com/foto_berita/17IMG-20141229-00823.jpg" style="border: 1px solid rgb(212, 212, 212); float: left; margin: 4px auto 5px 0px; padding: 3px;" width="360" /><div class="ket_gambar" style="border-bottom-color: rgb(232, 232, 232); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; color: #757575; font-family: Geneva, Arial, Helvetica, sans-serif; margin: 0px auto 5px; padding: 0px 0px 4px; width: 370px;">
</div>
</div>
<div style="font-size: 12px; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 0px; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-size: 12px; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 0px; text-align: justify;">
<strong style="margin: 0px auto; padding: 0px;">Polres Situbondo,</strong> Senin (29 Des 2014) sekira pukul 15.00 Wib, Anggota Resmob Polres Situbondo berhasil menangkap pelaku perjudian jenis togel yang bernama YANTO als. YAYAN (49 Th) alamat Kp. Krajan Ds. Kalimas Kec. Besuki Kab. Situbondo.</div>
<div style="font-size: 12px; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 0px; text-align: justify;">
pelaku menerima pesanan nomer togel di sebuah tempat bermain bilyard di Ds. Kalimas Kec. Besuki, para pembeli mengirim nomor togel via sms kepada pelaku dengan nomer HP 085336070828, kemudian pelaku mengirim sms tersebut kepada seseorang yang bernama YANTO (saat ini masih dilakukan pencarian terhadap YANTO).</div>
<div style="font-size: 12px; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 0px; text-align: justify;">
petugas mengamankan 1 (satu) buah HP merk Cross type D6X dan uang penjualan togel sebesar Rp. 35.000,-</div>
<div style="font-size: 12px; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 0px; text-align: justify;">
pelaku saat ini berada di Mapolres Situbondo untuk dilakukan Penyidikan.#Sat Reskrim</div>
<div style="font-size: 12px; margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 0px; text-align: justify;">
</div>
</div>
<div class="clear" style="background-color: white; clear: both; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 11px; margin: 0px auto; padding: 0px;">
</div>
<span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 11px; margin: 0px auto; padding: 0px;"><br style="margin: 0px auto; padding: 0px;" /><br style="margin: 0px auto; padding: 0px;" /><br style="margin: 0px auto; padding: 0px;" /><b style="margin: 0px auto; padding: 0px;">Sumber Berita: www.polressitubondo.com</b></span><br />
<hr style="margin: 0px auto; padding: 0px;" />
<br />Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-6733337439049570172014-10-26T06:33:00.000-07:002015-01-05T13:34:17.025-08:00STATISTIK KEJAHATAN DI INDONESIA<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkjgcEzDcUuNziOY9A0RHlJIDuTl9NnLvAd6IVb0Y1sqTkVGn5zsvEurGhTPZ-U_3weTEq244E31yRohLq3kfkLQZJWp-WDMM_xaF7rjXH81xXGLvpSf3aNs5d03wj9p1x_4aTe2vJ7rg/s1600/1512656_725642597454848_1279494425_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkjgcEzDcUuNziOY9A0RHlJIDuTl9NnLvAd6IVb0Y1sqTkVGn5zsvEurGhTPZ-U_3weTEq244E31yRohLq3kfkLQZJWp-WDMM_xaF7rjXH81xXGLvpSf3aNs5d03wj9p1x_4aTe2vJ7rg/s1600/1512656_725642597454848_1279494425_n.jpg" height="240" width="320" /></a></div>
<div align="center" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: center; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b><br /></b></div>
<div align="center" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: center; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>STATISTIK KEJAHATAN DI INDONESIA</b></div>
<div align="center" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: center; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>(Analisa dan Usul) </b></div>
<div align="center" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<a href="http://jasa-advertising.biz/" target="_blank">Pelaksanaan usaha</a> pencegahan kejahatan yang efektif dan efisien harus didasarkan kepada pengetahuan dan pengertian mengenai masalah kejahatan, oleh karena itu suatu sistim penyusunan statistik kejahatan sebagai alat untuk mengukur keadaan kriminalitas dalam masyarakat harus secara jelas merumuskan :</div>
<ol start="1" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">kegunaan umum dari statisitik tersebut;</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">batas-batas kemampuannya sebagai alat pengukur;</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">cara-cara interpretasi daripada angka-angka yang disusun dala m statistik tersebut;</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">cara-cara pengumpulan dari berbagai sumber data yang dibutuhkan;</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">kebulatan dari sistim tersebut, sehingga dapat dilakukan cross-reference angka-angka dari berbagai tabel dalam statistik kejahatan.</li>
</ol>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Di samping itu juga diperlukan <a href="http://jasa-advertising.biz/" target="_blank">suatu pusa</a>t pengumpulan, penyusunan, penganalisaan dan penerbitan data statistik kejahatan, serta peraturan yang memberikan landasan hukum bagi keharusan dan kewajiban untuk menyampaikan data statistik yang diperlukan oleh pusat tersebut.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam pembuatan suatu sistim penyusunan statistik kejahatan maka ada beberapa masalah umum yang perlu diperhatikan :</div>
<ol start="1" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">statistik kejahatan disusun berdasarkan kejahatan-kejahatan yang diketahui dan dicatat, sehingga dapat dianggap sebagai sample yang tepat dari keseluruhan kejahatan yang terjadi.</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">bagaimana kejahatan yang tercatat dianalisa dengan pengetahuan yang cukup dan pengertian yang tepat, sehingga memberikan hasil yang optimal.</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">bagaimana penyusunan sistim statistik kriminal yang baik sehingga dapat dianalisa dan diinterpretasikan bersama-sama dengan data statistik lainnya yang disusun dalam lapangan ekonomi dan sosial lainnya.</li>
</ol>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Di samping itu juga memperhatikan :</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v sampai dimanakah angka-angka kejahatan yang tidak diketahui pelakunya ini dapat dipergunakan ?</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v pencatatan data pelaku kejahatan yang diketahui dan tertangkap secara lengkap a.l : umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan dan sebagainya.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v Apakah sumber data untuk pengukuraan kriminalitas harus diambil dari salah satu instansi penegak hukum ataukah dari semua instansi tersebut (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, LP) ?</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v Data <a href="http://jasa-advertising.biz/" target="_blank">apasajakah yang </a>perlu diambil dari catatan-catatan instansi tersebut ? yang hendaknya tidak saja menunjukan perbandingan kuantitatif tetapi juga kualitatif dari pada kejahatan menurut waktu dan tempat.</div>
<ol style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Keperluannya dibuat suatu sistim untuk penyusunan (dan penerbitan) data statistik kejahatan yang dapat dipercaya dan sah.</li>
</ol>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Penyusunan laporan mengenai pengukuran dan perbandingan keadaan kriminalitas menurut tempat dan waktu digunakan untuk menilai apakah usaha-usaha yang telah dijalankan untuk mencegah dan mengurangi kejahatan ada manfaatnya.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Laporan tersebut juga dapat digunakan<a href="http://jasa-advertising.biz/" target="_blank"> perumusan </a>kebijakan kriminal (criminal policy) serta penghitungan, pengukuran dan peramalan kerugian-kerugian yang telah dan masih akan mungkin diderita masyarakat sebagai akibat dari kejahatan. Juga laporan yang tepat akan membantu para ahli perencana pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan nasional yang telah memperhitungkan pula akibat-akibat dan hambatan-hambatan yang mungkin timbul dari kenaikan kriminalitas.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Penyusunan laporan tersebut dapat dilakukan melalui pengumpulan angka-angka statistik kejahatan yang terjamin validity dan reliability.</div>
<ol style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Beberapa masalah umum yang perlu mendapat perhatian</li>
</ol>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
q Kejahatan yang dicatat merupakan sample</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kejahatan yang tercatat sebagai cermin untuk melihat fluktuasi keadaan seluruh kejahatan didasarkan pada asumsi bahwa hubungan antara ‘jumlah seluruh kejahatan’ dengan ‘yang tercatat’ adalah konstan/tetap. Tetapi asumsi ini tidak pernah terbukti (bahwa ratio angka tercatat dengan angka gelap adalah tetap).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Besar – kecilnya angka gelap digunakan sebagai dasar untuk menetapkan jenis kejahatan tercatat manakah yang relilable sebagai cermin dari pada fluktuasi kejahatan. Misalnya Amerika Serikat hanya memilih 7 (tujuh) macam kejahatan sebagai cermin pengukuran kriminalitas dalam masyarakat.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
q Kejahatan yang tidak dapat diselesaikan</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Tidak semua kejahatan yang dicatat terselesaikan sebab adanya penyusutan perkara kejahatan (criminal case mortality). Oleh karena itu ada dua pertanyaan yang dapat diajukan yaitu :</div>
<ol style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">sampai seberapa jauhkah diperoleh kepastian bahwa perkara-perkara kejahatan yang tidak dapat diselesaikan polisi memenag adalah laporan dari kejahatan yang sebenarnya terjadi ?</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">sampai seberapa jauhkah dapat diperoleh kepastian bahwa perkara-perkara kejahatan-kejahatan yang tidak diteruskan ke pengadilan koleh kejaksaan dan atau yang sampai pada pengadilan tetapi diputuskan tidak terbukti oleh pengadilan adalah memang perkara-perkara dari kejahatan yang sebenarnya terjadi ?</li>
</ol>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
q Angka perimbangan (rate)</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Angka perimbangan (rate) ini menyatakan besarnya frekuensi dari kejahatan tercatat di dalam penduduk dengan jumlah tertentu (per 10.000 atau 100.000 penduduk). Namun agar lebih cermat, maka perbedaan-perbedaan dan perubahan-perubahan dalam komposisi penduduk menurut jenis kelamin, umur dan sebagainya, demikian pula status ekonomi, tingkat pendidikan dan lain-lain.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
q Memperbandingkan angka perimbangan</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Memperbandingkan angka perimbangan menurut waktu dan tempat yang menitikberatkan pada perbandingan jumlah kejahatan, hendaknya juga turut diperhitungkan derajat keseriusan dari jumlah kejahatan tersebut sehingga diperoleh hasil analisa yang komprehensif.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sedangkan perbandingan angka kejahatan antar negara, agar dibentuk suatu sistim perbandingan antara statistik kejahatan yang valid dan reliable di berbagai negara.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
q Sumber data</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dewasa ini penyusunan data statistik bersumber pada angka-angka dari kepolisian, tetapi juga perlu diperhatikan data dari sumber lain sehingga diperoleh pengertian yang menyeluruh tentang masalah kejahatan dan upaya penanggulangannya. Oleh kartena itu penyusunan statistik kejahtan harus memperhatikan pertama-tama kegunaan daripada statistik tersebut.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
q Pilihan data</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Perumusan mengenai data apakah yang dikumpulkan dari sumber-sumber tersebut serta mana dan bagaimana harus disusun dalam statistik kejahatan ke dalam sistim tersebut.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu :</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
- harus dapat dibedakan antara angka-angka yang berhubungan dengan kejadian kejahatan dan yang berhubungan dengan si pelaku pelanggar hukum</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
- harus dapat diikuti perkembangan angka-angka tersebut dari instansi-instansi kepolisian-kejaksaan-pengadilan hingga ke pembinaan tuna warga.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
- Harus dapat diperoleh data mengenai jumlah kejadian kejahatan : yang dilaporkan tetapi tidak beralasan (palsu) – diselesaikan polisi – diserahkan kepada kejaksaan – diteruskan kepada pengadilan – dinyatakan terbukti oleh pengadilan</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
- Harus dapat diperoleh data mengenai jumlah orang yg ditangkap untuk pemeriksaan – dilepaskan karena tidak terbukti – diserahkan ke kejaksaan – diteruskan ke pengadilan – dinyatakan bersalah oleh pengadilan – macam pidana yang dijatuhkan pengadilan yang diterima oleh LP dan oleh bagian bimbingan masyarakat (pidana bersyarat).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
- Data mengenai kerugian korban : hilangnya nyawa – hilang / berkurangnya kemampuan mempergunakan anggota badan – kerugian rohaniah lainnya – kerugian keuangan dll.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
- Harus dapat diperoleh data baik dari pelanggar hukum maupun korban mengenai umu – kelamin – suku – pekerjaan dsb.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
- Khusus mengenai anak delikuensi harus diperoleh data minimal mengenai : nama-umum-alamat-pendidikan sekolah/kejuruan-aktifitas kelompok-peristiwa delikuensi-kerugian/luka korban-tuduhan pokok dan tambahan-lingkungan tempat tinggal-keluarga-bagaimana perkara sampai ke Polisi-keputusan mengenai perkara tersebut dll.</div>
<ol style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Keadaan di Indonesia</li>
</ol>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pada dasarnya instansi-instansi kepolisian – kejaksaan – pengadilan – lembaga pemasyarakatan telah melakukan pengumpulan data untuk pengolahan statistik, namun lebih ditekankan lagi mengenai hubungan dan kerja sama antar isntansi tersebut maupun dengan pihak lain untuk mengusahakan data dalam menganalisa keadaan kriminalitas yang sebenarnya menurut waktu dan tempat. Di samping itu disusun suatu standart agar data tersebut adalah valid dan reliable dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat, yang pada akhirnya usaha pencegahan dan penanggulangan kejahatan dapat direncakan atas dasar data empiris yang reliable dan valid tersebut. Sehubungan dengan pelaksanaan tersebut agar diingat betapa besar kerugian yang diakibatkan oleh kejahatan yang harus ditanggung oleh negara dan masyarakat.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Namun demikian suatu keseragaman sistem pengumpulan. Penyusunan dan pengolahan statistik kriminal di Indonesia harus dilakukan secara adaptif dan transparan berdasarkan sumber data valid dan reliable pada instansi tersebut di atas agar pada akhirnya statistik kejahatan tersebut dapat dipercaya dan sah menjadi alat pengukur keadaan kriminalitas di Indonesia.</div>
<div>
<br /></div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-15518544531785145872014-10-24T06:53:00.000-07:002014-10-24T06:53:00.019-07:00GENG PEMUDA & “BISNIS” OBAT-OBATAN & KEJAHATAN<div align="center" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<strong>GENG PEMUDA & “BISNIS” OBAT-OBATAN & KEJAHATAN</strong></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Karakter, tipe, dan sifat geng telah berubah sejak penelitian Walter Miller. Sejumlah kecil geng dan anggota geng yang beraksi selama tahun 1980-an; pembunuhan geng dan kekerasan lain umumnya tidak mematikan dan hanya melibatkan anggota geng saingan. Diskusi nasional terakhir (1988) tentang kegiatan kejahatan terorganisir oleh geng pemuda mengungkapkan beberapa hal yang sangat berbeda. Di Los Angeles sendiri, lebih dari 200 orang terbunuh dalam penembakan yang terkait dengan geng pada tahun 1987, dengan lebih dari 5000 kejahatan kekerasan terkait dengan geng di wilayah LA. Pembunuhan ini bukan kejadian tersendiri, tetapi lebih merupakan bagian dari kegiatan kejahatan terorganisir oleh geng pemuda. Pada tahun 1989, ada lebih dari 500 pembunuhan geng yang tercatat di AS (Price, 1989). Banyak geng menggunakan taktik yang sama dengan taktik kegiatan kejahatan terorganisir. Mereka menggunakan kekerasan, intimidasi, dan rasa takut untuk mendirikan perusahaan criminal, seperti penjualan obat-obatan, dan terlibat dalam pola-pola pemerasan, termasuk pencurian, pencurian dengan pemberatan (Organized Criminal Activity by Youth Gangs 1988). Komite yang membahas laporan ini menyimpulkan bahwa kejahatan dan kekerasan yang ekstensif yang dikaitkan dengan geng, khususnya penjualan obat-obatan, yang digabung dengan skop nasional tentang masalah geng, telah membuat hal ini menjadi ancaman keamanan dalam negeri yang paling serius yang dihadapi negara ini.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Apa yang belum berubah sejak analisa Miller tentang geng ini adalah bahwa tanpa melihat banyaknya geng saat ini—Afrika-Amerika (misalnya, Crips), Asian (China, Vietnam, Philipina, Jepang, dan Korea), Caucasian (misalnya, Stoner, Aryan Brotherhood), dan Hispanik (misalnya, Mexican Mafia, Nuestra Familia)—sebagian besar anggota geng dengan pengecualian beberapa geng Caucasian, berasal dari kelas yang paling bawah dan paling lemah di dalam masyarakat (Jackson dan McBride, 1989). Geng ini terus memberikan kendaraan untuk status, penerimaan, dan rasa hormat dalam dari tempat yang legitimate untuk kebutuhan. Geng telah menjadi sebuah entitas yang, menurut beberapa pihak, mengambil laih sosialisasi pemuda di pusat kota: “Geng telah menempatkan keluarga, menggantikan kerjasama, mengganti gaya hidup dan lembaga legislative dan pemerintahan di dalam masyarakat dimana lembaga-lembaga ini dan elemen-elemen social ini telah lama ditinggalkan (OCAYG, 1988: 150).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hingga sejauh ini, upaya teoritisoleh kriminolog seperti Cohen atau Cloward dan Ohlin masih bisa digunakan. Namun, geng ini sekarang memberikan, di banyak contoh, sebuah alat atau cara untuk mencapai status keuangan yang akan disangkal bagi pemuda seperti ini. Gerakan cepat geng-geng ini ke dalam perdagangan obat-obatan dimulai pada pertengahan tahun 1980-an berfungsi untuk merangsang kekerasan antara kompetisi geng untuk mendapatkan wilayah obat-obatan dan juga berfungsi membawa kekerasan geng ke dalam segmen lain di masyarakat. Menurut seorang kriminolog, beberapa geng sedang berubah menuju kegiatan bisnis yang sangat rahasia yang lebih canggih dimana banyak ciri-ciri sejarah geng (warna, pakaian simbolis) tidak lagi digunakan. Mereka telah menjadi………………..</div>
<div>
<br /></div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-74046413312368813402014-10-22T06:32:00.000-07:002014-10-22T06:32:00.391-07:00MENCARI FAKTOR-FAKTOR SEBAB KEJAHATAN<h2 align="center" style="border: 0px; color: white; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.4em; line-height: 19.200000762939453px; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: center; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></h2>
<div align="center" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: center; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>(Suatu Uraian Selayang Pandang)</b></div>
<div align="center" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b></b><strong><span style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; text-decoration: underline; vertical-align: baseline;">Sebab-sebab Kriminalitas dan Sistem Pembinaan</span></strong></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hubungan antara mencari “sebab kejahatan” dengan mencari “sistim pembinaan yang efektif” dapat diterangkan sebagai berikut :</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
- Seorang individu yang melanggar suatu norma (hukum) mempunyai suatu sikap tertentu terhadap situasi yang diatur oleh norma tersebut. Sikap tertentu yang mana membuat dia tidak merasa perlu untuk menaati norma yang bersangkutan.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
- Didasarkan pada asumsi bahwa sikap tersebut (yang merupakan hasil dari proses sosialisasi individu) dapat dirubah asalkan kita dapat mengerti sebab-sebab timbulnya sikap “melanggar norma” tersebut.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
- Maka pembinaan si pelanggar hukum / narapidana ditujukan kepada perubahan sikap tersebut ( perubahan pada kesadaran subyektifnya akan nilai dan norma yang bersangkutan).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Oleh karena itu pengertian akan “sebab” orang melanggar akan sangat membantu untuk menemukan cara terbaik untuk “pembinaan” (dalam arti usaha untuk melakukan perubahan sikap).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Penekanan pada istilah “pencegahan kejahatan” untuk menggantikan istilah “pemberantasan kejahatan” (yang berarti pemusnahan), didasarkan pada pendapat Emile Durkheim bahwa kejahatan adalah suatu gejala normal di dalam setiap masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan sosial dan karena itu tidak mungkin dimusnahkan habis.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<strong><span style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; text-decoration: underline; vertical-align: baseline;">Mencari sebab-sebab Kriminalitas</span></strong></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pengetahuan kriminologi dewasa ini belum dapat secara tegas menentukan sebab orang melakukan pelanggaran norma (hukum), tetapi masih pada taraf mencari, melalui penelitian dan penyusunan teori.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Beberapa hal yang perlu diperhatikan :</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v Pengertian sebab dalam ilmu-ilmu sosial tidak sama dengan dalam ilmu alam;</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v Terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli kriminologi mengenai luasnya pengertian kejahatan sebagai obyek kriminologi;</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v Perlu dicegah kesalahan akibat “evil – causes – evil fallacy.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Maka untuk mencari sebab-sebab kejahatan yang dicari adalah faktor-faktor yang dalam kaitan dengan faktor lain akan menghasilkan kejahatan / multi factor theory (faktor-faktor necessary but not sufficient).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kemudian untuk pengumpulan data dalam penelitian terdapat dua macam pendekatan :</div>
<ol start="1" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">pendekatan dengan teori umum dahulu, misalnya : Sutherland</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">pendekatan dengan pengumpulan data secara langsung, tanpa suatu teori umum, misal : Sheldon Glueck.</li>
</ol>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori-teori sosiologis utama yang disusun untuk mencoba menerangkan sebab-sebab kejahatan dan sekaligus merupakan dasar pengumpulan data melalui penelititan, adalah sbb :</div>
<ol start="1" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">teori ‘conflict of conduct norms’ dari Thorsten Sellin 1928</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">teori ‘differential association’ dari Edwin H Sutherland 1934</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">teori ‘ cultural transmission’ dari Clifford R Shaw dan Henry D, McKay 1942</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">teori ‘ anomie’ dari Robert K Merton 1938</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">teori ‘ criminal sub-culture’ dari Alberth K Cohen – 1955</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">teori ‘ differential opportunity structure’ dari Richard A Cloward dan Lloyd E Ohlin – 1960</li>
</ol>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Penggunaan teori-teori tersebut bila diterapkan bagi masyarakat Indonesia harus disesuaikan dan dilakukan dengan hati-hati, serta memperhatikan kritik-kritik terhadap teori-teori tersebut.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Faktor-faktor yang necessary but not sufficient sebagai sebab kejahatan yaitu faktor yang selalu merupakan sebab dari suatu kejahatan bersama-sama dengan faktor-faktor lain. Beberapa faktor penting untuk diperhatikan antara lain :</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v dalam teori-teori ekologis (misalnya Sha &McKay) :</div>
<ul style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: disc; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">kepadatan penduduk dan mobilitas sosial (horisontal dan vertikal)</li>
<li style="border: 0px; list-style: disc; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">kota dan pedesaan</li>
<li style="border: 0px; list-style: disc; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">urbanisasi dan urbanism</li>
<li style="border: 0px; list-style: disc; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">deliquency areas dan perumahan</li>
<li style="border: 0px; list-style: disc; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">distribusi menurut umur dan kelamin</li>
</ul>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v teori-teori konflik kebudayaan (misalnya Sellin) : masalah suku, agama, kelompok minoritas.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v Teori-teori ekonomis (Bonger) : pengaruh kemiskinan dan kemakmuran</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v Teori differential association (sutherland) :pengaruh mass media</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v Teori anomie dan sub-culture (Merton, Cohen, Cloward & Ohlin) ;</div>
<ul style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: disc; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Perbedaan nilai dan norma antara middle class dan lower class;</li>
<li style="border: 0px; list-style: disc; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Ketegangan yang timbul karena terbatasnya kesempatan untuk mencapai tujuan.</li>
</ul>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
v Faktor peranan keluarga khususnya untuk masalah kelikuensi anak (pengecualian faktor broken home : suatu konsep yang luas dan samar dan perlu diteliti lebih jauh).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Salah satu premise yang perlu dikaji lebih lanjut adalah bahwa kriminalitas merupakan yang pasti dari perkembangan sosial (sosial change) yang timbul bersama dengan perkembangan ekonomi (pada umumnya di negara berkembang).</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-3077986946073931792014-10-22T06:02:00.000-07:002014-10-22T06:02:00.349-07:00Tips Pencarian Gambar dengan Google Images<h1 class="entry-title" style="border: 0px; color: rgb(64, 179, 255) !important; font-family: 'Patua One', Arial, sans-serif; font-size: 28px; font-weight: 400; line-height: 27px; margin: 5px 0px 10px; padding: 0px;">
<br /></h1>
<div id="nrelate_flyout_placeholder" style="border: 0px; color: #333333; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; margin: 0px; padding: 0px;">
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<a href="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-halaman-utama.jpg" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;"><img alt="google images - halaman utama" class="alignnone size-large wp-image-208529" height="260" src="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-halaman-utama-500x260.jpg" style="border: 0px; font-size: 0px; height: auto; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px; vertical-align: middle;" width="500" /></a></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Selain digunakan untuk mencari situs, Google juga dapat dipergunakan untuk melakukan pencarian gambar. Mencari gambar yang tepat sesuai dengan keinginan lewat Google Images tergolong gampang-gampang susah. Hal ini disebabkan karena Google Images dapat melakukan pecarian gambar hingga berjumlah ribuan hasil, tidak jauh berbeda ketika hendak melakukan pencarian topik dalam beberapa situs sekaligus.</div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Untuk memotong jumlah hasil pencarian, langkah-langkah yang harus dilakukan tidak jauh berbeda ketika melakukan pencarian situs. Namun, pencarian gambar lewat Google Images ini memiliki fasilitas tersendiri agar Anda bisa mendapatkan gambar yang diinginkan. Apa sajakah yang perlu dilakukan untuk bisa memaksimalkan hasil pencarian gambar ini?</div>
<h3 style="border: 0px; color: rgb(0, 169, 255) !important; font-family: 'Patua One', Arial, sans-serif; font-size: 20px; font-weight: 400; letter-spacing: 0px; line-height: 22px; margin: 5px 0px 8px; padding: 0px;">
1. Spesifikkan Keywords Gambar yang Hendak Dicari</h3>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<a href="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-result.jpg" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;"><img alt="google images - result" class="alignnone size-large wp-image-208531" height="239" src="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-result-500x239.jpg" style="border: 0px; font-size: 0px; height: auto; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px; vertical-align: middle;" width="500" /></a></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Kata kunci adalah hal terpenting untuk melakukan pencarian, baik situs maupun gambar. Semakin spesifik kata kunci yang Anda masukkan, maka hasilnya akan semakin sempit dan mendekati dari yang Anda inginkan. Tidak jauh berbeda seperti hendak mencari sebuah situs, kata kunci yang jelas dan lengkap akan membantu Anda dalam mendapatkan gambar yang diinginkan. Anda juga bisa menggunakan beberapa simbol dan karakter tertentu untuk hasil pencarian yang lebih spesifik. Beberapa simbol dan karakter yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:</div>
<ul style="border: 0px; list-style-image: none; list-style-position: inside; margin: 0px; padding: 0px;">
<li style="border: 0px; list-style: circle inside; margin: 0px 0px 10px; padding: 0px;"><span style="border: 0px; line-height: 13px; margin: 0px; padding: 0px;"><strong style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px;">Tanda Plus (+)</strong> atau <strong style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px;">Tanda Petik (“)</strong> digunakan untuk mencari kata kunci yang juga mengandung kata kunci lainnya sebagai satu-kesatuan utuh. Contohnya: “Gambar Jagat Review” atau ‘Gambar+Jagat+Review’.</span></li>
<li style="border: 0px; list-style: circle inside; margin: 0px 0px 10px; padding: 0px;"><strong style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px;">Tanda Minus (-)</strong> digunakan untuk mengurangi kemungkinan sebuah kata kunci yang tak dibutuhkan masuk ke dalam hasil pencarian akhir. Contohnya: ‘Gambar Jagat -Review’.</li>
<li style="border-bottom-style: none; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-top-width: 0px; list-style: circle inside; margin: 0px 0px 10px; padding: 0px;"><strong style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px;">Tanda Bintang (*)</strong> digunakan ketika Anda ingin mencari sebuah kalimat tetapi melupakan satu kata yang seharusnya terkandung di dalam pencarian tersebut. Contohnya: ‘Gambar * Review’ ketika hendak mencari ‘Jagat Review’</li>
</ul>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<a href="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-paket.jpg" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;"><img alt="google images - paket" class="alignnone size-large wp-image-208530" height="239" src="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-paket-500x239.jpg" style="border: 0px; font-size: 0px; height: auto; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px; vertical-align: middle;" width="500" /></a></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Selain itu, Google Images tampilan terbaru saat ini telah menyediakan beberapa grup gambar yang merupakan hasil pencarian populer berdasarkan kata kunci yang Anda masukkan. Hal ini tentunya akan mempermudah Anda dalam mencari gambar dalam grup kata kunci yang lebih spesifik dan sesuai dengan apa yang diinginkan.</div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<a href="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-try-these-too.jpg" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;"><img alt="google images - try these too" class="alignnone size-large wp-image-208524" height="239" src="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-try-these-too-500x239.jpg" style="border: 0px; font-size: 0px; height: auto; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px; vertical-align: middle;" width="500" /></a></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Tak hanya memberikan grup file gambar yang memiliki kata kunci tersendiri, Google Images juga memberikan saran gambar pada kolom yang bisa Anda lihat ketika meng-klik salah satu hasil pencarian gambar seperti yang bisa dilihat pada contoh di atas.</div>
<h3 style="border: 0px; color: rgb(0, 169, 255) !important; font-family: 'Patua One', Arial, sans-serif; font-size: 20px; font-weight: 400; letter-spacing: 0px; line-height: 22px; margin: 5px 0px 8px; padding: 0px;">
2. Search Tools</h3>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<a href="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-advanced-result.jpg" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;"><img alt="google images - advanced result" class="alignnone size-large wp-image-208525" height="239" src="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-advanced-result-500x239.jpg" style="border: 0px; font-size: 0px; height: auto; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px; vertical-align: middle;" width="500" /></a></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Menggunakan Search Tools yang merupakan salah satu fitur andalan Google dalam melakukan pencarian akan memberikan hasil yang lebih baik daripada sekedar memberikan kata kunci. Search Tools ini berfungsi untuk melakukan filtering terhadap gambar yang hendak Anda cari dengan berpatok kepada empat kategori berikut:</div>
<ul style="border: 0px; list-style-image: none; list-style-position: inside; margin: 0px; padding: 0px;">
<li style="border: 0px; list-style: circle inside; margin: 0px 0px 10px; padding: 0px;"><span style="border: 0px; line-height: 13px; margin: 0px; padding: 0px;"><strong style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px;">Size (Ukuran)</strong>. Anda bisa masukkan secara spesifik seberapa besar ukuran gambar yang hendak dicari.</span></li>
<li style="border: 0px; list-style: circle inside; margin: 0px 0px 10px; padding: 0px;"><strong style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px;">Color (Warna)</strong>. Anda bisa memasukkan dominasi warna dari gambar yang dicari.</li>
<li style="border: 0px; list-style: circle inside; margin: 0px 0px 10px; padding: 0px;"><strong style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px;">Type (Jenis)</strong>. Anda bisa memilih jenis gambar yang dicari, apakah dalam rupa foto, sketsa, animasi, dan lain sebagainya.</li>
<li style="border-bottom-style: none; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-top-width: 0px; list-style: circle inside; margin: 0px 0px 10px; padding: 0px;"><strong style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px;">Time (Waktu)</strong>. Anda bisa menentukan rentang waktu kapan gambar tersebut telah dimasukkan ke dalam internet. Fitur ini juga berguna untuk melakukan pencarian gambar-gambar terbaru.</li>
</ul>
<h3 style="border: 0px; color: rgb(0, 169, 255) !important; font-family: 'Patua One', Arial, sans-serif; font-size: 20px; font-weight: 400; letter-spacing: 0px; line-height: 22px; margin: 5px 0px 8px; padding: 0px;">
3. Advanced Image Search</h3>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<a href="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-advanced-search.jpg" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;"><img alt="google images - advanced search" class="alignnone size-large wp-image-208527" height="239" src="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-advanced-search-500x239.jpg" style="border: 0px; font-size: 0px; height: auto; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px; vertical-align: middle;" width="500" /></a></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Pada dasarnya, pencarian dengan menggunakan Advanced Image Search ini tidak jauh berbeda ketika menggunakan Search Tools. Yang membedakannya adalah beberapa kategori tambahan yang lebih spesifik lagi dalam fasilitas pencarian ini. Dengan menggunakan Advanced Image Search, Anda bisa melakukan pencarian tidak hanya berdasarkan ukuran, warna, jenis gambar atau waktu saja. Fasilitas ini juga memungkinkan Anda untuk melakukan pencarian gambar berdasarkan jenis file gambar (.jpg, .png, .gif, dan lain-lain) atau berdasarkan wilayahnya.</div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<a href="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-advanced-search-page.jpg" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;"><img alt="google images - advanced search page" height="324" src="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-advanced-search-page-500x324.jpg" style="border: 0px; font-size: 0px; height: auto; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px; vertical-align: middle;" width="500" /></a></div>
<h3 style="border: 0px; color: rgb(0, 169, 255) !important; font-family: 'Patua One', Arial, sans-serif; font-size: 20px; font-weight: 400; letter-spacing: 0px; line-height: 22px; margin: 5px 0px 8px; padding: 0px;">
4. Mencari Gambar dengan Gambar</h3>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<a href="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-search-by-image.jpg" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;"><img alt="google images - search by image" height="239" src="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-search-by-image-500x239.jpg" style="border: 0px; font-size: 0px; height: auto; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px; vertical-align: middle;" width="500" /></a></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Fitur ini merupakan salah satu fitur berguna yang dapat dimanfaatkan untuk pencarian file gambar sejenis. Tak hanya mendapatkan gambar yang sejenis, Anda juga bisa mendapatkan gambar orisinil yang ukuran dan kualitasnya bisa jadi lebih baik ketimbang gambar yang Anda miliki saat ini.</div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<a href="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-search-by-image-2.jpg" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;"><img alt="google images - search by image 2" class="alignnone size-large wp-image-208532" height="239" src="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-search-by-image-2-500x239.jpg" style="border: 0px; font-size: 0px; height: auto; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px; vertical-align: middle;" width="500" /></a></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Untuk menggunakannya, Anda tinggal meng-klik icon berbentuk kamera di pojok kolom search yang terdapat di halaman utama Google Images. Setelah itu, Anda bisa pilih antara meng-upload gambar yang hendak Anda cari atau memasukkan direct link dari gambar yang didapat lewat situs lain.</div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<a href="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-search-by-image-3.jpg" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;"><img alt="google images - search by image 3" class="alignnone size-large wp-image-208533" height="255" src="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-search-by-image-3-500x255.jpg" style="border: 0px; font-size: 0px; height: auto; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px; vertical-align: middle;" width="500" /></a></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sebagai contoh, gambar di atas ini adalah hasil yang bisa didapatkan ketika Anda menggunakan pencarian gambar dengan menggunakan media gambar. Tak hanya memberikan pencarian gambar saja, fitur ini juga memungkinkan Anda untuk mendapatkan hasil berupa situs serta keterangan tambahan mengenai gambar yang hendak Anda cari.</div>
<h3 style="border: 0px; color: rgb(0, 169, 255) !important; font-family: 'Patua One', Arial, sans-serif; font-size: 20px; font-weight: 400; letter-spacing: 0px; line-height: 22px; margin: 5px 0px 8px; padding: 0px;">
5. Menggunakan Extension pada Web Browser</h3>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<a href="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-extension.jpg" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;"><img alt="google images - extension" height="409" src="http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2013/07/google-images-extension-500x409.jpg" style="border: 0px; font-size: 0px; height: auto; margin: 0px; max-width: 100%; padding: 0px; vertical-align: middle;" width="500" /></a></div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Jika cara mencari gambar dengan gambar lewat Google Images yang tertera di poin atas menurut Anda merepotkan dan membuang waktu, Anda bisa mendapatkan alternatifnya dengan extension pada Web Browser. Dengan extension yang sudah tersedia untuk <a href="https://chrome.google.com/webstore/detail/dajedkncpodkggklbegccjpmnglmnflm" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;">Google Chrome</a> dan <a href="http://dl.google.com/searchbyimage/searchbyimage_latest.xpi" style="border: 0px; color: #40b3ff; margin: 0px; padding: 0px;">Mozilla Firefox</a>, Anda bisa langsung melakukan pencarian gambar dengan lebih cepat dan sederhana. Anda hanya perlu melakukan klik kanan di gambar yang hendak Anda cari, pilih Search by Images yang merupakan tambahan terbaru setelah Anda menginstal extension browser, dan pencarian gambar pun akan dimulai.</div>
<div style="border: 0px; line-height: 18px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Demikianlah tips bagaimana cara untuk memaksimalkan hasil pencarian gambar dengan menggunakan Google Images yang dapat kami bagikan saat ini. Jika Anda memiliki tips tambahan yang belum sempat kami bahas dalam artikel ini, Anda boleh membagikan pengalaman Anda pada kolom komentar di bawah ini.</div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-66628010651988914702014-10-18T06:19:00.000-07:002014-10-18T06:19:00.124-07:00SOSIOLOGI KRIMINALITAS<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeTgZFA9GXbRm0sGwHbJPKA4FGhulzUjSlH4m8nOGj-XiaO2WPuCIBzpIZcps_hylBDSW6pWO6OwkXyg1bSJvSG_EH-itxPSo7T5PtG63pe5-MmNiwNFmOXQRLzlaHzs-BauD_Fxd1FMI/s1600/1463095_696803513672090_860190625_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeTgZFA9GXbRm0sGwHbJPKA4FGhulzUjSlH4m8nOGj-XiaO2WPuCIBzpIZcps_hylBDSW6pWO6OwkXyg1bSJvSG_EH-itxPSo7T5PtG63pe5-MmNiwNFmOXQRLzlaHzs-BauD_Fxd1FMI/s1600/1463095_696803513672090_860190625_n.jpg" height="240" width="320" /></a></div>
<h2 style="border: 0px; color: white; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.4em; line-height: 19.200000762939453px; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: center; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></h2>
<h2 style="border: 0px; color: white; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.4em; line-height: 19.200000762939453px; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: center; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
SOSIOLOGI KRIMINALITAS</h2>
<h2 style="border: 0px; color: white; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.4em; line-height: 19.200000762939453px; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: center; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</h2>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.1. PENDAHULUAN</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sebagian besar penjelasan mengenai kejahatan yang telah dibahas sejauh ini telah memfokuskan pada karakteristik biologis dan psikologis sebagai penyebab kriminalitas. Jelasnya, teori-teori yang mengikuti meminimasi faktor-faktor ini dan sebagai gantinya mengkonsentrasikan pada pengaruh-pengaruh ekstra seperti lingkungan, kemiskinan dan pengangguran. Sejumlah teori yang menghubungkan kriminalitas dengan faktor-faktor sosial ini memfokuskan pada masalah yang berkaitan dengan vagrancy, pengangguran, kontrol sosial, nilai-nilai kultural dan kemiskinan dan keputusasaan umum. Cerita mereka membuka kembali cerita berabad-abad yang lalu, tetapi koleksi yang akurat dan penyimpanan data mengenai kriminalitas dan faktor-faktor sosial yang kaitannya masih diperdebatkan yang berasal dari abad ke-19. Konsekuensinya, hanya pada periode ini minat yang akan kita pelajari. Banyak karya awal pada bidang ini dipublikasikan oleh reformis sosial dan politik, seringnya sebagai bagian kecil dari treatises yang jauh lebih besar. Pada abad ini pandangan mereka sesungguhnya mulai dipublikasikan setelah industrialisasi membuat perubahan yang drastis terhadap penyebaran penduduk, perubahan masyarakat dari suatu kultur yang esensial. Satu aspek dari perubahan ini adalah suatu pergeseran dari kecil, masyarakat yang berhubungan dekat, yang tujuannya untuk menumbuhkan produksi untuk mendukung mereka sendiri melalui konsumsi dan penjualan. Perubahan tersebut menghasilkan masyarakat urban yang besar yang memiliki tujuan yang luas dan bermacam-macam. Banyak, baik waktu maupun sejaknya, telah merasakan bahwa gaya hidup yang bermacam-macam membuat perubahan yang berarti pada praktek kriminal, yang menyebabkan masalah baru tidak adanya hukum. Kejahatan pada masyarakat pra-industri lebih menyebar dan oleh karenanya sekarang cenderung terasakan seperti tidak akut, meskipun sebenarnya demikian. Konsentrasi penduduk pada daerah-daerah urban merupakan permulaan masyarakat modern kita dan merupakan awal penjelasan sosiologi kejahatan modern.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Masalah utama tercipta oleh fakta bahwa sistem kontrol belum benar-benar berubah, meskipun ada masa transisi dari masyarakat agraris ke suatu masyarakat industri. Kontrol lama membuktikan tidak menjadi efektif pada situasi sosial yang baru. Kesulitan dalam membuat kebijakan membuat banyak penulis, termasuk Chadwick (1839) memperdebatkan angkatan kepolisian yang profesional, khususnya pada konurbasi yang lebih besar dan paling cepat seperti Manchester. Migrasi, pertumbuhan populasi, urbanisasi yang cepat dan emergensi tempat tinggal yang besar membuat para komentator abad ke-19 takut akan formasi sub-kelompok yang berbahaya, yang umumnya dirujuk sebagai ‘residuum’ (Lihat Phillips, 1977); Tobias (1972); dan Jones (1982).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ukuran masalah adalah kesulitan untuk memastikan kepastian apapun. Ada banyak masalah dengan statistik tersebut. Meskipun demikian, upaya dilakukan untuk memperkirakan ukuran masalah kejahatan dan menjelaskan alasannya. Pada pembahasan awal yang mengandung pembhasan signifikan mengenai kriminalitas dan masyarakat dipublikasikan oleh Frederick Engles pada tahun 1844. Engles, seorang industrialis kelahiran Jerman yang keluarganya separuh memiliki pabrik tekstil di Manchester, menghabiskan masa dewasanya bekerja di Inggris dan, dengan Karl Max, merupakan bapak ideologi komunis. Konsep materialisme dialektital menjadi filosofi komunis. Engles menggunakan sejumlah angka cerita dari statistik resmi Inggris dan Wales untuk memperlihatkan bahwa jumlah yangditangkap karena kejahatan meningkat secara tetap pada sebagian pertama abad tersebut dari 4,605 pada tahun 1805 menjadi 31.309 pada tahun 1842, lipat tujuh meningkat dalam 37 tahun. Sebagaian besar peningkatan ini terjadi pada daerah industri urban yang sedang tumbuh dengan cepat di Utara. Liverpool dan Manchester sendiri menghitung 14% dari total keseluruhan. London, yang penduduk abad pertengahannya mungkin lebih besar dari semua kota utama lainnya, terhitung 13 persen dari total jumlah yang ditangkap. Daerah industri Scotland memperlihatkan trend yang sama. Pada Lanarshire, populasinya berlipat ganda setiap 30 tahun dimana tingkat kriminal berlipat ganda setiap lima setengah tahun (misalnya, hampir enam kali cepatnya).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Engles (1971) mengungkapkan hal demikian tidak mengejutkan dan tidak menyulitkan untuk dijelaskan. Dia mendokumentasikan perluasan perbedaan kelas dan eksploitasi yang meningkat kelas yang berbeda dengan bourgeoisie, yang memberikan kemakmuran di bawah persaingan bebas. Dalam pandangannya, para pekerja menjadi lebih brutal, tereksploitasi dan demoralisasi; karena mereka kehilangan kontrol nyata mereka atas kehidupannya sendiri, antipati mereka tumbuh. Dia mengkalim bahwa pertumbuhan konflik kelas yang berjalan sangat kuat dan tak dapat dihindarkan, dan sehingga kriminalitas menjadi hasil yang nyata. Dia mengatakan:</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Jika demoralisasi pekerja melewati titik tertentu, maka hal demikian sebagai hal lumrah sehingga dia akan menjadi kriminal-sebagai hal yang tak terhindarkan seperti air yang berubah menjadi uap pada saat titik didih (Engles (1944), dari 1971 terjemah, hal 145).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dia memprediksikan bahwa konflik kelas ini akan menjadi perang (misalnya, perang sipil) borjuis telah gagal memahami point utamanya. Hal demikian tidak pernah terjadi di Inggris. Meskipun ada banyak konflik industri yang lebih pahit, peningkatan bersenjata lampau melawan negara, Chartist march di Newport pada tahun 1839, telah terjadi sebelum Engles menulis.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Gagasan konflik sosial sebagai penjelasan kriminalitas akan tetapi merupakan diambil dan diperhalus oleh proponent “Kriminologi Baru” menjadi teori penuh konflik (lihat Bab 15). Engles berpikir jawaban untuk masalah kriminal terletak pada perubahan politik yang ideal, khususnya perusakan sistem eksploitasi. Hal ini akan melibatkan perubahan masyarakat secara keseluruhan, menggantikan struktur ekonomi dan sosialnya. Hingga saat ini, allokasi pusat kesalahan keseluruhan dan solusi dramatik seperti ini pada umumnya tidak biasa di antara para penulis kriminolog British. Bahkan orang-orang yang melihat alasan masyarakat kriminalitas pada umumnya cenderung menganjurkan bahwa hal demikian disebabkan oleh elemen yang lebih spesifik, dan mengusulkan penyembuhan yang lebih terbatas daripada orang-orang diungkap oleh Engles.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Salah sdatu kriminal yang paling umum pada abad ke-19 adalah vagrancy. Pada jaman itu ia hampir menjadi sinonim dengan istilah “kelas berbahaya”. Vagrancy menyebabkan sebagian besar alarm pada periode 1815-19, akhir tahun 1840-an, akhir tahun 1860-an dan pertengah tahun 1890-an. Vagrancy terlihat sebagai ancaman struktur masyarakat, karena gaya hidup vagrant tidak mendukung etika kerja Protestant, dan dirasakan menjadi perusak atas penghormatan dan agama. Vagran dianggap sebagai pembawa penyakit, dan kriminal yang sering mengorbankan pedagang yang yang dihormati. Terakhir, tetapi yang paling penting, pada distress ekonomi yang akut pada akhir tahun 1830-an dan awal 1840-an, mereka dianggap membentuk bahaya potensial terhadap kestabilan pada saat ketegangan politik. Chadwick Reportes (1839) penuh dengan ketidakadilan vagran. Penting bagi kita untuk mengingat, meskipun sering kehilangan pandangan pada waktu itu, bahwa tidak semua vagran adalah kriminal; sejumlah diantaranya para pekerja mirgan yang mengikuti pekerjaan musiman; atau mereka adalah pelaut yang berpindah karena pekerjaan mereka, atau showmen dan hawkers; atau seperti kasus dengan banyak wanita vagran, mereka telah kehilangan pekerjaan mereka dan berkelana untuk mencari pekerjaan, atau mereka terlalu terlalu miskin untuk mendapat rumah atau terlalu tua untuk bekerja. Meskipun permukaan vagrancy demikian dapat diterima, vagrancy pada umumnya yang pertama kali dicurigai atas kejahatan apapun yang terjadi pada suatu lokasi: mereka diyajini menjadi kelas kriminal dan diperlakukan seperti hal ini.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pandangan mengenai vagran ini tetap begitu meskipun faktanya mereka jarang diyakini atas kejahatan yang benar-benar serius—yang sebagian besar peminum dan tidak karuan, meminta-minta, tidur di luar dan mencuri barang-barang seperti baju dan makanan. Karena vagran dipandang sebagai ancaman sosial mereka dikontrol secara ketat, secara garis besar oleh cara-cara Akta Vagrancy tahun 1824dan 1838, yang diberikan interpretasi luas agar dapat mencakup bidang yang luas atas gaya hidup mereka. Vagrant dengan demikian dikontrol di hadapan kejahatan sebenarnya yang telah dikomitkan. Dengan cara ini, British berusaha mengontrol vagrancy yang terlihat turut andil pada masalah kejahatan, daripada mencari jalan keluar atas pemecahan masalah. Pendekatan pragmatis ini mewakili banyak perubahan hukum waktu ini: pemikiran berbobot untuk hal-hak properti yang bertindak atau memperkuat hukum melawan banyak kegiatan si miskin, seperti mengumpulkan kayu bakar, mengumpulkan batu bara, dan menggunakan tanah pastur secara umum. Tujuannya adalah untuk mengontrol orang-orang yang terlihat kemungkinan besar menyebabkan masalah yang sebenarnya, khususnya kesulitan yang dikaitkan dengan kejahatan, sebelum mereka menjadi terlalu sulit.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dengan cara demikian, kriminologi British lebih praktis daripada teoritis, dan bahkan ringan di hadapan Lombroso (lihat 6.3), tetapi tentunya setelah dia, is mengadopsi pandangan positivist yang menentukan faktor-faktor tertentu, yang pada umumnya di luar kontrol individu, menentukan perilaku (misalnyabahwa terdapat kendala besar atas operasi keinginan bebas). Memungkinkan secara per bagian karena pendekatan karya Lombrosso tidak memiliki pengaruh pada kriminologi British karena ia memiliki kontinent. Di Inggris pendekatan pragmatis masih tetap, dan orang-orang dihukum untuk dua hal untuk dirinya sendiri dan barang kolektifnya. Tradisi kriminologi British telah dipelajari dan kadang-kadang menjelaskan status quo daripada mempertanyakannya (untuk kritik mengenai posisi, lihat Bab 15).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Contoh pendekatan pragmatis ini dapat dilihat di Studi abad pertengahan Henry Mayhew, London. Mayhew (1861-2) cenderung melihat kejahatan sebagai fenomena ekologi, tetapi seseorang yang terikat dengan kelas kerja yang berbeda dengan masalah sosial. Dia tidak melihat kriminal secara terpisah, kelas berbahaya berbeda dengan kelas bekerja. Cenderung, dia mengenali bahwa banyak orang didorong menjadi miskin: beberapa karena mereka tidak mampu, tetapi berkeinginan untuk bekerja, yang lainnya karena mereka sakit atau sebaliknya tidak memiliki kapasitas. Apapun posisi ini dapat menyebabkan kriminalitas karena kebutuhan. Dalam mengenali faktor-faktor sosial sebagai penyebab kriminalitas, dia tidak menyalahkan struktur sosial dengan cara yang sama seperti Engles. Dia tidak memperdebatkan pemulihan sosial yang dramatis. Dia melihat perubahan sosial yang luas tertentu, seperti gerakan dari dari desa ke kehidupan kota, merupakan penyebab latent kriminalitas yang diperlukan. Dari perspektif ini, tak ada kesalahan yang dapat dilemparkan baik pada kelas property atau pada kriminalnya itu sendiri. Mereka melihat sebagai perbuatan dengan cara yang menetukan yang mengurangi keinginan bebas. Jika kesalahan tidak dilemparkan pada urbanisasi, maka ia akan dijatuhkan pada penyebab lainnya seperti immigrasi. Pada abad pertengahan 19, imigran Irlandia tiba dalam 20 atau bertahuntahun setelah krisis kentang pada tahun 1846 sehingga terlihat sebagai penyebab masalah (lihat Pike (1876).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pentingnya pendekatan deterministik cukup dapat ditekankan. Ia prevalent dalam teori sebagian besar kriminolog British dan Amerika hingga tahun 1970, dan dapat ditemukan di banyak teori sekarang. Hal ini dengan jelas diilustrasikan oleh Hermann Manheim bahwa setiap masyarakat memiliki jenis kejahatan dan kriminal yang cocok dengan kultur, moral, sosial, dan kondisi agama serta ekonominya (Manheim (1965), hal 422). Secara mirip, inersia dimana suatu titik dapat menghasilkan dapat didemonstrasikan oleh sikap di belakan Home Office White Paper tahun 1959. Pada paragrap pembukaan, White Paper mencatat bahwa meskipun ada peningkatan standar sosial di Inggris sejak Perang Dunia Kedua, masih tetap tidak ada penurunan kejahatan, yang telah terus meningkat. Ia terus dikatakan bahwa kejahatan tidak berkaitan dengan penyebab kriminalitas ‘deep-seated’ tetapi lebih pada menetapkan fakta-fakta dan cara pemerintah harus menanganinya atau meresponnya. Pengaruhnya, pendekatan ini memilih untuk menerima masalah kejahatan dan hanya mencoba meminimasi pengaruhnya. Gagasan ini bahwa suatu respon dapat dilakukan untuk melakukan kejahatan tanpa memahami ia salah satu yang telah menunjukkan kriminologi British untuk jangka waktu yang lama.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Meskipun demikian, sejumlah kriminolog telah berupaya memberikan penjelasan kriminalitas secara sosiologis, meskipun dalam fashion determinan yang berkelajutan dan dengan tujuan yang jelas menjaga suatu pendekatan pragmatis terhadap resolusi masalah.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.2. EKOLOGI KEJAHATAN</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam konteks ini, ekologi merupakan studi mengenai orang-orang dan institusi dalam kaitannya dengan lingkungan. Sekolah kriminologi ekologi memiliki sejarah yang panjang. Banyak pekerjaannya yang telah dilakukan pada abad lampau mempelajari hubungan antara kriminalitas, kemiskinan dan kepadatan atau tipe penduduk. Studi ini sering menggunakan peta dan bagan untuk menggambarkan distribusi kriminalitas yang kuantitative. Henry Mayhew secara esensial mempelajari ekologi kejahatan di London pada abad pertengahan 19 (Mayhew (1862)). Mungkin karena studi awal ini kekurangan penjelasan teoritis yang jelas untuk distribusi yang mereka temukan, mereka menjadi tertutupi oleh penjelasan secara individu yang lebih banyak.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pada abad ke-20 telah ada, dari waktu ke waktu, minat pada teori ekologi, yang mempengaruhi tendensi umum untuk mengikat kriminalitas dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan begitu juga dengan kepdatan kota. Permulaan dari satu period ini diasosiasikan dengan Sekolah Ekologi Manusia Chicago (juga dirujuk sebagai Sekolah Chicago). Sekolah ini memiliki akarnya di departemen sosiologi pada universitas Chicago, dan yang paling berpengatruh pada tahun 1920-an dan tahun 1930-an. Chicago tumbuh dari kota dengan 10.000 penghuni pada tahun 1860 menjadi sebuah kota besar dengan penduduk lebih dari 2 juta jiwa pada tahun 1910. Sebagian besar peningkatan adalah karena imigran, banyak yang berasal dari Eropa. Oleh karena itu, kota ini menjadi kota yang penuh buah bagi pekerjaan sosiologi dan Sekolah Chicago yang mempelajari setiap aspek kehidupan. Semua informasi dicatat dalam catatan rinci, dan digunakan untuk menguji dan memformulasikan teori-teori sosiologi. Banyak pelerjaan ini merupakan kriminologi, tetapi sebelum kembali ke aspek-aspek tersebut, adalah penting untuk menetapkan adegan dengan memperkenalkan sejumlah gagasan-gagasan dasar sosiologi dimana banyak penjelasan kejahatan itu didasarkan.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sekolah Chicago merupakan anak otak Robert Park, yang melihat kota bukan sebagai seperangkat bangunan, tetapi sebagai lingkungan ekologi yang hidup atau sebagai sejenis organisme sosial. Dengan cara ini, dia mengartikan bahwa mereka cenderung berinteraksi secara keseluruhan. Sebagai komunitas ekologi, terdapat daerah dimana penduduknya bertipe khusus atau dengan tipe-tipe: rasial atau masyarakat etnik; masyarakat imigran; income yang serupa dan pengelompokan pekerjaan, dan sebagainya. Di dalam setiap komunitas terdapat hubungan simbiotik: tukang sayur memerlukan pelanggan dan begitu sebaliknya, sedangkan penduduk dengan daerah geografis yang berbeda memerlukan satu sama lainnya untuk melakukan penawaran dan permintaan pekerjaan dan sebagainya. Ada bentuk fisik kota khusus yang penting bagi para penghuninya, yang paling menonjol adalah Lake Michigan. Kota tersebut terlihat sebagai organisme yang saling menumbuhkan yang membuat orang-orang bergerak di dalamnya (Park (1952)).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Anggota Sekolah Chicago yang lain, Burgess, mengelaborasikan pada model inin. Dia melihat kota sebagai suatu organisme yang tumbuh besar dari pusat suatu lingkaran konsentrik secara berseri. Daerah centralnya dia namakan Zone I atau ‘Loop’. Ia mewadahi daerah business dengan bank-bank utama, departemen store yang besar, toko-toko mahal, dan bangunan administrasi kota utama. Ini merupakan daerah dimana hanya sedikit orang tinggal. Zone II adalah apa yang Burgessmenyebut zona transisional. Zone ini merupakan bagian kota yang paling tua dan merupakan perumahan luas, tetapi perumahannya sudah tua dan tidak mungkin untuk direnovasi dan pasti akan diambil alih atau dirubuhkan untuk bisnis, yang pada gilirannya akan merubah karakter daerah tersebut. Perumahan paling jelek di kota ini terdapat di sektor ini, banyak rumah yang disekat-sekat menjadi kamar agar dapat disewakan. Tempat ini menjadi daerah ghetto kota dan warga paling miskin tinggal di sana. Sangat sering, penghuni ghetto yang paling miskin merupakan imigran terbaru. Zona III terdiri rumah-rumah para pekerja, rumah orang yang berskill atau semi-skill. Banayk dari para penghuninya ini berasalah dari Zona II tetapi sejak mengalami kemajuan menjadi perumahan yang sedikit lebih baik dari Zona III; ini merupakan tempat berikutnya dimana para imigran yang sukses akan selesai. Zona IV memiliki rumah yang lebih menarik dan mahal, dan Zona V merupakan zona komuter atau suburbia. Di Chicago setiap zona dikalkulasi pada saat itu agar mendekati 2 miles keluasannya (Burgess (1928)).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Jelasnya, tidak ada kota yang dapat dikategorikan secara persis dengan cara seperti ini. Selalu ada kantong-kantong perumahan yang kurang menarik di dekat area industri dan stasiun kereta api, tetapi Burgess mengklaim bahwa pola umum tersebut sangat jelas. Tak ada dari pola ini yang secara langsung bekerja dengan kriminilogi, tetapi ia meletakkan dasar-dasar untuk teori kriminologi.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.2.2. Shaw dan McKay</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Di awal abad ini Chicago menderita masalah kriminal yang meningkat, dan mencari penjelasan terhadap masalah ini menjadi pra-pekerjaan Sekolah Chicago. Shaw mulai bekerja di daerah ini, tetapi pekerjaannya yang paling terkenal dilakukan dalam kaitannya dengan McKay ketika mereka mempelajari tingkat kejahatan para remaja di Chicago (Shaw dan McKay (1942) dan (1969). Mereka merekam sejumlah remaja (para pemuda berusia 10 hingga 16 tahun) yang muncul di depan pengadilan anak-anak, mempetakan daerah tersebut dari mana mereka berasal dan kemudian mengkalkulasikan daerah yang memiliki tingkat kenakalan remaja paling tinggi, menentukan jumlah kejahatan remaja per seratus kejahatan dalam daerah tersebut.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Oleh karena itu, mereka mengukur tingkat kejahatan remaja dan mencatat area mana para remaja yang melakukan kejahatan tersebut tinggal, dan bukan daerah mana kejahatan tersebut dijalankan. Dengan pengukuran ini, ketetanggaan dengan tingkat kejahatan yang paling tinggi adalah orang-orang yang terdapat di pusat kota tersebut, paling dekat dengan konsentrasi industri. Tempat ini jarang dihuni dan maka populasinya berkurang seperti halnya tanah yang diambil alih oleh industri. Tingkat kejahatan menurun seperti halnya ketetanggaan yang jauh dari pusat: pada peta zona, Zona I atau Loop memiliki tingkat kejahatan tertinggi, dan tingkat tersebut menurun sesuai dengan zona yang mengarah ke luar dari pusat.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kemudian mereka mengukur jumlah laki-laki dari area khusus yang telah dikirim ke institutusi koreksi dan jumlah laki-laki yang muncnul dalam catatan kepolisian, dan terungkap bahwa mereka mengikuti pola yang sama. Lebih jauh, mereka mengklaim bahwa tingkat kejahatan dari area khusus selama waktu berjalan tetap konstan, meskipun terdapat perubhan pada penghuni dareah tersebut. Zona sentral tetap menjaga tingkat kejahatan tinggi bahkan ketika asal etnik para penghuninya seluruhnya berganti. Implikasinya tampaknya menjadi individual yang tinggal pada zona tingkat kejahatan tinggi menjadi melahirkan hukum lebih banyak seperti halnya mereka menjauh dari pusat. Dari semua ini mereka menyimpulkan bahwa tingkat kejahatan remaja lebih merupakan akibat posisi ekonomi dan lingkungan hidup daripada karakteristik rasial atau etnik. Lebih umum, Shaw dan McKay mengkalim bahwa tingkat resmi kenakalan dan kejahatan remaja tertinggi di pusat kota; menurun dengan gerakan keluar dari pusat; dan tidak tergantung pada orang yang tinggal di daerah tersebut. Dalam membuat klaim tersebut mereka tidak mengatakan bahwa kriminalitas disebabkan oleh lokasi, tetapi cenderung terjadi pada jenis-jenis daerah atau ketetanggaan tertentu. Mereka tentunya tidak mengklaim bahwa semua anggota ketetanggaan akan menjadi kriminal, dan menyadari bahwa faktor-faktor yang lain daripada daerah mempengaruhi keputusan individu tentang partisipasi dalam kejahatan. Teori mereka adalah positivist, sehingga individu terlihat sebagai inert dan perilaku mereka banyak ditentukan oleh lingkungan atau tingkat disorganisasi sosial.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Mereka juga mencatat bahwa masalah kriminal daerah khusus berkaitan dengan masalah-masalah sosial demikian: tingkat bunuh diri dan penghilangan nyawa tinggi; penurunan populasi yang terkonsentrasi menjadi ruang kehidupan yang kecil; mortalitas bayi, tbc dan kelainan mental. Ini juga dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi seperti: jumlah keluarga yang hidup dalam tanggungan negara atau orang yang tergantung pada charity (bantuan); tingkat kepemilikan rumah rendah; dan tingkat penyewaan properti yang rendah. Mereka tidak mengaitkan kriminalitas dengan kemiskinan, dengan dasar bahwa tingkat kriminalitas tidak meningkat dengan signifikan selama depresi ketika kemiskinan berada di puncaknya. Mereka menunjuk sebagai ganti disorganisasi sosial, atau apa yang kadang-kadang diistilahkan organisasi sosial yang berbeda (lihat juga teori Sutherland mengenai asosiasi yang erbeda (10.2), dan teori-teori kontrol pada Bab 13). Pada daerah-daerah sentral kota atau daerah-daerah sekitar industri atau bisnis, terdapat perubahan populasi yang sangat cepat, yang berarti bahwa para penghuninya tidak ambil perduli dengan lingkungannya. Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai transien dan tidak dengan cepat mengenal satu sama lainnya. Disorganisasi sosial berarti bahwa kontrol sekolah sosial yang normal, gereja dan keluarga juga dapat kurang berdaya (lihat juga Bab 13). Anak-anak tidak boleh menghabiskan banyak waktu di satu sekolah dan ketidakstabilannya mengganggu belajar dan disiplin mereka. Karena perilaku kriminal lebih umum di daerah-daerah ini, maka nilai kriminal kemungkinan menjadi lebih umum, dan begitu juga setiap individu kemungkinan lebih banyak mengadakan kontak dengan mereka dan kemungkinan lebih banyak lagi mempelajari lebih lanjut dengan cara yang tidak legitimate daripada dengan metoda-metoda yang legitimate (Shaw dan McKay (1969)).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Shaw menerbitkan sejumlah buku mengenai sejarah kehidupan (misalnya the Jackroller (1930) dan Brother in Crime (1938)yang dia telah klaim mendukung pandangan-pandangan ini. Misalnya, mereka menganjurkan bahwa tidak ada perbedaan fisik atau personal ada kriminal dan non-kriminal; tetapi ada perbedaan sikap dan kesempatan dalam berketetanggaan. Orang-orang di daerah kriminal tampak lebih mentolerir tindakan kriminalitas, dan kontrol sosialnya kurang berdaya. Ada ‘pagar’ dan faktor-faktor lainnya yang memfasilitasi kriminalitas, dan oleh karena itu menyebabkan jenis gaya hidup ini lebih mudah daripada daerah-daerah yang lebih taat hukum.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Shaw dan McKay mengkalim bahwa semua faktor ini menyebabkan tingkat kriminalitas yang tinggi di daerah-daerah tertentu di kota itu, daerah-daerah di pusat atau dekat dengan pusat-pusat industri lebih buruk lagi.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.2.3. Evaluasi </b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Karya Shaw dan McKay telah dikritisi secara meluas. Salah satu yang paling penting dan dan serangan yang paling sering berkaitan dengan metodologinya. Dakam menggunakan kriminalitas yang terekam secara resmi, diklaim bahwa mereka mendasarkan seluruh thesisinya pada data yang bias dan tidak tepat. Seperti yang terlihat pada Bab 4 statistik kriminal resmi tidak tepat. Lebih banyak kejahatan yang terjadi daripada yang pernah direkam. Tentunya kebnyak studi laporan sendiri (lihat 4.3.1) menganjurkan bahwa kejahatan secxara merata terbagi ke seluruh kelas (lihat Empey (1982)), membuat kalim yang dipertanyakan bahwa masalah ini terpusat pada sektor kecil. Lebih jauh, kejahatan dari sejumlah bagian masyarakat kemungkinan kurang terungkap, atau kemungkinan tidak ditentukan sebagai kriminal yang membuat kriminalitas mereka terdeteksi dan bila terdeteksi, kemungkinan besar menghadapi biaya kriminal. Serangan ini menjadi kurang berdaya jika seseorang membatasi riset pada kriminal yang sebagian besar sampai pada penuntutan, biasanya dikenal sebagai kejahatan jalanan. Apabila dibatasi di sisni, studi laporan sendiri lebih banyak memperlihatkan jenis kriminalitas dalam kelas yang lebih rendah, menghilangkan sejumlah bias (lihat Hindelang, Hisrchi dan Wiss (1981)).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Banyak dari kerjaan sekarang ini telah terkonsentrasi pada pengaruh kebersihan dan masalah perumahan yang sulit yang sering terletak di luar kota. Wilson (1963) menemukan bahwa tingkat kejahatan si Bristol lebih tinggi pada sejumlah perumahan yang di bangun dengan tujuan baru, biasanya perumahan dewan, di luar kota dari pada perumahan yang lebih kumuh di pusat kota. Meskipun tidak menyetujui hal ini baik shaw dan Mckay dan Wilson menunjuk dis organisasi sosial sebagai penyebab kejahatan. Klaim sid organisasi sosial ini sebagai penyebab kriminalitas telah ditentang oleh sains burry (1955) yang mengatakan bahwa di London di antara yang bunuh diri di kaitkan dengan daerah-daerah di organisasi sosial, kriminalitas dikaitkan dengan daerah-daerah kemiskinan. Jelaslah di sejumlah kota, seperti Cicago pada awal abad ini, dua hal ini ( kemiskinan dan dis organisasi soaial) memiliki kebetulan yang membuat lebih sulit untuk menolak di mana merupakan faktor yang lebih penting terhadap komit kejahatan.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Moris (1957) di salah satu bidang yang penuh ekologi atau studi area, menyerang bukasn hanya teori yang melingkar secara memusat tetapi gagasan sentral bahwa saerah menggerakan tingkat kriminalitas yang tinggi bahkan jika memperbaiki perubahan para penghuninya. Dia menemukan bahwa daerah-daerah tertentu Croyden di Surrey, biasanya bagian dari perumahan dewan, mengandung lebih banyak kejahatan, atau dia merujuk kepadanya, kejahatan potensial daripada daerah-daerah lainnya. Tetapi dia percaya bahwa situasi ini secara artifisial dibentuk oleh para penguasa, yang cenderung merumahkan semua “keluarga bermasalah” pada tempat yang sama. Daerah tersebut hampir terikat dengan kriminal yang lebih banyak, orang-orang yang telah memperlihatkan potensi kejahatan atau perilaku yang tidak diinginkan lainnya dipaksakan untuk tinggal bersama. Dalam interpretasinya ini merupakan posisi sosio ekonomi keluarga ini, prosedur administrasi dan perbedaan kelas dan bukan menyederhanakan daerah ini, yang menyebabkan kriminalitas yang tinggi mengikuti karya ini sejumlah krminolog kritis mempelajari alokasi rumah dewan dan daerah perumahan terbatas secara umum. Banyak orang menkonfirmasikan temuan Cicago bahwa tingkat kejahatan yang tinggi berada di pusat-pusat kota (lihat Bald win dan Bottons untuk shaeffild (1976) dan Davidson untuk hull (1981)). Susan smith (1986), pada studi Birmingham terakhir yang luas, menemukan konsentrasi kriminal yang menempatkan pada daerah dalam kota. Dia memperdebatkan bahwa akar ini berasal dari distribusi kemakmuran dan kesempatan yang tidak merata, yang memaksakan daerah ini untuk ditinggali, dan pada saat yang sama memberikan tingkat kejahatan yang tinggi kriminalitas, di mengklaim tidak menyeserhanakan refleksi daerah terttentu sejumlah faktor ini akan dibahas di bab ini dan bab kemudia. Shaw dan Mckay mengklaim bahwa semua kelompok rasial dan etnik memiliki tingkat kejahatan yang serupa juga meningkatkan kritik. Mereka sendiri telah menemukan (1942) bahwa daerah dengan jumlah penduduk timur memiliki tingkat kejahatan yang terlihat lebih rendah dari pada yang diharapkan. Sesungguhnya Jonasen (1949) menggunakan data mereka untuk membuktikan perbedaan etnik yang terlihat pada tingklat kejahatan di dalam daerah tersebut. Khususnya tingkat kejahatan yang rendah diantara keluarga timur biasanya telah dijelaskan oleh kontrol keluarga yang kuat dan organisasi sosial yang ditemukan dalam kelompok ini (Chambrisk (1974)). Hal ini tampaknya mendukung sejumlah argumen Shaw dan McKay yang berkaitan dengan kontrol sosial, atau seperti yang mereka istilahkan, disorganisasi sosial.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dukungan serta kritikan juga berasal dari studi oleh Bursik dan Webb (1982). Mereka berupaya untuk menguji apakah daerah yang tingkat kejahatannya tetap meskipun hampir seluruh penghuninya berubah. Kesimpulan mereka bahwa semua daerah yang mengalami perubahan rasial, apakah sejarah sebelumnya, mengalami tingkat kejahatan yang tinggi. Dalam ketetanggaan ini, suku yang baru secara umum kulit hitam, dan pada saat kedatangan mereka semua orang kulit putih pergi, sehingga perubahan seluruhnya di daerah tersebut dan sangat cepat. Oleh karena itu, disorganisasi sosial menjadi sangat tinggi. Tetapi pada saat daerah ini menjadi lebih stabil dan lebih terorganisir, tingkat kejahatan menurun mendekati angka sebelumny, yang menganjurkan bahwa faktor penting ini adalah bukan etnisitas, tetapi tingkat organisasi sosial.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Suterlan dan Cressay (1978) menganjurkan bahwa pola kultur yang berbeda menyebakan jenis kejahatan yang berbeda pula. Studi Boston, USA (Euwies (1959)) telah mempelrlihatkan bahwa pada daerah yang tingkat kejahatannya rendah dan tinggi terdapat tingkat kejahatan properti yang lebih tinggi daripada kejahatan terhadap perorangan. Euwies menjelaskan hal demikian sebagai peningkatan karena orang-orang di sana melihat kemiskinan sebagai sumber masalah mereka, jadi kejahatan properti merupakan solusi paling cepat. Sebaliknya, di Kairo, Mesir, dokatakan bahwa posisi ini justru sebaliknya (tingkat kriminal terhadap perorangan dan tingkat kejahatan properti lebih rendah). Anjuran di sini adalah bahwa orang-orang lebih penting daripada properti. Anjuran di sini bahwa baik tingkat maupun jenis kriminalitas dipengaruhi oleh kultur daerah.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Tidak ada satupun dari kritik ini yang final, dan tidak ada satupun yang berakar pada penelitian Shawa and McKay yang, dimana akan dibahas pada Bab 12, memiliki suatu pengaruh penting dalam hal studi kriminologi sekarang ini. Mungkin pertanyaan yang paling penting yang dikemukakan oleh sekolah ini adalah baik kriminal harus dilihat sebagai hal yang berdasarkan secara sosial, daripada hanya berdasarkan secara individual.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.2.4. Penerapan praktis dari teori ekologi</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Penelitian Shaw dan McKay terutama menekankan disorganisasi sosial sebagai alasan utama untuk kriminalitas. Itu mengarahkan mereka untuk meyakini bahwa perlakuan atau hukuman yang berat untuk individu yang jahat akan sedikitnya dapat meringankan masalah. Untuk hal itu, solusinya adalah ditemukan dalam organisasi dan stabilitas sosial. Dalam suatu usaha untuk menangkal masalah yang dihadapi di daerah ini, Shaw mendirikan apa yang ia sebut sebagai Proyek Area Chicago (1932). Ia men-set-up 22 pusat di pemukiman yang pada dasarnya menjalankan dan berstaf-kan penduduk lokal, dan dirangsang dan dibantu organisasi lain di komunitas tersebut. Tujuannya adalah untuk mengurangi kriminalitas dengan meningkatkan perasaan organisasi dan komunitas sosial. Proyek tersebut telah berjalan selam 25 tahun dan nampaknya untuk membantu penduduk dalam berbagai cara, tetapi pengaruhnya dalam anak muda berandalan/ nakal tidak pernah tercapai. Ketika Miller (!962) mempelajari pengaruh pada kriminalitas dari proyek yang sama di Boston, ia menemukan bahwa itu hampir tidak memiliki pengaruh yang nyata. Proyek Area Chicago tidak berusaha untuk merubah <i>status quo</i> secara politis, tidak juga menyerang pembagian kekuatan. Itu hanya berusaha untuk membantu orang-orang menanganinya, dan menghadapinya, situasi yang sudah ada. Untuk alasan ini beberapa (untuk contoh Heidonsohn (1989)) membantah bahwa itu tidak akan pernah berhasil.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Di Inggris, proyek lain telah melakukan pendekatan yang sama tetapi dengan cara yang sedikit berbeda dalam memecahkan masalah. Sebagai contoh, Alice Coleman(1985) melakukan pendekatan ekologis dalam mempelajari desain masalah dalam perumahan sektor publik. Colemen menyatakan bahwa desain area dapat menimbulkan tingkah laku buruk yang mungkin dapat melibatkan kriminalitas. Karena itu, sampai pada hal yang lebih jauh dari Shaw dan McKay, ia menyatakan bahwa lingkungan menentukan kriminalitas, dan idenya adalah sangat positif. Ia menerima 3 desain faktof yang memfasilitasi kriminalitas – anonimitas; kekurangan pengawasan; dan pelarian yang mudah (yang telah dikemukakan sebelumnya oleh Newman (1982)). Ia menyatakan bahwa desain, terutama dalam perumahan sektor publk dan perumahan real estate, harus peduli untuk memberikan karakter/ciri area dan memperbolehkan pengawasan yang mudah. Ia dan tim penelitinya dari King’s College London membuat rekomendasi tertentu yang lebih spesifik tentang perumahan sektor publik:</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
(a) Tidak ada lagi rumah susun yang harus dibangun.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ini nampaknya penting karena studi memiliki hubungan dengan berbagai faktor buruk, termasuk tingkah laku yang buruk dan tindak kriminal tertentu, dengan jumlah penduduk per pemukiman, jumlah penduduk per blok, dan jumlah per tingkat.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
(b) Desain harus memiliki penampilan yang jauh lebih stabil.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ini adalah dianjurkan karena item seperti trotoar diatas dan penggunaan tempat yang tidak berguna memiliki hubungan dengan tingkah laku yang buruk dan tindak kriminal. Setiap penduduk atau setiap blok dari flat/rumah susun harus memiliki kebun/taman tertutup tersendiri daripada membiarkannya sebagai tempat kosong yang terbuka.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
(c) Setiap rumah susun dan perumahan real estate yang ada harus diubah untuk menghilangkan penampilan desain yang terburuk dan menghilangkan pengaruh buruk mereka.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Coleman menarik perhatian tertentu pada pengaruh yang kuat dari desain faktof ini dimana terdapat anak-anak yang tinggal di area. Hasil pekerjaannya telah diterima secara luas, dan ia telah menghasilkan sejumlah divisi/distrik (pembagian wilayah) di Inggris dan di kepolisian Metropolitan, merancang area perumahan baru dan mendesain ulang blok dari rumah susun untuk mengurangi pengaruh mereka pada kriminalitas. Ia telah berhasil dengan baik pada sejumlah proyeknya. Di perumahan estate Lisson Green, penghilangan trotoar diikuti dengan penurunan 50% tingkat kriminal, dan penurunan itu tetap dipertahankan sampai minimal satu tahun (Coleman (1988)). Keberhasilan yang paling menonjol terdapat pada Lea View estate, dimana tingkat kriminal turun dari tingkat yang sangat tinggi sampai hampir mencapai nol ketika saran desainnya diterapkan. Mereka tetap bebas kriminal selam 4 tahun. Dalam hal yang sama di Wigan House estate, dimana peningkatan ini tidak ada, tidak terdapat penurunan drastis semacam itu dalam hal tingkat kriminal (Coleman (1988)).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.2.5. Menilai pendekatan ekologis</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pendekatan ekologis nampaknya memiliki ketertarikan yang populer. Orang-orang yang tinggal di setiap kita biasanya menghubungkan area tertentu dengan kriminalitas. Tempat tinggal di area yang tinggi tingkat kriminalitasnya, terutama rawan atau yang merasa paling rawan (seringkali orang tua dan wanita), memahami kriminal sebagai suatu faktor utama yang mempengaruhi hidup mereka dan menguasai aktivitas mereka. Hampir semua tulisan autobiografi yang ditulis oleh kriminal pria menyebutkan satu bagian tentang area yang mereka jadikan dasar, dan cenderung untuk menghubungkan itu dengan kriminalitas mereka sendiri. Ide ekologis juga memberikan pengakuan ofisial/resmi. Lord Scarman menyebutkan lingkungan, perumahan dan lokasi kota bagian dalam sebagai bagian dari alasan untuk kerusuhan Brixton pada tahun 1981. Fakta ini, bersamaan dengan beberapa bukti statistik, secara kuat menyarankan bahwa terdapat pengetahuan yang dapat diperoleh dengan mempelajari area dengan tingkat kriminal yang tinggi untuk melihat apakah faktor dapat diidentifikasikan yang mempengaruhi tingkat kriminalitas.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ini tidak secara langsung untuk menerima bahwa studi ekologi adalah benar dalam pendekatan atau pada hasil mereka. Batas kegunaan dari penelitian ini harus selalu diketahui. Itu hanya benar-benar studi kriminalitas jalanan atau kriminalitas publik, dan tidak pernah dialamatkan pada kriminalitas yang lebih rahasia atau pribadi tentang pelecehan anak atau kejahatan domestik. Tidak juga mengalamatkan kriminal yang dilakukan oleh atau terhadap bisnis komersial dalam area ini. Itu juga hampir secara eksklusif mempelajari kesadaran akan batasan ini: mereka mungkin menerima bahwa mereka sebagian besar hanya berhubungan dengan kriminalitas anak muda, tetapi sedikit yang menyadari bahwa mereka mempelajari kriminalitas pria. Karena itu hal gender (perbedaan jenis kelamin) atau dasar kekuatan mungkin terlibat adalah tidak dialamatkan. Beberapa cara yang berbeda nampak terlihat ketika melihat autobiografi dari kriminal wanita dimana, bukannya atau sama halnya dalam melibatkan lingkungan dan pengaruhnya pada aktivitas mereka, secara umum melibatkan acuan kepada keluarga.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Studi ekologis adalah kemudian terikat oleh yang mendasari hampir secara eksklusif pada statistik ofisial. Juga, konsekuensi dari ini adalah jarang memberikan penjelasan yang eksplisit/jelas. Ketiadaan usaha apapun untuk menilai tingkat kebenaran dari kriminalitas, karena itu studi ini terbuka akan usulan bahwa mereka hanya mengukur persepsi dan reaksi ofisial untuk aktivitas pada area tertentu; mereka tidak secara langsung mengukur atau menghubungkan pada aktivitas kriminal oleh mereka sendiri (lihat penjudulan pada Bab 14).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Jika kita berusaha untuk menilai kontribusi pada pemahaman kriminologis yang dibuat oleh pendekatan ini, batasan ini harus diketahui. Dan juga diharuskan pada kemungkinan perubahan dalam kondisi yang lebih luas dimana banyak dari pekerjaan yang telah menjadi dasar. Sebagai contoh, ikatan tertutup pada anak muda di berbagai studi ini mungkin membuat mereka makin dan makin berkurang pentingnya sebagai usaha yang berarti dari peningkatan populasi, tetapi ini dapat dikatakan dari berbagai teori dari buku ini. Juga, pada saat regenerasi kota bagian dalam terjadi, terdapat suatu perubahan pada lokasi area dengan tingkat kriminalitas tinggi, meskipun alasan untuk keberadaan mereka mungkin tetap sama. Teknologi baru, perubahan metoda produksi industrial, dapat mengurangi konsentrasi dari populasi di kota. Perubahan demografik semacam itu telah dimulai, contohnya populasi London telah berkurang sejak tahun-tahun sulit, dan populasi dari area yang paling keras di Inggris dan Wales telah meningkat selama tahun 1980-an, seringkali membalikkan kecenderungan yang telah telah bertahan selama lebih dari satu abad. Meskipun demikian, kota mungkin tetap mempertahankan segala jenis konflik sosial – kerusuhan, kriminal, dan masalah rasial, juga pada sebagian besar konflik dan demonstrasi buruh. Penelitian dalam tingkat kriminal dari area kota adalah karena itu mungkin tetap mempertahankan lingkaran yang penting tentang studi di masa depan.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ide yang dijelaskan dalam studi ekologi telah mengarah kepada berbagai perubahan praktis. Bagian terakhir berhubungan dengan sedikit dari hal ini, tetapi itu juga penting untuk menyebutkan skema pengawasan lingkungan perumahan yang digunakan secara luas dan kebijakan komunitas, yang sebagian motif dan rasionalitas mereka telah diambil dari pendekatan ekologis. Mengabaikan beberapa keberhasilan dalam hal perubahan skema atau desain semacam itu memiliki, dalam kasus tertentu, mengurangi tingkat kriminalitas, terlalu banyak menekankan pada tipe faktor ini mungkin memiliki beberapa tampilan yang tidak mengenakkan. Ini terutama adalah dalam kasus dimana itu mengarahkan kepada suatu bentuk penyalahan korban – katakanlah kriminal adalah terjadi karena korban adalah ceroboh (lihat 5.6). Dengan keraguan ini, beberapa perubahan telah menjadi cukup berhasil.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Mungkin implikasi yang paling penting dari pekerjaan Shaw dan McKay berdasarkan tidak sebagian besar hanya pada area ekologis saja, tetapi cenderung pada fakta bahwa mereka memperkenalkan atau memperkuat dua ide dalam pengetahuan kriminologi yang diterima: dimana yang menghubungkan kontrol sosial dan kriminalitas; dan bahwa dukungan budaya untuk tingkah laku. Hal pertama dari ide ini adalah sebagian diperkenalkan oleh Durkheim, yang pekerjaannya akan dibahas dalam bab berikut, tetapi secara lengkap dijelaskan oleh para teoritis kontrol yang pekerjaannya akan dibahas dalam Bab 13. Ide kedua adalah suatu kombinasi dari teori pembelajaran sosial, yang dibahas dalam Bab 10, dan teori budaya dan sub-budaya, yang akan dibahas dalam bagian berikutnya dan Bab 12.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.3. KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.3.1. Kemiskinan dan ketidakseimbagnan ekonomi atau pendapatan</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Para teoritis menyebutkan pada bagian terakhir menghubungkan kriminalitas dengan disorganisasi/ketidakteraturan sosial. Secara umum, area dimana mereka menemukan disorganisasi sosial juga adalah yang paling miskin, tetapi mereka gagal untuk membuktikan bahwa itu adalah lebih pada disorganisasi daripada kemiskinan yang menyebabkan kriminalitas. Pada kenyataannya, mereka tidak berusaha untuk memisahkan dua faktor itu. Seperti yang disebutkan diatas, pada saat Saisbury (1955) telah memisahkan elemen ini ia menemukan kriminal berhubungan lebih dekat dengan kemiskinan daripada disorganisasi sosial.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hubungan antara kemiskinan dan kriminalitas tidak se-simple penemuan Sainsbury anjurkan. Jelasnya, kemiskinan <i>saja</i> tidak merupakan penyebab kriminalitas, dimana terdapat banyak suku dan orang-orang yang secara materi sangat miskin tetapi tidak memiliki tingkat kriminal yang tinggi. Satu hipotesis yang mungkin adalah bahwa kemiskinan adalah hanya suatu faktor utama dalam kriminalitas jika kemakmuran dianggap status tinggi dalam lingkungan masyarakat, dan/atau jika itu mengarah kepada beberapa kelompok atau individu yang kehilangan kebutuhan hidup. Terikat dengan ini terdapat dua faktor yang behubungan – keseimbangan ekonomi atau pendapatan, dan dalam hal serba kekurangan. Ketidakseimbangan ekonomi atau pendapatan muncul dimana terdapat suatu perbedaan substansial/penting antara tingkat materi atau pendapatan dari orang yang minimal dalam suatu lingkungan dan yang berasal dari kelompok lain. Itu adalah gap/jarak antara yang kaya dan miskin dimana itu adalah penting: itu tidak secara langsung dimana terdapat kemiskinan yang mutlak (jika kita dapat definisikan hal semacam itu) dalam lingkungan masyarakat. Implikasinya adalah bahwa dalam suatu lingkungan dengan distribusi yang relatif seimbang, meskipun jika setiap anggotanya lebih miskin, tingkat kriminal akan lebih rendah. Beberapa penulis (seperti Stack (1984)) berusaha untuk menjelaskan hubungan yang lebih dekat dengan menyatakan bahwa itu tidak hanya ketidakseimbangan itu sendiri yang mempengaruhi tingkat kriminalitas, tetapi perasaan dimana ketidakseimbangan semacam itu adalah tidak adil (contoh, serba kekurangan). Ini terutama adalah mungkin meningkatkan dalam lingkungan masyarakat dimana keberhasilan secara materi adalah dikedepankan sebagai tujuan yang dapat diterima dan masyarakat adalah secara ofisial diberitahukan bahwa individu adalah sama. Kebingungan muncul dimana asumsi kemiskinan adalah dibahas tanpa mempertimbangkan aspek semacam ketidakseimbangan pendapatan dan dalam hal serba kekurangan.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sebagian besar dari teori yang dianggap suatu penghubung yang simple antara kriminal dan kemiskinan adalah lebih tua dan telah secara umum di-diskreditkan (diabaikan). Sekarang teori yang mungkin adalah hubungan yang mungkin antara kriminal dan ketidakseimbangan ekonomi atau pendapatan. Box (1987) menyatakan 16 studi yang dilaksanakan antara tahun 1974 dan 1985. 11 dari studi itu menemukan suatu hubungan statistik yang dekat antara ketidakseimbangan pendapatan dan kriminal. 5 lainnya yang tidak semuanya berhubungan dengan bunuh diri. Box menyimpulkan bahwa untuk kriminal selain bunuh diri nampaknya merupakan suatu hubungan yang sangat kuat, yang mungkin bahkan merupakan hubungan sebab-akibat, dengan keseimbangan. Selain itu, ia mengutip pernyataan Carroll dan Jackson:</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ketidakseimbangan memiliki pengaruh sebab-akibat yang kuat pada tingkat kriminal … (meskipun) … pengaruh dari ketidakseimbangan dari kriminal terhadap orang tidak sedekat dengan pengaruh pada perampokan. (Box (1987) h. 88, mengutip Carroll dan Jackson (1983), h.186).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Bahkan pengecualian dari bunuh diri telah dipertanyakan. Vold dan Bernard (1986) mengacu pada 6 studi yang menunjukkan suatu hubungan yang jelas antara ketidakseimbangan sosial dan bunuh diri, tetapi lebih lemah daripada hubungan dalam hal pelanggaran properti (kepemilikan).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Bukti dari studi ini menyatakan bahwa sebagian besar kriminal adalah berhubungan dengan ketidakseimbangan ekonomi dan pendapatan. Studi tersebut tidak secara umum menyatakan bahwa hubungan statistik yang dekat adalah hasil dari perasaan ketidakadilan atau dalam hal serba kekurangan, tetapi nampaknya mengacu langsung pada kemungkinan ini. Karena itu kondisi serba kekurangan akan dibahwas dalam bab berikut (bagian 12.2) dimana teori pembatas disebutkan.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.3.2. Pengangguran</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pengangguran juga adalah berhubungan dengan kemakmuran atau kekurangan dari hal itu. Pengangguran adalah suatu indikator dari keberadaan ekonomi umu di suatu Negara, dan juga keseimbangan distribusi dari kemakmuran. Pengangguran biasanya meningkat dalam masa depresi, dan berkurang dalam masa kemakmuran dan pertumbuhan. Jika kriminal meningkat sejalan dengan pengangguran, ini mungkin menunjukkan suatu perasaan perlakuan ketidakadilan (‘mengapa saya harus kehilangan pekerjaan saya?’), tetapi itu juga mungkin menunjukkan bahwa hasil ketidakseimbangan dalam posisi ekonomi, fakta yang benar-benar tentang kemiskinan, atau pembedaan dan waktu luang yang mungkin menjadi faktor dalam penilaian. Apakah terdapat suatu hubungan antara kriminal dan pengangguran?</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Adalah tidak mengejutkan, tidak terdapat jawaban yang simple dari pertanyaan ini. Studi yang mencari data penangkapan atau pengakuan dan hubungan mereka dengan pengangguran seringkali menemukan suatu hubungan yang relatif dekat. Glaser dan Rice (1959), sebagai contoh, menemukan bahwa pada masa tingkat pengangguran yang tinggi yang dicatat dari kriminal dewasa, (antara usia 20 dan 45 tahun), terutama untuk pelanggaran properti, meningkat. Mereka kemudian menemukan bahwa kriminal usia muda dikurangi selama periode ini, suatu penemuan yang mereka hubungkan dengan keberadaan orangtua dirumah untuk mengontrol anak-anak mereka. Studi lain telah menolak kesimpulan terakhir itu, dan tentu saja menunjukkan bahwa itu adalah dalam kelompok anak muda dimana kriminal adalah sangat dekat berhubungan dengan pengangguran. Diantara anak muda dan dewasa yang baik pengangguran dan kriminal adalah nampaknya tidak memiliki pengalaman kerja dan karena itu prospek mereka adalah rendah; tanpa ada kesalahan dari mereka sendiri mereka mungkin merasa tidak berguna dan merasakan kemarahan yang besar pada posisi semacam itu dimana mereka adalah lebih mungkin untuk mengalami penangkapan, penuduhan dan pendakwaan. Beberapa ketidaksetujuan dari ini bahwa hubungan menyebutkan lebih tentang agen/hal kontrol daripada tentang kriminal (lihat Box (1987)); itu menyebutkan lebih mengapa orang-orang ditangkap daripada tentang mengapa orang melakukan kriminal.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Studi lain adalah tidak konklusif. Beberapa, seperti Danziger dan Wheeler (1975), menemukan bahwa kriminal (mereka mempelajari berbagai penyerangan, perampokan dan pencurian yang mengganggu/membahayakan) tidak berhubungan dengan pengangguran. Lainnya, seperti peneliti Inggris Brenner (1978), melaporkan suatu hubungan yang signifikan antara kriminal dan pengangguran. Meskipun demikian, dalam menganalisa studi ini, Crow dkk., (1989), Box (1987), Vold dan Bernard (1986) dan Long dan Witte (1981) semuanya menyimpulkan bahwa dalam hal kriminal dan pengangguran adalah berhubungan; dimana hubungan ini adalah tidak secara konsisten kuat; dan bahwa itu mungkin yang paling kuat dan paling konsisten dalam kasus pria/anak muda.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.3.3. Evaluasi dari teori tentang kemiskinan dan pengangguran</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sekarang terdapat penerimaan yang luas dimana terdapat hubungan yang kuat antara kriminalitas dan ketidakseimbangan ekonomi atau pendapatan; dimana terdapat kemungkinan suatu hubungan antara kriminal dan pengangguran; dan dimana hubungan ini adalah yang paling kuat pada kasus pria/anak muda. Semua dari hal ini menuju penjelasan mengapa proyek komunitas yang dilaksanakan oleh Shaw dan McKay di Chicago tidak berhasil dalam mengurangi kriminal (lihat 11.2.4) – itu tidak berusaha untuk merubah kondisi sosial dan ekonomi, tetapi hanya berusaha untuk mengajari orang-orang untuk menghadapi masalah ini. Jika kesimpulan yang disebutkan diatas adalah benar, Proyek Area Chicago adalah menuju kegagalan karena itu tidak berusaha untuk mengalamtakan kebutuhan akan distribusi yang lebih dan lebih adil lagi dalam hal kemakmuran dan kesempatan (dalam pekerjaan tertentu). Beberapa akan mendebat bahwa statistik secara jelas menyatakan bahwa dalam suatu lingkungan masyarakat yang relatif ramah/bersahabat kriminal akan dapat dikurangi, dan bahwa ini tidak berhubungan dengan tingkat mutlak dari kemiskinan atau kemakmuran dari orang-orang dalam suatu lingkungan semacam itu.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.4 KELAS BUDAYA YANG LEBIH RENDAH</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.4.1. Pendahuluan</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori psikologis sebelumnya dalam bab ini menjelaskan beberapa pandangan dalam hubungan antara kriminal dan faktor sosial dalam dua sisi yang sangat berbeda – ekologi (terutama disorganisasi sosial), dan distribusi/pemerataan kemakmuran. Bagian ini mengamati beberapa teori dalam hal kriminal adalah berhubungan dengan orang-orang dalam lingkungan masyarakat, tidak sebagai individu tetapi sebagai kelompok kolektif, dan dalam hal kehidupaan dari kelas-kelas tertentu, terutama kelas yang lebih rendah atau pekerja. Pada pendekatan semacam itu, adalah kelas budaya yang lebih rendah <i>saja</i> yang menyebabkan kriminalitas. Alasannya adalah bahwa, dengan membandingkan dengan nilai kelas yang lebih rendah, individu akan melanggar hukum. Hasil kerja tiga kriminolog, satu Amerika, dua Inggris, akaan secara singkat dibahas.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.4.2. Miller</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Walter Miller, seorang penulis Amerika, menunjukkan bahwa ide dimana nilai kelas pekerja melibatkan subbudaya anak muda. Ia menyatakan bahwa terdapat nilai pekerja atau kelas yang lebih rendah yang berbeda, beberapa diantaranya adalah cukup berbeda dari nilai kelas menengah berdasarkan dimana sistem legal kita adalah dijadikan dasar. Hubungan dnegan nilai kelas yang lebih rendah dalam beberapa contoh kurang lebih secara langsung menuju untuk pelanggaran hukum. Siapa saja yang dibesarkan dan tingkahlaku dalam norma kelas yang lebih rendah adalah sangat mungkin untuk mengarah untuk melanggar beberapa aspek dari hukum (Miller (1985)).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Miller menyebutkan konsep 6 kunci, atau ia sebut sebagai ‘masalah loka’, seperti ringkasan dari kelas yang lebih rendah. Keenam hal ini membutuhkan keterlibatan emosi tingkat tinggi dari kelas yang lebih rendah. Mereka dapat diurutkan sebagai berikut:</div>
<ol style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Masalah – suatu keinginan untuk mengindari masalah tetapi suatu penghargaan bagi siapa saja yang berani mengambil resiko untuk masuk kedalam masalah.</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Maskulitas atau menjadi berani – termasuk konfrontasi atau konflik fisik yang seringkali ilegal.</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Menjadi cerdik atau mampu untuk tetap didepan secara mental dari orang lain dalam mendapatkan status tanpa membutuhkan konfrontasi fisik.</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Kepuasan – dapat mencakup mengambil resiko dalam melakukan kriminal.</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Kekuatan akan nasib – merasakan bahwa mereka kekurangan kontrol terhadap hidup mereka.</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Otonomi/wewenang – suatu keingingan untuk mandiri dari kontrol eksternal seperti boss, orangtua dll.</li>
</ol>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Miller tidak memberikan penjelasan mengenai asal nilai sosial ini. Semua yang dia kerjakan adalah untuk menandai eksistensinya dan menjelaskan bahwa dengan mengkonfirmasikan kepada mereka akan menyebabkan kriminalitas. Dia jugamerujuk pada faktor-faktor lainnya. Dia mencatat, misalnya, hal ini lumrah pada rumah tangga yang berkelas rendah ayahnya tidak ada, sering dia telah melanggar hukum kriminal. Kehidupan di rumah merupakan lingkungan yang didominasi perempuan yang, dia katakan, menuntun anak-anak kelas rendah mencari model peranan laki-laki di luar rumah. Mereka sering menemukannya di geng-geng jalanan yang Miller sebut ‘one sex peer unit’. Geng-geng ini mengambil bagian dalam kegiatan yang mendukung ‘konsen penting’ kelas rendah dan memberikan pemuda rasa memiliki dan status.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.4.3. Mays </b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dari sudut pandang yang serupa, Mays (1954, 1968 dan 1975) seoarang analis British di bidang ini, meperdebatkan bahwa pada daerah-daerah tertentu, khususnya daerah urban yang lebih lama, para penghuninya memberikan andil sejumlah sikap dan cara berperilaku yang mempredisposisikan mereka dengan kriminalitas. Oleh karena itu, kultur kelas yang lebih rendah bukan merupakan kriminal yang disengaja; hal ini hanya suatu sosialisasi yang berbeda yang, pada saatnya, terjadi menjadi berlawanan dengan aturan hukum. Dia melihatnya bukan sebagai gejala ketidakteraturan tetapi lebih sebagai subkultur yang sangat sesuai. Masalah ini muncul karena subkultur berada dalam konflik dengan aspek kultur negara secara keseluruhan, khususnya yang dilindungi dalam sistem yang legal. Kriminalitas, khususnya kejahatan anak-anak,oleh karena itu tidak terlihat sebagai pemberontakan kesadaran melawan nilai-nilai kelas menengah. Kejahatan muncul dari subkultur kelas kerja alternatif yang telah diadopsi dan diganti selama bertahun-tahun dengan cara tertentu kekuatan yang bergerak tidak pernah melanggar aturan kriminal tetapi kadang-kadang hasilnya memang demikian. Dia mengatakan :</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Tampaknya bagi saya waktu luang yang berlebihan, tidak adanya model orang tua yang memadai dan perawatan, adanya kriminal dewasa yang diketahui didaerah tersebut dengan anak-anak sendiri yang berkeinginan untuk menguji dirinya sendiri dengan tindakan keberanian, keberania bertindak dan berbahaya, merupakan penjelasan yang memadai untuk prilaku kejahatan yang terdapat pada anak-anak setelah meninggalkan sekolah dan hampir pasti terbentuk dalam karakter Meys 1975 hal 63 juga lihat mays 1968 dan 1975.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Seperti Miller. Mays tidak dapat membahas asal nilai sosial kecuali dalam pengertian negatif yang dikatakan bahwa ia bukan merupakan reaksi atas nilai-nilai kelas menengah. Atau secara lebih positif hal ini merupakan seperangkat nilai yang paling cocok dengan kebutuhan sosial dari sektor masyarakat tersebut.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.4.4. Moris</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ahli teori yang ketiga adalah Terence moris (1957) yang pada dasarnya adalah seorang ekologi. Dia memeperdebatkan bahwa kejahatan sosial terkait dengan kelas yang lebih rendah, dan hal ini merupakan karakteristik kelas yang kriminalitas. Perilaku anti sosial terdapat di seluruh masyarakat dan terdapat di semua kelas, tetapi dengan cara diekspresikan berbeda dan tergantung pada keanggotaan kelas khusus. Kriminalitas, dia melihat sebagai ekspresi kelas rendah secara umum (Moris 1957)</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hal ini karena seluruh proses sosialisasi di kelas rendah banyak kemungkinan menghasilkan kriminalitas dari pada proses yang sama pada kelas menengah bawaan rumah pada kelas menengah dikontrol oleh keluarga tersebut sangnat teratur,dan hampir semua aktifitas dipusatkan di seputar rumah dan keluarga. Pada kelas yang lebih rendah bawaan anak dari usia muda, sekitar 3 atau 4 tahun dipisah antara keluarga dan rumah di satu pihak dan kelompok bermain dan kenalan jalanan di lain pihak. Anak-anak kelas kerja kemungkinan memiliki bawaan yang teratur dan diantar keluar untuk bermain di jalan. Oleh karena itu kelompok bermain berpengaruh sangat kuat dari usia lebih awal. Seperti Miller dan Mays si mengungkapkan kultur kelas yang lebih rendah sebagai pendorong keinginan untuk memperoleh dengan cepat kebutuhan materi dan fisik: kontrol diri dan tujuan menjadi kurang umum. Sepontanitas dan agresi merupakan elemen signifikan dalam hidup ini lebih jauh dia memperdebatkan bahwa kehidupan rumah pada kelas-kelas pekerja kemungkinan lebih berat karena masalah ekonomi. Jika orang-orang tua menyelesaikan kesulitan-kesulitan ini maka masalahnya mereka menyebabkan anak-anak menjadi minimal, tetapi orang tua sering tidak bisa menyesuaikan dengan baik hal ini memberikan peningkatan terhadap peran orang tua yang dapat menjadi berbahaya bagi anak-anak dan akan mendukung mereka lebih jauh untuk melarikan diri kejalanan di mana kelompok bermain memiliki pengaruh yang lebih besar kontrol atas anak-anak muda ini didalam masyarakat mereka sendiri terabaikan: mereka hanya datang untuk dikontrol ketika mereka melakukan kejahatan dan sistem kontrol resmi masuk pesan utama Moris adalah bahwa seluruh etos kelas pekerja lebih berorientasi kearah kriminalitan dan perilaku anti sosial.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.4.5. Evaluasi</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Setiap teori dari ketiga teori ini mengalami cacat umum. Mereka memprediksi terlalu banyak kriminalitas dan tidak dapat memperhitungkan perilaku ketaatann hukum di dalam kelas rendah. Juga terdapat prediksiimplisit bahwa individu akan terus melakukan tindak kriminal, atau setidak-tidaknya dukungan mereka atas tindakan demikian adalah diseluruh kehidupan mereka. Hal berkonflik dengan temuan luas bahwa sebagian besar kejahatan orang-orang berkurang pada usia diatas 20 tahun. Pendekatan ini menbawa asumsi implisit bahwa seseorang yang tersosialisasi dan secara firtual tidak mampu berfikir di luar kendala sosialnya: jika kelompok sosial kejahatan menerima kejahatan sebagai normal dan alami individu berparsitipasi secara pasif. Kritik berlawan dengan argumen ini dan dikatakan bahwa individu biasanya memerlukan alasan atau motifasi untuk bertindak.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Mays berupaya untuk menjawab kriitik dengan menjelaskan bahwa orang-orang yang hidup di kelas rendah adalah non kriminal, atau orang-orang yang berkeinginan untuk melindungi anak-anaknya mereka dari kejahatan, tidak membiarkan anak mereka memiliki nilai kelas rendah penuh atau setidak –tidaknya tidak menjadi orang-orang yang menjadi kriminal. Ini merupakan konsesi yang meninggalkan penjelasan asal. Mays terus menjelaskan bahwa orang-orang yang memegang nilai- nilai kelas rendah penuh, mungkin melakukan yang paling banyak komit terhadap tindakan kriminal, tetapi hanya terdapat sejumlah kecil. Dia tampaknya mengatakan bahwa jenis pertahanan tertentu merupakan pemikiran yang normal meskipun mereka dapat dengan mudah mendeteksi, mereka tidak menarik perhatian dari sebagian kecil masyarakat dan begitu pula kemungkinannya seperti yang dilaporkan.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Jika pertahan yang ditawarkan oleh Mays memberikan sedikit perlindungan pemikiran dasar yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kultur kelas yang rendah, ada sejumlah dukungan terhadap pandangan bahwa kelas pekerja terbentuk atas dua kelompok yang luas, salah satu tetap berada pada nilai kelas menengah sedangkan yang lainnya tidak. Studi britis yang dilalukan oleh Universitas Notingham dan dipublikasikan sesara internal pada tahun 1954 dengan judul The Sosial Background of Delinquency mempelajari kota pertambangan di Midlands di mana para periset menyebutnya Radby. Mereka menemukan bahwa jalanan dan rumah dengan bentuk ekonomi dan sosial memiliki tingkat kejahatan yang sangat berbeda. Mereka mendokunentasikan dua jenis keluarga yang terdapat pada kelas pekerja di kota ini. Pertama menerima kejahatan dan sering anggota kelompok ini memiliki catatan kriminal; mereka menerima nilai kelas rendah (keluarga ini ditemukan hidup di kedyke ). Ke dua tidak menerima kejahatan dan sacara firtual tidak menjadi anggota kejahatan; mereka tidak menerima nilai-nilai kelas rendah. (Keluarga ini tinggal di jalan gladstone). Meskipun elemen-elemen ini terdapat pada jalan yang terpisah seperti yang terjadi di radby, Mays beragumen bahwa mereka juga dapat saling berdampingan di jalan yang sama, dan hal ini dia melihat kemungkinan secara khusus terjadi di kota-kota besar.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Semua pendekatan ini mengalami minimalnya dua keraguan. Pertama terdapat kebingungan antara daerah dan kelas yang sering digunakan sebagai istilah yang dapat dipertukarkan lebih banyak atau lebih sedikit. Kedua secara lebih fundamental terdapat kebingungan yang muncul atas perlakuan implisit kelas pekerja yang membentuk kelompok yang lebih besar atau kurang homogen. Bahkan pada abad kesembilan belas ahli sejarah telah mengenali eksistensi aristrokrasi tenaga kerja, misalnya keinginan yang kuat adalah untuk penghormatan. Terkini seluruh konsep nilai kelas pekerja sering dipertanyakan. Tapi untuk tujuan kami, kami hanya memerlukan catatan bahwa bahaya memasuki homogenitas merupakan sesuatu yang umum. Untuk memasukannya dengan cara yang lain:</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Tidak setiap orang di negara katolik adalah religius, bahkan tidak pula religius selalu berada pada masa atau pengakuan, (Heidenson 1989 hal 21).</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Tentunya pada kelas kriminal (jika memang terdapat demikian) tidak setiap orang perlu menjadi kriminal, tidak pula kriminal secara konstan terlibat dalam kejahatan.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>11.5. Kesimpulan </b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Yang pertama dari dua teori dalam bab ini, (ekologi dan kemiskinan dan pengangguran) berkaitan dengan kriminalitas fakta sosial dan ekonomi objektif. Mereka mengklaim untuk membuktikan bahwa kejahatan secara statistik berkaitan dengan kemiskinan atau distribusi kekayaan, atau dengan disorganisani sosial. Insiden mengenai kaitan statistik ini berkaitan dengan tentu saja sangat penting, tetapi berarti bahwa terdapat kaitan kausal yang langsung. Satu keberatan muncul kelemahan dasar statistik khususnya yang akan datang mengenai statistik resmi kejahatan. Yang lainnya adalah bahwa kaitan statistik tidak memadai untuk manetapkan apakah kaitan kaosal yang sebenarnya dengan kemiskinan, dengan ketimpangan relatif atau dengan sejumlah faktor lainnya. Bagian dari hubungan kaosal ini dapat diikat dengan perasaan yang tidak fair yang dapat menetapkan individu pada posisi tertekan kendala akan dibahas pada bab berikutnya ( bagian 12.2 ). Terdapat keberatan yang serupa terhadap penerimaan umum klaim sekolah cicago bahwa terdapat kaitan yang erat antara misorganisasi sosial dan kriminalitas. Perangkat teori final terlatak pada kaitan antar kriminalitas dan nilai kelas rendah. Klaim disini asalah bahwa sektor-sektor masyarakat uang berbeda hidup dengan aturan yang berbeda pula, dan sejumlah nilai dari sejumlah sektor adalah kriminal. Dimanapun dari aturan-aturan ini didefinisikan dengan tepat atau dibuktikan ada.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dari ketiga bidang ini bahkan dimana terdapat koneksi statistik yang kuat, bahwa tidak mungkin membuktikan suatu hubungan kausal. Untuk melakukan demikian, pada permulaannya akan memerlukan sejumlah alasan mengapa pengaruh-pengaruh ini menyebabkan orang ke arah kriminalitas. Teori-teori ini sedang membangun penghalang dari struktur yang lebih elaborasi yang dapat dibentuk.</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-38568231185821243132014-10-17T11:33:00.001-07:002014-10-17T11:33:19.196-07:00Putri Revida : Kepercayaan ibarat sebuah kertas….<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="font-family: Arial, serif; font-size: 22px; line-height: 1.4em; margin: 0.25em 0px 0px; padding: 0px 0px 4px;">
<a href="http://solusisex.blogspot.com/2014/10/putri-revida-kepercayaan-ibarat-sebuah.html" style="color: black; display: block; text-decoration: none;"><br /></a></h3>
<div class="post-header" style="color: #333333; font-family: Arial, serif; font-size: 13px;">
<div class="post-header-line-1">
</div>
</div>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-3567772627715037386" itemprop="articleBody" style="color: #333333; font-family: Arial, serif; font-size: 13px; line-height: 1.6em; margin: 0px;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmpsqizMvrJKyFPS2dWlz49a9NfIHm6G54oxtcXF1qMdevwWWuM4HrZuz9AExFqJlDXqVjfvh7dNSETB8BCx5ggugqxz3IGGnPGoTTOXjcHd-u2l2K0No8Y-fK-At09bCzhyO_WLx3xgFe/s1600/Screen+Shot+2014-10-18+at+1.23.58+AM.png" imageanchor="1" style="color: #0889c4; margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-decoration: none;"><img border="0" height="311" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmpsqizMvrJKyFPS2dWlz49a9NfIHm6G54oxtcXF1qMdevwWWuM4HrZuz9AExFqJlDXqVjfvh7dNSETB8BCx5ggugqxz3IGGnPGoTTOXjcHd-u2l2K0No8Y-fK-At09bCzhyO_WLx3xgFe/s1600/Screen+Shot+2014-10-18+at+1.23.58+AM.png" style="border: 1px solid rgb(238, 238, 238); padding: 2px;" width="320" /></a></div>
<h1 style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #2d3e50; font-family: helvetica_condensedmedium; font-size: 26px; line-height: 1.1; margin: 10px 0px; padding: 0px; text-transform: capitalize;">
<br /></h1>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; font-family: Helvetica, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 20px; margin-bottom: 10px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; font-family: Helvetica, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 20px; margin-bottom: 10px;">
Kepercayaan ibarat sebuah kertas….<br style="box-sizing: border-box;" />Sekali kau meremasnya, tidak akan pernah bisa kembali sempurna….<br style="box-sizing: border-box;" />Maka dari itu, ketika km di berikan sebuah kepercayaan oleh orang.<br style="box-sizing: border-box;" />Jangan pernah menyia-nyiakan sebuah kepercayaan itu.<br style="box-sizing: border-box;" />Sekali kau membuat kepercayaan itu pudar, ia tidak akan bisa kembali lagi ke seperti semula.<br style="box-sizing: border-box;" />Seperti kertas halus yang di remas</div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-61590336512647467642014-10-17T06:18:00.000-07:002014-10-17T06:18:00.020-07:00SOSIOLOGI HUKUM DAN TEORI TEORI<div class="postcontent" style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 0.8em; line-height: 1.5em; margin: 0.8em 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<h2 style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.4em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: center; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
SOSIOLOGI HUKUM</h2>
<h2 align="left" style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.4em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: center; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Penduhuluan</b></h2>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Perspektif hukum dalam konteks interaksi sosial dapat mengalami perubahan dalam pengaturan dan penerapan. Hukum yang diharapkan bisa memecahkan masalah secara adil dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, <b>dalam kenyataan bisa berubah ke arah pengaturan dan penerapan hukuman bagi siapa yang kuat dialah yang menang</b>. <b>Inilah fenomena yang mewarnai penerapan hukum dalam konteks sosial. </b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Perubahan dalam penerapan hukum itu merupakan fenomena yang berlangsung secara alami, karena itu perlu dipahami apa yang sesungghnya terjadi, mengapa hal itu bisa terjadi dan bagaimana penerapan hukum itu berlangsung. Diskursus tentang penerapan hukum dalam masyarakat merupakan topik yang menarik karena sering bersifat kontroversial. Terdapat pakar yang berpendapat bahwa secara konseptual perangkat hukum merupakan instrumen yang inhernt dalam kehidupan sosial, tetapi dalam kenyataan hal itu terkesampingkan. Karena itulah masyarakat menuntut perlunya “<i>tatanan hukum baru</i>” dalam rangka menjaga ketertiban sosial.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Studi tentang perubahan hukum sangat lekat dengan cara mengarahkan peran<i> </i>manusia sebagaimana yang diharapkan. Di sini posisi hukum menjadi multi dimensi dalam kehidupan manusia, oleh karena itu dalam perubahan hukum juga menyangkut secara langsung terhadap keperluan ketertiban sosial yang meliputi nilai dan norma sosial, sistem kemasyarakatan, kebiasaan dan relasi sosial yang belum maupun yang sudah mapan, dan sistem kelembagaan sehingga meskipun ada pergeseran tetapi pranata hukum diharapkan tetap terjaga.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Perubahan hukum dalam kehidupan sosial merupakan suatu kenyataan yang terjadi dalam usaha manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Perubahan hukum itu bisa berbentuk evolusi, transformasi ataupun revolusi, tergantung dari dinamikanya. Perubahan hukum juga bisa terjadi secara sepotong-sepotong (<i>graduil</i>) atau serempak (<i>radical</i>). Perubahan hukum dan akibatnya terhadap kondisi masyarakat telah menjadi fakta dalam kehidupan manusia, sebagai reaksi atas rangsangan dari luar maupun dari dalam masyarakat sendiri. Akibat dari perubahan itu terhadap kehidupan manusia menimbulkan efek positif ataupun negatif.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Selain perubahan hukum (<i>law change</i>), dikenal juga perkembangan hukum (<i>law development),</i> yaitu suatu perubahan yang ditujukan untuk mencapai kemajuan atau perbaikan keadaan hidup masyarakat. Dengan perkataan lain perkembangan hukum berkaitan dengan rekayasa yang dapat dicapai melalui penggunaan ilmu pengetahuan untuk memperbaiki tatanan sosial agar dengan perbaikan itu manusia dapat hidup lebih layak sesuai dengan martabatnya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dengn demikian dalam rangka perkembangan hukum (setelah menjadi kenyataan) selalu menuntut penyesuaian diri dari anggota masyarakat yang ada di dalamnya. Tetapi menyesuaikan saja tidaklah cukup, memahami dan menghayati peraturan baru adalah lebih penting untuk menghindari kekacauan di dalam masyarakat akibat dari kemajuan yang telah dicapai. Pemikiran ini berdasarkan argumen bahwa pada hakikatnya keberadaan hukum adalah untuk menyelesaikan benturan kepentingan antar sesama manusia (<i>conflict of human interests</i>) yang terjadi di masyarakat melalui proses distribusi keadilan (<i>dispensing justices</i>).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Bagi masyarakat tertentu perkembangan hukum bisa dianggap sebagai pemicu terjadinya kontradiksi yang menajam dan keras bahkan menjadi penyebab timbulnya kerusuhan sosial karena implementasinya yang tidak adil. Pandangan ini didasarkan pada fakta yang terjadi disekitar kehidupan manusia bahwa, instrumen hukum tidak bekerja secara memuaskan dan justru memicu konflik yang membesar dan distruktif. Masyarakat sering dikecewakan oleh tindakan dari aparat yang tidak adil, tidak tegas, bertele-tele, tidak tuntas dan cenderung mencari-cari kesalahan orang (<i>extra yudicial crime</i>). Bahkan masyarakat sering melihat dan merasakan kolusi antar preman (<i>lawer</i>maupun <i>high</i>) dengan aparat penegak hukum, sehingga muncul istilah seperti mafia pengadilan atapun mafia penyidikan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Melalui sosiologi hukum, perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat bisa dikenali efek-efek sosial dari penerapan suatu hukum. Selain itu untuk memecahkan masalah hukum, teknik-teknik sosiologi dan metode-metode evaluasinya memiliki nilai <i>cognitif</i> sebagai penuntun jika fenomena hukum didasarkan pada asumsi-asumsi teori yang sudah diketahui. Hal ini untuk menghindari arah yang berbeda-beda dari suatu penelitian hukum sehingga hasil penelitian hanya memiliki sedikit nilai tambah atau bahkan terfragmentasi bagi perkembangan disiplin ilmu hukum maupun disiplin ilmu sosial lainnya. Inilah yang dimaksud dengan paradigma sosiologi hukum sebagai suatu pandangan tentang apa yang menjadi pokok persoalan (<i>subyect-matter</i>) dalam penerapan hukum di masyarakat. Paradigma dengan demikian merumuskan tentang apa yang seharusnya menjadi obyek studi sosiologi hukum.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Pendekatan Sosiologi Hukum</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan karena upaya pembangunan, hukum juga akan mengalami perubahan sesuai dengan keadaan masyarakat. Karena itu hukum tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan tentang kemasyarakatan dan kenegaraan. Dengan landasan pemikiran ini, untuk memahami hukum tidak cukup hanya mempelajaari hukum dari aspek yang tertulis saja, melinkan juga perlu mempelajari hukum dalam konteks penerapan dalam kehidupan masyarakat dan situasi negara yang menghasilkan hukum tertulis itu.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hukum memiliki potensi untuk membangun masyarakat yang harmoni dan masyarakat yang konflik. Melalui hukum, kekuatan‑kekuatan yang mendorong timbulnya ketidakadilan, penindasan, immoral, dan irasionalitas lebih mudah untuk dikendalikan daripada di bawah politik yang otoriter. Namun demikian tujuan hukum untuk mencapai keadilan, kemanfaatan sosial dan kepastian hukum tidak otomatis lalu terwujudkan. Masih terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan, yaitu dalam hal kelembagaannya termasuk baik prasarana maupun sarana hukum juga para penegak hukumnya sendiri ikut menentukan. Dalam kaitan inilah rasionalitas penerapan hukum dapat dikaji melalui sosiologi hukum yang dipelopori oleh Max Weber, Roscoe Pound, Cardoso, maupun Philip Selznick, karena perkembangan hukum memiliki patologi sendiri, dan hukum dalam kondisi tertentu dapat menjadi sumber irasionalitas.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam hal ini sosiologi hukum bukan merupakan bidang ilmu tersendiri dengan materi yang dirumuskan secara ketat. Belum ada kesatuan pendapat mengenai bagaimana sosiologi hukum harus dipraktekkan untuk menghadapi masalah praktis. Perbedaan pendapat tentang sosiologi hukum perlu dibedakan sebagai suatu ilmu sosial empiris dengan studi hukum yang legal normatif. Dari segi filsafat hukum, sosiologi hukum harus dilihat dari bidang‑bidang studi yang ada hubungannya dengan ilmu politik, ilmu administrasi negara, kriminologi, antropologi hukum, dan studi yang baru muncul yakni psikologi hukum. Pandangan yang dianut bahwa, jauh lebih berguna untuk tidak membedakan sosiologi hukurn sebagai suatu subdisiplin khusus dari bidang akademis lainnya, melainkan lebih baik melihatnya sebagai suatu bidang studi di mana dilakukan usaha untuk<b></b>meningkatkan pemahaman mengenai problem hukum dalam kehidupan masyarakat dengan<i></i>menggunakan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu yang ada kaitannya. Dengan pemikiran ini, kebajikan hukum dapat ditarik dari kombinasi (1) sosiologi empiris yang berorientasikan fakta, (2) ilmu hukum normatif yang berorientasikan nilai, dan (3) orientasi pragmatis dari analisis kebijaksanaan. Di sini sosiologi hukurn dipahami sebagai studi tentang munculnya nilai‑nilai hukurn dan dari realisasinya dalarn kehidupan sosial. Secara khusus sebagai studi empiris, sumbangan yang bisa diberikan oleh sosiologi hukum kepada masyarakat adalah model pemecahan sosial secara harmoni, berperikernanusiaan dan adil.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Seperti telah dijelaskan bahwa, tidak terdapat suatu konsensus ilmiah mengenai wilayah yang ketat mengenai bidang sosiologi hukum. Pendekatan yang berbeda‑beda atas peranan hukum dalam masyarakat menjadikan dapat diklasifikasikannya sosiologi hukum dalam empat tipe yaitu :</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1) Sosiologi hukum dipelajari sebagai metode <i>social control</i>. Dalam hal ini penekanannya pada sumbangan hukum dalam penyelesaian pertikaian, pemeliharaan tata tertib, perlindungan terhadap kejahatan dan delikuensi. Terdapat fokus atas mekanisme sosial dari konformisme.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2) Sosiologi hukum dipelajari sebagai sarana <i>social engineering. </i>Dalam hal ini penekanan pada tindakan pemerintah dalam pembangunan. Fokusnya adalah instrumentasi kebijaksanaan dlam mempolakan perilaku masyarakat (contoh, kebijakan keluarga berencana). Pada dasarnya hal ini dilakukan sebagai bentuk teknokrasi tentang hukum.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3) Sosiologi hukum dipelajari sebagai wahana emansipasi yang potensial. Studi dengan menggunakan perspektif ini secara tipikal menyibukkan diri pada isu-isu tentang keadilan kelas, pola‑pola diskriminasi rasial atau bentuk diskriminasi dalam sistem peradilan. Hukum dalam upaya memecahkan masalah sosial, seperti kedudukan sosial orang miskin, kelas pekerja, wanita, anak-anak, manula, dan golongan minoritasminoritas yang ditindas.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
4) Sosiologi hukum dipelajari sebagai institusi hukum yang independen dengan nilai‑nilai, prinsip‑prinsip, doktrin‑doktrin, dan pendidikan profesional dalam kaitan dengan infrastruktur organisasi, manajemen, pembiayan, dan personalnya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Melalui keempat tipe ini perspektif sosiologi digunakan untuk menganalis penerapan hukum dalam kehidupan masyarakat. Suatu kenyataan yang sulit dihindari adalah timbulnya kontradiksi dalam penerapan hukum di masyarakat, melalui sosiologi hukum kontradiksi tersebut diperlakukan secara komplementer untuk menegaskan dimensi hukum yang berbeda dalam hal : 1) Hukum dan evolusi moralitas sosial; 2) Hukum dan keadilan sosial; 3) Hukum dan rasionalitas; 4) Hukum dan kebudayaan; serta 5) Hukum dan kekuasaan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Hukum dan Moralitas</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Di dalam hukum dijumpai moralitas dalam berbagai jenis. Pertama, sebagai larangan atas kelakuan yang immoral. Kelakuan seperti itu terdiri atas perbuatan yang mengakibatkan kerugian pada orang‑orang atau masyarakat umum. Misalnya, pencurian, pembunuhan dan lain-lain. Kadang‑kadang kelakuan immoral yang dilarang itu terdiri atas kegiatan yang tidak menimbulkan kerugian, atau yang sifatnya merugikan tetapi tidak begitu jelas, misalnya dalam hal pelacuran dan pelanggaran‑pelanggaran lain dalam bidang moralitas seksual dan kesusilaan umum.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kedua, sebagai larangan bagi kelakuan tidak wajar dalam hubungan sosial atau fungsi sosial. Misalnya, hubungan kontrak yang mengharuskan cara‑cara berkelakuan tertentu bagi pihak‑pihak yang terikat dalam hubungan tersebut. Demikian pula dalam hal hukum keluarga yang berisi berbagai peraturan moral bagi interaksi antara orang tua dan anak, dan hukum perburuhan bagi interaksi antara majikan dan buruh. Terdapat juga peraturan tentang disiplin bagi berbagai profesi, seperti profesi dokter, ahli hukum, dan wartawan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ketiga, terdapat moralitas hukum spesifik yang bukan hanya merupakan pencerminan pendapat moral dalam masyarakat, melainkan juga yang telah dikembangkan dalam praktek di bidang hukum dan yang terikat dalam lembaga maupun ajaran hukum. Moralitas hukum ini merupakan bidang khusus bagi para ahli hukum, lebih-lebih para hakim dan penegak hukum lainnya. Moralitas ini harus dilindungi dari pendapat mayoritas dan kepentingan‑kepentingan politik. Misalnya, proses hukum yang wajar dalam pengadilan terhadap kaum oposan politik. Dalam hal ini dapat dijumpai peraturan atau asas hukurn yang spesifik bagi pemakaian dan pelaksanaan peraturan, seperti asas bahwa tidak seorang pun boleh dihukurn kecuali jika ia terbukti bersalah karena melanggar peraturan yang diketahui sebelumnya, atau kecuali jika ia telah diberi kesempatan untuk didengar keterangan dalam membela dirinya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Keempat, hukum sebagai keseluruhan dapat dilihat sebagai penggabungan moralitas sosial, terhadap mana individu‑individu, kelompok‑kelompok dan organisasi‑organisasi harus mengorientasikan kelakuannya. Karena masyarakat berbeda-beda dan bisa berubah-ubah maka konsep‑konsep mengenai kewajaran sosial, politik, ekonomi dan khususnya kewajaran hukum, seperti yang tercantum dalam hukum juga dapat berbeda dan berubah. Secara komprehensif hal ini terkait dalam hubungan antara masyarakat, moralitas sosial dan hukum. Dalam hal ini Emile Durkheim, Karl Marx, dan Max Weber meninjau masalah tersebut berdasarkan krisis yang dialami oleh masyarakat modern. Krisis ini bukan dalam satu masyarakat melainkan krisis yang dialami seluruh masyarakat modern dalam menghadapi rasionalisme, industrialisme dan individualisme (Bellah, 1973 : XVIII).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Hubungan antara Masyarakat, Moralitas, dan Hukum</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Karya Durkheim yang pertama adalah Pernbagian Kerja Dalam Masyarakat (1893). Dalam buku tersebut Durkheim menanyakan : Apa sesungguhnya yang mengikat masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan sosial ? dan Apa unsur pengintegrasi antar individu di dalam masyarakat ? Untuk menjawab pertanyaan ini, Durkheim membuat perbedaan antara dua tipe masyarakat dan organisasi sosial. Tipe pertama, masyarakat yang dinamakan <i>solidaritas mekanis</i> yang didasarkan atas keserupaan, kesamaan dan konsensus antara individu‑individu yang merupakan masyarakat, dan tipe kedua masyarakat yang disebut sebagai <i>solidaritas organis</i> yang didasarkan pada spesialisasi, perbedaan, dan saling ketergantungan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Durkheim menggunakan istilah <i>mekanis</i> atas dasar analogi dengan kohesi zat anorganis, dan istilah <i>organis</i> atas dasar analogi dengan kohesi antara bagian‑bagian suatu benda hidup. Masyarakat sederhana atau primitif dan bentuk organisasi sosial bercirikan solidaritas mekanis. Individu‑individu memiliki pengalaman dan pengetahuan yang sama, karena itu cara bertindak, berpikir, dan merasa di antara mereka sama pula. Perilaku menyimpang mengancam hidup kelompok, karena kelompok diikat oleh kenyataan bahwa cara‑cara bertindak tertentu adalah sama. Tetapi karena kesamaan antara individu‑individu dan antara berbagai subkelompok satu sama lain tidak saling ketergantungan, membuat kohesi sosial ini mudah goyah atau pecah.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sebaliknya, masyarakat industri modern dan bentuk organisasi yang lebih kompleks bercirikan solidaritas organis. Ini adalah akibat perubahan sosial melalui spesialisasi fungsional dan diferensiasi struktural yang diakibatkan oleh pernbagian kerja sosial. Solidaritas mekanis tergantung dari konformisme sosial dan mendapatkan pernyataan dalam sifat melarang yang diatur dalam hokum, dan sifat represif yang diatur dalam sanksi hukum. Solidaritas organis didasarkan atas kerja sama, dan mendapatkan pernyataan hukumnya yang paling spesifik di dalam hukum kontrak sebagai perwujudan asas dan peraturan bagi pertukaran barang dan jasa, dengan sanksi hukum yang ditujukan bukannya untuk menekan, melainkan untuk memulihkan atau membuat jera guna memudahkan interkasi selanjutnya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Masyarakat bukanlah sekedar wadah bagi terwujudnya integrasi sosial yang akan mendukung solidaritas sosial, melainkan juga merupakan pangkal dari kesadaran kolektif dan sasaran utama dari perbuatan moral. Durkheim menjelaskan perbuatan moral yang terlepas dari ikatan sosial. Manusia dalam kesendiriannya terlepas dari masalah moralitas. Karena itu moralitas bukan sekedar kategori imperatif, melainkan juga merupakan keinginan yang rasional (saya mau berbuat moral karena akal saya mengatakan demikian). Perbuatan moral bukanlah sekedar kewajiban yang tumbuh dari dalam diri manusia melainkan juga kebaikan ketika diri manusia telah dihadapkan dengan dunia sosial.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sejalan dengan pemikiran Durkheim yang ingin memisahkan pemikiran metafisis dan kecenderungan psikologis dalam sosiologi, moralitas baginya terikat erat dengan keteraturan perbuatan dan otoritas. Suatu tindakan bisa disebut moral, jika tindakan itu tidak menyalahi kebiasaan yang diterima dan didukung oleh sistem kewenangan otoritas sosial yang berlaku. Sedangkan tujuan dari tindakan moral adalah demi kepentingan kolektif dan demi keterikatan pada kelompok. Inilah yang membedakan moralitas dengan keperluan yang bersifat individual. Jika moralitas adalah suatu perbuatan tanpa pamrih, maka keperluan individual adalah suatu dorongan yang bersifat egoistis.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Karena itu moralitas erat pula kaitannya dengan disiplin. Di satu fihak disiplin menjaga keteraturan tindakan, di pihak lain juga mempertahankan sistem otoritas dan kolektivitas. Bahkan bisa dikatakan bahwa keduanya tidak lain merupakan dua aspek dari disiplin. Dengan demikian disiplin harus dianggap bukan saja sebagai alat untuk mendapatkan tujuan moral, melainkan juga tujuan pada dirinya. Dengan disiplin otonomi manusia dinetralisir sehingga tindakannya akan bercorak keterikatan pada kelompok.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Otonomi adalah putusan pribadi yang menyadari sepenuhnya akibat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis tindakan. Berhadapan dengan disiplin yang bersifat kolektif, otonomi berarti suatu kebebasan individual. Kemungkinan konflik yang akan timbul dari keduanya haruslah diselesaikan dengan pengetahuan yang bisa dipercaya. Jadi, pemecahannya harus dicari pada pengetahuan induktif. Dengan demikian jelas pula peranan ilmu moral yang positif.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Seperti halnya corak solidaritas sosial yang sesuai dengan corak masyarakat, demikian pula dengan disiplin. Jika dalam masyarakat sederhana corak disiplin adalah takluk yang total, dalam masyarakat yang berdiferensiasi, disiplin tidaklah berarti penyerahan diri yang pasif. Disiplin justru berfungsi sebagai pengikat rasa persekutuan dan kesetiaan. Dari sini dikatakan bahwa manusia, bagi Durkheim adalah <i>homo duplex</i> – mahluk yang didorong oleh dua corak motif yang berbeda dan berlawanan. Yang satu hasrat nafsu pribadi dan yang lain keharusan moral yang altruistis Yang satu individu dengan segala hasratnya dan yang lain manusia sosial.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Moralitas merupakan refleksi dari masyarakat. Dalam hal ini masyarakat bukan saja merupakan suasana (<i>milieu</i>) yang melahirkan morafitas, melainkan juga tujuan dari tindakan moral itu. Sebab itulah dalam. proses perubahan sosial makin diperlukan adanya pendidikan moral. Pendidikan bukan saja berarti mengajarkan nilai‑nilal kepada anak‑anik, melainkan juga adalah alat untuk menjinakkan hasrat dan dorongan pribadi atau dengan kata lain, alat untuk mendapatkan tumpuan penguasaan diri. Lebih dari itu, kata Durkheim, tujuan utama dari pendidikan moral adalah untuk melekatkan pada anak-anak perasaan akan harkat manusia. Dalam ucapannya yang sering dikutip ia juga mengatakan bahwa <i>“Elle cree dans l’homme un etre nouveau</i>.”. Pendidikan menciptakan dalam diri manusia sesuatu yang baru.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Selanjutnya dengan pendidikan moral juga bisa diperlihatkan bahwa hukuman fisik adalah suatu tantangan yang berlanjut dari suasana ini. Yang penting, dalam pendidikan moral bisa diajarkan bahwa yang salah tidak harus menderita, tetapi harus dibina sehingga menyadari dan menghayati sifat keramat dari aturan-aturan moral dari sudut kemasyarakatan. Demikian teori moralitas Durkheim sebagai pengetahuan positivistis untuk memperbaiki masyarakat.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Jika dibandingkan dengan Max Weber, bidang masyarakat yang dibahas Durkheim relatif terbatas. Weber menjelajahi masyarakat dari bidang agama, ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya. Sedangkan Durkheim, di bidang moralitas, integrasi sosial, dan metode ilmu sosial. Gagasan teoretisnya yang sangat berpengaruh adalah sosiologi agama. Namun terdapat anggapan yang sering diajukan oleh para ahli dalam menghadapi pikiran atau teori Durkheim bahwa pemikiran mengenai harus ada kaitan yang erat antara ilmu dengan tindakan, dapatkah tindakan diukur melalui ilmu ilmiah rasional. Anggapan kedua, untuk membangunmoralitas yang sekuler dapat terlepas dari aspek agama. Anggapan ini merupakan skeptisisme dari jaman pencerahan atas kekuasaan Gereja dan terhadap nilai‑nilai yang diajarkan Gereja.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Durkheim dengan semangat positivistisnya ingin melawan kecenderungan yang serba negatif dari pencerahan, kepercayaannya akan keunggulan ilmu pengetahuan menyebabkan ia tidak merasa memerlukan wahyu. Wahyu adalah sesuatu yang bukan berasal dari pengamatan ilmiah tentang realitas sosial, menurutnya moralitas telah kehilangan kemampuannya sebagai pengikat solidaritas sosial dalarn proses munculnya masyarakat modern.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<h6 align="left" style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hukum Dalam Konteks Perubahan Sosial</h6>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Secara sosiologis perkembangan hukum bisa dikaji melalui dua keruntuhan peradaban, yaitu keruntuhan pada abad ke-14 (jaman pertengahan) dan keruntuhan struktur masyarakat setelah Perang Dunia II (akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikatakan sebagai hasil Revolusi Industri I, sedangkan industrialisasi sekitar Perang Dunia II dikatakan sebagai Revolusi Industri II. Sebagaimana diketahui, setiap kemajuan membawa dan mengakibatkan perubahan mental yang besar. Hal ini terbuktikan dari hasil Revolusi Industri I, dari hasil penyelidikan, terutama menyelidiki <i>impact</i> (akibat) perubahan terhadap masyarakat dalam hubungan dengan usaha pembangunan yang dilakukan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Perubahan secara signifikan dalam konteks perkembangan hukum di Eropa adalah munculnya revolusi industri. Hal ini merupakan implikasi dari : (1) Lahirnya mata uang; (2) Lahirnya kota-kota merdeka dan susunan kota di sekitar pasar (sampai sekarang masih terlihat, di negara-negara, kota-kota Eropa Barat dengan gedung-gedung Kota Praja, Pengadilan dan kantor Pajak yang ada di sekitar pasar); (3) Majunya pelayaran dengan diketemukan kompas; (4) Majunya perdagangan laut; (5) Ditemukan sumber perak dan tembaga yang besar; dan (6) Bertambahnya jumlah dan kekayaan golongan <i>middle class</i>.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Secara ekonomi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa revolusi industri telah mendorong lahirnya liberalisme sebagai acuan berkembangnya masyarakat baru berdasarkan ekonomi pasar bebas. Kemajuan pesat yang dicapai pada masa Revolusi Industri terutama dengan diketemukannya teknik penggunaan atom, penerbangan dan alat komunikasi (radar dan satelit), hal itu telah mengubah secara total susunan masyarakat meskipun masa kini tampak ada kencenderungan mengalami erosi di mana para pakar mulai mencari pola baru untuk membangun peradaban masyarakat yang sudah mengalami erosi.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Mengkaji masyarakat melalui dua proses perubahan itu dapat mengenal dua macam masyarakat dalam kehidupan. Dua macam masyarakat tersebut ada yang telah, sedang maupun belum menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru sebagai akibat dari perubahan jaman. Dengan mengambil ukuran perkembangan yang dialami masyarakat pada abad ke-14 hingga abad ke-20 sampailah pada suatu bangsa yang membagi negara menjadi <i>Metropolis </i>atau Negara Pusat, yaitu negara inti industri, dan <i>Periphery</i> atau Negara Pinggir, yaitu negara yang sedang berkembang, yang baru mengalami industrialisasi sebagai pengaruh atau penetrasi dari negara <i>Metropolis</i>.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Untuk negara-negara <i>Metropolis</i>, industrialisasi pada abad ke-20 yang dijalankan hingga sekarang merupakan revolusi industri yang kedua, sedangkan negara-negara <i>Periphery</i> perkembangannya baru merupakan revolusi industri pertama, di mana dalam revolusi ini negara <i>Periphery</i> sekaligus mengalami revolusi industri pertama dan kedua beserta akibatnya. Hingga Perang Dunia II, negara-negara <i>Periphery</i> memang telah mengalami industrialisasi, tetapi hanya sekedar rembesan saja, yaitu dalam perdagangan dengan dunia luar atau karena pengaruh negara penjajahan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Di Indonesia sejak 1915 hingga 1930 sesungguhnya telah mengalami industrialisasi, yaitu masuknya industri perkebunan yang hasilnya untuk dieksport ke luar negeri dan tentunya dengan menggunakan alat-alat teknologi modern (ukuran pada masa itu) demi peningkatan produksi. Namun setelah dunia mengalami depresi sekitar 1930, industrialisasi di Indonesia macet dan tidak sempat ditingkatkan kembali hingga pecah Perang Dunia II.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Penghentian secara mendadak suatu perkembangan, pengaruh negatifnya antara lain ialah timbulnya banyak pengangguran, sedangkan tuntutan masyarakat sudah mulai meningkat karena orang telah berkenalan dengan kemajuan. Karena itu tidak mengherankan apabila pada masa itu kesadaran hukum masyarakat menurun seperti ditunjukkan setelah abad ke-14 di Eropa perubahan dari <i>Liberalisme</i> ke <i>Laissez-fair.</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Menghadapi tuntutan jaman modern, tidak dapat dihindari banyak nilai lama yang harus ditinggalkan. Kesukaran yang dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang adalah nilai lama telah dibuang sebelum menemukan nilai baru sebagai penggantinya (anomi). Hal itu berbeda dengan pengalaman masyarakat di Eropa, di mana ketika Revolusi Industri-I mencapai titik puncaknya di sana sudah terdapat <i>meddle class</i> yang telah memilik nilai baru yang dapat menampung tantangan jaman untuk melakukan perubahan. Di negara sedang berkembang, karena perkembangan sejarah bangsanya dikuasai oleh orang asing dapat dikatakan belum cukup memiliki golongan <i>middle class </i>yang sadar dan mampu mengubah kondisi sosial. Termasuk di Indonesia di mana golongan <i>middle class</i> dari keturunan asing seperti Belanda, Arab dan Cina nasionalismenya tentu berbeda dengan orang Indonesia asli.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Di sini terjadi interaksi antara “perubahan hukum” dengan “pelapisan sosial” yang bisa menimbulkan dampak berupa konflik horizontal maupun konflik vertikal, yang jika hal itu tidak terkendali sampai pada kondisi hukum tidak berfungsi menjadi semacam api dalam sekam, dan merebaklah main hakim sendiri (<i>eigen richting</i>). Dalam penumpukan rasa tertekan masyarakat yang cukup lama kondisi tersebut berubah menjadi rasa fanatisme sempit dan hal ini potensial untuk timbulnya tindakan anarkis hingga <i>chaos</i>.</div>
<h2 style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.4em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</h2>
<h2 style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.4em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Chaos abad ke-20</h2>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Apabila pada abad ke-14, Revolusi Industri melepaskan manusia dari ikatan-ikatan kolektif menuju ke individualisme dengan mengunggulkan hak individual, pada abad ke-20 Revolusi Industri justru membawa orang dari alam individualisme ke alam kolektivisme. Masa kini orang mulai kembali meminta penghargaan pada hak-hak individual. Untuk mengetahui abad ke-20 sebagai jaman manusia massa (<i>mass society</i>) dapat dilihat dari : (1) Bertambahnya jumlah penduduk yang sangat tinggi (<i>population explosion</i>); (2) Bertambahnya tuntutan akan kemerdekaan dan meningkatnya kebutuhan; (3) Bertambahnya polarisasi kekuasaan ketangan eksekutif; (4) Perlunya spesialisasi sebagai akibat dari berkembangnya organisasi dan <i>oligarchie</i>; (5) Bertambah dalam dan lebar jurang pemisah antara yang berspesialisasi dan yang tidak; (6) Bertambah lebar dan dalam jurang pemisah antara yang diperintah dan yang memerintah; (7) Hilangnya keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan <i>judiceel.</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Masalah penting yang berkaitan dengan manusia massa adalah krisis yang dialami oleh kekuasaan <i>judiceel </i>dalam perubahan hukum<i>. </i>Suatu ciri khas dari <i>mass society</i>, bahwa kekuasaan <i>judiceel</i>makin menjadi lemah, pada hal pada masa itu seharus kuat. Lemahnya kekuasaan <i>judiceel</i>disebabkan oleh jumlah golongan yang makin membesar jumlahnya dan makin kuat, masing-masing berusaha merebut kekuasaan dalam masyarakat demi <i>social control</i>. Dengan kata lain, lemahnya kekuasaan <i>judiceel</i> adalah sebagai akibat dari bertambahnya penduduk, bertambahnya tuntutan serta harapan dari setiap manusia dan golongan karena proses perundang-undangan lambat mengantisipasi sehingga demi legalisasi tuntunan, kekuasaan <i>judiceel </i>dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh kekuatan-kekuatan dominan dalam masyarakat, antara lain dari elit politik, pengusaha, akademisi, militer maupun ahli hukum.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Di Indonesia gejala itu sudah nampak sejak jaman Kolonial Belanda, bahkan memiliki akibat dalam perkembangan politik selanjutnya yang sangat parah, yang mana kekuasaan <i>judiceel</i> diletakkan di bawah kekuasaan eksekutif, atau telah terjadi politisasi kekuasaan <i>judiceel </i>demi kepentingan golongan tertentu. Dalam kondisi ini, kekuasaan <i>judiceel</i> yang seharusnya menjadi penjaga perubahan agar tetap pada arah yang dituju sekaligus sebagai pelindung hak azasi manusia dan kemerdekaan masyarakat tidak mampu memenuhi fungsinya secara optimal.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Berkaitan dengan masalah tersebut, negara yang telah mengalami revolusi industri pertama, umumnya telah berhasil menemukan jalan keluar untuk mengatasi masalah melalui ide <i>welfare-state</i>, dengan mengadakan <i>re-planning</i> yang berpegang teguh pada prinsip <i>free society,</i> atau dengan mejalankan politik <i>checks-and-balances</i> antara kekuasaan <i>judiceel, eksekutif</i> dan <i>legislatif</i>, bahkan dengan memberikan tempat tertinggi kepada Undang-undang Dasar (di atas kepala negara ataupun di sampingnya), juga kekuasaan <i>judiceel</i> sesuai dengan filsafat hukum modern.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Di Jerman dapat dilihat adanya Mahkamah Konstitusi<i> </i>(<i>Verfassungsgericht</i>) sesuai dengan fasal 97 <i>Grundgzets</i>, mahkamah ini diberi tempat tertinggi dalam negara. Di Inggris persoalan ini lebih mudah diatasi, karena di sana sesuai dengan perkembangan demokrasinya, pengadilan selalu mengambil peranan penting sebagai pembela dan pelindung keadilan; tanpa pengadilan dan hakim-hakim yang bijaksana seperti John Seiden dan Edwar Cooks demokrasi di Inggris tidak mungkin sempurna bahkan kedudukan <i>Lord Chief Justice</i> sebagai Hakim Agung adalah setelah keluarga raja yang tidak dapat diremehkan masyarakat. Di samping kedudukan formal, tidak bisa dikesampingkan bahwa parlemen Inggris (yang terdiri dari <i>house of command </i>dan <i>house of lords</i>) terkenal sebagai <i>High court of Justice</i>. Pada jaman di mana parlemen Inggris belum sebaik sekarang, pada abad ke-18 dan 19 anggota-anggotanya juga masih banyak yang mau menerima uang sogok. Pengadilan Inggris memiliki peranan penting, yaitu hak <i>impeachment</i> yang berlaku bukan saja terhadap anggota parlemen maupun para menteri, melainkan juga untuk raja dan keluarganya (fungsi pengadilan di parlemen).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Jelaslah bahwa dari contoh tersebut, jalan untuk menjamin hak-hak azasi manusia selalu terbuka yaitu melalui pengadilan, dan jaminan ini tidak hanya terbatas pada jaminan formal dari hak-hak politisnya melainkan juga dari hak-hak pribadinya. Hal ini tercantum dalam Undang-undang Dasar Jerman Barat, yang pada pasal 1 ayat 1 dan 3 memperlihatkan bahwa martabat manusia tidak dapat diganggu-gugat. Tugas dari semua alat kekuasaan negara adalah melindungi dan menjaganya, dan hak-hak azasi manusia mengikat ketiga kekuasaan dalam negara, yaitu kekuasaan <i>judiceel</i>, kekuasaan <i>legislatif</i> dan kekuasaan <i>eksekutif</i>. Dengan demikian sesuai filsafat hukum di Jerman terdapat empat macam mahkamah (selain Mahkamah Konstitusi), sesuai dengan materi yang diperiksa, yaitu : (1) <i>Finanzgericht</i>; (2) <i>Arbeitsgericht</i>; (3) <i>Verwaltungsgericht; </i>dan (4)<i>Sozialgerich.</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Keempat macam mahkamah itu memberi kesempatan kepada setiap warga masyarakat untuk menuntut ganti rugi apabila ia merasa dirugikan oleh pihak atasan. Di samping itu atas biaya pemerintah (<i>offentliche gelder</i>), setiap warga masyarakat dapat mendapat pertolongan nasehat hukum dalam persoalan-persoalan menuntut ganti kerugian oleh atasan. Demikian pula masih mengenal <i>declaration of human rights</i> yang tidak perlu dibahas lebih lanjut di sini. Melihat semua itu dan membandingkannya dengan keadaan hukum di Indonesia saat ini, maka tidak terjaminnya hak-hak azasi manusia sebagai akibat keadaan politis yang terlalu dominan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Kerangka Teori</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b> </b>Secara umum teori-teori sosiologi hukum berorientasi pada : (1) pembuatan hukum; (2) faktor‑faktor yang berkaitan dengan produk hukum; (3)<i> </i>pelanggaran hukum yang meliputi siapa pelakunya, mengapa sampai terjadi beserta faktor‑faktor yang mempengaruhinya; dan (4)<i> </i>reaksi terhadap pelanggaran hukum melalui proses peradilan dan reaksi masyarakat.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Terdapat tiga perspektif teori yang berkembang dalam sosiologi hukum, yaitu (1) perspektif teori makro (<i>macro theories).</i> Dalarn klasifikasi ini mendeskripsikan korelasi antara hukum dengan struktur masyarakat. Termasuk dalam perspektif ini adalah teori <i>fungsional,</i> teori <i>konflik</i>, teori <i>interaksionisme simbolik, </i>teori <i>anomie, </i>teori <i>pertukaran</i>; (2)<i> perspektif </i>teori<i> </i>meso, untuk mendeskripsikan tentang struktur sosial berserta akibatnya dalam masyarakat sehingga seseorang menjadi jahat. Termasuk dalam teori ini antara lain adalah sistem hukum dan sistem peradilan, teori <i>subculture,</i> teori <i>differential opportunity</i>; dan (3)<i> </i>perspektif teori mikro <i>(micro theories) </i>yang lebih konkret. Teori ini ingin menjawab mengapa seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat melakukan penyimpangan atau kejahatan.<i>. </i>Konkretnya teori‑teori ini lebih bertendensi pada pendekatan psikologis atau biologis, termasuk dalam teori ini adalah <i>Social Control Theory </i>dan <i>Social Learning Theory.</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sementara itu dalam kaitan kohesi sosial di lingkungan masyarakat yang luas dibatasi dalam hal : (1) Struktural berarti dalam pergaulan hidup ada kohesi sosial (saling keterkaitan) jika pergaulan hidup itu mempunyai struktur sosial dan kultural; (2) Fungsionalisme berarti dalam pergaulan hidup ada pengelompokan intermedier lembaga kemasyarakatan, seperti gereja, sekolah, tentara, polisi, dan lain lain yang mempertahankan dan menegakkan struktur serta menjalankan fungsi‑fungsi tertentu. Hobbes sebagai orang pertama yang mencermati problema kohesi sosial pada abad ke XVII di Inggris, pertanyaan yang ingin dijawabannya ialah: “Bagaimana manusia dapat hidup damai dan tenteram di dalam masyarakat yang penuh dengan gejolak” (dalam Ultee, Arts dan Flap, 1996 : 79).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Setelah Hobbes beberapa ilmuwan pun menekuni masalah tersebut, seperti J. Locke (1632 ‑ 1704), Tocqueville (1805 ‑ 1859) dan Comte (1798 ‑ 1857). Mereka mendalami masalah tersebut karena mereka hidup dalam suatu periode yang sarat dengan kekerasan dan kerawanan sosial. Auguste Comte diilhami oleh Revolusi Perancis tahun 1789 dan Tocqueville oleh perang kemerdekaan Amerika Serikat tahun 1776. Saat itu senantiasa didengungkan pertanyaan bagaimana caranya untuk dapat mengembalikan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat ? Dari situlah permasalahan kohesi sosial disebut sebagai problematik ketertiban.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Masalah kohesi sosial dapat didekati melalui dua cara. Pertama‑tama melalui pertanyaan, bagaimana pergaulan hidup di masyarakat tidak pecah berkeping‑keping dalam pengelompokan yang saling benturan ? Kedua, melalui pertanyaan, mengapa dalam pergaulan hidup di masyarakat tampak pihak‑pihak terus-menerus bertarung satu sama lain ? Dengan formulasi demikian, dapat dibandingkan perseteruan antara buruh dengan pemilik modal. Pemikiran pokok di sini ialah bahwa sebuah pergaulan hidup ditandai dan diwarnai oleh keberadaan berbagai pihak yang saling bermusuhan Jadi dengan demikian tidak hidup bersama dengan damai dan tenteram. Dapat juga diajukan pertanyaan, mengapa sebuah pergaulan hidup tidak terdiri atas individu‑ individu yang terisolasi, artinya orang hanya mengarahkan sesuatu pada dirinya dan tidak memiliki ikatan yang erat ? Pertanyaan ini adalah untuk memahami masalah kohesi sosial (E. Durkheim, 1858 – 1917).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Durkheim menyatakan bahwa di dalam masyarakat yang di dalamnya tidak dijumpai kohesi sosial atau ada kohesi sosialnya tetapi terbatas, masyarakat demikian tidak sekedar ditandai oleh kekerasan dari kelompok tertentu terhadap orang-orang dari kelompok yang lain, melainkan juga kekerasan dari orang‑orang terhadap dirinya sendiri yang menjurus ke arah bunuh-diri (<i>Suicide</i>). Teori yang dikaji lebih lanjut oleh Durkheim dinamakan fungsionalisme struktural.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori Fungsional dan Teori Konflik</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori Fungsional menggunakan asumsi dasar bahwa masysrakat terjadi karena adanya konsensus/persetujuan di antara warganya melalui nilai‑ nilai bersifat umum yang kemudian disepakati secara bersama. Teori konflik mempunyai asumsi dasar yang berbeda yaitu dalam masyarakat hanya terdapat sedikit kesepakatan dan orang‑ orang berpegang pada nilai pertentangan. Kedua perspektif tersebut merupakan <i>grand theory</i>, sedangkan dalam konteks <i>lower theory</i> terdapat pemikiran dari John Hagan yang mengklasifikasikan teori menjadi :</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
I . Teori‑teori <i>Under Control </i>atau teori‑teori untuk mengkaji perilaku jahat seperti teori Disorganisasi Sosial, teori Netralisasi dan teori Kontrol Sosial. Teori ini secara umum membahas mengapa ada orang melanggar hukum meskipun kebanyakan orang tidak demikian.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2. Teori‑teori <i>Kultur, Status </i>dan <i>Opportunity </i>seperti teori Status Frustasi, teori Kultur Kelas dan teori <i>Opportunity </i>yang menekankan mengapa adanya sebagian kecil orang menentang aturan yang telah ditetapkan masyarakat di mana mereka tinggal.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3. Teori <i>Over Control </i>yang terdiri dari teori <i>Labeling, </i>teori Konflik Kelompok dan teori Marxis. Teori ini lebih menekankan kepada masalah mengapa orang bereaksi terhadap kejahatan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dari klasifikasi di atas, dapat ditarik konklusi bahwa antara satu klasifikasi dengan klasifikasi yang lain tidak identik tergantung pada teoritisi <i>(dramatis personal) </i>yang mencetuskan. Selain itu, pengklasifikasian teori juga dipengaruhi oleh subyektivitas orang yang melakukan klasifikasi sehingga secara relatif menimbulkan dikotomi dan bersifat artifisial.</div>
<h5 style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.1em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</h5>
<h5 style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.1em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Fungsinalisme Struktural</h5>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pikiran Durkheim berkenaan dengan masalah kohesi sosial dalam masyarakat ialah : (1) Di setiap masyarakat senantiasa dijumpai suatu keterkaitan (kohesi). Dalam masyarakat seperti itu terdapat pengelompokan intermedier atas lembaga‑lembaga kemasyarakatan, sehingga di dalam masyarakat ada semacam suatu struktur tertentu; dan (2) Jika dalam pengelompokan membagi nilai dengan norma‑norma yang sama, maka masyarakat itu memiliki aturan dalam pergaulan hidup, di mana orang‑orang mempunyai ikatan-ikatan erat dalam pengelompokan intermedier, sehingga mereka mengindahkan nilai‑nilai dan norma pergaulan hidup tersebut.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hal-hal tersebut membawa kohesi sosial lebih besar dalam masyarakat. Teori Durkheim berbicara tentang nilai‑nilai dan norma‑norma yang dianut bersama dalam masyarakat, sedangkan August Comte berbicara mengenai persamaan umum dalam pergaulan hidup, tanpa hal itu menurutnya tidak mungkin terdapat ketertiban dalam masyarakat (dalam Ultee, Arts dan Flap, 1996). Ide Durkheim mengenai perlunya kelompok‑kelompok intermedier dalam pergaulan hidup, dijumpai pula dalam benak Tocqueville. Menurutnya hal itu penting bagi antar hubungan dalam pergaulan agar orang dapat menggabungkan diri dengan berbagai perkumpulan atau partai politik. Untuk maksud tersebut perlu ditetapkan dalam undang‑undang adanya kebebasan bersekutu dan mengemukakan pendapat, sebab jika orang diberi kebebasan untuk bergabung dalam perkumpulan, maka masyarakat akan tetap beradab dan tertib.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kebebasan orang untuk bergabung dalam suatu perkumpulan intermedier, misalnya dalam persekutuan gereja, perkumpulan olah-raga, atau perhimpunan warga rukun tetangga. Pengelompokan‑pengelompokan seperti ini merupakan fenomena pengakhiran atas kehidupan manusia secara sendiri-sendiri. Jalan pikiran Durkheim menggambarkan bahwa suatu pergaulan hidup ditandai oleh keterikatan yang kokoh antar warganya, jika tidak indikasinya adalah nampak pada angka bunuh diri akan meningkat. Pengelompokan‑pengelompokan intermedier menganut dan menerapkan norma‑norma dan nilai‑ nilai tertentu. Orang mencela bunuh diri dalam masyarakat yang terintegrasi secara ketat dan akrab di mana mereka lebih taat pada norma yang telah disepakati, dalam hal ini pencelaan terhadap pengakhiran kehidupan diri sendiri (bunuh diri). Akibatnya ialah peluang, bahwa orang‑orang yang hidup di dalam masyarakat seperti itu melakukan tindakan bunuh diri, kecil sekali.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Permasalahan bunuh diri itu tetap aktual. Drion adalah nama seorang Senator di Belanda yang pada tahun 2000 menelan pil untuk mengakhiri kehidupannya (<i>euthanasia</i>). Motifnya ialah ia tidak mempunyai keinginan untuk hidup lebih lama, ia sudah tua dan mengalami kesepian bahkan kehidupannya tidak memberi perspektif lagi bagi dirinya. Pengakhiran hidup Drion terselenggara melalui bantuan seorang dokter yang memberi pil kepadanya. Namun undang-undang tidak memperkenankan hal tersebut. Sementara itu di Belanda berlangsung diskusi yang mempertanyakan hal tersebut, sejauhmana orang boleh bertindak mengakhiri kehidupannya sendiri ? Dan sejauhmana pula para dokter boleh memainkan peranan dalam peristiwa ini ? Orang mau mati sendiri aja kok dilarang ?</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Apa yang sesungguhnya menggerakkan pikiran Durkheim untuk mengkaitkan kohesi sosial dengan pengakhiran kehidupan itu ? dan prediksi‑prediksi apa saja yang dapat dijabarkan dari teorinya ? Durkheim menguji teorinya pada data dan informasi yang tersedia tentang pengakhiran hidup. Dari penelitiannya ia menemukan hal‑hal yang menunjukkan bahwa di Eropa pada akhir Abad ke XIX di antara orang‑orang Katolik terjadi lebih sedikit bunuh diri daripada orang‑orang Protestan. Kehidupan masyarakat pada waktu itu menunjukkan kondisi “involusi”, di mana peradaban setelah mengalami kemajuan pesat dengan berkembangnya revolusi industri terjadi kontradiksi dan dekadensi moral yang amat parah.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Durkheim menyatakan bahwa, orang‑orang yang kaitan integratifnya lebih kokoh dalam suatu pengelompokan keagamaan maka peluang untuk bunuh diri pada orang‑orang ini lebih kecil. Para penganut Katolik pada akhir Abad ke XIX di Eropa lebih kokoh terintegrasi dalam pengelompokan keagamaan daripada kaum Protestan, maka angka rata-rata tindakan bunuh diri antara orang Katolik lebih sedikit daripada orang Protestan. Dalil Durkheim bahwa kaum Katholik merupakan pengelompokan keagamaan yang lebih kokoh daripada kaum Protestan didasarkannya antara lain pada petunjuk per 1000 orang penganut Protestan lebih sedikit jumlah Pendetanya daripada jumlah Pastor per 1000 orang Katolik.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pertanyaan yang selanjutnya dilontarkan oleh Durkheim ialah, apakah peluang pengakhiran hidup lebih kecil dalarn hal semakin kokohnya pengintegrasian dalam sebuah pengelompokan keagamaan ? Untuk menjawab pertanyaan ini Durkheim melakukan pengujian pada realita pergaulan hidup mereka. Semakin kokoh orang- orang terintegrasi dalam sebuah kelompok keagamaan, semakin kecil peluang untuk melakukan pengakhiran hidup sendiri. Orang Katolik yang tidak banyak menikmati pendidikan lebih kokoh terintegrasi dalam pengelompokan keagamaan daripada kaum Protestan yang lebih banyak menikmati pendidikan. Dugaan ini menjurus ke arah asumsi bahwa, kaum Katolik yang tidak banyak menikmati pendidikan pada hakikatnya punya peluang yang lebih kecil untuk melakukan bunuh diri ketimbang kaum Katolik yang lebih banyak menikmati pendidikan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Bertolak dari kesimpulan tersebut bahwa, orang‑orang yang telah menikmati pendidikan lebih banyak, telah belajar untuk berfikir mandiri dan tidak begitu cepat untuk menelan begitu saja ajaran agama. Orang‑orang yang menikmati pendidikan yang layak sangat kritis terhadap pendapat orang lain. Dari penelitian yang dilakukan ternyata orang‑orang Katolik yang telah menikmati pendidikan yang layak ternyata juga memiliki peluang besar untuk melakukan bunuh diri.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Penelitian ini dilakukan Durkheim atas fenomena pengakhiran kehidupan sendiri di antara orang‑orang yang telah kawin dan yang belum kawin. Jalan pikiran itu adalah jika orang‑orang lebih kokoh terintegrasi ke dalam ikatan keluarga, maka peluang untuk melakukan tindakan pengakhiran kehidupan sendiri lebih kecil. Orang‑orang yang telah kawin lebih kokoh integrasinya dalam ikatan keluarga dari pada orang‑orang yang belum kawin. Maka dari itu peluang orang‑orang yang telah kawin untuk melakukan tindakan bunuh diri lebih kecil daripada orang‑orang yang belum kawin.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Asumsi itu diuji oleh Durkheim terhadap kenyataan hidup sehari‑hari di mana dalam suatu keluarga peluang untuk melakukan tindakan bunuh diri itu lebih kecil. Orang‑orang yang telah kawin dan punya anak lebih kokoh terintegrasi dalam ikatan keluarga daripada orang‑orang yang telah kawin tanpa anak. Karena itu orang yang telah kawin dan punya anak memiliki peluang melakukan tindakan bunuh diri lebih kecil daripada orang‑orang yang telah kawin tanpa anak. Dari studi statistik tentang pengakhiran kehidupan sendiri ternyata bahwa prediksi‑prediksi Durkheim cocok dengan apa yang ada dalam kenyataan, memang benar bahwa orang‑orang yang telah kawin dan tidak mempunyai anak lebih sering melakukan bunuh diri daripada orang‑ orang yang telah kawin memiliki anak.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dari contoh yang diberikan di atas terdapat dua pengelompokan intermedier, yakni sebuah pengelompokan gerejawi dan pengelompokan keluarga. Di samping itu Durkheim juga meneliti relasi antara pengakhiran kehidupan sendiri dengan lain‑lain jenis pengelompokan, antara lain keanggotaan sebuah partai politik. Dalam hal ini ramalannya adalah sesuai dengan realita : “semakin orang-orang kokoh terintegrasi dalam suatu ikatan politik, maka semakin kecil pula peluang untuk melakukan bunuh diri”. Atas dasar temuan hasil penelitiannya, Durkheim tiba pada sebuah premis yang menyatakan : “Semakin orang-orang lebih kokoh terintegrasi dalam pengelompokan intermedier apapun, maka peluang mereka akan melakukan bunuh diri lebih kecil”.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dari premis itu dapat diajukan pertanyaan : Sebenarnya apa yang merupakan ciri dari pengelompokan‑pengelompokan intermedier ? Kesamaan apa yang dimiliki oleh sebuah kelompok keagamaan, sebuah keluarga maupun sebuah partai politik ? Persoalannya ialah, pengelompokan‑pengelompokan itu semuanya mempergunakan dan menerapkan nilai‑nilai dan norma‑norma tertentu. Salah satu dari nilai‑nilai dan norma‑norma ini adalah bahwa pengakhiran kehidupan sendiri itu tercela. Jadi semakin kokoh seseorang terintegrasi dalam pengelompokan itermedier, semakin kuat norma pengakhiran kehidupan sendiri tidak diperkenankan, lebih ketat ditaati.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori Durkheim tersebut terkenal sebagai teori “integrasi”. Penting untuk dipahami bahwa teori‑teori harus dapat diuji dengan realita (empiri). Oleh karena itu di dalam ilmu pengetahuan kita berbicara juga tentang pengujian empiris. Lain‑lain contoh bunuh diri yang lebih ekstrim dilakukan oleh orang‑orang yang merupakan anggota sebuah pengelompokan yang di dalamnya pengakhiran kehidupan sendiri tidak merupakan perbuatan tercela, hal ini bisa dijumpai pada organisasi‑organisasi teroris, seperti IRA di Irlandia Utara dan <i>Rote Armee Fraktion</i> di Jeman, yang paling mutakhir adalah peristiwa kelabu 11 September 2001, ditabrakannya gedung kembar <i>World Trade Centre</i> di New York oleh teroris dengan pesawat terbang komersial.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Persons pada awal Abad ke XX mengkritisi teori Durkheim. Pendapatnya ialah apabila sebuah pengelompokan memaksakan kepada anggotanya nilai-nilai tertentu dengan lebih ketat, dan jika anggota-anggota kelompok ini lebih menghayati nilai-nilai tersebut, maka naggota-anggota ini lebih menaati pula nilai-nilai itu. Proses pertama yakni memaksakan dengan lebih ketat nilai-nilai tersebut, disebut Parsons sebagai “proses sosialisasi”. Semakin pengelompokan lebih menjelaskan nilai-nilai tertentu kepada anggota-anggotanya dan meletakkan nilai-nilai itu kepada anggota-anggotanya secara ketat, maka semakin anggota-anggota ini lebih mensosialisasikan nilai-nilai tersebut dengan lebih ketat lagi. Proses kedua disebut Persons “proses internalisasi”. Dalam hal ini yang menjadi soal ialah anggota‑anggota kelompok yang menghayati nilai‑nilai dan mengamalkannya. Kritik Persons pada hakikatnya adalah semakin anggota‑anggota pergaulan hidup lebih ketat disosialisasikan norma‑norma dan nilai‑nilai ke dalam dirinya dan bahkan mereka telah lebih meresapi internalisasi nilai‑nilai tersebut, anggota‑anggota pergaulan hidup ini semakin mematuhi norma‑ norma dan nilai‑nilai tersebut dengan lebih ketat lagi (Talcot Persons, 1966).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Telah dijelaskan bahwa pengelompokan intermedier menjalankan beberapa fungsi tertentu di masyarakat. Terkait dengan fungsionalisme suatu lembaga pra-syarat bagi kohesi sosial ialah di dalam masyarakat harus memiliki struktur dan kultur sosial, yang mana komponen itu ditegakkan oleh kelompok-kelompok intermedier. Institusi-institusi kemasyarakatan tersebut melakukan fungsi‑fungsi tertentu di dalam masyarakat. Misalnya bagaimana fungsionalisme lembaga pendidikan dan pengajaran memberi sumbangan bagi pembinaan anak-anak. Pendidikan secara sadar dimaksud untuk mencapai sebuah tujuan tertentu, begitu pula keluarga melakukan suatu fungsi dalam pergaulan hidup, yakni mengasuh dan mendidik anak‑anak. Sejalan dengan hal itu adanya pelayanan kesehatan adalah untuk tersedianya sarana untuk memberantas penyakit yang berjangkit di masyrakat. Dalam hal ini perlu relevansi dari fungsi‑ fungsi institusi kemasyarakatan untuk melayani masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh institusi tertentu.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Namun betapa pun baiknya struktur sosial dan kultural dari sebuah pergaulan hidup dapat pula membawa akibat‑akibat yang tidak dipersangkakan bagi pergaulan manusia, yaitu pengelompokan intermedier atau institusi kemasyarakatan misalnya tidak mengedepankan tujuan untuk memperkecil kebodohan atau berkembangnya suatu penyakit dalam masyrakat. Meskipun demikian masih tampak integrasi yang kokoh dari para anggota pengelompokan intermedier, sehingga kemanfaatan institusi itu masih terasa. Namun jika kemanfaatan institusi semakin kecil. Maka akan terjadi ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemanfaatannya. Dalam hal inilah terjadi disfungsi dari suatu lembaga (institusi).</div>
<h5 style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.1em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori Anomi Durkheim</h5>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori anomi lahir dan berkembang berdasarkan kondisi sosial <i>(social heritage) </i>hasil revolusi industri yang memunculkan <i>great depression </i>di Prancis dan sebagian besar daerah Eropa pada tahun 1930‑an berupa deregulasi tradisi sosial, sebagai efek dari reaksi individu dan lembaga sosial. Di sini menunjukkan betapa pentingnya analisis struktur sosial yang melatarbelakangi usaha <i>social</i><i>reform </i>dengan fokus penyusunan kembali masyarakat.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Untuk pertama kali istilah anomi<i> </i>diperkenalkan oleh Emile Durkheim yang diartikan sebagai suatu keadaan tanpa norma (the <i>concept of anomie referred to on absence of social regulation normlessness). </i>Kemudian dalam buku <i>The Division of Labor in Society (1893) </i>Durkheim mempergunakan istilah anomi untuk mendeskripsikan keadaan <i>deregulation </i>dalam masyarakat yang diartikan sebagai tidak ditaatinya aturan‑aturan yang terdapat pada masyarakat sehingga orang tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain dan keadaan ini mengakibatkan deviasi atau kegalauan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Menurut Durkheim, teori anomi<i> </i>mengandung tiga unsur, yaitu : (1) Manusia adalah mahluk sosial <i>(man is social animal); </i>(2) Keberadaan manusia sebagai mahluk sosial <i>(human being is a social animal)</i>, dan (3) Manusia cenderung hidup bermasyarakat dan keberadaannya sangat tergantung pada masyarakat tersebut sebagai koloni <i>(tending to live in colonies, and hislher survival dependent upon moral conextions). </i>Istilah anomi<i> </i>kemudian dikemukakan Durkheim dalam bukunya yang terkenal berjudul <i>Suicide (1897) </i>yang mengemukakan asumsi bunuh diri di masyarakat sebagai akhir puncak dari anomi<i> </i>karena keadaan sosial berupa <i>social integration </i>dan <i>social regulatiom.</i>Skema asumsi Durkheim tersebut adalah sebagai berikut :</div>
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="border: 0px; margin: 0.5em 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><tbody>
<tr><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="203"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Social Conditions</b></div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="207"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>High</b></div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="203"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Low</b></div>
</td></tr>
<tr><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="203"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Social integration</div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="207"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Altruism</div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="203"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Egoism</div>
</td></tr>
<tr><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="203"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Social regulation</div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="207"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Fatalism</div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="203"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Anorni</div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Selanjutnya Durkheim mengemukakan bahwa bunuh diri berasal dari tiga kondisi sosial yang menekan <i>(stress), </i>yaitu: (1) deregulasi kebutuhan atau anomi; (2) regulasi yang keterlaluan atau fatalism; dan (3) kurangnya integrasi struktural atau egoisme. Fenomena <i>suicide </i>tersebut menunjuk bahwa proses sosialisasi dari seorang individu kepada suatu nilai budaya <i>altruistic </i>mendorong yang bersangkutan untuk melaksanakan bunuh diri. Hal ini berbeda dengan fenomena <i>stress. </i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa, apabila peluang untuk mengakhiri kehidupan sendiri dalam pergaulan menjadi lebih kecil, maka semakin erat pula pergaulan hidup warga masyarakat itu terintegrasi dalam struktur sosial. Demikian pula bahwa peluang untuk melakukan tindakan pengakhiran kehidupan sendiri akan menjadi lebih kecil, jika berbagai unsur kebudayaan saling menggabungkan diri secara lebih dekat satu sama lain. Unsur-unsur kebudayaan itu terdiri dari norma‑ norma dan nilai‑nilai. Nilai‑nilai merupakan tujuan yang telah ditentukan, sedangkan norma‑norma sebagai sarana tertentu yang dimiliki untuk mencapai tujuan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sebagai contoh, polisi menetapkan tujuan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan berlalu‑lintas. Pokok persoalan yang melatarbelakangi hal tersebut ialah keselamatan manusia itu merupakan suatu kenyataan penting yang hanya bisa dicapai bila keamanan lalu-lintas ditingkatkan. Polisi mencoba mencapai tujuan tersebut agar sesedikit mungkin nyawa manusia menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Untuk meningkatkan keamanan perlu adanya sarana dan prasarana, uang diperlukan untuk membangun jalan‑jalan yang aman dan memasang rambu‑rambu lalu‑lintas. Dalam kenyataan bisa dilihat betapa kurang tersedia sarana dan prasarana secara memadai untuk mencapai tujuan tersebut. Sudah barang tentu tidak dapat dihindarkan akan jatuhnya korban manusia. Yang penting ialah semua anggota masyarakat sama‑sama sepakat dengan visi penguasa bahwa setiap orang menghendaki sesedikit mungkin hilangnya nyawa manusia dalam berlalu‑lintas? Bahkan semua anggota masyarakat sepakat agar penguasa mempergunakan sebagian uang pajak yang dipungut untuk memperbaiki jalan‑jalan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Namun dalam kenyataan juga bisa dilihat bahwa ada anggota masyarakat yang tidak menyetujui kesepakatan tersebut. Dengan demikian di dalam masyarakat selalu ada kelompok manusia yang menentang pendirian pemerintah. Jika sejumlah besar manusia tidak menerima atau menolak kebijakan penguasa, maka seringkali hal ini berlanjut dengan bentuk demonstrasi atau protes. Dapat pula terjadi bahwa maksud dan tujuan anggota masyarakat tidak seimbang dengan alat‑alat yang tersedia. Dalam situasi seperti ini Durkheim berbicara tentang anomi yang digambarkan dalam benak kita situasi‑situasi yang di dalamnya tidak terdapat norma‑norma yang memadai, sehingga menyebabkan orang‑orang membuat target‑target tertentu, di samping itu tidak tersedia alat‑alat dan perlengkapan yang memadai untuk menerapkan norma-norma tadi. Di sini Durkheim membedakan bentuk-bentuk anomi, antara lain anomi ekonomi dan anomi yang bertalian dengan masalah perkawinan. Sebagai contoh bentuk pertama bisa dilihat pada angka bunuh diri yang membengkak setelah terjadi kehancuran bursa keuangan. Pengakhiran kehidupan sendiri pada anomi ekonomi terutama muncul pada kaum pemilik modal (dalam Ultee, Arts dan Flap, 1996 : 89). Contoh gejala anomi yang bertalian dengan masalah ikatan perkawinan ialah bunuh diri di antara para suami dan isteri yang putus perkawinan karena perceraian lebih besar terdeteksi daripada di antara para duda dan janda.</div>
<h5 style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.1em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori Anomi Robert K. Merton</h5>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pada tahun 1938, Robert K. Merton mengadopsi konsep anomi<i> </i>Durkheim untuk menjelaskan deviasi di Amerika Serikat. Konsepsi Merton tersebut sebenarnya dipengaruhi <i>intelectual heritage </i>Pitirin A. Sorokin (1928) dalarn bukunya <i>Contemporary Sociological Theories </i>dan Talcot Parsons (1937) dalam buku <i>The Structure of Social Action.</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Di Amerika Serikat, Merton memperluas teori anomi Durkheim berlangsung sekitar pertengahan Abad ke-20, dia mengamati bahwa di Amerika Serikat lebih banyak kejahatan‑kejahatan yang dilakukan orang daripada di Eropa. Apa sebabnya ? Merton mencoba memberikan klarifikasi tentang hal itu berdasarkan teori anomi dengan melontarkan pertanyaan apa sebabnya orang‑orang memperlihatkan perilaku menyimpang ? Jauh sebelum Merton sesungguhnya para ilmuwan lain telah mengkaji masalah tersebut, termasuk para filsuf. Mereka menyatakan bahwa, manusia menurut kodratnya adalah egoistis, bahkan cenderung ingin mengguntungkan dirinya sendiri sebesar-besarnya. Menghadapi perilaku seperti ini hanya dapat diatasi dengan jalan mengancam manusia dengan hukuman melalui perundang‑undangan. Ini nampak dari frekuensi kejahatan di Amerika Serikat yang tinggi karena hukuman terhadap pelanggaran undang‑undang lebih ringan daripada di Eropa, sehingga bisa dikatakan bahwa di Amerika Serikat lebih banyak para pelanggar undang-undang.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Merton memunculkan pernyataan yang sama sekali berbeda. Menurutnya di Amerika Serikat terjadi lebih banyak pelanggaran undang‑undang, satu dan lain hal karena bukan saja adanya hukuman, melainkan ada pula ganjaran yang tersedia. Apa yang dimaksud dengan hal tersebut ? Di Amerika Serikat terdapat sifat positif seperti semangat usaha dan ambisi mendapat dorongan besar. Untuk mencapai keberhasilan orang harus belajar dengan sungguh‑sungguh, kerja keras dan banyak rnenabung. Namun ada sisi lain yang tidak menyenangkan bahwa sifat positif seperti ini bisa pula menjurus ke arah perilaku kriminal.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dari kondisi tersebut Merton melihat ada relasi antara bunuh diri, pelanggaran norma dan kriminalitas. Bertolak dari teori anomi Durkheim, Merton mendalilkan sebagai berikut: (1) Anomi menyebabkan angka pengakhiran kehidupan sendiri yang lebih tinggi. Pengakhiran kehidupan sendiri, oleh masyarakat dianggap sebagai suatu pelanggaran terhadap norma pergaulan hidup. Namun jalan pikiran Merton berbeda, mengapa anomi semata-mata menjurus kepada pengakhiran kehidupan sendiri ? Menurutnya anomi umumnya dapat menyebabkan pelanggaran setiap norma apa pun juga. (dalam Ultee, Arts clan Flap, 1996: 96); dan (2) Di dalam banyak pergaulan hidup telah diatur dengan undang‑undang bahwa orang yang menggunakan atau mencuri hak milik orang lain, dihukum. Akibat hal tersebut dalam pergaulan hidup bisa berlangsung anomi, maka tindak kriminalitas meningkat. Dalam pikiran Merton, problema pengakhiran kehidupan dan permasalahan kriminalitas dipandang sebagai persoalan pelanggaran norma. Pelanggaran norma seperti bunuh diri, pembunuhan, pencurian dan lain-lain mengungkapkan adanya “kohesi sosial” yang lemah di dalam sebuah masyarakat. Dengan memperluas teori anomi Durkheim yang membatasi diri pada problema pengakhiran hidup lewat pelanggaran norma pada umumnya, Merton memberikan ruang lingkup lebih besar bagi teori ini. Dengan demikian nampaknya Merton memperoleh pengertian yang lebih layak lagi dalam membahas problematik kohesi, sebagaimana hal itu dijelaskan oleh paham fungsionalisme struktural.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam pendekatan Durkheim mengenai pengertian anomi, ia mendasarkan terutama pada pandangan psikologi dan biologi. Mengapa banyak pemilik modal melakukan tindakan bunuh diri setelah ada krisis keuangan ? Ini disebabkan karena orang‑orang tersebut telah melakukan tindakan‑tindakan spekulasi dengan uang dan telah kehilangan segala‑galanya. Menurut Durkheim, kodrat manusia itu senantiasa berusaha untuk mempunyai hak milik yang lebih banyak, prestise yang mulia dan kekuasaan yang besar. Mereka tidak puas dengan apa yang telah ada. Target‑target yang mereka ingin capai adalah ambisius, sedangkan mereka tidak memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk mencapai target‑target tersebut.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Robert K Merton juga ingin mencari latar belakang untuk mengklarifikasi hal itu. Kemudian ia mengemukakan bahwa kesenjangan antara tujuan dan alat tidak dapat diterangkan dari sudut psikologi atau biologi, tetapi adalah akibat dari kultur dan struktur pergaulan hidup. Merton mencari sebuah sudut masuk sosiologis dan mengembangkannya dalam suatu kebudayaan. Menurutnya setiap orang dapat mencapai cita-cita melalui kerja keras, memiliki ambisi, menabung dan mencari ilmu dengan tekun. Seperti diuangkapkan di dalam Kitab Undang‑Undang Hukum Pidana hal‑hal apa saja yang tidak boleh dilakukan untuk mencapai tujuan. Tentu saja orang bisa mendapat uang dengan cepat dengan cara merampok sebuah bank, namun undang‑undang tidak memperkenankannya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Merton memastikan bahwa, terdapat jurang pemisah antara di satu sisi ambisi‑ ambisi atau tujuan‑tujuan yang ditetapkan oleh kebudayaan (mencapai sukses), di sisi lain kemungkinan‑kemungkinan untuk mencapai hal itu (puncak). Bagi sejumlah besar warga hal tersebut tidak mungkin mencapai puncak, mereka yang tinggal di daerah kumuh atau yang dibesarkan di dalam gubuk tidak memperoleh pendidikan yang baik, karenanya tidak mempunyai pekerjaan yang layak, bahkan tidak mampu menabung uang untuk membuka usaha sendiri. Orang seperti ini tidak punya cukup dana dan sarana untuk mewujudkan tujuannya. Sebuah situasi yang di dalamnya terjadi “gap” antara tujuan dengan dana serta sarana yang tersedia, atau gap antara tujuan dengan cara untuk mencapainya disebut oleh R. K. Merton sebagai anomi.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam kenyataan orang‑orang yang berada di jenjang paling bawah juga ingin mencapai puncak meskipun tanpa memiliki dana dan sarana untuk itu, karena itu mereka hanya dapat melakukannya melalui satu cara, yakni dengan jalan kriminalitas. Yang penting ialah, bahwa internalisasi nilai‑nilai positif (berhasil mencapai puncak) pada orang‑orang yang berada di jenjang paling bawah meresap lebih kuat daripada pemberitahuan bahwa beberapa tindakan tertentu dilarang undang‑undang.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam kebudayaan negara‑negara di Eropa, hal tersebut tidak digarisbawahi bahwa peluang dan kesempatan tidak terbatas adanya. Tidak sia-sia orang berbicara soal impian, namun tidak mudah untuk menyatakannya. Mengenai jurang pemisah, dikonstatir oleh Merton bahwa antara tujuan, dana dan sarana pada hakikatnya tidak banyak dijumpai. Di masyarakat pun bermunculan kejahatan yang terus meningkat sebagai akibat sulitnya mencari peluang.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pokok pikiran Robert K Merton menyebabkan pengadaptasian teori fungsionalisme struktural. Di bagian awal telah dijelaskan bahwa Durkheim telah merumuskan teorinya tentang fungsionalisme struktural terhadap kaitannya dengan permasalahan kohesi sebagai berikut semakin anggota-anggota masyarakat lebih kokoh terintegrasi dalam masyarakat, semakin kuat mereka mematuhi nilai-nilai dan norma‑norma masyarakat yang bersangkutan. Di dalam pendekatan Merton, pertanyaan tersebut diformulasikan sebagai berikut apabila dalam sebuah pergaulan hidup norma‑ norma dan nilai‑nilai tentang tujuan-tujuan yang harus dicapai untuk para anggota pergaulan hidup tidak bisa diseimbangkan dengan dana dan sarana yang perlu disediakan untuk mencapai tujuan, maka peluang orang‑orang melakukan tindakan kriminal lebih besar. Di sini Merton menumbuh kembangkan teori Durkeheim lebih lanjut.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Durkheim dapat meyakinkan orang bahwa anomi dapat memberikan peluang untuk bunuh diri, namun belum dapat memberi jawaban atas pertanyaan apakah hal ini berlaku bagi semua anggota masyarakat secara sama dan merata. Seperti diketahui Merton telah memperluas teori Durkheim dengan mengemukakan, bahwa anomi hanya mengakibatkan peluang yang lebih besar untuk tindakan pengakhiran hidup sendiri, namun anomi menjurus ke arah pelanggaran norma pada umumnya. Hal ini menggarisbawahi bahwa kriminalitas merupakan pelanggaran. Selanjutnya Merton mengajukan pertanyaan : orang-orang manakah yang akan mencoba merealisasikan ambisinya (mencapai puncak) melalui dana dan sarana, dan orang‑orang manakah yang tidak akan melakukan ? dan orang‑orang manakah akan mencoba mewujudkan ambisi‑ambisinya melalui dana dan sarana illegal, artinya melalui perilaku kriminal ?</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam hubungan ini perlu disimak hal‑hal sebagai berikut : (1) dalam sebuah masyarakat dapat membedakan beraneka-ragam pengelompokan‑pengelompokan atau kelas manusia (misalnya manusia yang termasuk golongan kelas menengah ke atas dan manusia yang berada di jenjang paling bawah tangga masyarakat); dan (2). kita harus membedakan di sini antara tujuan‑tujuan yang ingin dicapai serta dana dan sarana yang diperlukan untuk itu.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dari uaraian di atas dapat dikatakan bahwa Merton meredifinisi konsep anomi<i> </i>sebagai ketidaksesuaian atau timbulnya diskrepansi/perbedaan antara <i>cultural</i> <i>goals </i>dan <i>institutional means, </i>akibat cara masyarakat diatur (struktur masyarakat) dengan pembagian kelas. John Hagan menilai, teori anomi Merton berorientasi pada kelas <i>(“Merton is in exploring variations in crime and deviance by social class”</i>)<i>. </i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori anomi<i> </i>Merton pada mulanya mendeskripsikan korelasi antara perilaku delinkuen dan tahapan tertentu pada struktur sosial akan menimbulkan, melahirkan, dan menumbuhkan suatu kondisi terhadap pelanggaran norma masyarakat yang merupakan reaksi normal. Untuk itu ada dua unsur bentuk perilaku delinkuen yaitu unsur dari struktur sosial dan kultural. Konkretnya, unsur kultur melahirkan <i>goals</i> dan unsur struktural melahirkan <i>means. </i>Secara sederhana, <i>goals </i>diartikan sebagai tujuan dan kepentingan membudaya meliputi kerangka aspuasi dasar manusia. Sedangkan <i>means </i>diartikan aturan dan cara kontrol yang melembaga dan diterima sebagai sarana mencapai tujuan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Karena itu, Merton membagi norma sosial berupa tujuan sosial (<i>sociatae goals</i>) dan sarana‑sarana yang tersedia (<i>acceptable means) </i>untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam perkernbangan berikutnya, pengertian anomi mengalami perubahan dengan adanya pembagian tujuan dan sarana dalam masyarakat yang terstruktur. Dalam pencapaian tujuan, ternyata tidak setiap orang menggunakan sarana yang tersedia, tetapi ada juga yang menggunakan cara tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Aspek ini dikarenakan, menurut Merton, struktur sosial berbentuk kelas‑kelas sehingga menyebabkan adanya perbedaanperbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Misalnya, mereka yang berasal dari kelas rendah (<i>lower class</i>) mernpunyai kesempatan lebih kecil dalam mencapai tujuan bila dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas tinggi (<i>uper class</i>). Kemudia Merton menyampaikan lima cara untuk mengatasi anomi dalam setiap anggota kelompok masyarakat dengan tujuan membudaya (<i>goals</i>) dan cara melembaga (<i>means</i>), seperti pada tabel di bawah ini.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Model of Adaptation</b></div>
<table border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" style="border: 0px; margin: 0.5em 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><tbody>
<tr><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="244">Adjustment/adaptationforms</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="174">Cultural goals</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="209">Institutionalized means</td></tr>
<tr><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="244"><ol style="border: 0px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Conformity</li>
</ol>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="174"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
+</div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="209"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
+</div>
</td></tr>
<tr><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="244">2. Innovation</td></tr>
</tbody></table>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3. Ritualism</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
4. Retreatism</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
+</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
-</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
-</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
-</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
+</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
-</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
5. Rebelion</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
+/-</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
+/-</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Keterangan:</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<i>+ acceptances </i>(penerimaan)</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
– <i>ellimination </i>(penolakan)</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<i>+/- rejection and subtitution of new goals and means </i>(penolakan dan penggantian tujuan dan cara baru)</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kelima bentuk penyesuaian diri tersebut adalah sebagai berikut:</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1.<i> Conformity </i>(menyetujui) adalah suatu keadaan di mana warga masyarakat tetap menerima tujuan dan sarana‑sarana sah (<i>legitimate mean</i>) yang terdapat di dalarn masyarakat karena adanya tekanan moral. Meskipun mereka memiliki sarana yang terbatas tetapi tidak melakukan penyimpangan, mereka melanjutkan pencapaian tujuan budaya dan percaya atas legitimasi sarana-sarana konvensional dengan mana kesusksesan akan dicapai.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2.<i> Innovation </i>(pembaharuan) adalah keadaan di mana tujuan dalam masyrakat diakui dan dipelihara, akan tetapi rnengubah sarana-sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Mereka tetap meyakini sukses yang dianggap berharga, namun beralih menggunakan sarana jika menemui halangan terhadap sarana yang digunakan untuk mencapai kesusksesan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3.<i> Ritualism </i>(tatacara keagamaan) yaitu keadaan di mana warga rnasyarakat menolak tujuan yang telah ditetapkan namun sarana-sarana yang telah ditentukan tetap dipilih. Dengan demikian mereka meredakan ketegangan dengan menurunkan skala aspirasi sampai pada batas yang bisa mereka capai daripada mengejar tujuan budaya kesuksesan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
4.<i> Retreatism </i>(penarikan diri) yaitu keadaan di mana warga masyarakat melepaskan tujuan budaya sukses dan sarana-sarana sah yang telah disediakan masyarakat. Mereka melarikan diri dari syarat-syarat masyarakat dengan cara menyimpang, misalnya mabok-mabokan, pecandu narkoba hingga puncaknya bunuh diri.<i></i></div>
<ol style="border: 0px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;"><i>5. </i><i>Rebellion </i>(pemberontakan) yaitu keadaan di rnana tujuan dan sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak, berusaha untuk mengganti atau mengubah seluruhnya. Meraka juga menginginkan untuk mengubah sistem melalui <i>social disobidien </i>(pembangkangan sosial)<i>.</i></li>
</ol>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dari skema penyesuaian diri Merton tersebut : <i>inovasi, ritualisme, penarikan diri </i>dan <i>rebellion </i>adalah bentuk penyesuaian diri yang menyimpang dari norma‑norma yang berlaku. Karena itu, pengadaptasian yang gagal pada struktur sosial merupakan fokus dari teori Merton <i>(Problems of acces to legitimate means ofachieving the goals are thefocus of Anonde Theory). </i>Sebagai suatu teori, anomi<i> </i>merupakan kelompok teori <i>abstrak/ macro theoriess </i>dalam klasifikasi teori positif Frank P. William dan Marilyn McShane, atau dari pendekatan secara <i>sociological </i>(Frank Hagan). Teori anomi Merton diperbaiki oleh Cloward & Ohlin (1959)<i> </i>dengan menyampaikan teori <i>differential opportunity</i>. Cloward & Ohlin mengatakan bahwa sebenarnya ada cara‑cara untuk mencapai sukses, yaitu cara yang disebutnya <i>legitimate </i>dan<i> illegitimate</i>. Sedangkan Merton hanya mengakui cara yang pertarna.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Teori Kontrol</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori kontrol sering disebut juga sebagai teori Kontrol Sosial, yang berangkat dari asumsi atau anggapan bahwa individu di masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama untuk melakukan perbuatan yang baik ataupun yang jahat. Dengan kata lain, baik jahatnya seseorang sepenuhnya tergantung pada masyarakatnya. Ia menjadi baik jika masyarakatnya membuatnya baik, ia pun bisa menjadi jahat jika masyarakat membuatnya menjadi jahat. Oleh karena itu teori Kontrol Sosial tidak menanyakan : “Mengapa seseorang melakukan kejahatan, tetapi berorientasi kepada pertanyaan mengapa tidak semua orang melanggar hukum atau mengapa orang taat kepada hukum”.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ditinjau dari segi akibat, munculnya teori Kontrol Sosial dilatarbelakangi oleh tiga aspek perkembangan dalarn masyarakat : (1) Adanya reaksi dari teori labeling dan konflik yang menyelidiki tingkah laku kriminal. Sebagaimana orientasi teori ini kurang menganalisis masalah kriminal dan hendak kembali kepada subyek perilaku menyimpang; (2) Munculnya studi tentang <i>criminal justice </i>di mana sebagai suatu ilmu telah mempengaruhi hukum menjadi lebih pragmatis dan berorientasi pada sistem; dan (3) Teori Kontrol Sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik penelitian baru, khususnya bagi tingkah laku remaja, yakni <i>selfreport survey. </i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Beberapa pakar mempergunakan pendekatan teori ini untuk mengkaji masalah kenakalan remaja. Pada tahun 1951 dalam suatu penelitian ilmiah, Albert J. Reiss, Jr menggabungkan konsep kepribadian dan sosialisasi dengan hasil penelitian aliran Chicago menghasilkan teori Kontrol Sosial. Menurut Reiss, terdapat tiga komponen kontrol sosial untuk menjelaskan kenakalan remaja, yaitu: (1)<i> A lack of proper internal controls developed during childhood </i>(kurangnya kontrol internal yang memadai selama masa anak‑anak); (2) <i>A breakdown of those internal controls </i>(hilangnya kofitrol internal); dan (3)<i>An absence of or conflict in social rules provided by important social group (the family, close other, the school) </i>(tidak adanya norma‑norma sosial atau konflik antara norma‑norma dimaksud di keluarga, lingkungan dekat, sekolah).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Selanjutnya, Reiss membedakan dua macam kontrol, yaitu <i>personal control </i>dan <i>sosial control. </i>Personal control adalah kemarnpuan seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma‑norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan <i>social control </i>ialah kemampuan kelompok sosial atau lembaga di masyarakat melaksanakan norma‑norma atau peraturan‑ peraturan menjadi efektif</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kemudian pada tahun 1957, Jackson Toby memperkenalkan pengertian <i>Commitment Individu</i> sebagai kekuatan yang menentukan dalam membentuk kontrol sosial. Sedangkan Scot Briar dan Irvine Piliavian menyatakan bahwa : “peningkatan komitmen individu dan penyesuaian diri mernegang peranan dalam mengurangi penyimpangan sosial”.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pendekatan lain digunakan Walter Reckless (1961) dengan bantuan rekannya Simon Dinitz. Reckless menyampaikan <i>Contaiment Theory </i>yang menjelaskan bahwa kenakalan remaja merupakan hasil (akibat) dari interelasi antara dua bentuk kontrol, yaitu internal <i>(inner) </i>dan eksternal <i>(outer). </i>Menurut Reckless, <i>contaiment internal </i>dan <i>eksternal </i>memiliki posisi netral, berada dalam tarikan sosial (socialpult) lingkungan dan dorongan dari dalam individu.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
F. Ivan Nye dalam tulisannya yang berjudul <i>Family Relationship and Delinquent Behavior </i>(1958)<i>, </i>mengemukakan teori sosial kontrol tidak sebagai suatu penjelasan umum tentang kejahatan melainkan penjelasan yang bersifat kasuistis. Ivan Nye tidak menolak adanya unsur‑unsur psikologis di samping unsur subkultur dalam proses terjadinya kejahatan. Sebagian kaum delinkuen, menutut Nye disebabkan gabungan antara hasil proses belajar dan kontrol sosial yang fidak efektif</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kejahatan atau delinkuen dilakukan oleh keluarga, karena keluarga merupakan tempat terjadinya pembentukan kepribadian, intemalisasi, orang belajar baik dan buruk dari keluarga. Apabila intemal dan ekstemal kontrol lemah, altematif untuk mencapai tujuan terbatas, maka terjadilah delinkuen, hal ini merupakan sesuatu yang jarang terjadi.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Menurut Nye, manusia diberi kendali supaya tidak melakukan pelanggaran, karena itu proses sosialisasi yang <i>adequat </i>(memadai) akan mengurangi terjadinya delinkuensi. Sebab, disinilah dilakukan proses pendidikan terhadap seseorang yang diajari untuk melakukan pengekangan keinginan <i>(impulse). </i>Selain itu, faktor intemal dan ekstemal kontrol harus kuat, juga dengan ketaatan terhadap hukum <i>(law‑abiding).</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Premis teori Kontrol Sosial yang dikemukakan Nye terdiri dari:</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1<i>. </i>Harus ada kontrol intemal maupun ekstemal.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2<i> . </i>Manusia diberikan kaidah‑kaidah supaya tidak melakukan pelanggaran.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3. Pentinpya proses sosialisasi bahwa ada sosialisasi yang <i>ade quat </i>(memadai), akan engurangi terjadinya delinkuen, karena di situlah dilakukan proses pendidikan terhadap seseorang.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
4<i>. </i>Diharapkan remaja mentami hukum <i>(7aw abiding).</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Menurut Nye ada empat tipe Kontrol Sosial, yaitu: (1) <i>Direct control imposedfi‑om without by means of restriction and punishment </i>(kontrol langsung yang diberikan tanpa mempergunakan alat pembatas dan hukum); (2) <i>Internalized control exercised ftom within through conscience </i>(kontrol intemalisasi yang dilakukan dari dalam diri secara sadar); (3) <i>Indirect control related to affectional identification with parent and other non‑criminal persons, </i>(kontrol fidak langsung yang berhubungan dengan pengenalan (identifikasi) yang berpengaruh dengan orang tua dan orang‑orang yang bqan pelaku kriminal lainnya); dan (4) <i>Availability of alternative to goal and values </i>(ketersediaan sarana‑sarana dan nilai‑nilai altematifuntuk mencapai tuiuan).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Konsep kontrol eksternal menjadi dominan setelah David Matza & Gresham Sykes melakukan kritik terhadap teori subkultur dari Albert Cohen. Kritik tersebut menegaskan bahwa kenakalan remaja, sekalipun dilakukan oleh mereka yang berasal dari strata sosial rendah, namun terikat pula pada sistem nilai dominan di dalam masyarakat.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kemudian, Matza dan Sykes mengemukakan konsep atau teori yang dikenal dengan <i>technique of netralization, </i>yaitu suatu teknik yang memberikan kesempatan bagi seorang individu untuk melonggarkan keterikatannya dengan sistem nilai‑nilai yang dominan sehingga bebas untuk melakukan kenakalan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teknik netralisasi ini dirinci Matza dan Sykes, adalah sebagai berikut:</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1. Teknik yang disebut <i>denial of responsibility</i>, menunjuk pada anggapan di kalangan remaja nakal yang menyatakan bahwa diriya merupakan korban dari orang tua yang tidak kasih, lingkungan pergaulan buruk atau berasal dari tempat tinggal yang kumuh (<i>slum</i>).</div>
<ol style="border: 0px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Teknik <i>denial of injwy, </i>menunjuk kepada suatu alasan di kalangan remaja nakal bahwa tingkah laku mereka sesungguhnya tidak merupakan suatu bahaya yang berarti. Sehingga mereka beranggapan bahwa <i>vandalisme </i>merupakan kelalaian semata dan mencuri mobil sesungguhnya meminjam mobil, perkelahian antara gang merupakan pertengkaran biasa.</li>
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Teknik <i>denial ofthe victim, </i>menunjuk kepada suatu keyakinan diri pada remaja nakal bahwa mereka adalah pahlawan sedangkan korban justru dipandang sebagai mereka yang melakukan kejahatan.</li>
</ol>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
4. Teknik yang disebut <i>condemnation of the comdemners, </i>menunjuk pada suatu anggapan bahwa Polisi sebagai hipokrit, munafik, atau pelaku kejahatan terselubung yang melakukan kesalahan atau memiliki perasaan tidak senang pada mereka. Pengaruh teknik ini ialah mengubah subyek menjadi perbuatan kejahatan pusat perhatian, berpaling dari perbuatan yang telah dilakukannya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
5. Teknik <i>appeal to higher loyalties, </i>menunjuk pada anggapan di kalangan remaja nakal bahwa mereka tertangkap di antara tuntutan masyarakat, hukum, dan kehendak kelompok mereka.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kelima teknik netralisasi tersebut kemudian menurut Matza disebut sebagai penyimpangan atau <i>bond to moral order</i>, yang mengakibatkan seseorang terjerumus ke dalam keadaan di mana kenakalan remaja atau penyimpangan tingkah laku sebagai sesuatu yang diperbolehkan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Versi teori sosial yang paling andal dan sangat populer dikemukakan Travis Hirschi (1969). Hirschi, dengan keahlian merevisi teori-teori sebelumnya tentang kontrol sosial, telah memberikan suatu gambaran jelas mengenai konsep <i>social</i> <i>bond</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hirschi sependapat dengan Durkheim dan yakin bahwa tingkahlaku seseorang itu mencerminkan pelbagai ragam pandangan tentang kesusilaan morality. Hirschi berpendapat bahwa seseorang bebas untuk melakukan kejahatan atau penyimpangan tingkah lakunya. Selain menggunakan teknik netralisasi untuk menjelaskan tingkah laku dimaksud, Hirschi juga menegaskan bahwa tingkah laku tersebut diakibatkan oleh tidak adanya keterikatan atau kurangnya keterikatan (moral) individu terhadap masyarakat.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pertanyaan dasar yang dilontarkan paham ini berkaitan dengan unsur‑unsur pencegah yang mampu menangkal timbulnya perilaku delinkuen di kalangan anggota masyarakat (utamanya para remaja), yaitu “mengapa kita patuh dan taat pada norma‑ norma masyarakat atau mengapa kita tidak melakukan penyimpangan ?” Menurut Travis Hirschi, terdapat empat elemen ikatan sosial <i>(social hond) </i>mengapa individu-individu patuh dan taat pada norma‑norma di dalam masyarakat.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<i>Pertama, Attachment </i>adalah kemampuan manusia untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain. Kalau <i>attachment </i>ini sudah terbentuk, maka orang tersebut akan peka terhadap pikiran, perasaan, dan kehendak orang lain. Kaitan <i>attachment </i>dengan penyimpangan adalah sejauh mana orang tersebut peka terhadap pikiran, perasaan, dan kehendak orang lain sehingga ia dapat dengan bebas melakukan penyimpangan. <i>Attachment </i>sering diartikan secara bebas dengan keterikatan. lkatan pertama yaitu keterikatan dengan orang tua, keterikatan dengan sekolah (guru), dan keterikatan dengan teman sebaya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<i>Kedua, Commitment </i>adalah keterikatan seseorang pada subsistem ko~vensional seperti sekolah, pekerjaan, organisasi, dan sebagainya. Komitmen merupakan aspek rasional yang ada dalam ikatan sosial. Segala kegiatan yang dilakukan seseorang seperti sekolah, pekedaan, kegiatan dalam organisasi akan mendatangkan manfaat bagi orang tersebut. Manfaat tersebut dapat berupa harta benda, reputasi, masa depan, dan sebagainya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<i>Keliga, Involvement </i>merupakan aktivitas seseorang dalam subsistem. Jika seseorang berperan aktif dalam organisasi maka keeil kecenderungannya untuk melakukan penyimpangan. Logika pengertian ini adalah bila orang aktif di segala kegiatan maka ia akan menghabiskan waktu dan tenaganya dalam kegiatan tersebut. Sehingga, ia tidak sempat lagi memikirkan hal‑hal yang bertentangan dengan hukum. Dengan demikian, segala aktivitas yang dapat memberi manfaat akan mencegah orang itu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<i>Keempat, Beliefmerupakan a</i>spek moral yang terdapat dalam atan sosial, dan tentunya berbeda dengan ketiga, aspek di atas. <i>Belief </i>merupakan kepercayaan seseorang pada nilai‑nilai moral yang ada. Kepercayaan seseorang terhadap norma‑norma yang ada menimbulkan kepatuhan terhadap norma tersebut.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kepatuhan. terhadap norma tersebut tentunya akan mengurangi hasrat untuk melanggar. Tetapi, bila orang tidak mematuh i normanorma maka lebih besar k‑emungkinan melakukan pelanggaran.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hubungan antara <i>Attachment </i>dan <i>Commitment </i>seringkali dinyatakan cenderung, berubah‑ubah secaraterbalik. Menurut riset tentang delinkuen, salah satu “masalah” anak remaja dari kelas bawah adalah bahwa dia tidak mampu memutuskan keterikatan dengan orang tua dan kawan sebaya. Keterikatan yang mencegahnya mencurahUn waktu dan energi yang cukup bagi aspirasi pendidikan dan pekerjaan. Menurut riset stratifikasi, anak letakiyang terbebas dari keterikatan ini lebih memungkinkan untuk berpindah‑pindah ke kelas atas.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kedua tradisi riset demikian menyatakan bahwa orang‑orang yang terikat pada <i>conformity </i>(persesuaian) karena alasan‑alasan instrumental kurang mungkin untuk terikat persesuaian berdasarkan alasan emosional yang lainnya. Apabila mereka yang tidak terikat dikompensasikan atas kekurangan keterikatan berdasarkan komitmen untuk berprestasi, dan apabila yang tidak melakukannya berubah menjadi terikat dengan orang‑orang, kita bisa menyimpulkan bahwa.baik <i>attachment </i>maupun <i>commitment </i>tidak akan dihubungkan dengan kejahatan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pertautan paling jelas antara unsur/elemen <i>commitment </i>dan <i>involvement </i>nampak dalam kornitmen di bidang pendidikan dan pekerjaan serta keterlibatan dalam aktivitas‑aktivitas konvensional. Kita dapat berusaha memperlihatkan bagaimana komitmen membatasi kesempatan seseorang untuk melakukan keja.hatan dan dengan demikian dijauhkan dari anggapan (asumsi) banyak teori kontrol bahwa kesempatan‑kesempatan seperti itu secara sederhana dan aeak.disebarkan melatui populasi yang diperlukan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hubungan elemen terakhir dari teori kontrol sosial adalah antara <i>Attachment </i>dan <i>Belief, </i>terdapat hubungan yang kurang lebih berbanding lurus antara keterikatan dengan yang lain dan kepercayaan dalarn keabsahan<b> </b>moral dari peraturan yang ada.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori kontrol mempunyai sejumlah kelemahan maupun kelebihan. Adapun kelemahannya adalah : (1) Teori ini hanya berusaha menjelaskan kenakalan remaja, bukan kejahatan orang dewasa; (2) Teori ini menaruh perhatian cukup besar kepada sikap, keinginan, dan tingkah laku yang meskipun menyimpang sering merupakan tingkah laku orang dewasa; (3) Unsur ikatan sosial (<i>social bond) </i>dalarn teori Hirschi seperti <i>values</i>, <i>belief, norm</i>, dan <i>attitudes</i> tidak pemah secara jelas didefinisikan; dan (4) Kegagalan dalam menjelaskan peluang kejadian yang menghasilkan lebih tidaknya social <i>bond</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sedangkan kekuatan dari teori Kontrol Sosial terletak pada aspek : (1) Teori ini dapat diuji secara empiris oleh banyak sarjana seperti Wiatrowski, Griswold; dan (2) Menurut Roberts, teori Kontrol Sosial merupakan salah satu teori kontemporer yang memiliki daya tarik kuat dalam hal mendorong penelitian yang berarti.</div>
<h5 style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.1em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori Labelling Micholowsky, Edwin Lemert</h5>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori <i>Labeling</i> banyak dipegaruhi oleh aliran Chicago, muncul pada awal tahun 1960‑an. Pada dasarnya teori <i>Labeling </i>digali dari buku <i>Crime and the Community, </i>Frank Tannenbaum (1938), kemudian dikembangkan oleh Howard Becker <i>(The Outsider, </i>1963), Kai T. Erikson <i>(Notes on the Sociology of Deviance; </i>1964), Edwin Lemert <i>(Human Deviance Social Problem and Social Control, </i>1967) dan Edwin Schur <i>(Labeling Deviant Behavioer, </i>1971).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori ini<i> </i>menggunakan metode baru untuk mengetahui kejahatan dengan menggunakan <i>self report study,</i> berupa <i>interviu</i> terhadap pelaku kejahatan yang tidak tertangkap atau tidak diketahui polisi. Secara yuridis yang disebut penjahat adalah orang yang melanggar hukum dan dinyatakan oleh Hakim melakukan tindak pidana. Namun di dalam masyarakat ada pandangan yang bisa terbentuk pada diri seseorang yang belum tentu bersalah tetapi sudah dicap buruk atau bersalah. Dengan kata lain, seseorang menjadi salah karena proses pemberian julukan, cap, label atau merek oleh masyarakat.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Micholowsky menjelaskan premis-premis teori <i>Labeling</i> sebagai berikut : (1) Kejahatan merupakan kualitas dari reaksi masyarakat atas tingkah laku seseorang; (2) Reaksi itu menyebabkan tindakan seseorang dicap sebagai penjahat; (3) Umumnya tingkah laku seseorang yang dicap jahat menyebabkan orangnya juga diperlakukan sebagai penjahat; (4) Seseorang yang dicap dan diperlakukan sebagai penjahat terjadi dalam proses interaksi, di mana interaksi tersebut diartikan sebagai hubungan timbal balik antara individu, antar kelompok dan antar individu dan kelompok; (5) Terdapat kecenderungan di mana seseorang atau kelompok yang dicap sebagai penjahat akan menyesuaikan diri dengan cap yang disandangnya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori Labeling perspektif Howard S. Becker menekankan dua aspek, yaitu: (1) Penjelasan tentang mengapa dan bagaimana orang‑orang tertentu sampai diberi cap atau label sebagai penjahat; dan (2) Pengaruh daripada label itu sebagai konsekuensi penyimpangan tingkah laku. Dengan demikian reaksi masyarakat terhadap perilaku seseorang bisa menimbulkan perilaku jahat jika orang itu di cap jahat. Terkait dengan masalah kejahatan yang dilakukan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Edwin Lemert membedakan tiga penyimpangan, yaitu: (1) <i>Individual deviation, </i>di mana timbuInya penyimpangan diakibatkan oleh karena tekanan psikis dari dalam; (2)<i>Situational deviation, </i>sebagai hasil stres atau tekanan dari keadaan; dan (3) <i>Systematic deviation, </i>sebagai pola‑pola perilaku kejahatan terorganisir dalarn sub‑sub kultur atau sistem tingkah laku.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Lemert juga membedakan antara penyimpangan primer <i>(primary deviance) </i>dan penyimpangan sekunder <i>(secondary deviance).</i> Penyimpangan primer muncul dalam konteks sosial, budaya dan fisikologi yang sangat bervariasi dan hanya mempunyai efek samping bagi struktur fisik individu. Pada asasnya, penyimpangan primer tidak mengakibatkan reorganisasi simbolis pada sikap diri dan peran sosial. Penyimpangan sekunder merupakan perilaku menyimpang atau peran sosial yang berdasar pada penyimpangan primer.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Para ahli teori labeling mengemukakan bahwa penyimpangan sekunder adalah paling penting, karena merupakan proses interaksi antara orang yang dicap dengan pelabelan, dan pendekatan ini sering disebut teori interaksi. Menurut Becker, harus dibedakan antara pelanggar hukum dengan pelaku kejahatan. Pelanggar hukum itu merupakan perilaku, sedangkan kejahatan adalah reaksi orang lain terhadap perilaku itu. Pelabelan terhadap seseorang terjadi pada saat ketika melakukan aksi, siapa yang melakukan, siapa korbannya dan persepsi masyarakat terhadap konsekuensi aksinya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Apabila diurai secara gradual premis dasar teori <i>labeling </i>meliputi: (1) Tidak ada satupun perbuatan yang pada dasarnya bersifat kriminal; (2) Perumusan kejahatan dilakukan oleh kelompok yang dominan atau kelompok penguasa; (3) Penerapan aturan tentang kejahatan dilakukan untuk kepentingan pihak yang berkuasa; (4) Orang tidak menjadi penjahat karena melanggar hukum, tetapi karena ditetapkan demikian oleh penguasa; dan (5) Pada dasarnya semua orang pernah melakukan kejahatan, sehingga tidak patut jika dibuat kategori orang jahat dan orang tidak jahat.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Teori Differential Association (Asosiasi Diferensial)</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori <i>Differential Association </i>berkembang dari kondisi sosial <i>(social heritage) </i>pada tahun 1920 dan 1930, sejak diperhatikannya data ekologi mazhab Chicago (<i>Chicqgo School</i>)<i> </i>dan data statistik, bahwa kejahatan merupakan dampak dari kondisi sosial, di samping dari faktor biologi atau psikologi. Pada waktu itu di dalam masyarakat AS terjadi depresi, di mana kejahatan timbul sebagai dari <i>“product of situation, opportunity andofcourse values ” </i>(produk<i> </i>situasi, kesempatan dan nilai). Untuk pertama kali seorang ahli sosiologi AS bernama Edwin H. Sutherland, (1934) menjelaskan dalam bukunya berjudul <i>Principles of Criminology </i>tentang teori <i>Differential Association. </i>Asumsi dasar teori ini dipengaruhi oleh William I. Thomas, dari aliran <i>Symbolic Interactionism,</i> George Berbert Mead, Park dan Burgess dan aliran ekologi dari Clifford R. Shaw, Henry D. McKay, dan <i>Culture Conflict </i>dari Thorsten Sellin.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori <i>Differential Association </i>berlandaskan kepada : <i>“Ecological and Cultural Transmission Theory, Symbolic Interactionism </i>dan <i>Culture Conflict Theory”, </i>dan teori ini terbagi ke dalam dua versi. Versi pertama dikemukakan pada tahun 1939, versi kedua tahun 1947. Versi pertama terdapat dalam buku <i>Principle of Criminology </i>edisi ketiga yang menegaskan premis-premisnya sebagai berikut : <i>First, any person can be trained to adopt and follow any pattern of behavior which he is able to execute. </i>(Pertama, setiap orang akan menerima dan mengikuti pola‑pola prilaku yang dapat dilaksanakan). <i>Second, failure to follow a prescribed pattern of behavior is due to the inconsistencies and lack of harmony in the influences which direct the individual. </i>(Kedua, kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan inkonsistens dan ketidakharmonisan). <i>Third, the conflict of cultures is therefore the fundamenta principle in the explanation of crime. </i>(Ketiga, konflik budaya merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Selanjutnya, Edwin H. Sutherland mengartikan <i>Differentia Association </i>sebagai “<i>the contens of the patterns presented in association”. </i>Ini tidak berarti bahwa hanya karena pergaulan dengan penjahat yang akan menyebabkan orang berperilaku kriminal, akan tetapi yang penting adalah isi dari proses komunikasi dengan orang lain. Kemudian tahun 1947 Edwin H. Sutherland menyajikan versi kedua teori<i> Differential Association </i>yang menekankan bahwa semua tingkah laku itu dipelajari, tidak ada yang diturunkan berdasarkan pewarisan orang tua. Dangan kata lain, perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab.<b> </b>Untuk itu, Edwin H. Sutherland menjelaskan terjadinya kejahatan melalui 9 (sembilan) premis sebaga berikut :</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1. <i>Criminal behaviour is learned Negatively, this means thacri . minal behaviour is not inherited </i>(Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari, bukan warisan).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2. <i>Criminal behaviour is learned in interaction with other persons in a process of communication. This communication is verbal in many respects but includes also the communication of gesture. </i>(Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi. Komunikasi tersebut dapat bersifat lisan atau dengan bahasa tubuh).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3.<i> The principle part of the learning of criminal behaviour occurs within intimate personal groups. Negatively, this means that the interpersonal agencies of communication, such as movies, and newspaper, plays a relatively unimportant part in the genesis of criminal behaviour. </i>(Bagian terpenting dalam proses mempelajari perilaku kejahatan terjadi dalam hubungan personal yang intim. Secara negatif ini berarti bahwa komunikasi interpersonal seperti melalui bioskop, surat kabar, secara relatif tidak berperanan penting dalam terjadinya kejahatan).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
4. <i>When criminal behaviour is learned, the learning includes (a) techniques of committing the crime, which are sometimes very complicated, sometimes very simple. (b) the specific direction of motives, drives, rationalization and attitudes. </i>(Ketika perilaku kejahatan dipelajari, maka yang dipelajari termasuk: (a) teknik melakukan kejahatan, (b) motif-motif, dorongan‑dorongan, alasan‑alasan pembenar dan sikap‑sikap tertentu).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
5. <i>The specific direction of motives and drives is learned from definitions of the legal codes as favorable on unfavorable. In some societies and individual is surrounded by persons who inveriably define the legal codes as rules to be observed while in other he is surrounded by person whose definitions are favorable to the violation of legal codes.</i> (Arah dan motif dorongan itu dipelajari melalui definisi-definisi dari peraturan hukum. Dalam suatu masyarakat, kadang seseorang dikelilingi oleh orang‑orang yang secara bersamaan melihat apa yang diatur dalam peraturan hukum sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan dan dipatuhi, namun kadang ia dikelilingi orang‑orang yang melihat aturan hukurn sebagai sesuatu yang memberikan peluang dilakukannya kejahatan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
6. <i>A person becomes delinquent because of on excess of defivmdition favorable to violation of law over definitions unfavorable to violation oflaw. </i>(Seseorang menjadi delinkuen karena ekses pola‑pola pikir yang lebih melihat aturan hukurn sebagai pernberi peluang melakukan kejahatan daripada melihat hukurn sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi)</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
7.<i> Differention Association may vary in ftequency, duration, priority and intensity. </i>(Asosiasi Diferensial bervariasi dalam frekuensi, durasi, prioritas serta intensitasnya).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
8.<i> The process of learning criminal behaviour by association with criminal and anticriminal patterns incloves all of the mechanism that are involved in any other learning. (</i>Proses<i> </i>mempelajari perilaku jahat diperoleh lewat hubungan dengan pola‑pola kejahatan dan mekanisme yang lazim terjadi dalam setiap proses belajar secara urnum).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
9.<i> While criminal is an expressions of general need and values, it is not explained by those general needs and values since non‑criminal behaviour is an expression of the same needs and values. </i>(Sernentara perilaku jahat merupakan ekspresi dari kebutuhan nilai urnurn, namun tidak dijelaskan bahwa perilaku yang bukan jahatpun merupakan ekspresi dari kebutuhan dan nilai‑nilai urnurn yang sama).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Selanjutnya Sutherland ingin menjadikan pandangannya sebagai teori yang dapat menjelaskan sebab‑sebab terjadinya kejahatan. Untuk itu ia melakukan studi tentang <i>White Collar Crime </i>agar teorinya bisa menjelaskan sebab‑sebab kejahatan baik dalam hal kejahatan konvensial maupun kejahatan non konvensional. Dari usaha tersebut hingga kini teori <i>Differential Association </i>mempunyai kekuatan dan kelemahan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kekuatan teori <i>Differential Association </i>bertumpu pada aspek :</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1. Masih relevan untuk menjelaskan sebab‑sebab timbulnya kejahatan akibat dari penyakit sosial.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2. Mampu menjelaskan bagaimana seseorang karena adanya/melalui proses belajar menjadi jahat.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3. Teori ini berlandaskan kepada fakta dan bersifat rasional.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Adapun kelemahan teori <i>Differential Association </i>terletak pada aspek :</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1. Tidak setiap orang yang berhubungan dengan kejahatan akan meniru atau memilih bertingkah laku kriminal. Ini terbukti dari beberapa golongan orang seperti polisi, sipir penjara ataupun kriminolog yang telah berhubungan dengan penjahat secara ekstensif nyatanya tidak menjadi penjahat.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2. Teori ini belum membahas, menjelaskan, dan tidak peduli pada karakter orang yang terlibat dalam proses belajar tersebut.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3. Teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa seseorang lebih suka melanggar daripada mentaati undang‑undang dan masih belum mampu menjelaskan <i>causa </i>kejahatan yang lahir karena spontanitas.</div>
<ol style="border: 0px; list-style: none; margin: 0px; padding: 0.4em 0px 0.5em 2em; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<li style="border: 0px; list-style: decimal; margin: 0px; padding: 0px; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">Dari segi praktis teori ini sulit untuk diteliti, bukan hanya karena teoritik tetapi juga harus menentukan intensitas, durasi, frekuensi dan prioritasnya.</li>
</ol>
<h5 style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.1em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori Social Reality of Crime<i> </i>Richard Quinney</h5>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori ini terdiri dari enam premis dan sejumlah pernyataan yang terdapat di dalam teori tersebut. Premis pertama mendifinisikan kejahatan atau perilaku yang melanggar hukum. Premis kedua sampai kelima merupakan bagian penjelasan. Sedangkan premis yang terakhir atau ke enam merupakan gabungan dari premis pertama sampai dengan premis kelima yang mendiskrepsikan tentang realitas sosial menjadi teori tentang tindak kejahatan. Dengan demikian teori ini bersifat linear.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b> </b>Inti maksud dari teori ini ialah di dalam masyarakat itu penuh dengan konflik, kelompok dominan ialah kelompok yang mampu menguasahi agen-agen pemerintah. Dalam penerapan hukum meskipun mereka itu minoritas, mereka bisa merumuskan dan menerapkan aturan untuk melindungi kepentingannya, mengalahkan kelompok yang melawan atau menentang kepentingannya. Adapun premis teori <i>Social Reality of Crime</i> adalah sebagai berikut :</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Premis 1, definisi dari kejahatan (perilaku yang melanggar hukum)</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Tindak kejahatan adalah perilaku manusia yang diciptakan oleh para pelaku yang berwenang dalam masyarakat yang terorganisasi secara politik atau kualifikasi terhadap perilaku yang melanggar hukum dirumuskan oleh warga‑warga masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Premis ini merupakan titik tolak yang penting karena apa yang dirumuskan sebagai perilaku yang melanggar hukum dibuat oleh warga‑warga tertentu sebagai takaran terhadap perilaku dari warga‑warga lainnya atau tindak kejahatan merupakan sebuah definisi perilaku yang diberikan kepada orang tertentu oleh orang lain. Kejahatan, misalnya tidaklah inheren di dalarn perilaku tetapi merupakan penilaian yang diberikan orang terhadap perilaku pihak‑pihak yang lain. Maka, semakin banyak dirumuskan tentang perilaku melanggar hukum (definisi kejahatan) merupakan suatu indikator bahwa dalarn masyarakat yang bersangkutan banyak terjadi kejahatan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Premis 2, formulasi definisi kejahatan</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kejahatan adalah gambaran perilaku yang bertentangan dengan kepentingan kelompok masyarakat yang rnemiliki kekuasaan untuk membentuk kebijakan publik atau perumusan pelanggaran hukum merupakan perumusan tentang perilaku yang bertentangan dengan kepentingan pihak‑pihak yang menjadi perumus. Hal ini dapat dimengerti karena perumusan tadi dari golongan yang telah mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk menjalankan kekuasaan dan wewenang. Akibatnya, semakin banyak terjadi pertentangan antara bagian‑bagian dalam masyarakat semakin besar kecenderungan untuk merumuskan patokan‑patokan perilaku melanggar hukum.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kemungkinan definisi tindak kejahatan akan meningkat karena faktor-faktor lain yang menunjang pendefinisian atau perumusan tersebut, yaitu antara lain:</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1. Perubahan sosial.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2. Timbulnya kepentingan yang baru.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3. Bertambahnya kepentingan yang perlu dilindungi.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
4. Berubahnya pandangan tentang konsepsi kepentingan umum.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Premis 3, penerapan dari definisi tindak kejahatan</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Definisi tindak kejahatan diterapkan oleh bagian‑bagian di dalam masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk membentuk pelaksanaan dan administrasi hukum pidana.Kepentingan yang berkuasa untuk mencampuri di dalam semua tahap dimana definisi‑defirfisi tindak kejahatan diciptakan. Dengan demikian kepentingan mereka yang berkuasa beroperasi dalam menerapkan definisi tindak kejahatan. Akibatnya difinisi kejahatan manjadi perilaku politik dan tindak kejahatan menjadi perilaku dari kelompok minoritas tanpa dukungan yang memadai untuk mendominasi kontrol kekuasaan dari kekuasaan politik negara.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Tentu saja hukum pidana tidak dilaksanakan langsung oleh kelompok yang berkuasa. Mereka mendelegasikan pelaksanaan dan pengadministrasian dari hukum ke agen hukum yang mendapat otorisasi, yang bagaimanapun mewakili kepentingan mereka. Penetapan perilaku yang melanggar hukum senantiasa disertai pembentukan organ‑organ penegaknya. Akan tetapi penegakannya akan berjalan efektif atau tidak sangat tergantung pada faktor‑faktor sebagai berikut:</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1. Harapan masyarakat atas pelaksanaan dan administrasi hukum dalam arti apakah penegakan hukum tersebut sesuai atau tidak dengan nilai‑nilai masyarakat</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2. Adanya motivasi dari warga masyarakat untuk melaporkan tejadinya perbuatan melanggar hukum kepada organ‑organ penegak hukum tersebut</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3. Kemampuan dan kewibawaan daripada organ‑organ penegak hukum.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dengan demikian, definisi tindak kejahatan (perilaku melanggar hukum) akan tergantung pada tindakan lembaga hukum atau tergantung pada evaluasi seseorang yang memiliki kewenangan untuk mengevaluasi mengenai definisi tindak kejahatan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Premis 4, pengembangan pola perilaku dalam hubungannya dengan tindak kejahatan</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pola‑pola perilaku terstruktur secara kelompok sehubungan dengan definisi kejahatan, dan di dalam konteks ini mereka terlibat di dalam tindakan itu memiliki kemungkinan relatif didefinisikan sebagai kriminal.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pola‑pola perilaku yang biasa dilakukan dalam masyarakat dalam hubungan dengan perumusan mengenai perbuatan melanggar hukum, dan di dalam konteks itulah warga masyarakat berperilaku yang kemungkinan besar dikualifisir sebagai perbuatan melanggar hukum. Biasanya warga masyarakat berperilaku menurut sistem normatif yang dipelajari di dalam kerangka sosial dan budayanya. Oleh karena bukan kualitas perilaku yang dinilai tetapi perbuatan yang berlawanan dengan perilaku yang dianggap melanggar hukum maka apa yang dirumuskan sebagai perbuatan melanggar hukum (definisi tindak kejahatan) adalah secara relatif merupakan pola perilaku warga msyarakat yang merumuskan perbuatan melanggar hukum.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Konsekuensinya adalah warga yang tidak ikut serta merumuskan perbuatan melanggar hukum, pola perilakunya lebih mudah untuk dikualifisir sebagai perbuatan melanggar hukum. Kemudian apakah pola aksi tersebut bersifat melanggar hukum atau tidak tergantung pada faktor‑faktor : (1) struktur kesempatan dalarn masyarakat; (2) pengalarnan belajar; (3) identifikasi pada pihak‑pihak lain; (4) konsepsi diri.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Premis 5, pembentukan konsep penjahat</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Konsepsi‑konsepsi tentang tindak kejahatan dibentuk dan diserap ke dalam kelompok-kelompok masyarakat lewat sarana komunikasi.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dunia nyata atau realitas ditata sesuai dengan jenis pengetahuan yang mereka kembangkan, ide yang dimunculkan, cara bagaimana mereka menyeleksi informasi yang cocok dengan dunia yang mereka bentuk, dan dengan cara bagaimana mereka menginterpretasikan konsepsi tersebut. Dari bentuk‑bentuk yang berkembang di dalarn masyarakat adalah termasuk apa yang dinyatakan sebagai sebuah tindakan kejahatan. Di mana diternukan konsep tentang tindak kejahatan, di situ diternukan konsep tentang relevansi dari tindak kejahatan, karakteristik dari para pejabat dan hubungan tindak kejahatan dengan tatanan sosial. Konsepsi tentang pebuatan melanggar hukum (tindak kejahatan) kernudian disebarluaskan dengan berbagai alat komunikasi. Hal ini disebabkan karena secara sosiologis penggunaan alat kornunikasi dapat dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan antara lain, patokan-patokan mengenai apa yang dianggap baik atau buruk.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sebenarnya konsepsi‑konsepsi tentang perbuatan‑perbuatan melanggar hukum melembaga, karena penanaman gambaran tentang perbuatan tersebut melalui alat komunikasi yang efisien.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Premis 6, Realitas Sosial dari Tindak kejahatan</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Realitas sosial dari tindak kejahatan dibentuk oleh aplikasi dan perumusan dari definisi tindak kejahatan, pengembangan dari pola perilaku yang bertalian dengan definisi kejahatan, dan pembentukan dari konsepsi tindak kejahatan (perikelakuan yang melanggar hukum).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kelima premis tersebut di atas dirangkum membentuk premis ke‑6 (enarn) di mana antara premis‑premis tersebut saling berkaitan membentuk sebuah sistem teori yaitu <i>The Social Reality Of Crime</i> (secara harfiah berarti “realitas sosial dari tindak kejahatan”).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Lower Class Cultur Theory Walter B Miller</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam menganalisa kejahatan budaya kelas bawah, teori yang dapat digunakan adalah <i>Lower Class Culture Theory </i>dari Walter B Miller. Menurutnya, ada enam premis yang dapat dijadikan acuan dalam menganalisa kejahatan budaya kelas bawah, di mana ke 6 premis tersebut bersifat alternatif serta tidak berkesinambungan (linier). Keenam premis tersebut adalah sebagai berikut :</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>1. Kesulitan (<i>Trouble</i>)</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kesulitan merupakan ciri utama kebudayaan kelas bawah. Konsep ini punya aneka makna. Kesulitan merupakan suatu situasi atau sejenis perilaku yang disukai untuk membingungkan petugas atau agen dari kelas menengah. Mendapatkan kesulitan dan keluar dari kesulitan mewakili isu utama bagi pria wanita, dewasa dan anak.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalan hal ini ada kebiasaan di mana kelompok mencari gara‑gara melakukan kejahatan sebagai upaya untuk mendapat prestasi dari kelompok, karena pengakuan statusnya dalam kelompok diukur oleh kualitas pelanggaran hukurn yang dilakukan. Perilaku ini merupakan ciri khas dari klas bawah karena dengan cara‑cara yang wajar mereka tidak mampu untuk mendapatkan apa yang dikehendaki karena mereka tidak memiliki sarana. Bagi golongan ini taat kepada hukum atau tidak taat kepada hukum merupakan hal yang sama saja, mereka tidak takut akan sanksi hukuman yang akan dikenakan sebagai akibat dari perbuatannya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>2. Ketegaran (<i>Touchness</i>)</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Konsep ketegaran pada kebudayaan kelas bawah digambarkan dengan memiliki ketangguhan dan keberanian yang diukur dengan berani melawan petugas. Ketegaran pada kebudayaan ini merupakan kombinasi paduan dari beberapa kualitas, antara lain yang penting adalah ketegaran fisik yang dibuktikan dengan menmiliki kekuatan dan daya tahan dan lambang keperkasaan yang digambarkan dengan tato pada tubuh, tega, dingin, tidak peduli, berani menghadapi ancaman fisik. Sedangkan keperkasaan digambarkan sebagai sosok yang keras, brutal, tanpa takut, tidak pamer dan mahir berantem (berkelahi).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>3. Keuletan (<i>Smartness</i>)</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Keuletan dikonseptualisasikan pada kebudayaan kelas bawah sebagai, kecerdikan, kelicikan dalam mengungguli dan mengerjai pihak yang lain dan mampu untuk tidak dikerjain. Anak‑anak kelas bawah mempelajari praktek dan penggunaan kemahiran ini dalam situasi di jalanan. Individu‑ individu terus melakukan tindakan mengerjain yang lain melalui aneka bentuk permainan dan perjudian, saling tukar cemoohan, penghinaan dan saling unjuk kekuatan. Kemahiran itu dipelajari dan dipraktekkan dalam konteks kelompok jalanan dan berkembang menjadi budaya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>4. Gairah yang berlebihan (<i>Exitment</i>).</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ciri karakteristik kehidupan kelas bawah bertalian pula dengan gairah penggunaan alkohol, aneka jenis permainan judi, taruhan angka, taruhan pacuan kuda dan sebagainya. Ekspresi paling nyata yaitu bergadang pada malam hari di keramaian kota. Biasanya setelah mereka minum alkohol, main kartu dengan taruhan kemudian main perempuan. Kegembiraan itu terlihat dari cara bermain bersendau gurau sambil bemyanyi-nyanyi dan tertawa keras yang berkepanjangan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>5. Nasib/Takdir (<i>Faith</i>)</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kelompok yang merasa kehidupannya dikuasai oleh sutu kekuatan besar merasa bahwa kehidupan ini sudah ditakdirkan, sudah diatur kita tinggal menjalankannya saja. Nasib sial atau mujur bagi individu kelas bawah tidak langsung disamakan dengan kekuatan supernatural atau agarna yang diorganisasikan secara formal. Pemikirannya lebih banyak bertalian dengan kekuatan magis. Bahwa bila sedang bernasib mujur maka memang demikianlah adanya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>6. Otonomi (<i>Authonomy</i>)</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kontrol terhadap perilaku individu merupakan suatu yang penting dalam kebudayaan. Bagi kebudayaan kelas bawah memiliki ciri khas tersendiri dengan pola yang berbeda‑beda. Kesenjangan antara apa yang dinilai secara terbuka dengan apa yang diusahakan secara tertutup sering menonjol dibidang ini. Pada tingkat terbuka ada cara penyelesaian yang digunakan melalui kontrol eksternal, sebagai pembatasan perilaku terhadap otoritas yang tidak adil. Pada tingkat yang tertutup keinginan akan kebebasan pribadi dikendalikan melalui kelembagaan. Hal ini menunjukkan disatu pihak mereka menghendaki kebebasan pribadi, dilain pihak mencari lingkungan sosial restriktif di mana ada kontrol ektemal yang tetap terhadap perilaku mereka. Suatu kesenjangan yang sama antara apa yang diinginkan secara terbuka dan tertutup ditemukan dalam bidang dependensi dan independensi.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kerisauan otonomi dependensi terurai dengan kesulitan yang dikontrol oleh kekuatan yang sering memaksa, sementara mereka itu berhadapan dengan kekuatan penentu untuk menghambat, sehingga mereka berusaha untuk menyelamatkan diri dengan bersikap acuh terhadap segala sesuatu yang ingin membatasi perilakunya. Solusinya adalah menata perilaku sedemikian rupa oleh seperangkat kontrol yang kuat untuk menghindari perlawanan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Teori Sub‑Culture</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pada dasarnya, teori <i>sub‑culture m</i>embahas dan menjelaskan bentuk kenakalan remaja serta perkembangan dari berbagai tipe gang anak-anak remaja. Sebagai <i>social</i> <i>heritage, </i>teori ini dimulai tahun 1950‑an dengan bangkitnya perilaku konsurntif kelas menengah Amerika.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kondisi masyarakat Amerika Serikat pada saat itu di bidang pendidikan, kelas menengah mengharapkan pendidikan universitas bagi anak‑anak mereka. Kemudian di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, keberhasilan Uni Soviet mengorbitkan satelit pertamanya berpengaruh besar dalam sistem pendidikan di AS. Di sisi lain, memunculkan urbanisasi yang membuat daerah pusat kota menjadi kacau-balau dan ini merupakan problem perkotaan yang sangat pelik waktu itu, sehingga kenakalan menjadi problem kelas bawah dan gang merupakan bentuk paling nyata dari dampak masalah tersebut.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori sub‑culture sebenarnya dipengaruhi oleh kondisi intelektual (<i>intelectual</i> <i>heritage) </i>aliran Chicago, konsep anomie Robert K. Merton dan Solomon Kobrin yang melakukan pengujian terhadap hubungan antara gang jalanan dengan laki‑laki yang berasal dari komunitas kelas bawah (<i>lower class</i>). Hasil pengujiannya menunjukkan ada ikatan antara hierarki politis dan kejahatan teroganisir. Karena ikatan tersebut begitu kuat sehingga Kobrin mengacu pada “kelompok pengontrol tunggal” (<i>single controlling group</i>) yang melahirkan konsep komunitas integrasi.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam kepustakaan dikenal dua teori sub‑culture yaitu:</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>1. Teori<i> </i>Delinquent Sub‑Culture<i></i></b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori ini dikemukakan Albert K. Cohen dalarn bukunya <i>Delinquent Boys </i>(1955) yang berusaha memecahkan masalah kenakalan remaja bagaimana s<i>ub‑culture </i>dimulai dengan meggabungkan perspektif teori <i>Disorganivasi Sosial </i>dari Shaw dan McKay, teori <i>Differential Association </i>Edwin H. Sutherland, dan teori <i>Anomie </i>Cohen berusaha menjelaskan terjadinya peningkatan perilaku delinkuen kalangan remaja di daerah kumuh (<i>slum</i>). Karena itu, konklusi dasarnya menyebutkan bahwa perilaku delinkuen di kalangan remaja, usia muda masyarakat kelas bawah, merupakan cermin ketidak puasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah yang mendominasi kultur Amerika.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kondisi tersebut mendorong adanya konflik budaya yang oleh Cohen disebut sebagai <i>Status Frustration. </i>Akibatnya timbul keterlibatan lebih lanjut anak‑anak kelas bawah dalam <i>gang‑gang </i>dan berperilaku menyimpang yang bersifat <i>nonutilitarian, malicius</i> <i>and negativistic </i>(tidak berfaedah, dengki, dan jahat). Konsekuensi logis dari konteks di atas karena tidak adanya kesempatan yang sama dalam mencari status sosial pada struktur sosial maka para remaja kelas bawah mengalami problem status di kalangan remaja.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Albert K. Cohen dan James Short melakukan klasifikasi sub‑sub budaya delinkuen, menjadi: (1) <i>A parent male sub‑culture the negativistic sub culture originally identified to delinquent boys;</i> (2) <i>The conflict oriented sub‑culture the culture of a large gang that engages in collective violence</i>; (3) <i>The drug addict sub‑culture groups of youth whose lives revolve around the Purchase sale, use of narcotics; </i>(4)<i> Semi Profesional theft‑youths who engage in the theft or robbery of merchandise for the purpose of later sale and monetary gain; and </i>(5) <i>Afiddle‑class sub culture‑definquent group that rise because of the pressures Of living in middle‑class environments.</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2. Teori Differential Opportunity<i></i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori perbedaan kesernpatan <i>(differential opportunity) </i>dikernukakan oleh Richard A.Cloward dan Leyod E. Ohlin dalarn bukunya <i>Delinquency and Opportunity: a Theory of Delinquent Gang </i>(1960) yang membahas perilaku delinkuen kalangan remaja <i>(gang) </i>di Arnerika dengan perspektif Shaw dan McKay serta Sutherland. Menurut Cloward, terdapat struktur kesernpatan kedua yang tidak dibahas oleh teori <i>anomi </i>Robert K. Merton yaitu adanya kesernpatan yang tidak sah <i>(the illegitimate opportunity structure). </i>Pada dasarnya, teori <i>Differential Opportunity </i>berorientasi dan membahas masalah penyimpangan di wilayah perkotaan. Penyimpangan tersebut merupakan fungsi dari perbedaan kesernpatan yang dimiliki anak‑anak untuk mencapai tujuan legal maupun illegal. Untuk itu, Cloward dan Ohlin mengernukakan tiga tipe <i>gang </i>kenakalan <i>Sub‑culture, </i>yaitu: (1) <i>Criminal Sub‑culture, </i>yaitu bilarnana masyarakat secara penuh berintegrasi, <i>gang </i>akan berlaku sebagai kelornpok para remaja yang belajar dari orang dewasa. Aspek itu berkorelasi dengan organisasi kriminal. Kriminal <i>sub‑culture </i>menekankan aktivitas yang menghasilkan keuntungan materi, uang atau harta benda dan berusaha menghindari peng:gunaan kekerasan; (2) <i>Retreatist Sub‑culture, </i>di rnana remaja tidak merniliki struktur kesernpatan dan lebih banyak melakukan perilaku menyimpang (mabuk‑mabukan, penyalahgunaan narkoba, dan lain sebagainya); (3) <i>Conflict Sub‑culture, </i>terdapat dalarn suatu masyarakat yang tidak terintegrasi, sehingga suatu organisasi menjadi lemah. <i>Gang sub‑culture </i>dernikian cenderung menunjukkan perilaku yang bebas. Ciri khas <i>gang </i>ini seperti adanya kekerasan, perampasan harta benda, dan perilaku menyimpang lainnya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<h5 style="border: 0px; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.1em; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori Konflik</h5>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori konflik memandang bahwa, setiap masyarakat di dalamnya terkandung elemen penyumbang sebagai unsur pemecah (disintegrasi) baik yang dilandasi oleh paksaan maupun ajakan. Teori konflik sosial telah dijumpai sejak abad ke-19. Dalam perjalanannya telah melahirkan teori seperti yang dikemukakan oleh Darwinisme (<i>the struggle for life and survival of the pittest</i>), Hobbes (<i>Struggle for Life), </i> Marx (<i>Dialectica</i>), W.G. Sumner (<i>materialisme</i>), Vilfredo Pareto (<i>the Lions anf the Foxes</i>) bahkan pakar-pakar setelah itu seperti George Simmel dan Max Weber, Galtung, Habermas masih tertarik pada masalah konflik.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kini teori konflik berkembang dengan nada positif, teori ini banyak menyumbangkan konsep-konsep baru untuk kelestarian kelompok dalam mempererat hubungan antar manusia maupun masyarakat. Tokoh-tokohnya antara lain Karl Marx, Gerhard Lenski,<b> </b>Randal Collins, C.W. Mills (1956), Lewis A. Coser (1956), J. Bernard (1957), R. Dahrendorf (1956), T.B. Botemore (1956), G. Lenski (1975), R. Collins (1975), Jurgen Habermas (1976), Johan Galtung (1975), R.F. Appelbaum (1978), Anthony Giddens (1987) dan S.N Eisenstadt (1986).<b></b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pengertian konflik sosial menurut Lewis A. Coser (1956) adalah :</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
“Konflik sosial merupakan perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan yang berkenaan dengan status, kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan yang persediannya terbatas, di mana pihak-pihak yang berselisihan tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga memojokkan, merugikan bahkan menghancurkan lawan mereka”. (dalam K.J. Veeger, 1985 : 211).</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Rumusan tersebut senada dengan pemikiran Vander Zanden (1963), yaitu :</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
“Within social life there are some things defined as ‘good’ that are scarce and divisible, so that the more there is for one party, the less there is for the other. Wealth, power, status and the control of territory are example of this. People typically seek to improve their out come with regard to those things that they define as wortwhile and desireable. Where two groups of people both view themselves as having exclusive and legitimate claim to certain good things, so that each can be realize what it defines as rightful out come only at the expense of the other, conflict usually result”.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori konflik menyangkut bidang makro yang biasa disebut sebagai <i>grand theory</i> hingga bidang mikro. Teori tersebut telah menyusup di berbagai aspek kehidupan baik di aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, hukum dan lain. Demikian pula tidak lepas dalam kehidupan rumah tangga, organisasi, perusahaan, manajemen dan lain-lain.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Teori Konflik Karl Marx</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b> </b>Karl Marx berpendapat vahwa bentul-bentuk konflik yang terstruktur antara berbagai individu dan kelompok muncul terutama melalui terbentuknya hubungan-hubungan pribadi dalam produksi. Sampai pada titik tertentu dalam evolusi kehidupan sosial manusia, hubungan pribadi dalam produksi mulai menggantikan pemilihan komunal atas kekuatan-kekuatan produksi. Dengan demikian masyarakat akan terpecah menjadi kelompok-kelompok yang memiliki alat-alat produksi dan yang tidak memiliki alat-alat produksi menjadi kelas sosial. Dalam masyarakat yang telah terbagi-bagi berdasarkan kelas, kelas sosial yang memiliki alat-alat produksi dapat mensub-ordinasikan kelas sosial yang lain dan memaksa kelompok tersebut untuk bekerja memenuhi kepentingan mereka. Dari sini terjadi kelas dominan menjalin hubungan dengan kelas-kelas yang tersub-ordinasi dalam sebuah proses eksploitasi ekonomi.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Teori Konflik Lewis A. Coser.</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Lewis A. Coser mengembangkan proposisi untuk menguji fungsi konflik bagi kelompok sosial dengan berpijak pada sudut pandang G. Simmel, meskipun teori yang dirumuaskannya adalah parsial. Tujuannya untuk menjelaskan bahwa, kondisi-kondisi di mana konflik itu terjadi membantu dalam mempertahankan struktur sosial. Konflik sebagai proses sosial (salah satu bentuk interaksi sosial) merupakan mekanisme melalui mana kelompok-kelompok dan batas-batasnya terbentuk dan dipertahankan. Konflik juga dapat menyatukan para anggotanya melalui pengukuhan kembali identitas kelompoknya. Apakah konflik merupakan sumber kohensi ataukah perpecahan kelompok, akan tergantung pada asal mula terjadinya ketegangan isu tentang konflik, atau pada bagaimana cara ketegangan itu ditangani, dan yang paling penting tergantung kepada tipe struktur di mana konflik itu berkembang.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
L. Coser membedakan konflik kelompok dalam (<i>in-group</i>) dan kelompok luar (<i>out-group</i>); antara nilai inti dan masalah yang lebih bersifat pinggiran; antara konflik yang menghasilkan perubahan-perubahan struktural lawan konflik yang disalurkan melalui lembaga-lembaga penyelamat (<i>safety valves</i>), yaitu suatu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial; antara konflik yang terjadi pada struktur berjaringan longgar dengan yang berjaringan ketat; dan dibedakannya antara konflik realitas dan konflik tidak realitas.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Teori Konflik Ralp Dahrendorf.</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ralp Dahrendorf menggunakan teori perjuangan kelas Marxian untuk membangun teori kelas dan pertentangan kelasnya dalam masyarakat industri kontemporer. Baginya kelas tidak berarti pemilikan sarana-sarana produksi, tetapi lebih merupakan pemilikan kekuasaan yang mencakup hak yang absah untuk menguasai orang lain. Kelompok-kelompok kepentingan (<i>interest groups</i>) lahir dari kepentingan-kepentingan para individu yang mampu berorganisasi. Prosesnya berjalan dari perubahan semu (<i>quasi group</i>), yaitu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai kesadaran kelas (<i>latent</i>) menjadi kelompok kepentingan (<i>manifest</i>), yang mampu memberikan dampak kepada struktur sosial. Lembaga yang terbentuk sebagai hasil dari kelompok kepentingan itu merupakan jembatan di atas mana perubahan sosial terjadi. Menurut Dahrendorf untuk mengatur pertentangan-pertentangan harus melalui institusionalisasi yang efektif dari pada melalui penekanan pertentangan. Jika usaha yang terakhir ini dilakukan, pertentangan yang terpendam bisa meledak dan akan menghancurkan kelompok, atau setidak-tidaknya terjadi desintegrasi.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Teori Konflik Gerhard Lenski.</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Lenski berusaha mempersatukan teori Fungsional dengan teori Konflik ke dalam satu kesatuan teori dalam kerangka evolusioner melalui teori Pelapisan. Dari teori Konflik diperolehnya postulat bahwa konflik sosial melahirkan perbedaan penggunaan kekuasaan dalam sistem stratifikasi dan tingkatannya. Dari teori Fungsional diambilnya pandangan mengenai hakekat manusia serta keharusan tentang adanya perbedaan; kemudian dicobanya menyatukan aspek-aspek posisi konservatif dan radikal tentang bagaimana hak serta<i> privilege</i> diperoleh, serta peranan negara dalam sistem stratifikasi.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Studi yang dilakukan G. Lenski tentang sistem distribusi dari totalitas masyarakat menunjukkan hubungan sebab-akibat antara teknologi dan struktur sosial yang dihasilkan, serta kelakuan sistem pelapisan yang ada. Dalam masyarakat primitif pelapisan ekonomi agak sedikit karena kurangnya surplus; tetapi masyarakat trsebut memiliki sistem terbuka yang berdasarkan prestise personal. Dalam masyarakat demikian konflik dan paksaan sangat minim. Jika masyarakat mulai berkembang ke tingkat teknologi yang lebih tinggi dan struktur yang lebih kompleks, maka surplus barang-brang ekonomi akan jatuh ke tangan para pemenang persaingan. Di dalam sistem pelapisan konflik dan paksaan, baik di dalam maupun di antara masyarakat memainkan peranan penting. Tetapi perbedaan sosial dalam masyarakat-masyarakat dengan teknologi yang sudah berkembang menunjukkan tanda-tanda menurun sebagai akibat dari pertambahan surplus barang-barang yang tersedia. Menurut Lenski susunan masyarakat atau stratifikasi masyarakat industri yang sudah kompleks kurang kaku jika dibandingkan dengan masyarakat agraris.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Teori Konflik Randal Collins.</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
R. Collins mensintesiskan antara analisis mikro dan analisis makro Pandangannya yang umum mengenai struktur sosial, termasuk stratifikasi, bahwa struktur itu terdiri dari definisi-definisi subyektif yang dikembangkan melalui proses interaksi. Sumber-sumber material yang digunakan dalam mengembangkan definisi ini dan meyakinkan yang lainnya untuk menerimanya tersebar secara tidak merata. Tingkat keberhasilannya yang berbeda yang diakibatkan oleh kemampuan individu untuk mengklaim superioritas sosial tercermin dalam tingkat interpersonal dalam gaya penampilannya. Orang yang menguasai sumber- sumber mampu bertindak menguasai dalam pertemuan antar pribadi. Mereka yang kurang menguasai sumber-sumber mungkin terpaksa tunduk, walaupun sikap demikian tidak menunjukkan keihlasan dalam menerima posisi bawahan. R. Collins menganggap penting tentang memberikan dan mematuhi perintah dalam hubungan pekerjaan sebagai suatu faktor yang mempengaruhi orientasi individu pada dirinya sendiri dan pada orang lain, serta terhadap pola-pola normatif sistem sosial itu. Selain itu ia mengakui pentingnya ritus-ritus yang diungkapkan dalam memperkuat komitmen individu terhadap nilai-nilai bersama. Ini dilihat sebagai strategi di mana individu berusaha mempengaruhi satu sama lain untuk memastikan kesetiaan satu sama lain, tetapi motivasi riil yang mendasari nilai bersama dari individu adalah keinginan untuk mempertahankan atau menyempurnakan posisi ekonomis, status atau kekuasaan politik.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>Teori Culture Conflict</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori ini dikemukakan oleh Thorsten Sellin dalam bukunya <i>Culture Conflict</i> <i>and Crime </i>(1938). Fokus utama teori ini mengacu pada dasar norma kriminal dan corak pikiran/sikap. Thorsten Sellin menyetujui bahwa maksud norma‑norma mengatur kehidupan manusia setiap hari, karena norma adalah aturan yang merefieksikan sikap yang berbeda dari kelompok satu dengan lainnya. Konsekuensinya, setiap kelompok akan memiliki norma dan setiap norma dari setiap kelompok memungkinkan untuk bertentangan dengan yang lain. Setiap individu bisa saja berperan sebagai penjahat melalui norma yang disetujui kelompoknya, jika norma kelompoknya bertentangan dengan norma yang dominan dalarn masyarakat, persetujuan pada tindakan tersebut sebagai bagian terpenting untuk membedakan antara yang kriminal dan non-kriminal di mana yang satu menghormati perbedaan kehendak/tabiat norma yang lain namun hal itu akan menimbulkan konflik antar budaya.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Secara gradual dan substansial menurut Sellin, semua <i>culture conflict</i> merupakan konflik dalam nilai, kepentingan dan norma. Oleh karena itu konflik kadang‑kadang merupakan hasil sampingan dari proses perkembangan kebudayaan dan peradaban, atau acapkali sebagai hasil berpindahnya norma perilaku budaya satu ke budaya lain, dan mengakibatkan terjadinya konflik mental. Konflik norma tingkah laku dapat timbul karena adanya perbedaan cara dan nilai yang berlaku di antara kelompok. Demikian pula, konflik norma terjadi karena berpindahnya orang desa ke kota. Konflik norma dalam aturan‑aturan budaya yang berbeda dapat terjadi antara lain disebabkan tiga aspek, yaitu:</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
a. Bertemunya dua budaya besar.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Konflik budaya dapat terjadi apabila ada benturan aturan pada batas daerah budaya yang berdampingan. Pertemuan tersebut mengakibatkan terjadinya kontak budaya diantara mereka baik dalam kaitan agama, orientasi kerja, cara berdagang dan budaya minum-minuman keras, judi dan lain-lain yang dapat mernperlemah budaya kedua belah fihak.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
b. Budaya besar menguasai budaya kecil.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Konflik budaya dapat juga terjadi apabila satu budaya memperluas daerah berlakunya budaya tersebut terhadap budaya lain. Hal ini terjadi biasanya dengan menggunakan norma hukum di mana undang-undang dari suatu kelompok budaya diperlakukan untuk daerah lain.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
c. Apabila anggota dari suatu budaya pindah kebudaya lain.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Konflik budaya timbul karena orang‑orang yang hidup dalam budaya tertentu kemudian pindah ke lain budaya yang berbeda.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Berdasar asumsi di atas Sellin membedakan antara konflik primer dan konflik sekunder. <i>Konflik primer </i>terjadi manakala norma dari dua kultur saling bertentangan. Pertentangan ini dapat terjadi pada batas areal kultur yang dimiliki masing‑masing; ketika hukum dari kelompok lain muncul ke permukaan daerah/teritorial lain atau ketika orang‑orang dari satu kelompok pindah pada kultur yang lain. <i>Konflik sekunder </i>timbul ketika sebuah kultur kemudian terjadi varietas kultur, salah satunya dibentuk dari penormaan sikap/tabiat. Tipe konflik ini terjadi ketika kesederhanaan kultur pada masyarakat yang homogen berubah menjadi masyarakat yang kompleks.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori <i>Culture Conflict </i>atau konflik kebudayaan dapat dikaji dari perspektif <i>social heritage, intellectual heritage,leori serta asumsi dasarnya </i>sehingga diharapkan relatif memadai untuk memahami teori <i>culture conflik. </i>Berangkat dari polarisasi pemikiran di atas maka lebih lanjut dikaji mengenai:</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Social Heritage</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Banyak kajian dilakukan tentang konflik budaya dan kenakalan. Asumsinya, bahwa keberadaan <i>conduct norm </i>yang legal maupun tidak, berada dalam konflik satu sarna lain. Konflik budaya yang menyertai <i>conduct norm </i>merupakan akibat dari migrasi (perpindahan <i>conduct norm </i>dari satu budaya atau wilayah yang kornpleks ke budaya lainnya). Selain itu dapat terjadi karena kekecewaan masyarakat atas kondisi sosial yang bersifat involusi (kemerosotan peradaban) tanpa ada jalan penyelesaian untuk mencari acuan baru bagi pedoman perilaku.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Masalah ini bisa disebabkan karena urbanisasi dan industrialisasi yang telah menciptakan masyarakat memiliki variasi budaya bersaing dan berpeluang terpecah sebagai ulah dari masing‑masing keluarga, kelornpok persahabatan, dan kelornpok sosial yang menjadi lebih individual, hubungan sosial bersifat renggang, benturan kepentingan bersifat menajam sehingga tidak bisa dihindari timbul konflik diantara warga masyarakat. Perilaku menyimpang pada umumnya terjadi tatkala seseorang berperilaku menurut kemauannya sendiri yang tidak sesuai dengan tatanan budaya yang dominan.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Intellectual Heritage</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Teori konflik budaya dipengaruhi oleh kondisi intelektual <i>(intellectual heritage) </i>dari beberapa kaum intelektual, yaitu: (1) Frank Speek menyatakan bahwa konflik budaya dapat terjadi ikibat dari perturnbuhan peradaban; (2) Edwin H. Sutherland menyatakan bahwa <i>culture conflict </i>merupakan dasar terjadinya kejahatan; (3) Taft menyatakan <i>crime is product of culture; (4) </i>Louis With menyatakan bahwa <i>culture conflict </i>merupakan faktor penting daru timbulnya kejahatan; (5) Clifford Shaw menunjukkan bahwa daerah perkotaan ditandai adanya kemiskinan yang amat sangat, perumahan kumuh tidak layak huni, pengaruh tetangga yang kurang menguntungkan, adanya kelompok <i>gang </i>anak‑anak nakal, menjadi pemicu terjadinya konflik perilaku.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Berangkat dari pemikiran tersebut, konflik budaya menganut prinsip‑prinsip sebagai berikut : (1) masyarakat terdiri dari kelompok‑kelompok yang berbeda; (2) terjadi perbedaan penilaian dalam kelompok‑kelompok tentang baik dan buruk; (3) konflik antara kelompok budaya mencerminkan kekuasaan politik; (4) hukum dibuat untuk kepentingan mereka yang memiliki kekuasaan politik; (5) kepentingan utama dari pemegang kekuasaan politik untuk menegakkan hukum adalah guna menjaga dan memelihara kekuasaannya.</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>KONFIGURASI TEORI KONFLIK</b></div>
<table border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" style="border: 0px; margin: 0.5em 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline; width: 623px;"><tbody>
<tr><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="33"><b>NO</b></td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="83"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>TOKOH</b></div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="107"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>BATASAN KONFLIK</b></div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="108"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>PIHAK YG TERLIBAT</b></div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="109"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>KONSEP PENTING</b></div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="90"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>TUJUAN</b></div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="93"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>UPAYA PENYELE</b></div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>SAIAN</b></div>
</td></tr>
<tr><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="33"><div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1.</div>
</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="83">Hobbes</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="107">Usaha mempertahankan diri agar fihak lain tidak merampas kekuasaan yang dimiliki.</td><td style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/blacktrans.png); background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border: 0px; margin: 0px; padding: 0.5em 0.7em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: middle;" valign="top" width="108">Individu <i>versus</i></td></tr>
</tbody></table>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
IndividuPerjuangan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Persaingan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pertahanan diri</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
SuperioritasMempertahan-kan eksistensi diri</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Berjuang dengan sgl</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
cara hgg men-</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
capai kematian</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
GaltungKetidakseimbangan dalam</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Pemenuhan syarat hidup</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
(<i>living condition</i>).Kelompok<i> versus</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
kelompokKesenjangan kesejahteraan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
KekerasanPerjuangan menyamakan taraf</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
kehidupanMenghilangkan kesenjangan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hidup</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
MarxPertentangan antara pemilik kapital dengan buruh akibat munculnya kesadaran kelas.Borjuis <i>versus</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
ProletarEkonomi</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kapital/modal</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Alat produksi</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kesadaran kelasMasyarakat tanpa</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
pemilikan atau</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
pemilikan di</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
tangan negaraRevolusi</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
4.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
DahrendorfPertentangan antara</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
penguasa dengan yang</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
dikuasai akibat distribusi</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
kekuasaan tidak merata.Kelompok semu</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
(<i>quasi group</i>)</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<i>versus</i> kelompok</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
kepentingan (<i>interes group</i>)Kekuasaan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Otoritas</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
PosisiMobilisasi wewenang dan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
PosisiInstitusionalisasi</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
5.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
SimmelProses memperasatukan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
kehidupan sosial, bukan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
sekedar lawan dari</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
persatuanKelompok superordinat</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<i>versus</i> kelompok sub-ordinatSuperordinat</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Subordinat</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sosiasi</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Interaksi timbal-</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
balikMendekatkan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Identitas/hubungan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
antar etnikMempertebal</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
keyakinan akan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
kebenaran prinsip-</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
prinsip umum</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
6.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
CoserUsaha menghilangkan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Unsur yang memisahkan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Antarhubungan sosial dan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Membangun kesatuan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
kembaliKelompok realistis <i>versus</i></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kelompok ilusifIdentitas kelompok</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Katup penyelamat (<i>Savety valve</i>)Konflik untuk</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
membangun ulang atau</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
memelihara</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
strukturMenumbuhkan kasih sayang</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
lewat hubungan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
sosial</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
7.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
SlotkinIntersosialisasi yang</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
disebabkan oleh suatu</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
kelompok atau lebih</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
menyisihkan kelompok yang</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
lainAntarkelompok</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<i>versus</i> inter-</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
kelompok</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Interaksi minimum</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
& maksimun</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Oposisi</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Harmoni</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Akomodasi</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Fusi</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dominasi &</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
SubordinasiMengembangkan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hubungan persamaan atau</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dominasi subordinasiMeningkatkan</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
saling pengertian</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
antar kelompok</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dielaborasi oleh Bambang Widodo Umar, 1999.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b> P </b><b>e n u t u p</b></div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Paradigma hukum dalam konteks sosiologi tidak lepas dari faktor struktural maupun personal penerapan hukum. Perkembangan hukum akan memperlihatkan keadaan seperti yang dikatakan Hans Kohn yaitu menjadi kekuatan kearah terbentuknya negara demokrasi yang tidak merdeka, jika dalam penerapannya tidak dikaji secara empiris. Melalui sosiologi hukum dampak penerapan hukum dapat dipahami secara mendalam guna perbaikan dalam perumusan hukum maupun perbaikan prasarana dan sarana hukum. Tanpa landasan pemikiran demikian, dalam penerapan hukum hak-hak individu akan terlampaui. Pengalaman pahit perlu terus dikaji ulang untuk menemukan paradigma baru hukum bagi kehidupan bangsa Indonesia. Di sinilah pentingnya teori sosiologi hukum khususnya bagi para penegak hukum bukan saja sebagai alat polarisasi kekuasaan tetapi juga untuk mengkaji masalah penerapan hukum dalam rangka mencapai tujuan bersama, yaitu kehidupan manusia seutuhnya.</div>
<div align="center" style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Daftar Bacaan :</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1. Bottomore and Robert Nisbet. 1978. Emile Dirkheim : A History of Sociological Abalysis, New York: Basic Books.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2. Edwin H. Sutherland, <i>Criminology </i>Tenth Ed, J.13. Lippincot Company. 1978, hlm. 80‑82 vide pula; Stuarth. Trauband Craig B. Little, <i>Theories aj Deviance, </i>Third Edition, USA: F.E.Peacock Publishers Inc., 1985, hlm. 179‑181.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3. Frank E. Hagan, <i>Introduction to Criminology Theories, Alethodes, and Criminal Behavior, </i>Chicago: Nelson Hall, 1989, hlm. 443‑444; Frank P. William III dan Marilyn McShane, Op. <i>Cit., </i>him. 52; dan Freda Adla dkk, <i>Criminology: The Shorter Version, </i>Second Edition, USA: Me Graw Hill Inc, 1995, hlm. 124.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
4. George Ritzer, Douglas J. Goodman.<i> Modern Sociological Theory. </i>Sixth Edition by McGraw-Hill. 2003.</div>
<div style="border: 0px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
5. Hurst, James. 1956. <i>Law and the Conditions of Freedom in the Nineteenth Century United State. </i>University of Wisconsin Press.</div>
<div class="sharedaddy sharedaddy-dark sd-rating-enabled sd-like-enabled sd-sharing-enabled" id="jp-post-flair" style="border: 0px; clear: both; margin: 0px; padding: 0.5em 0px 0px; vertical-align: baseline;">
</div>
</div>
<div class="postmetabottom" style="background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/motion/images/whitetrans.png); border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 0.8em; line-height: 1.1em; margin: 15px 0px 0px; overflow: hidden; padding: 10px 0px; vertical-align: baseline; width: 640px;">
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-66688395020386967662014-10-16T22:36:00.000-07:002014-10-16T22:36:00.633-07:00Akan Rilis SSD Mini, Intel Incar Pasar Tablet<div class="title_news_detail" style="border-bottom-color: rgb(229, 229, 229); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 2px; padding-bottom: 10px;">
<h1 style="font-family: MuseoSans700, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 28px; font-weight: normal; line-height: 36px; margin: 0px; max-height: 75px; overflow: hidden; padding: 0px;">
<br /></h1>
</div>
<div class="artikel isi_berita2011" style="border-bottom-color: rgb(0, 0, 0); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 4px; padding-top: 5px; width: 640px;">
<div class="editor_artikel_status_artikel" style="margin-top: 10px;">
</div>
<div class="social_plugin_artikel" style="border-bottom-color: rgb(255, 51, 51); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 4px; margin-top: 10px; width: 645px;">
</div>
<div class="isi_artikel" style="font-family: arial; font-size: 16px; line-height: 20px;">
<div class="photo" id="357303" style="color: #666666; float: left; font-size: 10px; margin-bottom: 20px; max-width: 620px;">
<strong style="color: black; font-family: opensanssemibold, Arial, Helvetica, sans-serif;"><img alt="" src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/06/1143357620X310.jpg?1360138475448" /><span class="pb_10 author" style="color: #666666; display: block; float: right; text-align: right; width: 620px;">anandtech.com</span></strong></div>
<div style="color: #333333; line-height: 22px;">
<strong style="color: black; font-family: opensanssemibold, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /> </strong>Raksasa <em>chip</em> Intel minggu lalu merilis seri produk <em>solid state drive</em>(SSD) 525 yang memiliki kecepatan tinggi tetapi hanya berukuran seperdelapan dari SSD 2,5 inci konvensional.<br /><br />Karena kecil, SSD 525 yag tersedia dalam pilihan kapasitas 30-240 GB ini bisa dipakai di komputer-komputer jinjing sambil tetap memberikan kecepatan transfer 6 gigabit per detik.<br /><br />Intel yang produk-produknya belum banyak dipakai di <em>smartphone</em> dan perangkat tablet bisa meningkatkan reputasi di mata para pelaku industri <em>mobile</em> melalui perangkat <em>storage</em>mungil ini.<br /><br />Intel juga berharap SSD 525 bisa menarik minat para produsen <em>embedded device</em> untuk keperluan seperti <em>digital signage</em> dan hiburan di pesawat.<br /><br />Berdasarkan keterangan dari pabrikan prosesor ini, SSD 525 memiliki kecepatan baca hingga 550MB per detik serta kecepatan tulis mencapai 520 MB per detik. Angka-angka tersebut sebanding dengan kinerja seri produk Intel SSD 520 yang ditujukan untuk komputer <em>desktop</em>.<br /><br />Saat ini baru model SSD 525 berkapasitas 120 GB dan 180 GB yang tersedia. Intel menjanjikan pilihan kapasitas lainnya akan menyusul tersedia di kuartal ini.</div>
<div>
<br /></div>
</div>
</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2094374179475308630.post-17563877310856618942014-10-16T06:14:00.000-07:002014-10-16T06:14:00.494-07:00 KONFLIK NORMA SIKAP THORSTEN SELLIN KONFLIK ATURAN-ATURAN BUDAYA<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCXeU9CbjcduTZK5xio-NkhGCs7S7P9ZBQY4srPNLmepSR5TxRwzu94aZsCW70uJOLCAG29ofr490h6SnB0nS0e570MhKCtb7JTpnMJw2birZBhGC7JUozwEyboOhRBBs-lHmBLC6cK2c/s1600/IMG_1570.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCXeU9CbjcduTZK5xio-NkhGCs7S7P9ZBQY4srPNLmepSR5TxRwzu94aZsCW70uJOLCAG29ofr490h6SnB0nS0e570MhKCtb7JTpnMJw2birZBhGC7JUozwEyboOhRBBs-lHmBLC6cK2c/s1600/IMG_1570.JPG" height="320" width="298" /></a></div>
<h2 style="border: 0px; color: white; font-family: Rockwell, Georgia, 'Palatino Linotype', Palatino, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 1.4em; line-height: 19.200000762939453px; margin: 0px; padding: 0.8em 0px; text-align: center; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></h2>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Konflik norma sikap bisa saja timbul dalam cara atau sikap yang berbeda dari yang bari saja dijelaskan. Ada kelompok-kelompok sosial di muka bumi ini yang memiliki norma sikap yang kompleks, yang karena perbedaan dalam cara hidup dan nilai-nilai sosial yang dikembangkan oleh kelompok ini, kelihatannya membuat mereka terpisah dari kelompok yang lain dalam banyak hal. Kita bisa saja berharap timbulnya konflik norma ketika penduduk pedesaan pindah ke kota, tetapi kita mengasumsikan, bahwa sang penduduk tadi telah menyerap norma dasar budaya yang terdiri dari norma kota dan desa. Seberapa besar konflik itu cenderung tidak akan terjadi ketika Timur dan Barat bertemu, atau ketika orang suku pegunungan Corsica dipindahkan ke kawasan East Side di New York yang berada di dataran rendah. Konflik budaya memang tidak terhindarkan ketika norma-norma satu wilayah budaya atau sub-budaya berimigrasi atau bersentuhan dengan norma-norma wilayah budaya lain, dan menarik untuk dicatat bahwa sebagian besar peneliti khusus tentang konflik budaya atau kenakalan remaja telah berkaitan dengan aspek konflik ini dibandingkan dengan yang disebutkan sebelumnya.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Konflik antara norma-norma aturan budaya yang berbeda bisa terjadi:</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1) ketika aturan-aturan ini berbenturan di perbatasan wilayah budaya yang bersebelahan;</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2) ketika, sebagaimana kasusnya dengan norma hukum, hukum satu kelompok budaya diperluas untuk mencakup wilayah kelompok budaya lain, atau</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
3) ketika anggota salah satu kelompok budaya bermigrasi ke kelompok budaya lain.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Sebagai contoh, Speck mencatat bahwa “dimana kelompok-kelompok yang terkenal dengan nama Montagnais yang semakin sering berhubungan dengan kelompok-kelompok Whites, maka reputasi mereka semakin menurun di kalangan pedagang yang mengenal mereka melalui hubungan dagang pada waktu itu. Tuduhan yang dibuat adalah bahwa kelompok Montagnais semakin kurang jujur dalam hubungannya dengan hutang mereka, kurang dipercaya dengan properti, kurang dipercaya, dan lebih cenderung terikat dengan alkohol dan kebebasan seksual karena hubungan dengan masyarakat perbatasan semakin lebih mudah bagi mereka. Richard White melaporkan pada tahun 1933 tentang contoh-contoh yang aneh tentang orang Naskapi yang membobol gudang-gudang pedagang.”</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ilustrasi-ilustrasi yang sama sangat banyak terdapat pada karya-karya antropolog budaya. Kita hanya perlu mengingat efeknya terhadap orang Indian Amerika dari konflik budaya yang disebabkan oleh kebijakan kita tentang akulturasi dengan tipu muslihat dan kekuatan. Dalam contoh ini, bukan hanya sekedar kontak dengan budaya orang kulit putih, agamanya, metode bisnisnya, dan minuman alkoholnya, yang memperlemah adat istiadat suku mereka. Disamping itu, orang Indian harus tunduk kepada hukum kaum kulit putih dan tentu saja hal ini menimbulkan konflik serta, sebagaimana selalu terjadi ketika norma-norma hukum diberlakukan kepada kelompok-kelompok yang sebelumnya tidak peduli dengan hukum itu. Maunier dalam membahas penyebaran hukum Perancis di Aljazair, baru-baru ini menyatakan:</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<i>“Dalam memperkenalkan Hukum Pidana ini di koloni kami, sebagaimana yang kami lakukan, kami bertransformasi ke dalam pelanggaran-pelanggaran yang dulunya diperbolehkan atau bahkan diperintahkan oleh budaya mereka. Jadi, di kalangan Kabilah Aljazair, pembunuhan isteri yang melakukan zinah merupakan pembunuhan ritual yang dilakukan oleh sang ayah atau saudara laki-laki sang wanita itu dan bukan oleh suaminya, sebagaimana terjadi dimanapun. Wanita itu telah dijual oleh keluarganya kepada keluarga suaminya, sehingga kehormatan sanak saudara wanita itu telah dirusak oleh pengkhianatannya. Ayahnya atau saudaranya laki-laki memiliki hak dan kewajiban untuk membunuhnya dalam rangka membersihkan kehormatan keluarga yang telah rusak dengan darahnya. Pembunuhan untuk balas dendam juga merupakan tugas, dari keluarga ke keluarga, dalam kasus pembunuhan atau bahkan dalam kasus penghinaan kepada sanak saudara: <b>vendetta</b>(balas dendam dimana keluarga orang yang terbunuh mencoba untuk membunuh si pelaku atau keluarganya) yang dinamakan <b>rekba</b> dalam bahasa Kabila, diberlakukan oleh hukum kehormatan. Namun hal ini adalah kejahatan di dalam hukum/UU Perancis! Pembunuhan untuk balas dendam, yang direncanakan sebelumnya, adalah pembunuhan, yang bisa dihukum dengan hukuman mati!</i></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<i>…Lalu apa yang seringkali terjadi ketika pihak berwenang kita mengejar kriminal itu, bersalah atas pelanggaran terhadap keselamatan publik serta terhadap moralitas: musuh publik dari aturan Perancis, tetapi yang bertindak sesuai dengan adat istiadat yang dihormati? Para saksi pembunuhan itu, yang merupakan sanak saudara atau tetangga, tidak mau melakukan tuntutan terhadap si pelaku; ketika mereka ditanya, mereka berpura-pura tidak tahu; dan mengakibatkan pengejaran itu sia-sia. Seorang hakim Perancis telah berbicara tentang konspirasi sikap diam tadi di antara orang Aljazair; sebuah konspirasi yang bertujuan untuk memelihara adat-istiadat ini, yang selalu diikuti dan dipatuhi, terhadap pelanggaran oleh kekuasaan kita. Hal ini merupakan aspek tragis dari konflik hukum. Sebuah keputusan baru-baru ini melarang para suami di kalangan Kabilah untuk mengambil keuntungan secara sewenang-wenang dengan kekuasaan yang diberikan kepada mereka sesuai dengan hukum ini untuk menolak keberadaan isterinya, dengan meminta suami baru isterinya itu membayar uang dengan jumlah yang sangat besar—ini adalah adat istiadat yang dinamakan <b>lefdi</b>. Sebelumnya, seseorang yang menikahi seorang isteri yang ditolak suaminya tidak membayar apapun kepada bekas suami wanita itu. Kelihatannya bahwa orang pertama yang mencoba memanfaatkan dirinya menyangkut hukum baru itu dibunuh karena melanggar adat istiadat lama. Penghapusan hukum kuno tidak selalu terjadi tanpa protes atau perlawanan. Sesuatu yang dianggap kejahatan adalah sebuah tugas atau kewajiban; dan aturan yang kita coba tegakkan kadang-kadang dibuat untuk merusak kepercayaan pada takhyul; ini adalah dewa-dewa dan makhluk halus, dan dipercaya yang akan menghukum siapapun yang gagal melakukan balas dendam demi kehormatannya.”</i></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Ketika UU Soviet diberlakukan hingga ke wilayah Siberia, efek yang sama juga dialami. Annossov dan Wirschubski menyatakan bahwa para wanita di kalangan suku-suku di Siberia, yang taat kepada hukum, yang membuka penutup kepala atau jilbab mereka dibunuh oleh sanak saudara mereka karena melanggar salah satu norma suku mereka yang paling sakral.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Hubungan antara kenakalan dan perpindahan angota satu kelompok budaya ke kelompok budaya lain akan dibahas nanti dalam bab ini.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Kami telah mencatat bahwa konflik budaya merupakan konsekuensi alami dari proses-proses perbedaan sosial, yang menghasilkan sebuah pengelompokan sosial tanpa batas waktu, yang masing-masing dengan defenisinya sendiri tentang situasi kehidupan, interpretasinya sendiri tentang hubungan sosial, ketidakpeduliannya atau kesalahpamahannya sendiri tentang nilai-nilai sosial kelompok lain. Transformasi budaya dari jenis homogen dan yang terintegrasi dengan baik menjadi jenis heterogen dan tidak terintegrasi lalu disertai oleh peningkatan situasi konflik. Sebaliknya, pengoperasian penyatuan proses-proses akan mengurangi sejumlah situasi konflik. Konflik-konflik seperti ini di dalam pengubahan budaya bisa saja dibedakan/dipisahkan dari konflik-konflik yang diciptakan manakala sistem budaya yang berbeda bertemu satu sama lain, tanpa memperhatikan karakter atau tahap pengembangan sistem-sistem ini. Dalam salah satu kasus, sikap anggota sebuah kelompok yang terlibat di dalam konflik aturan ini dalam beberapa hal akan dinilai tidak normal oleh kelompok lain.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
<b>STUDI KONFLIK BUDAYA</b></div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam studi konflik budaya ini, beberapa pakar prihatin dengan efek dari konflik budaya ini terhadap sikap orang-orang tertentu, sebuah pendekatan yang secara alamiah lebih disukai oleh psikolog dan psikiater dan sosiolog yang telah menggunakan teknik sejarah kehidupan. Pakar-pakar ini memandang konflik-konflik ini sebagai sesuatu yang bersifat internal. Wirth menyatakan secara kategorinya bahwa sebuah “konflik budaya bisa dikatakan menjadi sebuah faktor dalam kenakalan remaja jika sang individu hanya merasakannya atau bertindak seolah-olah konflik itu ada.” Konflik budaya adalah konflik mental, namun karakter dari konflik ini dipandang secara berbeda oleh berbagai disiplin ilmu yang menggunakan istilah ini. Kelompok psikiater Freud menganggap hal ini sebagai perjuangan antara dorongan/ keinginan biologis yang sangat dalam yang menuntut ekspresi dan aturan-aturan yang diciptakan secara budaya yang memberikan peningkatan kepada mekanisme yang merintangi atau menghalangi ekspresi ini dan mengendalikannya di bawah level kesadaran pikiran, darimana dorongan itu timbul baik dengan tipu muslihat dalam beberapa cara yang bisa diterima secara sosial, seperti sikap yang tidak normal ketika mekanisme yang menghambat buyar, atau seperti sakit saraf ketika mekanisme yang menghalangi berfungsi terlalu baik. Di sisi lain, sang sosiolog menganggap konflik mental sebagai benturan antara norma-norma sikap antagonis yang digabungkan dalam kepribadian. “Konflik mental di dalam diri seseorang bisa saja selalu dijelaskan di dalam hal konflik dari budaya-budaya yang berbeda,” kata Burgess dalam mendiskusikan kasus yang disajikan oleh Shaw di dalam acara <i>The Jack-Roller</i>.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Jika pandangan ini diterima, maka penelitian sosiologi tentang konflik budaya dan hubungannya dengan sikap yang tidak normal akan selalu harus sangat terbatas pada sebuah kajian tentang kepribadian cangkokan/peranakan budaya. Kajian yang signifikan hanya akan dilakukan hanya dengan teknik kasus kehidupan sejarah yang diterapkan dalam diri orang-orang dimana konflik tersebut diinternalisasikan, dan tentu saja kelompok kontrol yang tepat digunakan.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Namun, ketidakhadiran konflik mental, dalam pemahaman sosiologis, mungkin saja akan dikaji dengan baik dalam hal konflik budaya. Sebuah contoh mungkin bisa menjelaskan hal ini. Beberapa tahun lalu seorang ayah dari Sisilia yang tinggal di New Jersey membunuh anak lelaki berusia 16 tahun yang menggoda anak perempuannya. Sang ayah ini heran atas penangkapannya karena dia semata-mata membela kehormatan keluarganya yang memang sudah menjadi tradisi mereka. Dalam kasus ini, konflik mental dalam pemahanan sosiologis memang tidak ada. Konflik ini bersifat eksternal dan terjadi antara norma-norma atau aturan-aturan budaya. Kita bisa saja berasumsi bahwa dimana konflik semacam itu terjadi maka pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma akan meningkat semata-mata karena orang-orang yang telah menyerap norma-norma satu kelompok budaya atau berimigrasi ke tempat atau kelompok budaya lain dan konflik seperti ini akan terus berlanjut selama proses akulturasi belum selesai. Maka maka hanya dalam hal inilah pelanggaran-pelanggaran itu dianggap konflik mental.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Jika konflik budaya akan dianggap kadang-kadang sebagai dipersonalisasikan, atau mental, dan kadang-kadang sepenuhnya terjadi dengan cara yang impersonal sebagai konflik aturan-aturan kelompok, maka jelas bahwa penelitian itu jangan dibatasi pada penyelidikan konflik mental dan hal ini bertentangan dengan pernyataan kategoris dari Wirth bahwa adalah suatu hal yang mustahil untuk menunjukkan keberadaan sebuah konflik budaya “secara obyektif……..dengan sebuah perbandingan antara dua aturan budaya” prosedur ini tidak hanya memiliki sebuah fungsi yang jelas, tetapi akan dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan teknik-teknik yang sudah dikenal dengan baik oleh sosiolog tersebut.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Penekanan pada teknik sejarah kehidupan telah berkembang dari asumsi bahwa “pengalaman seseorang pada saat yang sama mengungkapkan kegiatan kehidupan kelompoknya” dan bahwa “sifat dalam individu ini adalah sebuah ekspressi kebiasaan dalam masyarakat.” Hal ini tidak diragukan lagi merupakan sebuah pendekatan yang valid. Melalui pendekatan ini kita akan berharap untuk menemukan generalisasi sifat ilmiah dengan mengkaji orang-orang yang:</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
1) telah menghasilkan norma-norma sikap mereka dengan mengambilnya dari berbagai kelompok dengan norma-norma yang bertentangan, atau</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
2) yang memiliki norma-norma yang diambil dari sebuah kelompok yang aturannya bertentangan dengan aturan-aturan kelompok yang menilai sikap itu.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Dalam kasus yang pertama kita bisa berbicara tentang konflik budaya mental atau internal; sementara dalam kasus kedua konfliknya memang bersifat eksternal.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Jika norma sikap sebuah kelompok, dengan mengacu pada situasi kehidupan yang diberikan, tidak konsisten, atau jika dua kelompok memiliki norma-norma yang tidak konsisten, maka kita akan berasumsi bahwa anggota dari berbagai kelompok ini akan secara individu merefleksikan sikap-sikap kelompok semacam itu. Dengan mengutip kembali apa yang dikatakan oleh Burgess, bahwa berpengalaman-pengalaman sebuah kelompok akan mengungkapkan kegiatan kehidupan anggotanya. Sementara norma-norma ini tanpa diragukan lagi bisa dengan cara terbaik ditetapkan oleh sebuah studi dari sejumlah wakil anggota kelompok yang memadai, norma-norma itu bisa saja bagi beberapa kelompok paling tidak cocok dengan kepastikan yang memadai untuk melayani tujuan-tujuan penelitian oleh sebuah kajian lembaga-lembaga sosial, administrasi pidana, novel, drama, pers, dan ekspressi lain tentang sikap-sikap kelompok. Identifikasi kelompok yang didiskusikan ini telah dilakukan, dan mungkin saja untuk menentukan sejauh mana konflik semacam ini direfleksikan dalam sikap-sikap anggota mereka. Studi perbandingan berdasarkan tingkat pelanggaran dari anggota kelompok-kelompok ini, kecenderungan jumlah/angka tersebut, dll., akan mendominasi pendekatan ini terhadap masalah itu.</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
</div>
<div style="border: 0px; color: white; font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.200000762939453px; padding: 0.6em 0px 0.2em; text-align: justify; text-shadow: rgb(68, 68, 68) 0px 0px 4px; vertical-align: baseline;">
Maka, sebagai kesimpulannya, konflik budaya bisa saja akan dikaji, baik sebagai konflik mental ataupun konflik aturan-aturan budaya. Kriminolog biasanya akan cenderung berkonsentrasi pada konflik semacam ini antara norma-norma sikap yang legal dan tidak legal. Konsep konflik gagal untuk memberikannya lebih dari kerangka kerja umu tentang referensi untuk penelitian. Namun dalam prakteknya, konsep konflik telah menjadi sangat sama dengan konflik antara norma-norma sistem budaya atau norma-norma wilayah budaya. Sebagian besar penelitian yang telah menggunakannya telah dilakukan kepada kelompok-kelompok imigran atau kelompok ras di Amerika Serikat, barangkali karena kemudahan dimana kelompok semacam ini bisa diidentifikasi, dengan adanya data-data statistik yang lebih banyak yang mengakui pengelompokkan semacam ini, dan perbedaan yang sangat menyolok antara beberapa norma beberapa pendatang dan norma kita.</div>
Crime Investigation Polda Jatimhttp://www.blogger.com/profile/12256628706422685129noreply@blogger.com0