Tuesday, 23 September 2014

Polda Jatim : KEBIJAKAN DAN STRATEGI KAPOLRES DIBIDANG PENEGAKAN HUKUM CYBER CRIME




KEBIJAKAN DAN STRATEGI KAPOLRES 
DIBIDANG PENEGAKAN HUKUM CYBER CRIME 
DALAM RANGKA MEWUJUDKAN SUPREMASI HUKUM



  1. I. PENDAHULUAN
    1. 1. Latar belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informasi pada abad 21 ini telah berpengaruh besar pada segala aspek kehidupan manusia. Perkembangan teknologi informasi ini menyebabkan aktivitas manusia berubah menjadi serba cepat, murah, sederhana serta melintasi batas wilayah negara (transborder).
Penerapan teknologi informasi secara meluas dalam kehidupan manusia, di satu sisi akan mempermudah manusia dalam menjalankan aktivitasnya, tetapi dilain sisi dapat menimbulkan berbagai masalah yang serius, salah satunya adalah munculnya bentuk-bentuk kejahatan baru, seperti kejahatan siber atau Cybercrime. (Setiadi : 2001)
Munculnya kejahatan baru yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi informasi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat seolah-olah merupakan pembenaran dari sebuah teori yang menyatakan: “crime is a product of society itself”.
Cybercrime saat ini merupakan salah satu kejahatan yang memerlukan penanganan yang serius dari aparat penegak hukum, khususnya aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di samping kejahatan lainnya yang masuk dalam kategori Transnational Organized Crime, seperti: money laundering, perdagangan manusia, terorisme, penyelundupan senjata.
Dengan semakin meluasnya penggunaan media internet dalam kehidupan manusia mengakibatkan kemungkinan terjadinya kejahatan dengan mempergunakan internet sebagai alat bantunya (cybercrime) akan semakin tinggi berkaitan dengan hal itulah perlunya Polri untuk lebih serius dalam menangani cybercrime.  Hal ini tentunya tidak terlepas dari semakin derasnya tuntutan masyarakat agar Polri mampu menanggulangi cybercrime, terlebih dengan ditetapkannya Indonesia sebagai negara nomor satu terburuk di dunia dalam hal kejahatan carding atau penipuan kartu kredit melalui Internet.
Fakta di lapangan menunjukkan banyak terjadi kasus-kasus cybercrime namun masih sedikit pelaku cybercrime yang dapat ditangkap, diperiksa bahkan hingga dijatuhi hukuman pidana. Sekalipun ada pelaku cybercrime yang dapat dijatuhi hukuman pidana, tuduhan yang diajukan kepadanya bukan karena melakukan tindak pidana cybercrime namun tidak lebih dari sekedar melakukan Penipuan, pemalsuan dokumen atau pencemaran nama baik. 
Menurut pandangan penulis masih kecilnya kasus cybercrime yang dapat diungkap serta banyaknya pelaku cybercrime yang lolos dari jeratan hukum tidak terlepas dari banyaknya kendala yang dihadapi penyidik saat menangani cybercrime .
Masih lemahnya kemampuan penyidik dalam penanganan cybercrime tentunya dapat mengakibatkan semakin sukarnya cybercrime ditanggulangi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum. 

    1. 2. Permasalahan
Bagaimana Kebijakan dan Strategi Kapolres dibidang Penegakan Hukum Cyber Crime dalam rangka Mewujudkan Supremasi Hukum ?

    1. 3. Pokok-pokok persoalan
      1. a. Bagaimana Perkembangan cyber crime ?
      2. b. Apa jenis-jenis kejahatan cyber crime ?
      3. c. Apa penyebab terjadinya cyber crime ?
      4. d. Bagaimana kebijakan dan strategi Kapolres dibidang penegakan hukum cyber crime ?

      1. II. PEMBAHASAN
    1. 4. Pengertian cyber crime
Menurut Roger Leroy dan Gaylord A. Jentz dalam bukunya Law for E-Commerce, cybercrime is a crime that occurs in the virtual community of the Internet, as opposed to the physical world (2002: 99), sedangkan  Tb. Ronny R. Nitibaskara (2002 : 45)  menyebutkan ada beberapa ciri khusus kejahatan cyber, yaitu:
    1. - Non violence (tanpa kekerasan);
    2. - Sedikit melibatkan kontak fisik (minimize of physical contact);
    3. - Menggunakan peralatan (equipment) dan teknologi;
    4. - Memanfaatkan jaringan telematika (telekomunikasi, media dan informasi)

    1. 5. Perkembangan cyber crime  
Sampai sekarang belum ada batasan yang baku tentang cyber crime, tetapi dari Draft RUU tentang Pemanfaatan Teknologi informasi, Draft RUU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU no. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Draft European Convention in Cyber Crime tahun 2000 dapat disimpulkan sementara bahwa cyber crime adalah bagian dari computer crime yang menggunakan media internet dalam melakukan kejahatan.  Karena belum ada undang-undang secara khusus yang mengatur tentang cyber crime maka Polri menerapkan pasal-pasal dalam KUHP dan Undang-undang no. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan Perundang-undangan lainnya
Kasus cyber crime yang terjadi di Indonesia yang paling banyak adalah berupa kejahatan menggunakan internet untuk memesan barang dari perusahaan asing atau perorangan di luar negeri dengan menggunakan nomor kartu kredit milik orang asing yang diperoleh dengan penggunaan mengakses secara illegal dengan internet.  Kasus yang terjadi pada tahun 2001  sebanyak 23 dengan jumlah tersangka sebanyak 17 orang dan pada tahun 2002 (sampai dengan agustus 2002) sebanyak 116 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 124 orang.  
Wilayah yang banyak terjadi kejahatan ini selama tiga tahun terakhir ini adalah Polda Yogyakarta, Polda Metro Jaya, Polda Sulawesi Selatan  dan Polda Sumut  Lokasi rawan ini tampaknya menunjukkan adanya korelasi bahwa  pelaku terdiri dari kelompok intelektual ahli komputer yang melakukan kejahatannya berulang-ulang dengan korban yang berbeda-beda.  Upaya pengungkapan kasus ini pada umumnya melalui pengintaian di tempat tempat jasa  pengiriman barang, pelacakan media internet yang digunakan pelaku atau menangkap tangan pelaku saat mengakses internet setelah dilakukan pembuntutan yang cermat terhadap pelaku. 
Dunia maya (cyberspace) sebagai  suatu perkembangan baru dalam sejarah peradaban manusia menyebabkan sulitnya dilakukan penegakan hukum sesuai dengan cara-cara yang selama ini dilakukan.  
Peningkatan kuantitas kasus cybercrime nampak jelas dari hasil survey sebuah lembaga penelitian Internasional yang menempatkan Indonesia sebagai negara tertinggi dalam kejahatan carding. Kondisi ini sempat mempengaruhi tingkat kepercayaan dunia Internasional terhadap transaksi-transaksi (electronic commerce) yang dilakukan oleh pelaku usaha yang berasal dari Indonesia, sedangkan dari aspek kualitas cybercrime makin hari nampaknya modus operandi kejahatan ini semakin beragam.
Ketika pertama kali cybercrime marak di Indonesia kejahatan yang paling banyak dilakukan tidak lebih dari pornografi, carding, hacking  pencemaran nama baik melalui situs-situs plesetan. Namun, makin lama modus operandi yang dilakukan semakin canggih dan modern, sebut saja tindak pidana money laundering.

    1. 6. Jenis-jenis kejahatan cyber crime  
Kejahatan-kejahatan dengan modus operandi yang sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan teknologi informasi atau cybercrime dalam perkembangannya memiliki banyak bentuk mulai dari yang sederhana hingga yang sangat rumit. Namun, bagaimanapun bentuk kejahatannya tetaplah merupakan suatu perbuatan yang tercela dan harus segera ditanggulangi.
Dalam praktiknya, ada cybercrime yang  merupakan sebuah kejahatan  konvensional dalam bentuk yang lebih modern, seperti perjudian, pornografi, pencemaran nama baik. Namun ada juga yang merupakan kejahatan yang baru sifatnya, seperti: cybersquating, cubersyalking, hacking.
Secara garis besar cybercrime dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, antara lain:
a. Unauthorized access to computer system and service
Kejahatan yang dilakukan dengan menyusup ke dalam sistem jaringan komputer secara tidak sah tanpa sepengetahuan pemiliknya. Biasanya pelaku kejahatan melakukan dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun, ada juga pelaku melakukan kejahatan ini hanya sekedar menguji kreatifirtasnya atau tertantang untuk mencoba keahliannya.
b. Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukan data atau informasi ke Internet tentang suatu hal yang tidak benar, atau tidak etis dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contoh adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri seseorang;
c. Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan-kejahatan ini bisanya dilakukan pada dokumen-dokumen e. commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik”
d. Cyber espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan yang dokumen atau data-data lainnya tersimpan dalam suatu sistem yang computerized.
e. Offence against Intellectual Property
Kejahatan ini dilakukan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dimiliki pihak lain, misalnya peniruan web sites milik pihak lain.
f. Infringement of Piracy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized.


    1. 7. Penyebab terjadinya cyber crime
 Penyebab terjadinya cyber crime adalah sebagai akibat dari pesatnya perkembangan teknologi informasi yaitu ::
      1. a. Aplikasi dan layanan bisnis yang menggunakan teknologi informasi dan jaringan komputer semakin meningkat.
      2. b. Penggunaan perangkat lunak yang bervariasi dan berasal dari banyak vendor serta desentralisasi server.
      3. c. Meningkatnya kemampuan dan taraf kehidupan pemakai dibidang komputer sehingga mulai banyak pemakai, dari tingkat pemula sampai dengan tingkat mahir, yang mencoba bermain atau membongkar sistim yang digunakannya atau sistim milik orang lain berkat informasi dari buku-buku, milis hingga situs-situs di internet.
      4. d. Mudahnya memperoleh software di internet untuk menyerang komputer dan jaringan komputer.
      5. e. Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum dan belum ada UU yang melingkupi seluruh permasalahan yang terjadi sebagai dasar penegakan hukum.

    1. 8. Kebijakan dan strategi Kapolres dibidang penegakan hukum cyber crime 
Guna tercapainya sasaran dan upaya peningkatan profesional penyidik  dalam penanggulangan tindak pidana cybercrime maka dapat ditempuh beberapa strategi yang telah tersusun secara sistematis dan berkesinambungan, yang meliputi:
a. Strategi Jangka Pendek (1-2 tahun)
    1. 1) Peningkatan taktik dan teknik penyelidikan cybercrime dengan cara melaksanakan pelatihan dengan bantuan ICITAP USA (International criminal investigative training assistance program USA) dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan bantuan pelatihan ke ICITAP USA melalui Bareskrim Polri ;
    2. 2) Memberikan pelatihan mengenai informasi teknologi, karena informasi teknologi sangat berhubungan dengan cybercrime 
    3. 3) Melakukan studi banding dengan pakar-pakar IT (Informasi Teknologi) 
    4. 4) Mendirikan work shop guna kepentingan pelacakan email adress dan lain-lain.
    5. 5) Peningkatan pengetahuan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana cybercrime;
    6. 6) Peningkatan koordinasi lintas sektoral dengan institusi terkait guna memudahkan dalam melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya cybercrime serta dalam kaitan penanggulangannya;
    7. 7) Memberikan kesempatan kepada  penyidik/penyidik pembantu  yang belum mengikuti pendidikan kejuruan untuk mengikuti dikjur, khususnya dikjur cybercrime;
    8. 8) Mensosialisasikan kepada aparat penegak hukum lainnya tentang cybercrime agar ada kesamaan persepsi mengenai penegakan hukum cybercrime.
b. Strategi Jangka Sedang  (2-3 tahun)
    1. 1) Memperbaiki sistem penempatan jabatan terhadap penyidik/ penyidik pembantu yang akan bertugas di fungsi Reserse Kriminal, khususnya yang akan ditempatkan di Satuan Tindak Pidana Ekonomi (Sat II);
    2. 2) Kemampuan mendayagunakan sarana prasarana yang ada guna mendukung pelaksanaan tugas penyidikan terutama work shop yang sudah ada.
    3. 3) Mengajukan Peningkatan (memperbesar) anggaran operasional satuan dan kasus sehingga dapat mencapai standar minimal karena dalam penyidikan kasus cybercrime membutuhkan penyidikan secara lintas batas negara;
    4. 4) Meningkatkan kesejahteraan Penyidik agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya setidaknya berupa insentif.
    5. 5) Meningkatkan frekuensi pertemuan dengan institusi terkait terutama mengenai informasi teknologi guna mengantisipasi semakin berkembangnya cybercrime sekaligus untuk mengetahui modus-modus baru cybercrime. 
    6. 6) Membuat piranti lunak (software) yang khususnya  dapat  dipergunakan dalam  penanggulangan cybercrime.
    7. 7) Penyidik/penyidik pembantu diprioritaskan untuk ikut Dikjur atau latihan cybercrime guna memperkuat penyelidikan untuk mengantisipasi terjadinya kasus cybercrime;
    8. 8) Menempatkan penyidik/penyidik pembantu yang pernah mengikuti pendidikan kejuruan cybercrime dan telah cukup lama mengenal (familiar) Internet. 
    9. 9) Sarana prasarana pendukung dalam hal ini komputer perlu segera dilengkapi dengan software yang khusus serta berbagai perangkat keras pendudukung lainnya (komputer forensik);
c. Strategi Jangka Panjang  (3-5 tahun)
    1. 1) Membentuk Satuan atau setidak-tidaknya unit cybercop untuk melawan pelaku cybercrime.
    2. 2) Membuat jaringan komunikasi dan informasi yang modern dengan institusi terkait sesuai dengan perkembangan teknologi informasi, seperti: PT. Telkom, PT. Pos Indonesia, perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengiriman (Fedex, TIKI,UPS dll), sehingga dapat memudahkan saling tukar informasi;
    3. 3) Melengkapi/menambah sarana-prasarana  pendukung pelaksanaan tugas terutama komputer yang berbasis informasi teknologi;
    4. 4) Ikut ambil bagian secara aktif dalam program penyusunan draft undang-undang tentang cybercrime (cyber law) setidak-tidaknya memberi saran (rekomendasi) ke Mabes Polri;

    1. III. PENUTUP
    2. 9. Kesimpulan
Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika) telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia. Pengaruh yang ditimbulkan dari munculnya fenomena tersebut bisa negatif bisa juga positif. Salah satu dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi ini adalah lahirnya sebuah kejahatan dengan karakteristik baru yang lajim disebut dengan cyber crime.
Wilayah yang banyak terjadi kejahatan ini selama tiga tahun terakhir ini adalah Polda Yogyakarta, Polda Metro Jaya, Polda Sulawesi Selatan  dan Polda Sumut. Indonesia adalah negara tertinggi dalam kejahatan carding, kondisi ini mempengaruhi tingkat kepercayaan dunia Internasional terhadap transaksi-transaksi (electronic commerce) yang dilakukan oleh pelaku usaha yang berasal dari Indonesia.

    1. 10. Rekomendasi 
      1. a. Agar  memiliki dasar pijakan yuridis yang kuat dalam penanggulangan cyber crime sudah saatnya  segera dibentuk undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai cyber crime (cyber law);
      2. b. Cyber crime tidak akan dapat ditangani dengan cara-cara biasa karena bersifat borderless, menggunakan teknologi canggih serta penyidikannya sering melibatkan penyidik luar negeri. Oleh karena itu, agar penanganannya lebih terkoordinir dengan baik disarankan agar segera dibentuk Pusat Kejahatan Cyber crime Nasional
      3. c. Perlunya sosialisasi penyidikan cyber crime dari sat atas (Bareskrim) ke Polda-Polda atau setidak-tidaknya Polda mensosialisasikan keseluruh jajarannya dan untuk mengatasi belum adanya Juklak dan Juknis 


DAFTAR PUSTAKA

      1. 1. Dikdik M. Arief Mansur Dan Elisatris Gultom, Cyber Law, Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, 2005
      2. 2. Edmond Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003
      3. 3. Rahmad Dwi Jatmiko, Manajemen Stratejik, UMM Press, Malang, 2004
      4. 4. R. Soesilo, Taktik Dan Teknis Penyidikan Perkara Kriminal, Politeia, Bogor, 1974
      5. 5. Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta 2002
      6. 6. Tb.Ronny R. Nitibaskara, Pengadian, Ketika Kejahatan Berdaulat, Sebuah Pendekatan Kriminologi, Hukum Dan Sosiologi, Peradaban, Jakarta, 2002
      7. 7. Tim Peneliti, Tindak Pidana Teknologi Komunikasi Informatika/Cybercrime Dan Upaya Penanggulangannya (Laporan Hasil Penelitian), Penelitian Dan Pengembangan Ilmu Dan Teknologi Kepolisian Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PPITK-PTIK), Jakarta 2003
      8. 8. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
      9. 9. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
      10. 10. Bahan Ajaran dari dosen MP. Penegakan Hukum Cyber Crime


1 comment:

  1. orang ini telah menipu saya dia tinggal di Jalan Kh.Khamadani I, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61252, Indonesia

    ReplyDelete