Thursday, 25 September 2014

Polda Jatim : LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK (LPSE) DAN AKUNTABILITAS




JUDUL
IMPLEMENTASI LPSE DI POLRES X GUNA MENINGKATKAN KETERBUKAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN DI BIDANG PENGADAAN (PBJ) DALAM RANGKA TERWUJUDNYA KEPERCAYAAN MASYARAKAT



BAB I
PENDAHULUAN

1.          Latar Belakang
Pemerintah Indonesia saat ini sedang berupaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dan menerapkan tata kelola yang baik (good governance). Kedua hal tersebut baru bisa dicapai jika penyelenggaraan pemerintahan didasarkan pada prinsip kepastian hukum, profesional, visioner, efisien, efektif, akuntabel, transparan, dan partisipatif. Maraknya praktik korupsi, rendahnya  kualitas layanan publik yang tidak memenuhi harapan publik, birokrasi pemerintahan yang tidak efisien dan efektif, transparansi dan akuntabilitas yang rendah, serta rendahnya disiplin dan etos kerja aparatur negara menjadi dasar perlunya reformasi untuk mencapai pemerintahan yang bersih. Pencapaian tata kelola pemerintahan memerlukan reformasi di berbagai bidang dimana termasuk didalamnya adalah reformasi birokrasi.  Mengingat bahwa Sektor pengadaan memegang porsi yang cukup besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang jumlahnya terus berkembang dari tahun ke tahun maka pemerintah memulai inisiatif untuk mereformasi proses pengadaan barang dan jasa melalui suatu Layanan Pengadaan Secara Elektronik atau disingkat LPSE.
Polri, sebagai bagian dari sistem pemerintahan negara juga mulai menerapkan LPSE dengan dikeluarkannya Peraturan Kapolri nomor 9 tahun 2009 yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Kapolri nomor 7 tahun 2011.[1]  Tujuan penerapan LPSE ini sendiri adalah dalam rangka lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, persaingan sehat, akuntabilitas dan adil dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga dapat mengurangi terjadinya interaksi yang lebih besar antara petugas pengadaan dan peserta lelang atau tender guna mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)  dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Polri.  Penerapan LPSE ini telah ditetapkan oleh Kapolri melalui program revitalisasi Polri menuju pelayanan prima yang kesembilan yaitu program pengembangan layanan pengadaan Secara elektronik[2] yang direncanakan pengimplementasiannya dalam kurun waktu Januari 2012 sampai dengan Desember 2012 dengan harapan terwujudnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri, khususnya di bidang pengadaan barang dan jasa.[3]
Beradasrkan jabaran kegiatan program kesembilan revitalisasi Polri tentang program pengembangan LPSE ini diantaranya adalah menambah personel yang memiliki kualifikasi dalam proses pengadaan serta upaya pengembangan sarana dan prasarana pendukung LPSE seperti perluasan jaringan online di seluruh satuan kerja Polri, optimalisasi peran bidang Teknologi dan Informasi Polri untuk melakukan pemeliharaan dan perawatan, dan kategorisasi jenis pengadaan yang terpusat dan yang terdesentralisasi dengan melihat efektifitas, efisiensi, kebutuhan dan usulan dari satuan kewilayahan sesuai dengan karakter wilayahnya.[4] Berdasarkan hasil pengamatan di Polres X, ternyata implementasi LPSE pada tingkat satuan kerja (KOD) ini masih jauh dari yang diharapkan karena hingga bulan Agustus 2012 belum terlihat adanya program atau kegiatan yang signifikan.[5]  Oleh karena itu, dengan mengacu pada program revitalisasi Polri yang dicanangkan diperlukan upaya implementasi guna mensukseskan program reformasi birokrasi Polri melalui pengembangan LPSE pada akhir tahun 2012.

2.          Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, yang menjadi permasalahan dalam penulisan Naskah Karya Perorangan ini adalah bagaimana upaya implementasi LPSE di Polres X guna meningkatkan keterbukaan dan pertanggungjawaban di bidang pengadaan dalam rangka terwujudnya kepercayaan masyarakat.

3.          Pokok Persoalan
Untuk memudahkan proses pembahasan dalam Naskah Karya Perorangan ini maka permasalahan diatas dirumuskan ke dalam pokok-pokok persoalan sebagai berikut:
a.           Bagaimana pelaksanaan pengadaan barang dan jasa melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) pada Polres X
b.          Bagaimana upaya implementasi LPSE di Polres X?

4.          Ruang Lingkup
Penulisan naskah karya perorangan (NKP) ini dibatasi pada konsep upaya implementasi LPSE di Polres X



BAB II
PEMBAHASAN

5.          Fakta-Fakta
Wilayah Polres X adalah salah satu kabupaten di Jawa Barat,  yang memiliki batas wilayah di sebelah utara dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah barat    dengan DKI Jakarta dan Kota Bekasi serta sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang. Kabupaten X berada pada koordinat 1060 58’ 5”  –  1070 17’ 45” BT dan 05054’ 50” – 060 29’ 15” LS.  Suhu rata-rata berada pada 28 derajat sampai 32 derajat celcius dengan curah hujan rata-rata 86,37mm (tahun 2006).  Secara administratif Kabupaten X yang dikepalai oleh seorang Bupati ini memiliki jumlah penduduk 2.193.776 jiwa (data tahun 2008) dengan kepadatan 1.465 jiwa/km2 yang menempati areal seluas 127.388 ha yang dibagi dalam 23 Kecamatan dan 187 Desa.   Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 sampai 13 Kecamatan dengan jumlah desa yang paling sedikit yaitu kecamatan Cikarang Pusat, Bojongmangu dan Muaragembong, sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah desa terbanyak adalah Kecamatan Pebayuran. Kecamatan dengan wilayah terluas adalah Muaragembong (14.009 Ha) atau 11,00 % dari luas kabupaten secara keseluruhan.
Polres X diawaki oleh 1.605 personel dari kebutuhan 2.496 personel atau terpenuhi sekitar 65 persen, dengan perincian 21 perwira menengah, 120 personel perwira pertama dan 1437 personel bintara serta 27 PNS. Personel pada sub bagian sarana dan prasarana berjumlah 5 personel dari kebutuhan (DSP) personel sebanyak 9 orang dengan hanya 1 personel dari keseluruhan anggota Polres yang mempunyai kualifikasi di bidang Pengadaan Barang dan Jasa.[6] 
a.           Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) pada Polres X
Proses tender atau lelang rutin di Polres X secara umum relatif tidak terlalu besar karena hanya dilaksanakan dalam rangka pengadaan ULP Non-Organik, pengadaan makan tahanan, perawatan kendaraan bermotor roda 2 dan roda 4, perawatan kendaraan bermotor roda 4 operasional satuan lalu lintas, dan pengadaan alat tulis kantor (ATK).[7]  Pelaksanaannya sendiri dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut:
1)   Meminta personel satuan atas yang memiliki sertifikasi PBJ untuk ditugaskan ke Polres X sebanyak 2 personel sebagai anggota Panitia Pengadaan, dan 1 personel sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
2)   Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Polres X kemudian menunjuk PPK (personel Polda) dan membentuk Panitia Pengadaan yang anggotanya terdiri dari 1 personel Polres X dan 2 personel Polda.
3)   Berdasarkan Daftar Isian Program dan Anggaran (DIPA) satker Polres X, sub bagian sarana dan prasarana kemudian merencanakan kegiatan pengadaan dengan mengacu pada petunjuk operasional kegiatan (POK).
4)   Pelaksanaan dilaksanakan secara konvensional (non-LPSE) dan hanya memanfaatkan website Mabes Polri sebagai sarana pemberian pengumuman.
5)   KPA membentuk panitia penerima barang
6)   Polres X belum memiliki Unit Layanan Pengadaan (ULP) sendiri
7)   Pelaksanaan pengadaan dilakukan sendiri oleh Polres X berdasarkan penunjukkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) kepada PPK dan Panitia Pengadaan.

b.          Upaya implementasi LPSE di Polres X
Hingga saat pengamatan dilakukan, Polres X belum memiliki sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan LPSE seperti belum ada jaringan online yang tersedia, belum ada unit layanan pengadaan, dan seksi teknologi dan informasi yang ada pada tingkat Polres tidak mempunyai kapasitas dan kapabilitas untuk mengadakan atau melakukan perawatan jaringan yang sudah ada, disamping perangkat keras jaringan di Polres yang sudah tua dan sudah tidak berfungsi.  Selain itu, jika dilihat dari program kerja dari Polres X di bidang Sarana Prasarana, yang tergambar dari program Sub Bagian Sarpras, maka tidak ada program yang secara eksplisit sejalan dengan program revitalisasi Polri ke sembilan yaitu pengembangan layanan LPSE.   Berdasarkan keterangan hasil wawancara dengan pihak Sub Bagian Sarpras Polres X, diketahui bahwa pada tingkat Polda pun, belum terdapat organisasi ULP dan LPSE dalam pengertian struktur organisasi dan sistemnya (perangkat keras dan perangkat lunak) belum dikembangkan.

6.          Analisis
Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) merupakan sebuah unit kerja yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik serta memfasilitasi Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Pejabat Pengadaan pada satuan kerja tertentu dalam melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik.  Disamping itu, LPSE juga melayani registrasi penyedia barang dan jasa yang berdomisili di wilayah kerja LPSE yang bersangkutan.[8]  Adapun dasar pembentukan LPSE sendiri secara umum mengacu pada pasal 111 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang kemudian dijabarkan operasionalisasinya melalui Peraturan Kepala LKPP.[9]  Layanan yang tersedia dalam sistem LPSE saat ini adalah e-tendering atau proses tender secara elektronik, e-catalogue atau layanan fasilitas katalog elektronik, e-audit yaitu sistem yang memberikan layanan akses bagi para auditor untuk melakukan prosedur pemeriksaan, dan e-purchasing. Secara singkat LPSE dapat digambarkan keterkaitannya dengan hal ihwal yang terkait bidang pengadaan sebagai berikut:





PPK










Software


ULP

Sistem










Hardware



LPSE














Pjbt Ada



Organisasi















Penyedia






Gambar ilustrasi LPSE diolah oleh penulis

Dari gambaran hubungan di atas, maka terhadap konsep LPSE ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.           LPSE dapat berarti dua hal yaitu sebagai organisasi yang menyelenggarakan fungsi-fungs dari LPSE, dan sebagai sistem yang menyelenggarakan komputerisasi proses pengadaan secara elektronik (e-tendering)
b.          Sebagai sebuah sistem, LPSE terdiri dari dua bagian yaitu:
1)   Perangkat keras (Hardware) berupa server atau perangkat komputer yang berfungsi sebagai perangkat penyedi layanan termasuk disini adalah koneksi jaringan atau internet dan layanan nama domain (domain name system).
2)   Perangkat lunak (software) atau biasa disebeut SPSE sistem pengadaan secara elektronik (SPSE) adalah rangkaian kode program berbentuk aplikasi yang harus di-instalasi pada server LPSE yang bertugas menyelenggarakan keseluruhan proses e-procurement.  SPSE ini dikembangkan oleh LKPP bekerjasma dengan Lembaga Sandi Negara dan BPKP, dan dapat digunakan oleh LPSE secara gratis tanpa biaya lisensi.[10]
c.                  Bahwa organisasi LPSE adalah struktur yang mengawaki LPSE dan bertugas untuk memberikan pelayanan terhadap stakeholder LSPE dan memastikan sistem LPSE berjalan dengan lancar dalam rangka mendukung proses e-procurement.

Berdasarkan penjelasan kerangka acuan konsep LPSE dia atas dan uraian fakta-fakta di pada bagian sebelumnya, maka terhadap praktek pelaksanaan pengadaan di Polres X dan upaya implementasi LPSE-nya dapat di analisis sebagai berikut:
a.           Analisis atas Pelaksanaan pengadaan pada Polres X (Internal)
Berdasarkan pengamatan secara singkat, maka terhadap praktek pengadaan barang dan jasa di Polres X ditemukan beberapa kelemahan yang mendasar dan perlu segera diperbaiki sebagai berikut:
1)         Pelaksanan proses Pengadaan pada Polres X tidak mengikuti ketentuan tata cara pengadaan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 dengan indikator sebagai berikut:
a)          Pengadaan masih dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan, padahal beradasarkan ketentuan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tidak ada lagi istilah panitia pengadaan. Proses lelang atau proses pemilihan penyedia berdasarkan aturan ini dilaksanakan oleh kelompok kerja dalam kerangka ULP, atau oleh Pejabat Pengadaan.[11]
b)         Belum ada ULP yang dibentuk, baik pada tingkat Polres X, maupun satuan di atasnya, sementara berdasarkan ketentuan, Kementrian, Lembaga, Departemen, dan instansi (KLDI) wajib mempunyai ULP.
2)         Belum ada program yang sejalan dengan program kesembilan Revitalisasi Polri yaitu pengembangan layanan pengadaan secara elektronik.

b.          Analisis atas Upaya implementasi di Polres X
Terdapat beberapa kelemahan mendasar yang harus segera diperbaiki dalam rangka implementasi LPSE di Polres X sebagai berikut:
1)         Belum dibentuk ULP[12]
2)         Keterbatasan personel yang memiliki sertifikasi di bidang PBJ Pemerintah.[13]
3)         Belum tersedianya sumber daya LPSE berupa:
a)          Personel yang memiliki kapasitas untuk mengawaki struktur LPSE meliputi administrator, registrator dan verifikator, serta helpdesk.
b)         Belum memilki Server yang terhubung dengan jaringan internet
c)          Personel SITIPOL Polres X belum memiliki kemampuan uantuk melakukan pemeliharaan terhadap hardware (server)
d)         Polres X belum mempunyai domain name atau nama domain sendiri
4)         Belum ada komitmen dan kebijakan yang mendukung terlaksananya program kesembilan dalam Revitalisasi Polri di bidang pengembangan layanan pengadaan secara elektronik

7.          Upaya Implementasi
Dalam rangka mengimplementasikan LPSE di Polres X guna meningkatkan keterbukaan dan pertanggungjawaban di bidang pengadaan (PBJ) dalam rangka terwujudnya kepercayaan masyarakat di Polres X maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.                  Segera mengoreksi proses pengadaan barang dan jasa yang selama ini dipraktekkan di Polres X yang menurut hemat penulis secara administratif telah terjadi kesalahan.  Kesalahan administratif ini, walaupun belum dapat disimpulkan sebagai suatu pelanggaran pidana, tetapi dapat menjurus pada penyimpangan-penyimpangan dimana pada akhirnya pelanggaran administratif ini dapat menjadi faktor yang memperkuat unsur melawan hukum dalam pasal-pasal korupsi.  Untuk itu, sementara proses implementasi LPSE akan diimplementasikan, maka proses konvensional yang ada harus disesuaikan dengan peraturan yang ada (Perpres 54 tahun 2010) dengan cara:
1)         Tidak lagi membentuk panitia pengadaan dalam kegiatan pemilihan penyedia barang dan jasa pada tingkat Polres.
2)         Menyerahkan proses pengadaan kepada ULP terdekat, baik yang sudah ada pada satuan atas (Polda) jika ada, atau kepada instansi samping (horisontal) seperti ULP yang ada di Pemerintah Daerah (Kabupaten)
3)         Tetap membentuk panitia atau pejabat penerima hasil pekerjaan yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
4)         Aparat pengawas Intern Pemerintah (APIP) pada Polres X harus tetap ditugaskan untuk mengawasi proses pengadaan barang dan jasa untuk meminimalisasi terjadinya penyimpangan.
5)         APIP atau Siwas, perlu melakukan uji petik terhadap barang atau jasa yang diterima untuk menjamin kualitas dan kuantitas pekerjaan atau jasa yang diberikan.
b.                  Melakukan Implementasi LPSE pada tingkat Polres secara bertahap melalui pendekatan unsur manajemen sebagai berikut:
1)         Sumber Daya Manusia
a)          Mengadakan pelatihan metode pengadaan barang dan jasa di lingkngan pemerintah bekerja sama dengan LKPP, atau lembaga lainnya yang ditunjuk oleh LKPP dilakukan terhadap personel yang ditunjuk secara selektif (short listed)
b)         Menyiapkan modul-modul pelatihan untuk dipelajari oleh peserta pelatihan
c)          Mengikutsertakan personel yang telah mengikuti pelatihan dalam ujian sertifikasi, dengan target minimal ada 3 sampai dengan 5 orang personel Polres yang memiliki sertifikasi.
d)         Memberikan pelatihan bidang Informasi dan teknologi (IT) bagi personel yang akan menduduki struktur LPSE meliputi admnistrator, registrator dan verifikator, serta helpdesk.
e)          Melakukan optimalisasi seksi TI Polres untuk melakukan perawatan jika server telah tersedia
2)         Anggaran
a)          Melakukan revisi anggaran untuk tahun 2012 dengan mengalokasikan untuk kegiatan terkait dengan program pengembangan layanan pengadaan secara elektronik.
b)         Memerintahkan kepada sub bagian sarana dan prasarana bekerjasama dengan bagian perencanaan untuk merancang kegiatan terkait dengan program pengembangan layanan pengadaan secara elektronik untuk tahun berikutnya
3)         Material
a)          Menggunakan anggaran hasil revisi melakukan proses pengadaan perangkat keras untuk digunakan sebagai server LPSE
b)         Mempersiapkan ruangan yang dilengkapi dengan sistem pendingin untuk mendukung server LPSE
c)          Menyiapkan aplikasi SPSE dengan melakukan koordinasi kepada LKPP untuk mendapatkan 1 copy free licence aplikasi SPSE
d)         Menyiapkan domain name bagi LPSE Polres.  Cukup menyiapkan domain name bagi Polres X seperti http://www.polres-x.go.id  dimana kemudian LPSE cukup dijadikan sub domain-nya sehingga menjadi http://lpse.polres-x.go.id
e)          Melakukan instalasi aplikasi SPSE pada server, kemudian melakukan uji coba sistem, sebelum kemudian digunakan secara resmi
4)         Sistem dan Metode
a)          Membentuk ULP dan LPSE serta mengisi struktur organisasinya dengan personel yang kompeten
b)         Membuat sebuah road map implementasi LPSE dan SPSE pada Polres X
c)          Membuat SOP dan HTCK terkait dengan pembagian tugas dan tanggung jawab pelaksanaan road map implementasi
d)         Kapolres melakukan pengendalian dan pengawasan secara berkala proses implementasi LPSE dengan menerapkan sistem pelaporan dari penanggungjawab kegiatan serta penerapan kegiatan analisa dan evaluasi.



BAB III
PENUTUP

8.          Kesimpulan
Bahwa berdasarkan pengamatan, proses pengadaan barang dan jasa pada Polres X menigndikasikan terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya adminstratif (bukan pidana), tetapi jika dibiarkan dan tidak diawasi dapat berpotensi menmbulkan pelanggaran yang sifatnya pidana.  Pelanggaran ini terindikasi dari Prose Pengadaan masih dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan, padahal beradasarkan ketentuan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tidak ada lagi istilah panitia pengadaan. Proses lelang atau proses pemilihan penyedia berdasarkan aturan ini dilaksanakan oleh kelompok kerja dalam kerangka ULP, atau oleh Pejabat Pengadaan.[14] Kemudian belum ada ULP yang dibentuk, baik pada tingkat Polres X, maupun satuan di atasnya, sementara berdasarkan ketentuan, Kementrian, Lembaga, Departemen, dan instansi (KLDI) wajib mempunyai ULP.
Di sisi lainnya, Terdapat beberapa kelemahan mendasar yang harus segera diperbaiki dalam rangka implementasi LPSE di Polres X seperti belum dibentuknya ULP,[15]  keterbatasan personel yang memiliki sertifikasi di bidang PBJ Pemerintah.[16] Belum tersedianya sumber daya LPSE dan Belum ada komitmen dan kebijakan yang mendukung terlaksananya program kesembilan dalam Revitalisasi Polri di bidang pengembangan layanan pengadaan secara elektronik.  Dalam rangka implementasi LPSE ini harus diambil langkah-langkah segera melalui pendekatan unsur-unsur manajemen.

9.          Rekomendasi
a.           Kepada Kapolda melalui Kepala Biro Sarpras disarankan segera membentuk ULP agar dapat dimanfaatkan oleh satuan setingkat Polres.
b.          Kepada Kapolda melalui Kepala Biro Sarpras disarankan segera membentuk LPSE dan SPSE agar dapat dimanfaatkan oleh satuan setingkat Polres sementara proses implementasi pada tingkat Polres berjalan.
c.           Kepada Kapolri cq Deputi Logistik melalui Kapolda untuk merevisi Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2011 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan Polri agar sesuai dengan ketentuan Perpres 54 tahun 2010 (masih menggunakan istilah lama seperti panitia pengadaan, sementara dalam Perpres sudah tidak ada lagi panitia pengadaan).



[1] Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 7 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
[2] Rencana strategis Polri Tahap II tahun 2010-2014, telah ditingkatkan dari 8 program menjadi 13 program dalam rangka memberikan dukungan pada Pembangunan Nasional.
[3] Timur Pradopo, Arah Kebijakan Kapolri tentang Revitalisasi Polri Menuju Pelayanan Prima Guna Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat, Jakarta, 2010. 
[4] Grand Design Pembangunan Polri Tahap kedua 2010 – 2014. Arah Kebijakan Kapolri tentang Revitalisasi Polri Menuju Pelayanan Prima Guna Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat, Jakarta, 2010
[5] Proses pengadaan masih dilakukan secara konvensional, dan pejabat di bidang sarpras tidak memhami konsep dari LPSE itu sendiri.
[6] Data Personel Bekasi, DSPP – Riil tahun 2012 Polres bekasi dan Struktur organisasi sub bagian sarana prasarana Polres Bekasi.
[7] Data kontrak lelang Polres X tahun 2012 dan DIPA Polres X
[8] Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Lembaga Kebijakan PBJ Pemerintah (LKPP) http://www.lkpp.go.id, diakses pada tanggal 9 Agustus 2012.
[9] Peraturan LKPP Nomor 2 tahun 2010 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
[10] Saat ini aplikasi SPSE sudah berada pada versi 3.2.5
[11] Vide pasal 14 dan 15 Perpres 54 tahun 2010 tentang PBJ.
[12] Perpres 54 tahun 2010 tentang PBJ menyatakan bahwa Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.  Dijabarkan melalui Peraturan kapolri Nomor 7 tahun 2011 tentang PBJ secara Elektronik.
[13] Hanya 1 orang dari 1605 personel Polres X.
[14] Vide pasal 14 dan 15 Perpres 54 tahun 2010 tentang PBJ.
[15] Perpres 54 tahun 2010 tentang PBJ menyatakan bahwa Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.  Dijabarkan melalui Peraturan kapolri Nomor 7 tahun 2011 tentang PBJ secara Elektronik.
[16] Hanya 1 orang dari 1605 personel Polres X.

0 comments:

Post a Comment