JUDUL
IMPLEMENTASI LPSE DI POLRES X GUNA MENINGKATKAN
KETERBUKAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN DI BIDANG PENGADAAN (PBJ) DALAM RANGKA TERWUJUDNYA
KEPERCAYAAN MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pemerintah Indonesia saat ini sedang
berupaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dan menerapkan tata kelola yang baik (good governance). Kedua hal tersebut
baru bisa dicapai jika penyelenggaraan pemerintahan didasarkan pada prinsip
kepastian hukum, profesional, visioner, efisien, efektif, akuntabel,
transparan, dan partisipatif. Maraknya praktik korupsi, rendahnya kualitas layanan publik yang tidak
memenuhi harapan publik, birokrasi pemerintahan yang tidak efisien dan efektif,
transparansi dan akuntabilitas yang rendah, serta rendahnya disiplin dan etos
kerja aparatur negara menjadi dasar perlunya reformasi untuk mencapai
pemerintahan yang bersih. Pencapaian tata kelola pemerintahan memerlukan
reformasi di berbagai bidang dimana termasuk didalamnya adalah reformasi
birokrasi. Mengingat bahwa Sektor
pengadaan memegang porsi yang cukup besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang jumlahnya terus berkembang dari tahun ke tahun maka
pemerintah memulai inisiatif untuk mereformasi proses pengadaan barang dan jasa melalui suatu Layanan Pengadaan Secara
Elektronik atau disingkat LPSE.
Polri, sebagai bagian dari sistem
pemerintahan negara juga mulai menerapkan LPSE dengan dikeluarkannya Peraturan
Kapolri nomor 9 tahun 2009 yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Kapolri
nomor 7 tahun 2011. Tujuan penerapan LPSE ini sendiri
adalah dalam rangka lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, persaingan
sehat, akuntabilitas dan adil dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa
pemerintah di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga dapat
mengurangi terjadinya interaksi yang lebih besar antara petugas pengadaan dan
peserta lelang atau tender guna mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN) dalam kegiatan pengadaan
barang dan jasa di lingkungan Polri.
Penerapan LPSE ini telah ditetapkan oleh Kapolri melalui program
revitalisasi Polri menuju pelayanan prima yang kesembilan yaitu program pengembangan layanan pengadaan Secara
elektronik yang
direncanakan pengimplementasiannya dalam kurun waktu Januari 2012 sampai dengan
Desember 2012 dengan harapan terwujudnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri,
khususnya di bidang pengadaan barang dan jasa.
Beradasrkan jabaran kegiatan program
kesembilan revitalisasi Polri tentang program
pengembangan LPSE ini diantaranya adalah menambah personel yang memiliki
kualifikasi dalam proses pengadaan serta upaya pengembangan sarana dan
prasarana pendukung LPSE seperti perluasan jaringan online di seluruh satuan
kerja Polri, optimalisasi peran bidang Teknologi dan Informasi Polri untuk
melakukan pemeliharaan dan perawatan, dan kategorisasi jenis pengadaan yang
terpusat dan yang terdesentralisasi dengan melihat efektifitas, efisiensi,
kebutuhan dan usulan dari satuan kewilayahan sesuai dengan karakter wilayahnya.
Berdasarkan hasil pengamatan di Polres X, ternyata implementasi LPSE pada
tingkat satuan kerja (KOD) ini masih jauh dari yang diharapkan karena hingga
bulan Agustus 2012 belum terlihat adanya program atau kegiatan yang signifikan. Oleh karena itu, dengan mengacu pada
program revitalisasi Polri yang dicanangkan diperlukan upaya implementasi guna
mensukseskan program reformasi birokrasi Polri melalui pengembangan LPSE pada
akhir tahun 2012.
2.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut
diatas, yang menjadi permasalahan dalam penulisan Naskah Karya Perorangan ini
adalah bagaimana upaya implementasi LPSE di Polres X guna meningkatkan
keterbukaan dan pertanggungjawaban di bidang pengadaan dalam rangka terwujudnya
kepercayaan masyarakat.
3.
Pokok Persoalan
Untuk memudahkan proses pembahasan dalam
Naskah Karya Perorangan ini maka permasalahan diatas dirumuskan ke dalam pokok-pokok
persoalan sebagai berikut:
a.
Bagaimana
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa melalui Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE) pada Polres X
b.
Bagaimana
upaya implementasi LPSE di Polres X?
4.
Ruang Lingkup
Penulisan naskah karya perorangan (NKP)
ini dibatasi pada konsep upaya implementasi LPSE di Polres X
BAB II
PEMBAHASAN
5.
Fakta-Fakta
Wilayah Polres X adalah salah satu
kabupaten di Jawa Barat, yang
memiliki batas wilayah di sebelah utara dengan Laut Jawa, sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah barat dengan DKI Jakarta dan Kota Bekasi serta sebelah
timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang. Kabupaten X berada pada koordinat
1060 58’ 5” – 1070 17’ 45” BT dan 05054’ 50” – 060
29’ 15” LS. Suhu rata-rata berada
pada 28 derajat sampai 32 derajat celcius dengan curah hujan rata-rata 86,37mm
(tahun 2006). Secara administratif
Kabupaten X yang dikepalai oleh seorang Bupati ini memiliki jumlah penduduk
2.193.776 jiwa (data tahun 2008) dengan kepadatan 1.465 jiwa/km2 yang menempati
areal seluas 127.388 ha yang dibagi dalam 23 Kecamatan dan 187 Desa. Jumlah desa di setiap kecamatan
berkisar antara 6 sampai 13 Kecamatan dengan jumlah desa yang paling sedikit
yaitu kecamatan Cikarang Pusat, Bojongmangu dan Muaragembong, sedangkan
kecamatan yang memiliki jumlah desa terbanyak adalah Kecamatan Pebayuran.
Kecamatan dengan wilayah terluas adalah Muaragembong (14.009 Ha) atau 11,00 %
dari luas kabupaten secara keseluruhan.
Polres X diawaki oleh 1.605 personel
dari kebutuhan 2.496 personel atau terpenuhi sekitar 65 persen, dengan
perincian 21 perwira menengah, 120 personel perwira pertama dan 1437 personel
bintara serta 27 PNS. Personel pada sub bagian sarana dan prasarana berjumlah 5
personel dari kebutuhan (DSP) personel sebanyak 9 orang dengan hanya 1 personel
dari keseluruhan anggota Polres yang mempunyai kualifikasi di bidang Pengadaan
Barang dan Jasa.
a.
Pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
pada Polres X
Proses tender atau lelang rutin di
Polres X secara umum relatif tidak
terlalu besar karena hanya dilaksanakan dalam rangka pengadaan ULP
Non-Organik, pengadaan makan tahanan, perawatan kendaraan bermotor roda 2 dan
roda 4, perawatan kendaraan bermotor roda 4 operasional satuan lalu lintas, dan
pengadaan alat tulis kantor (ATK). Pelaksanaannya sendiri dilaksanakan
dengan mekanisme sebagai berikut:
1) Meminta personel satuan atas yang
memiliki sertifikasi PBJ untuk ditugaskan ke Polres X sebanyak 2 personel
sebagai anggota Panitia Pengadaan, dan 1 personel sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
2) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Polres X
kemudian menunjuk PPK (personel Polda) dan membentuk Panitia Pengadaan yang
anggotanya terdiri dari 1 personel Polres X dan 2 personel Polda.
3) Berdasarkan Daftar Isian Program dan
Anggaran (DIPA) satker Polres X, sub bagian sarana dan prasarana kemudian
merencanakan kegiatan pengadaan dengan mengacu pada petunjuk operasional
kegiatan (POK).
4) Pelaksanaan dilaksanakan secara
konvensional (non-LPSE) dan hanya memanfaatkan website Mabes Polri sebagai sarana pemberian pengumuman.
5) KPA membentuk panitia penerima barang
6) Polres X belum memiliki Unit Layanan
Pengadaan (ULP) sendiri
7) Pelaksanaan pengadaan dilakukan sendiri
oleh Polres X berdasarkan penunjukkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) kepada PPK
dan Panitia Pengadaan.
b.
Upaya
implementasi LPSE di Polres X
Hingga saat pengamatan dilakukan,
Polres X belum memiliki sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan LPSE
seperti belum ada jaringan online yang tersedia, belum ada unit layanan
pengadaan, dan seksi teknologi dan informasi yang ada pada tingkat Polres tidak
mempunyai kapasitas dan kapabilitas untuk mengadakan atau melakukan perawatan
jaringan yang sudah ada, disamping perangkat keras jaringan di Polres yang
sudah tua dan sudah tidak berfungsi.
Selain itu, jika dilihat dari program kerja dari Polres X di bidang
Sarana Prasarana, yang tergambar dari program Sub Bagian Sarpras, maka tidak
ada program yang secara eksplisit sejalan dengan program revitalisasi Polri ke
sembilan yaitu pengembangan layanan LPSE. Berdasarkan keterangan hasil wawancara dengan pihak
Sub Bagian Sarpras Polres X, diketahui bahwa pada tingkat Polda pun, belum
terdapat organisasi ULP dan LPSE dalam pengertian struktur organisasi dan
sistemnya (perangkat keras dan perangkat lunak) belum dikembangkan.
6.
Analisis
Layanan Pengadaan Secara Elektronik
(LPSE) merupakan sebuah unit kerja yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem
pelayanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik serta memfasilitasi Unit
Layanan Pengadaan (ULP) atau Pejabat Pengadaan pada satuan kerja tertentu dalam
melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Disamping itu, LPSE juga melayani
registrasi penyedia barang dan jasa yang berdomisili di wilayah kerja LPSE yang
bersangkutan. Adapun dasar pembentukan LPSE sendiri
secara umum mengacu pada pasal 111 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010
tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang kemudian dijabarkan
operasionalisasinya melalui Peraturan Kepala LKPP. Layanan yang tersedia dalam sistem LPSE
saat ini adalah e-tendering atau
proses tender secara elektronik, e-catalogue
atau layanan fasilitas katalog elektronik, e-audit
yaitu sistem yang memberikan layanan akses bagi para auditor untuk melakukan
prosedur pemeriksaan, dan e-purchasing.
Secara singkat LPSE dapat digambarkan keterkaitannya dengan hal ihwal yang
terkait bidang pengadaan sebagai berikut:
|
|
|
|
PPK
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Software
|
|
|
ULP
|
|
|
|
Sistem
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hardware
|
|
|
|
|
LPSE
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pjbt Ada
|
|
|
|
Organisasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penyedia
|
|
|
|
|
Gambar
ilustrasi LPSE diolah oleh penulis
Dari gambaran hubungan di atas, maka
terhadap konsep LPSE ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.
LPSE
dapat berarti dua hal yaitu sebagai organisasi yang menyelenggarakan
fungsi-fungs dari LPSE, dan sebagai sistem yang menyelenggarakan komputerisasi
proses pengadaan secara elektronik (e-tendering)
b.
Sebagai
sebuah sistem, LPSE terdiri dari dua bagian yaitu:
1) Perangkat keras (Hardware) berupa server
atau perangkat komputer yang berfungsi sebagai perangkat penyedi layanan
termasuk disini adalah koneksi jaringan atau internet dan layanan nama domain (domain name system).
2) Perangkat lunak (software) atau biasa disebeut SPSE sistem pengadaan secara
elektronik (SPSE) adalah rangkaian kode program berbentuk aplikasi yang harus
di-instalasi pada server LPSE yang bertugas
menyelenggarakan keseluruhan proses e-procurement. SPSE ini dikembangkan oleh LKPP
bekerjasma dengan Lembaga Sandi Negara dan BPKP, dan dapat digunakan oleh LPSE
secara gratis tanpa biaya lisensi.
c.
Bahwa
organisasi LPSE adalah struktur yang mengawaki LPSE dan bertugas untuk
memberikan pelayanan terhadap stakeholder
LSPE dan memastikan sistem LPSE berjalan dengan lancar dalam rangka mendukung
proses e-procurement.
Berdasarkan penjelasan kerangka acuan
konsep LPSE dia atas dan uraian fakta-fakta di pada bagian sebelumnya, maka
terhadap praktek pelaksanaan pengadaan di Polres X dan upaya implementasi
LPSE-nya dapat di analisis sebagai berikut:
a.
Analisis
atas Pelaksanaan pengadaan pada Polres X (Internal)
Berdasarkan pengamatan secara singkat,
maka terhadap praktek pengadaan barang dan jasa di Polres X ditemukan beberapa
kelemahan yang mendasar dan perlu segera diperbaiki sebagai berikut:
1)
Pelaksanan
proses Pengadaan pada Polres X tidak mengikuti ketentuan tata cara pengadaan
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 dengan indikator sebagai
berikut:
a)
Pengadaan
masih dilaksanakan oleh Panitia
Pengadaan, padahal beradasarkan ketentuan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tidak
ada lagi istilah panitia pengadaan. Proses lelang atau proses pemilihan
penyedia berdasarkan aturan ini dilaksanakan oleh kelompok kerja dalam kerangka
ULP, atau oleh Pejabat Pengadaan.
b)
Belum ada
ULP yang dibentuk, baik pada tingkat Polres X, maupun satuan di atasnya,
sementara berdasarkan ketentuan, Kementrian, Lembaga, Departemen, dan instansi
(KLDI) wajib mempunyai ULP.
2)
Belum ada
program yang sejalan dengan program kesembilan Revitalisasi Polri yaitu
pengembangan layanan pengadaan secara elektronik.
b.
Analisis
atas Upaya implementasi di Polres X
Terdapat
beberapa kelemahan mendasar yang harus segera diperbaiki dalam rangka
implementasi LPSE di Polres X sebagai berikut:
2)
Keterbatasan
personel yang memiliki sertifikasi di bidang PBJ Pemerintah.
3)
Belum
tersedianya sumber daya LPSE berupa:
a)
Personel
yang memiliki kapasitas untuk mengawaki struktur LPSE meliputi administrator,
registrator dan verifikator, serta helpdesk.
b)
Belum
memilki Server yang terhubung dengan
jaringan internet
c)
Personel
SITIPOL Polres X belum memiliki kemampuan uantuk melakukan pemeliharaan
terhadap hardware (server)
d)
Polres X
belum mempunyai domain name atau nama
domain sendiri
4)
Belum ada
komitmen dan kebijakan yang mendukung terlaksananya program kesembilan dalam
Revitalisasi Polri di bidang pengembangan layanan pengadaan secara elektronik
7.
Upaya Implementasi
Dalam rangka mengimplementasikan LPSE
di Polres X guna meningkatkan keterbukaan dan pertanggungjawaban di bidang
pengadaan (PBJ) dalam rangka terwujudnya kepercayaan masyarakat di Polres X
maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Segera mengoreksi
proses pengadaan barang dan jasa yang selama ini dipraktekkan di Polres X yang
menurut hemat penulis secara administratif telah terjadi kesalahan. Kesalahan administratif ini, walaupun
belum dapat disimpulkan sebagai suatu pelanggaran pidana, tetapi dapat menjurus
pada penyimpangan-penyimpangan dimana pada akhirnya pelanggaran administratif
ini dapat menjadi faktor yang memperkuat unsur melawan hukum dalam pasal-pasal
korupsi. Untuk itu, sementara
proses implementasi LPSE akan diimplementasikan, maka proses konvensional yang
ada harus disesuaikan dengan peraturan yang ada (Perpres 54 tahun 2010) dengan
cara:
1)
Tidak
lagi membentuk panitia pengadaan dalam kegiatan pemilihan penyedia barang dan
jasa pada tingkat Polres.
2)
Menyerahkan
proses pengadaan kepada ULP terdekat, baik yang sudah ada pada satuan atas
(Polda) jika ada, atau kepada instansi samping (horisontal) seperti ULP yang
ada di Pemerintah Daerah (Kabupaten)
3)
Tetap
membentuk panitia atau pejabat penerima hasil pekerjaan yang bertugas memeriksa
dan menerima hasil pekerjaan.
4)
Aparat
pengawas Intern Pemerintah (APIP) pada Polres X harus tetap ditugaskan untuk
mengawasi proses pengadaan barang dan jasa untuk meminimalisasi terjadinya
penyimpangan.
5)
APIP atau
Siwas, perlu melakukan uji petik terhadap barang atau jasa yang diterima untuk
menjamin kualitas dan kuantitas pekerjaan atau jasa yang diberikan.
b.
Melakukan
Implementasi LPSE pada tingkat Polres secara bertahap melalui pendekatan unsur
manajemen sebagai berikut:
1)
Sumber
Daya Manusia
a)
Mengadakan
pelatihan metode pengadaan barang dan jasa di lingkngan pemerintah bekerja sama
dengan LKPP, atau lembaga lainnya yang ditunjuk oleh LKPP dilakukan terhadap
personel yang ditunjuk secara selektif (short
listed)
b)
Menyiapkan
modul-modul pelatihan untuk dipelajari oleh peserta pelatihan
c)
Mengikutsertakan
personel yang telah mengikuti pelatihan dalam ujian sertifikasi, dengan target minimal
ada 3 sampai dengan 5 orang personel Polres yang memiliki sertifikasi.
d)
Memberikan
pelatihan bidang Informasi dan teknologi (IT) bagi personel yang akan menduduki
struktur LPSE meliputi admnistrator, registrator dan verifikator, serta helpdesk.
e)
Melakukan
optimalisasi seksi TI Polres untuk melakukan perawatan jika server telah
tersedia
2)
Anggaran
a)
Melakukan
revisi anggaran untuk tahun 2012 dengan mengalokasikan untuk kegiatan terkait
dengan program pengembangan layanan pengadaan secara elektronik.
b)
Memerintahkan
kepada sub bagian sarana dan prasarana bekerjasama dengan bagian perencanaan
untuk merancang kegiatan terkait dengan program pengembangan layanan pengadaan
secara elektronik untuk tahun berikutnya
3)
Material
a)
Menggunakan
anggaran hasil revisi melakukan proses pengadaan perangkat keras untuk
digunakan sebagai server LPSE
b)
Mempersiapkan
ruangan yang dilengkapi dengan sistem pendingin untuk mendukung server LPSE
c)
Menyiapkan
aplikasi SPSE dengan melakukan koordinasi kepada LKPP untuk mendapatkan 1 copy free licence aplikasi SPSE
e)
Melakukan
instalasi aplikasi SPSE pada server,
kemudian melakukan uji coba sistem, sebelum kemudian digunakan secara resmi
4)
Sistem
dan Metode
a)
Membentuk
ULP dan LPSE serta mengisi struktur organisasinya dengan personel yang kompeten
b)
Membuat
sebuah road map implementasi LPSE dan
SPSE pada Polres X
c)
Membuat
SOP dan HTCK terkait dengan pembagian tugas dan tanggung jawab pelaksanaan road
map implementasi
d)
Kapolres
melakukan pengendalian dan pengawasan secara berkala proses implementasi LPSE
dengan menerapkan sistem pelaporan dari penanggungjawab kegiatan serta
penerapan kegiatan analisa dan evaluasi.
BAB III
PENUTUP
8.
Kesimpulan
Bahwa berdasarkan pengamatan, proses
pengadaan barang dan jasa pada Polres X menigndikasikan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya adminstratif (bukan pidana), tetapi jika
dibiarkan dan tidak diawasi dapat berpotensi menmbulkan pelanggaran yang sifatnya
pidana. Pelanggaran ini
terindikasi dari Prose Pengadaan
masih dilaksanakan oleh Panitia
Pengadaan, padahal beradasarkan ketentuan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tidak
ada lagi istilah panitia pengadaan. Proses lelang atau proses pemilihan
penyedia berdasarkan aturan ini dilaksanakan oleh kelompok kerja dalam kerangka
ULP, atau oleh Pejabat Pengadaan.
Kemudian belum ada ULP yang
dibentuk, baik pada tingkat Polres X, maupun satuan di atasnya, sementara
berdasarkan ketentuan, Kementrian, Lembaga, Departemen, dan instansi (KLDI)
wajib mempunyai ULP.
Di sisi lainnya, Terdapat beberapa
kelemahan mendasar yang harus segera diperbaiki dalam rangka implementasi LPSE
di Polres X seperti belum dibentuknya ULP,
keterbatasan personel yang
memiliki sertifikasi di bidang PBJ Pemerintah.
Belum tersedianya sumber daya LPSE dan Belum ada komitmen dan kebijakan yang
mendukung terlaksananya program kesembilan dalam Revitalisasi Polri di bidang
pengembangan layanan pengadaan secara elektronik. Dalam rangka implementasi LPSE ini harus diambil
langkah-langkah segera melalui pendekatan unsur-unsur manajemen.
9.
Rekomendasi
a.
Kepada
Kapolda melalui Kepala Biro Sarpras disarankan segera membentuk ULP agar dapat
dimanfaatkan oleh satuan setingkat Polres.
b.
Kepada
Kapolda melalui Kepala Biro Sarpras disarankan segera membentuk LPSE dan SPSE
agar dapat dimanfaatkan oleh satuan setingkat Polres sementara proses
implementasi pada tingkat Polres berjalan.
c.
Kepada
Kapolri cq Deputi Logistik melalui Kapolda untuk merevisi Peraturan Kapolri
Nomor 7 tahun 2011 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan Polri agar
sesuai dengan ketentuan Perpres 54 tahun 2010 (masih menggunakan istilah lama
seperti panitia pengadaan, sementara dalam Perpres sudah tidak ada lagi panitia pengadaan).