I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia ialah negara Hukum.Penggalan kalimat tersebut tertera jelas pada Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945,dimana kalimat tersebut mengartikan secara luas bahwa Indonesia adalah negara yang menganut paham Negara Hukum (Rechtsstaat) dan bukan Negara Kekuasaan (Manhstaat).Dalam konsep negara Hukum tersebut,diidealkan bahwa yang sepatutnya dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, dan bukan bidang lainnya.Dalam sejarah modern, gagasan Negara Hukum itu sendiri berawal dari dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum sebagai sistem yang fungsional dan berkeadilan,dengan menata konsep Rechtsstaat tersebut melalui rule of law yang dibungkus dalam bingkai Criminal Justice System di negara ini.
Atas dasar tersebut,Indonesia sebagai Negara Hukum memiliki beberapa macam hukum untuk mengatur setiap tindakan warga negaranya,diantaranya adalah Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana. Kedua hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat karena pada hakekatnya Hukum Acara Pidana termasuk didalam pengertian hukum Pidana itusendiri.Hanya saja Hukum Acara Pidana atau yang juga dikenal sebagai Hukum Pidana Formal lebih tertuju pada ketentuan yang mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan hak nya untuk mem-pidana dan menjatuhkan pidana.Sedangkan konsep Hukum Pidana (materiil) lebih tertuju pada peraturan hukum yang menunjukkan perbuatan mana yang seharusnya dikenakan pidana dan pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana tersebut.
Pada prinsipnya,hukum dibuat untuk memberikan pelayanan kepada warga negara dengan tujuan terciptanya sebuah ketertiban, keamanan, kesejahteraan dan rasa keadilan yang sebenarnya. Namun demikian, walaupun hukum dibuat dengan sifat yang mengikat setiap warga negara yang tidak mematuhi nya,bentuk-bentuk penyimpangan dan pelanggaran itu tetap saja terjadi.Menghadapi hal ini,tentunya negara harus mensikapi dengan tindakan tegas dalam wujud penegakan hukum itu sendiri. Salah satu hal yang dilakukan oleh negara adalah mengeluarkan Undang-undang Nomor 81 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).Dan didalam KUHAP itu sendiri dikatakan bahwa tujuan Hukum Acara Pidana adalah “untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”.Salah satu proses yang mengawali tindakan hukum tersebut adalah penyidikan dan dengan dilaksanakannya proses penyidikan maka sebuah perbuatan atau tindakan itu dapat dikatakan sebagai sebuah tindak pidana atau tindak kejahatan ataupun tidak dapat.
Sesuai dengan UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,menjadikan Polri sebagai alat Negara penegak hukum,penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta sebagai pengayom,pelindung dan pelayan masyarakat.Haltersebut tentu menjadi tantangan tugas bagi Polri, karena satu sisi dibutuhkan keahlian manajerial pada aspek manajemen yang berkaitan erat dengan masalah-masalah pelaksanaan koordinasi dan disisi lain dituntut penguasaan tentang penyidikan yang ruang geraknya senantiasa dibatasi oleh ketentuan hukum yang berlaku.Tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian ini sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana itu sendiri,hal ini dikarenakan proses penyidikan merupakan langkah awal dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh aktor-aktor penegakan hukum di Indonesia.Berbagai contoh kasus yang terjadi belakangan ini,menunjukkan bagaimana proses peradilan Pidana yang berjalan dengan tidak baik karena disebabkan berbagai kesalahan dan kekurangan-kekurangan penyidik Polri dalam melakukan fungsi penyidikan.Proses penyidikan memang tidak bisa dianggap remeh dan mudah,karena hal ini menyangkut pada dapat atau tidaknya sebuah tindakan dikatakan memenuhi unsur-unsur kejahatan sehingga pelaku dapat dikenakan hukuman sebagaimana mestinya.Profesionalisme seorang penyidik polri untuk melaksanakan tugasnya secara cepat,akuntebel dan transparan,menjadi salah satu jalan untuk menjawab keraguan masyarakat terhadap kinerja Polri yang terus menerus disorot.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang dan pemaparan mengenai posisi penyidikan dalam Hukum Acara Pidana, penulis mencoba merumuskan permasalahan yang dapat diangkat dalam penulisan ini,yakni :
- Bagaimana kondisi penyidikan yang dilakukan oleh Polri saat ini ?
- Bagaimana bentuk Penyidikan Polri yang diharapkan masyarakat?
II. KONDISI PENYIDIKAN POLRI SAAT INI
Sistem peradilan pidana atau criminal justice system merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh sub sistem-sistem Peradilan sebagai lembaga penegakan hukum didalam melaksanakan tugas,fungsi dan perannya dalam penegakkan hukum (law enforcement) yang dapat menjamin rasa keadilan masyarakat,melindungi kepentingan negara,sehingga tercipta kepastian hukum dan menghargai hak asasi manusia.Terkait dengan sistem peradilan pidana diIndonesia,penegakan hukum atau law enforcement yang dilaksanakan oleh alat negara penegak hukum dapat diklasifikasikan menjadi empat tahapan,yakni penyidikan,penuntutan,peradilan dan pelaksanaan putusan.Penyidikan sebagai tahapan pertama dimulai dari diadakannya penyelidikan,penindakan,pemeriksaan,sampai dengan penyerahan berkas perkara dan barang bukti.
Sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 KUHAP dikatakan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.Penyidik dalam hal ini adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negri sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.(Pasal 1 ayat 1 KUHAP)
Karena kewajibannya tersebut,penyidik memiliki wewenang untuk :
- Menerima laporan pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
- Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
- Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
- Melakukan penangkapan,penahanan,penggeledahan,dan penyitaan;
- Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
- Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
- Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
- Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
- Mengadakan penghentian penyidikan;
- Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
”Tindakan lain” seperti yang dimaksud dalam pasal 7 ayat j KUHAP adalah :
- Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum,dalam hal ini tentu saja hukum perundangan yang berlaku di negara Indonesia.
- Selaras dengan kewajiban hukum yang menharuskan dilakukannya tindakan jabatan.(Pasal 50 KUHP)
- Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya.(Pasal 49 KUHP)
- Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa (Pasal 48 KUHP)
- Menghormati Hak Asasi Manusia.
Sesuai undang-undang no.2 tahun 2002 yang menyatakan bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yg meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini tentu saja menuntut kinerja tinggi dari Polri sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam pelaksanaan hukum di negara ini.Begitu sering kita mendengar anekdot dikalangan masyarakat yang menyatakan bahwa; ” lapor ke Polisi kehilangan ayam sama saja dengan kehilangan sapi” ,anekdot ini tidak tercipta serta merta dimasyarakat,hal ini adalah buah dari kebiasaan yang sudah terbudaya menjadi sebuah kukltur di tubuh Polri.Situasi ini diperparah pula dengan begitu banyaknya kasus-kasus yang ditangani oleh polisi yang tidak atau belum bisa terungkap seperti kasus pembunuhan aktivis HAM munir,kasus salah tangkap di Jombang,kasus korupsi di pelbagai daerah,atau juga kasus-kasus lain yang penangannya dirasa sangat lama oleh masyarakat.Bukan hanya itu,masyarakat juga sangat menyorot masalah rekruitment anggota Polri yang memerlukan biaya yang sangat besar,karena adanya oknum-oknum yang melakukan pungli atau uang pelicin agar seseorang bisa diterima disebuah lembaga pendidikan Polri.
Memang hal tersebut tidak dapat kita lihat dari satu sisi masyarakat saja,dalam bertugas kadangkala polisi juga menemukan kendala-kendala yang dapat membuat terhambatnya penanganan suatu perkara pidana.Ada beberapa faktor yang dirasa penulis menyebabkan hal ini terjadi,diantaranya :
- Kualitas SDM Polri yang tidak memenuhi mutu standar guna memiliki kualitas tinggi dalam mengemban tugas sebagai penegak hukum.Hal ini banyak dipengaruhi oleh sistem rekruitment yang dipengaruhi pihak lain,dalam hal ini pihak luar,sehingga menyebabkan tidak transparannya proses rekruitmen itu sendiri.
- Sarana prasarana yang walaupun terdengar klasik namun pada kenyataannya memang memberikan pengaruh terhadap kinerja polisi.Untuk sebuah peralatan olah TKP saja sebuah polsek tidak mempunyai peralatan selengkap yang dimiliki polda,imbasnya tentu saja penyidik polsek terkesan malas-malasan untuk bekerja.
- Masih adanya oknum-oknum penyidik polri yang masih mengharapkan imbalan dari pihak yang terkait dengan sebuah kasus pidana agar dapat memperoleh keringanan-keringanan tertentu dari pihak polisi.Ulah para oknum ini tentu saja dapat dinilai sebagai salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang yang dimiliki penyidik.
Faktor-faktor diatas tentu saja menurunkan citra penyidik Polri sebagai penegak hukum yang diharapkan dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat.Masyarakat pada umumnya mengharapkan sosok penegak hukum yang benar-benar dapat menciptakan keadilan bagi mereka.
III. KONDISI YANG DIHARAPKAN SERTA UPAYA YANG PERLU DILAKUKAN PENYIDIK POLRI
Berbagai keluhan yang tertuju pada pihak korps baju coklat ini,tentu saja tidak dapat diabaikan begitu saja.Jika ingin menancapkan eksistensinya Polri memang harus benar-benar berbenah diri.Polri harus mampu merubah pandangan,serta kultur budaya yang dirasa tidak pas. Ambil contoh tentang penanganan sebuah kasus tindak pidana,mulai dari penerimaan laporan pengaduan penyidik harus memberikan pelayanan yang optimal kepada korban sebuah tindak pidana.Termasuk transparansi proses penyidikan yang harus bisa dilaksanakan secara cepat dan tepat.Jangan ada lagi ulah-ulah oknum yang selalu mengharapkan imbalan dari masyarakat pada setiap penanganan kasus,tidak ada lagi masyarakat yang bertanya-tanya kapan kasus tindak pidana yang mereka alami bisa terungkap,apalagi penanganan kasus yang justru malah memihak pelakunya lantaran pelaku tersebut menjajikan sejumlah uang kepada penyidik.Ini tentu saja sangat bertentangan dengan tugas pokok polisi sebagai pelayan,pelindung,dan pengayom masyarakat.
Guna menjawab tuntutan masyarakat yang seiring perkembangan waktu semakin terus bertambah,Polri umumnya dan penyidik polri khususnya harus segera mengambil langkah-langkah cepat dan tepat.Langkah tersebut bukan tidak pernah dilakukan,dari tahun ketahun sesungguhnya Polri terus menerus berbenah diri,namun belum mencapai taraf yang maksimal dan seperti apa yang diharapkan masyarakat pada umumnya.Sesuai dengan kebijakan Kapolri Jenderal.Pol.Bambang Hendarso Danuri di awal kepemimpinannya,yang menyatakan bahwa perlu adanya transformasi budaya ditubuh Polri.Dengan berpedoman pada Grand Strategy Polri (2005-2010) yang berupa pencanangan trust building,partnership building,dan strive for excellent.
Diawal 2009 ini,Polri mencanangkan sebuah program akselerasi untuk mencapai sasaran Polri 2005-2009 yang bernama Quick Wins, program ini terdiri dari :
- Quick Response yakni peningkatkan kecepatan polisi dalam merespon laporan dari masyakarat,hal ini dengan peluncuran pelayanan Polri melalui saluran telphone 112.
- Transparansi Pelayanan SIM, STNK dan BPKB, arah nya ialah pada penerbitan SIM, STNK dan BPKB adalah bagian dari pelayanan di bidang registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor.
- Transparansi Proses Penyidikan Tindak Pidana ,hal ini dilaksanakan melalui Pemberian Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), dimana hal ini merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab penyidik terhadap masyarakat yang merupaka sarana komunikasi atas segala tindakan-tindakan penyidikan yang telah dilakukan dan dilaporkan kepada pihak pelapor.
- Transparansi Recruitmen Personel, untuk menjawab tantangan tugas Polri yang semakin kompleks dan global.
Hal yang paling penting untuk dicermati seorang penyidik polisi adalah Transparasi proses penyidikan tindak pidana,hal ini disebabkan karena terlalu banyak nya laporan atau pun komplain dari masyarakat mengenai masalah penyidikan polri.Realisasi yang ingin dicapai tentu saja mengarah pada sosok penyidik yang mampu dan dapat melaksanakan proses penyidikan dengan cepat dan profesional.
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dimulai dari penerimaan proses laporan pengaduan dari masyarakat sampai dengan selesainya penanganan berkas oleh seorang penyidik.Kaitannya dengan SP2HP ini penyidik harus mampu memberikan laporan kepada korban tindak pidana sesuai dengan kategori kasus yang dihadapi,yakni :
Tahap pertama,setelah penerimaan sebuah Laporan Polisi dalam jangka waktu 3 hari harus sudah ada perkembangan tentang kasus yang diadukan tersebut dengan mencantumkan :
- Keterangan yang menyatakan bahwa Laporan Polisi telah diterima dan akan segera ditindak lanjuti.
- Satuan atau unit serta penyidik yang menangani kasus tersebut disertai contact number dari penyidik tersebut agar pihak pelaporan dapat langsung menanyakan perkembangan kasus pidananya.
Tahap kedua,tahapan ini adalah bagian dari penyelidikan dari sebuah kasus pidana,ini pun dibuat sesuai dengan kategori tindak pidana tersebut,yakni :
- Kasus ringan/sedang,penanganan penyelidikan harus memberikan laporan perkembangan hasil penyelidikan pada hari ke-15.
- Kasus sulit.sangat sulit,penanganan penyelidikan harus memberikan laporan perkembangan hasil penyelidikan pada hari ke-15 dan hari ke-30.
c.Tahap ketiga,yakni tahapan penyidikan mengenai kasus tindak pidana dengan kategori sebagai berikut :
- Kasus ringan ,penanganan penyidikannya memberikan laporan perkembangan sampai dengan selesai dalam waktu 30 hari.
- Kasus mudah,penanganan penyidikannya memberikan laporan perkembangan sampai dengan selesai dalam waktu 60 hari.
- Kasus sulit,penanganan penyidikannya memberikan laporan perkembangan sampai dengan selesai dalam waktu 90 hari.
- Kasus sangat sulit,penanganan penyidikannya memberikan laporan perkembangan sampai dengan selesai dalam waktu 120 hari.
Tahap keempat,yakni tahapan penyelesaian berkas perkara.
Tahap ini merupakan tahap paling terakhir terkait penyelesaian proses penyidikan oleh anggota Polri,dan ditutup dengan pemberkasan guna segera dikirimkan ke pihak Penuntut Umum sesuai dengan KUHAP.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan adanya pandangan yang menganggap kurang maksimalnya kinerja penyidik Polri dan dari hasil pembahasan program kerja yang dibentuk melalui kebijakan oleh pimpinan Polri,maka penulis berusaha untuk membuat sebuah learning point yang dapat kita tarik menjadi beberapa kesimpulan,diantaranya:
- Mayarakat masih belum cukup puas dengan kinerja yang dihasilkan oleh penyidik Polri dalam menangani sebuah kasus Tindak Pidana.
- Masyarakat menginginkan penanganan kasus Tindak Pidana yang transparan dan cepat,sehingga masyarakat korban kejahatan Pidana akan mendapat suatu keadilan bukan malah dirugikan karena ulah oknum penyidik.
- Dalam menangani sebuah kasus Tindak Pidana penyidik Polri terkadang masih menemui kendala seperti kurangnya sarana dan prasarana serta masih adanya intervensi dari pihak lain terhadap penyelesaian sebuah kasus Tindak Pidana.
- Dengan adanya kebijakan Kapolri mengenai Quick Wins,terutama pada point transparansi penyidikan berupa pemberian SP2HP terhadap korban Tindak Pidana maka diharapkan korban tindak pidana dapat mengetahui perkembangan kasus yang dihadapinya mulai dari awal pelaporan,perkembangan kemajuannya,sampai dengan dikirimkannya berkas perkara kepada penuntut umum ada tahap 2.
- Upaya-upaya yang dilakukan dengan berpedoman pada Grand Strategy Polri dalam melaksanakan pembenahan di tubuh Polri secara struktural dan terorganisir dengan rapih melalui program-program percepatan yang telah dilakukan.
B. Saran
- Kebijakan-kebijakan yang telah dibuat harus dilaksanakan disertai dengan pengawasan dari tingkat paling atas hingga tingkat paling bawah, dengan harapan kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik.
- Harus adanya tindakan yang tegas yang diberikan kepada oknum penyidik yang tidak bisa melaksanakan tugasnya secara profesional, terutama pada oknum penyidik yang masih mengharapkan imbalan dari pihak-pihak yang terkait dengan kasus tindak pidana.
- Perlunya peningkatan sarana dan prasarana guna menunjang tugas Polri, termasuk peningkatan taraf pendapatan anggota (gaji anggota).
0 comments:
Post a Comment