Pendahuluan Sampai saat ini di lingkungan negara-negara yang sedang berkembang masalah hubungan antara Pusat dan Daerah masih menjadi salah satu isu sentral, terutama di negara yang wilayahnya sangat luas atau kehidupan penduduknya secara sosial maupun ekonomi hiterogen. Pengalaman menunjukkan bahwa karena pemerintahan daerah yang mencerminkan hubungan kekuasaan antara Pusat dan Daerah terfokus pada aspek politik, maka masalah kesenjangan hubungan keduanya sering berakibat pada ancaman disintegrasi nasional. Perang Biafra di Nigeria, pergolakan Propinsi-propinsi di Pakistan Timur yang kemudian menjadi Bangladesh sekarang, Eritrea dengan Ethiopia dan konflik di semenanjung Jafna Srilangka dan sebagainya adalah contoh besarnya akibat yang bisa ditimbulkan dari masalah hubungan kekuasaan antara Pusat dan Daerah. Pengalaman lain juga menunjukkan bahwa masalah hubungan kekuasaan antara Pusat dan Daerah tersebut, lebih sering timbul di negara-negara kesatuan yang sejumlah sekitar 80% dari jumlah negara di dunia dewasa ini. Tentu saja hal ini tidak berarti bahwa negara-negara federal masalah semacam itu tidak pernah ada, hanya saja di negara-negara federal tidak sampai mengancam kesatuan nasional mereka. Adanya pemerintahan daerah merupakan hal yang sangat penting dalam membangun sistem pemerintahan negara yang demokratis, karena bisa menampung pluralisme bangsa yang bersangkutan, mendorong partisipasi masyarakat dan memberikan tambahan pilihan bagi warganya terutama yang bersangkutan dengan kebutuhan dan kepentingan penduduknya. Dengan adanya pemerintahan daerah, maka pluralisme yang ada dalam masyarakat negara baik sosial, budaya, ekonomi dan lainnya bisa ditampung dalam wadah pemerintahan daerah masing-masing sehingga tidak mengarah kepada otokrasi sentral. Dalam wilayah mereka, keragaman yang ada dalam masyarakat tetap terpelihara sehingga menjadi akar kebangsaan, tanpa kemudian harus menaifkan ciri-ciri khusus kedaerahan yang ada. Melalui pemerintahan daerah juga bisa diberi kesempatan yang lebih luas bagi penduduk untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah mereka, melalui bermacam-macam dewan daerah baik yang bersifat politik (seperti DPRD di Indonesia) maupun ekonomi (misalnya Komite Perlindungan Konsumen Daerah) atau sosial misalnya Dewan Pemangku Adat Daerah dan sebagainya. Masyarakat juga mempunyai kesempatan untuk memperoleh pilihan yang lebih banyak, dari pelayanan umum yang disediakan pemerintahan daerah selain yang disediakan oleh pemerintahan secara nasional. Disamping itu kehadiran pemerintahan daerah, bisa mendorong demokrasi melalui : 1. Tambahan kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan suaranya, melalui pemilihan-pemilihan lokal. 2. Memberikan hak yang luas bagi warganya untuk berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan termasuk kegiatan dalam kelompok penekan. 3. Politisi lokal memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada pemilihannya ketimbang para pejabat atau politisi di pusat. 4. Merupakan latihan atau sekolah untuk membangun sistem yang demokratis. 5. Pemerintah Daerah sebagai wakil komunitas sub nasional dalam lingkungan daerah tertentu, bisa mendorong terwujudnya negara bangsa. 6. Memperluas pemahaman individu kearah pemahaman konsep kebangsaan yang lebih luas, sehingga misalnya tidak menganggap bahwa pemungutan suara sekedar cermin kepentingan pribadi tetapi juga untuk kepentingan bangsa/nasional. 7. Masyarakat lokal didorong untuk menyelesaikan sendiri konflik-konflik yang terjadi secara internal, tanpa campur tangan Pusat sehingga bisa meningkatkan stabilitas nasional. 8. Memungkinkan timbulnya kebijaksanaan-kebijaksanaan inovatif dan alternatif. Kesalahan yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan Daerah jauh lebih kecil akibatnya ketimbang akibat keputusan pemerintah Pusat. (Lihat Bailey, 1999, h:5) Untuk mewujudkan pemerintahan daerah di Indonesia yang lebih baik di masa datang, dalam membahas hubungan kekuasaan antara Pemerintahan dengan Daerah ini sangat ingin mengajak untuk mulai memperhatikan aspek ekonomi. Studi mengenai perekonomian daerah memang belum lama berkembang yaitu pada tahun 1980an, sehingga definisi pemerintahan daerah dalam pandangan akademisi yang memperhatikan bidang ekonomi juga berbeda dengan yang biasa kita ketahui. Secara umum pemerintah daerah dipahami sebagai : Organisasi yang ditetapkan oleh undang-undang dipilih secara demokratis yang berkedudukan di bawah pemerintah pusat, propinsi atau pemerintah regional; yang menyediakan pelayanan publik bagi masyarakat dalam wilayah kekuasaannya. Cole dan Boyne mendefinisikan pemerintahan daerah didefinisikan sebagai : Suatu badan yang dipilih secara demokratis dalam daerah tertentu, yang berwenang memungut pajak untuk melaksanakan kebijaksanaan yang dibuatnya sendiri atas pelayanan kepada masyarakat yang mereka berikan. (Bailey, Ibid h:2-3) Menurut definisi tersebut ada 3 unsur penting dalam pemerintahan daerah, yaitu : 1. Dibentuk melalui pemilihan lokal yang demokratis. 2. Berwenang memungut pajak. 3. Berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sementara secara tradisional pemerintahan daerah dalam konsep yang dipakai di Indonesia sebagaimana rumusan daerah otonom, yaitu : kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia (Pasal I butir : UU No. 5 / 1974). Dalam UU No. 22 / 1999 rumusan Daerah Otonom sedikit dirubah menjadi : kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam definisi pemerintahan dari sudut pandang politik tersebut tidak disinggung tentang efektifitas pemda. Demikian pula berbagai hal yang berkaitan dengan kondisi obyektif daerah yang kurang memadai, misalnya kapasitas politik, kondisi geografi, dan kurangnya pemahaman masyarakat daerah yang bisa mempengaruhi keberhasilan pemerintahan kurang diperhatikan. Karenanya argumentasi yang menjadi pembenar utama mengenai pemerintahan daerah bagi ilmuwan politik, bahwa pemerintahan daerah tidaklah sesederhana suatu mekanisme pemberian pelayanan masyarakat dalam sektor publik. Belajar dari pengalaman di negara-negara yang sudah maju, di mana pemerintahan daerah kegiatan utamanya adalah melayani masyarakat; maka kiranya sudah waktunya untuk mulai memberikan perhatian pada upaya peningkatan peranan pemerintah daerah dalam bidang ekonomi. Perhatian dalam bidang ekonomi sangat berkaitan dengan esensi tugas pemerintahan daerah yang utama, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Praktek di negara-negara maju tersebut, memang berbeda dengan di negara sedang berkembang yang pada umumnya masih berpusat pada peranan regulasi atau mengatur masyarakatnya. Fungsi Pemda di negara-negara berkembang yang masih berpusat pada bidang regulasi itu, memang tidak salah karena sebagian besar penduduk di negara berkembang belum bisa mengatur dirinya sendiri, sehingga harus diatur oleh Pemerintahan. Namun begitu bukan berarti bahwa tidak perlu melakukan reorientasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, karena cepat atau lambat tuntutan masyarakat akan sampai ke sana. PERANAN EKONOMI PEMDA Pandangan teori ekonomi terutama menekankan pada peran Pemda sebagai penolong masyarakat dalam menyediakan pelayanan umum dan berusaha menetapkan persyaratan atau membuat keadaan yang bisa memaksimalkan kesejahteraan ekonomi masyarakatnya. Memang pendekatan ini hanya bisa dipakai atau dipergunakan, sepanjang bagian-bagian sumber analisa ekonomi dapat diketahui, misalnya data dan informasi mengenai perusahaan-perusahaan yang benar-benar bersifat bisnis (bukan politis atau lainnya), aspek-aspek sosiologi yang mempengaruhi perilaku ekonomi masyarakat dan perspektif lainnya dalam perekonomian. Pada tingkat yang lebih luas kebijaksanaan dari lembaga demokrasi lokal yang kuat bisa menjadi suatu bentuk pembangunan kemampuan dan penguatan institusi nasional, yang merupakan sebuah prasarat penting bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan dalam jangka panjang. Desentralisasi yang melahirkan pemerintah daerah diperlukan karena sangat bermanfaat untuk (1) meredam in efisiensi didalam sistem pemerintahan yang dikontrol secara sentral (oleh pemerintah Pusat). (2) Sebagai alat/sarana privatisasi berbagai kegiatan masyarakat (termasuk yang merupakan pelayanan publik) (3) mengurangi ketegangan dalam bidang keuangan pada tingat pemerintah nasional. (lihat Bailye) Kiranya perlu juga diperhatikan bahwa dalam bidang ekonomi pemerintah mempunyai empat macam peranan yaitu 1) alokasi, 2) distribusi, 3) regulasi, dan 4) stabilisasi. Apabila pemerintah daerah bisa menjalankan peranan ekonominya dengan baik, maka bukan saja akan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya tetapi juga akan mendukung stabilitas dan kemajuan ekonomi nasional. Agenda Bahasan 1. Apakah sistem rekrutmen pejabat daerah dan politisi daerah yang dipergunakan sekarang, bisa menjamin diperolehnya pemerintahan daerah yang demokratis yang beroreantasi kepada kepentingan masyarakatnya ? 2. Usaha apakah yang pelu dilakukan untuk meningkatkan demokratisasi dalam pemerintahan daerah di Indonesia ? 3. Perlukah orientasi pada bidang ekonomi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ditingkatkan, agar supaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat bisa lebih efektif ? 4. Perlukah Pemerintah Daerah melaksanakan fungsi distribusi ekonomi dikalangan penduduknya, misalnya melalui kebijakan perpajakan, kebijakan sosial dan sebagainya ? Hubungan Pusat dan Daerah di Era Reformasi Undang-undang No. 22/1999 mencerminkan pergeseran politik Pemerintah yang besar dalam desentralisasi pemerintahan. Pada dasarnya Pemerintah hanya memegang kewenangan di bidang : keuangan dan moneter, luar negeri, peradilan, pertahanan dan keamanan, agama dan kewenangan bidang lain. Kewenangan bidang lain sebagaimana termaksud pada ayat (1) Pasal : 7 Undang-undang itu, meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional. Dengan demikian maka kewenangan yang lain di luar lima bidang tersebut menjadi Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi, Pasal 2 ayat (3) PP tersebut kewenangan Pemerintah Propinsi adalah dalam bidang : 1. Pertanian 2. Kelautan 3. Pertambangan dan Energi 4. Kehutanan dan Perkebunan 5. Perindustrian dan Perdagangan 6. Perkoperasian 7. Penanaman Modal 8. Kepariwisataan 9. Ketenagakerjaan 10. Kesehatan 11. Pendidikan Nasional 12. Sosial 13. Penataan Ruang 14. Pertanahan 15. Pemukiman 16. Pekerjaan Umum 17. Perhubungan 18. Lingkungan Hidup 19. Politik Dalam Negeri dan Administrasi Publik 20. Pengembangan Otonomi Daerah 21. Perimbangan Keuangan 22. Kependudukan 23. Olah Raga 24. Hukum dan Perundang-undangan 25. Penerangan. Adapun kewenangan Kabupaten dan Kota pada dasarnya sama dengan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Propinsi. Dengan begitu maka meskipun bagi Kabupaten dan Kota diwajibkan melaksanakan sedikitnya 11 bidang kewenangan, yaitu : 1. Pekerjaan Umum 2. Kesehatan 3. Pendidikan dan Kebudayaan 4. Pertanian 5. Perhubungan 6. Perindustrian dan Perdagangan 7. Penanaman Modal 8. Lingkungan Hidup 9. Pertanahan 10. Koperasi 11. Tenaga Kerja. Kendatipun dengan melihat bidang-bidang tersebut, kewenangan Pemerintah Propinsi kelihatan sangat luas tetapi apabila dikaitkan dengan besarnya porsi kewenangan Pemerintahan dalam hal-hal tertentu dalam 25 bidang kewenangan tersebut; maka sebenarnya kewenangan Pemerintah masih sangat besar. Sebagai contoh adalah kewenangan pemerintah dalam bidang Perindustrian dan Perdagangan, yang meliputi : 1. Penetapan kebijakan fasilitasi, pengembangan dan pengawasan perdagangan berjanga komoditi. 2. Penetapan standar nasional barang dan jasa di bidang industri dan perdagangan. 3. Pengaturan persaingan usaha. 4. Penetapan pedoman perlindungan konsumen. 5. Pengaturan lalu lintas barang dan jasa luar negeri. 6. Pengaturan kawasan berikat. 7. Pengelolaan kemetrologian. 8. Penetapan standar industri dan produk tertentu yang berkaitan dengan keamanan, keselamatan umum, kesehatan, lingkungan dan moral. 9. Penetapan pedoman pengembangan sistem pergudangan. 10. Fasilitas kegiatan distribusi bahan-bahan pokok. Dalam bidang kehutanan dan perkebunan, kewenangan Pemerintah meliputi 16 macam; bahkan dalam bidang perhubungan - kewenangan Pemerintah mencapai 31 macam. Tampaknya keraguan sebagian pengamat yang pesimis terhadap kesungguhan Pemerintah untuk melaksanakan otonomi daerah yang luas, menemukan alasan pembenar yang kuat dengan isi PP No. 25/2000 tersebut. Namun demikian bagi saya, keraguan tersebut tidak perlu berlebihan karena di sisi lain juga banyak bukti kuat bahwa kewenangan yang besar yang diberikan kepada daerah tersebut, tidak serta merta bisa dilaksanakan dengan baik. Apabila Pemerintah memang mempunyai godwill yang kuat, maka PP No. 25/2000 tersebut beberapa tahun ke depan harus dirubah dan kewenangan bidang tertentu Pemerintah harus dikurangi seiring dengan semakin besarnya kemampuan pemerintah daerah. Tegasnya, PP No. 25/2000 itu akan diubah secara berkala sehingga pada akhirnya sebagian besar kewenangan akan dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Persoalannya terletak pada godwill Pemerintah, dan di pihak yang lain adalah kesungguhan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kemampuannya sehingga bisa melaksanakan kewenangan-kewenangan tersebut dengan baik. Oleh karena itu sangat diperlukan sikap dan kesadaran obyektif dari Pemerintah manapun Pemerintah Daerah, sehingga tidak lagi menimbulkan ketegangan hubungan di antara keduanya. Disamping masalah besar di atas, penataan hubungan kekuasaan antara Pusat dan Daerah juga menghadapi beberapa kendala yang perlu ditangani secara seksama, bertahap dan berkelanjutan. Sekarang ini kendala yang sudah jelas adalah bidang yuridis, yaitu belum lengkapnya peraturan pelaksanaan UU No. 22/1999 meskipun sudah melewati batas waktu yang ditentukan yaitu setahun sesudah undang-undang tersebut ditetapkan. Contog yang sangat menonjol dari kasus belum adanya atau belum jelasnya ketentuan pelaksanaan itu adalah keruwetan dalam proses pemilihan Bupati pada awal pelaksanaan otonomi luas ini. keinginan Daerah untuk segera melaksanakan otonomi luas itu tidak seiring dengan kemampuan Pemerintah menyiapkan perangkat aturan pelaksanaannya. Memang masalah itu bisa dimaklumi, karena disamping beratnya pekerjaan itu mengingat bahwa undang-undang tersebut mengandung perubahan yang besar dibandingkan undang-undang sebelumnya, Departemen Dalam Negeri juga dipaksa mengatasi berbagai masalah yang tidak diduga sebelumnya sebagai buah dari euforia reformasi, misalnya tuntutan sebagian masyarakat untuk memberhentikan kepala daerah mereka dll. Kendala yang lain adalah : 1. Kapasitas Administrasi Pemerintah Daerah . Sentralisasi yang selama puluhan tahun dipraktekkan di Indonesia, telah menyebabkan kapasitas administrasi pemerintahan daerah kurang berkembang. Ketatnya pengarahan dan kendali pusat menyebabkan perangkat administrasi daerah cenderung bergantung dan pasif, sehingga menjadi tidak mandiri dan kurang inovatif. Karenanya ketika kemudian diberi wewenang yang besar, maka tidak dengan serta merta bisa melaksanakannya. 2. Kesenjangan Antar Daerah. Realita bahwa kondisi geografi maupun demografi daerah-daerah di Indonesia yang sangat beragam, dahulu kurang diperhatikan melalui kebijaksanaan Pusat yang cenderung seragam. Akibat dari kebijaksanaan yang seragam itu maka kesenjangan antar daerah yang alami itu, tidak pernah berkurang. Oleh karena itu maka apabila tidak diikuti dengan peningkatan peran alokasi dan distribusi Pemerintah dengan sungguh-sungguh maka akan mengakibatkan kesenjangan antar daerah akan semakin besar. Apabila hal ini terjadi maka akan menimbulkan arus migrasi antar daerah yang pada gilirannya bisa mengganggu stabilitas nasional. 3. Kesenjangan Politik. Otonomi daerah yang luas tidak saja memberikan wewenang yang lebih besar kepada Daerah, tetapi juga kekuasaan yang jauh lebih besar kepada politisi lokal. Kekuasaan besar yang dimiliki politisi lokal akan sangat bermanfaat bagi pengembangan daerah, apabila disertai dengan kapasitas yang memadai dan kesadaran serta tanggung jawab politik yang besar pula. Tetapi apabila tidak, maka teratasi namun hanya sekedar berpindah ke daerah-daerah. Di sisi lain kurangnya kesadaran dan tanggung jawab politik elite daerah, akan bisa melahirkan berbagai masalah baru termasuk ancaman disintegrasi bangsa. 4. Perilaku Birokrasi. Sebagian besar birokrasi Indonesia belum memiliki perilaku administrasi negara yang benar. Baru sebagian kecil aparatur birokrasi yang mengerti tujuan-tujuan negara atau tujuan organisasi (lembaga tempatnya bekerja) kalaupun mengetahui belum tentu segala kegiatan dalam pelaksanaan tugasnya dioreantasikan kepada pencapian tujuan organisasi atau tujuan negara yang telah ditetapkan. Masih banyak pegawai negeri yang bekerja sekedarnya, tanpa mempunyai motivasi yang memadai untuk mewujudkan tercapainya sasaran atau tujuan organisasi yang telah ditentukan. Perilaku birokrasi pemerintah yang cenderung menjadi penguasa dan bukan sebagai pelayan dan abdi masyarakat, adalah contoh yang nyata dari sikap dan perilaku pegawai negeri kita. Untuk mewujudkan tercapainya tujuan-tujuan nasional, maka orientasi pegawai negeri harus dirubah disamping peningkatan kapasitas dan kinerjanya. Proses perubahan dan peningkatan tersebut memerlukan waktu yang cukup lama, karena sebagiannya berkaitan dengan faktor sosial dan budaya masyarakat, disamping dengan faktor ekonomi bahkan politik. Agenda Bahasan 1. Adakah kesenjangan pandangan antara Pemerintah dengan Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yang luas ini ? 2. Benarkah bahwa apa yang dimaksud dengan kewenangan bidang lain, yang dimiliki Pemerintah bisa menghambat terwujudnya otonomi daerah yang luas ? 3. Seberapa besar Kabupaten perlu menambah kewenangannya diluar 11 bidang kewenangan minimal yang telah ditentukan, dan bolehkah apabila suatu Kabupaten tidak melaksanakan kewenangan- kewenangan lain yang disediakan, dan apa konsekuensinya ? 4. Bagaimanakah pemerintah daerah dan DPRD mensiasati, agar tambahan wewenang itu tidak memberatkan pemerintah daerah tetapi tetap bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan baik ? 5. Fungsi representasi apakah yang bisa dikembangkan oleh DPRD, agar bisa ikut mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Menggagas upaya pencepatan otonomi daerah yang luas Beberapa agenda masalah yang dihadapi sebagaimana diuraikan di atas, merupakan tantangan yang harus diatasi karena pelaksanaan otonomi daerah yang luas adalah keniscayaan, yang bukan saja unuk menghindakan ancaman disintegrasi bangsa juga untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat secara merata dan menyeluruh. Dalam hubungan ini maka ada beberapa gagasan yang mungkin bisa didiskusikan, yaitu : 1. Melakukan sosialisasi tentang kebijaksanaan penerapan otonomi daerah yang baru ini, terutama kepada kelompok-kelompok strategis dalam masyarakat di daerah misalnya : elite lokal, aktifis LSM, tokoh-tokoh pemuda, pimpinan organisasi kemasyarakatan baik sosial, ekonomi maupun politik. Pada gilirannya diharapkan agar mereka ini akan menjadi agen sosialisasi kepada masyarakat di lingkungannya. 2. Membangun komunikasi yang efektif antara jajaran eksekutif dengan DPRD, sehingga tidak akan terjadi mis-persepsi ataupun kesalahan yang berlarut-larut tanpa diketahui dan diusahakan pemecahannya. 3. Membangun kesadaran kolekteif dalam masyarakat daerah, agar bisa memahami kemungkinan terjadinya kelambatan atau ketidak sesuaian harapan dengan apa yang dihasilkan, yang terpaksa terjadi karena masalah teknis yang obyektif. 4. Mendorong Pemerintah agar meningkatkan godwill dalam pelaksanaan otonomi daerah yang baru ini, dan dengan tegas menyelesaikan masalah yang terjadi di tingkat pusat yang bisa menghambat terwujudnya otonomi daerah yang luas itu. Kecenderungan sebagian institusi pusat untuk mempertahankan kekuasaan, harus bisa diatasi dengan segera. 5. Untuk memperoleh dukungan dari masyarakat, maka elite lokal (Eksekutif dan DPRD) harus meningkatkan kegiatan pelayanan kepada masyarakat dan menghindarkan sikap elitis yang cenderung mengedepankan kepentingan dan keuntungan elite sendiri. Agenda Bahasan 1. Sejauh manakah otonomi luas bisa mengancam disintegrasi nasional. 2. Langkah apakah yang perlu dilakuan agar ancaman terhadap integrasi nasional itu bisa dihindarkan. 3. Benarkah terdapat kendala-kendala teknis dan obyektif di daerah, sehingga otonomi daerah yang luas itu tidak bisa segera bisa dilaksanakan ? 4. Apabila ditemukan kendala di daerah, bagimanakah upaya yang dilakukan untuk mengatasinya ? 5. Diantara berbagai masalah yang dihadapi dalam mewujudkan otonomi daerah yang luas itu, antara faktor SDM, administrasi dan keuangan; daerah yang dianggap paling krusial dan mengapa demikian ? 6. Apakah keinginan untuk memperbaiki UU No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan tersebut perlu segera dilakukan, atau nanti saja seiring dengan perkembangan pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri misalnya bersamaan dengan perubahan terhadap UU No. 22/1999 atau setidaknya berhubungan dengan PP No. 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi.[]
HUBUNGAN
PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
|
|
0 comments:
Post a Comment